BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman (UU No 7, 1996). Bahan pangan adalah bahan yang memungkinkan manusia tumbuh dan berkembang serta mampu beraktifitas dan memelihara kondisi tubuhnya. Untuk itu bahan pangan atau biasa kita sebut dengan “makanan” perlu diperhatikan jenis dan mutunya agar aman dikonsumsi. Makanan pada umumnya terdiri atas air, protein, karbohidrat, lemak, vitamin, serat dan mineral. Komponen makanan tersebut sangat berperan penting dalam memberikan karakter terhadap makanan baik sifat fisik, kimia maupun fungsinya. Dengan kemajuan ilmu dan teknologi di bidang pangan, berbagai jenis makanan dapat dibuat lebih awet, lebih menarik, lebih aman, lebih enak serta praktis bagi konsumen (Nur’an, 2011).
Makanan yang aman merupakan faktor yang penting untuk meningkatkan derajat kesehatan. Dalam Undang-undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang pangan, keamanan pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, benda-benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Depkes RI (2009), keamanan pangan merupakan persyaratan utama yang harus dimiliki oleh setiap produksi yang beredar di pasaran. Setiap produsen bahan pangan yang memproduksi dan mempromosikan produk makanan dan minuman harus didasarkan pada standar dan persyaratan kesehatan. Untuk menjamin keamanan pangan olahan, maka dibutuhkan pengawasan, pengaturan dan pembinaan dari pemerintah. Menurut Depkes RI (2003), Hygiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan. Persyaratan hygiene sanitasi adalah ketentuan-ketentuan teknis yang ditetapkan produk rumah makan dan restoran, personal dan perlengkapannya yang meliputi persyaratan bakteriologis, kimia dan fisika. Di dalam Sistem Kesehatan Nasional telah dijelaskan adanya rencana pembangunan jangka panjang. Salah satu upaya yang diprogramkan yaitu peningkatan kesehatan lingkungan. Kesehatan lingkungan mencakup aspek yang luas, salah satu diantaranya adalah hygiene sanitasi makanan. Dalam proses produksi makanan, pentingnya tindakan hygiene sanitasi merupakan salah satu upaya untuk menghindari terjadinya pencemaran terhadap hasil produksi (Depkes, 2004).
Depkes (2006), menyatakan bahwa bahan pangan yang dikonsumsi manusia terutama yang mengandung air dan protein yang tinggi merupakan produk yang mudah rusak. Upaya yang harus
dilakukan untuk merperpanjang penyimpanan
bahan makanan adalah dengan penggunaan bahan tambahan makanan yang bertujuan agar kualitas makanan tetap terjaga sehingga cita dan rasa dan penampilannya semakin baik. Pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan buatan yang ditambahkan pada makanan atau minuman untuk menciptakan rasa manis. Bahan pemanis buatan ini sama sekali tidak mempunyai nilai gizi. Contoh pemanis buatan antara lain sakarin, siklamat, dan aspartame. (Diana, 2012). Penggunaan Bahan Tambahan Makanan (BTM) yang tidak memenuhi syarat adalah termasuk bahan tambahan yang memang jelas-jelas dilarang, seperti; pewarna, pemanis, dan bahan pengawet. Pelarangan juga menyangkut dosis penggunaan bahan tambahan makanan yang melampaui ambang batas maksimum yang telah ditentukan (Effendi, 2004). Diantara beberapa bahan tambahan makanan, yang sangat sering digunakan adalah pemanis buatan. Pemanis buatan sering digunakan oleh produsen pada makanan atau minuman jajanan untuk mendapatkan rasa yang lebih manis dengan harga yang murah dibandingkan pemanis alami. Pemakaian pemanis buatan menurut peraturan menteri kesehatan No. 208/Menkes/Per/IV/85, hanya boleh digunakan pada penderita diabetes mellitus dan penderita yang memerlukan diet rendah kalori yaitu sakarin dan siklamat (Depkes, 1997).
Sesuai dengan KepMenkes RI Nomor 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang pedoman persyaratan hygine sanitasi makanan jajanan, bahwa masyarakat perlu dilindungi dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan agar tidak membahayakan kesehatan. Oleh karena itu penyelenggaraan hygiene sanitasi pada setiap tempat pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Namun dari beberapa penelitian terdahulu, banyak tempat pengolahan makanan jajanan yang masih belum memenuhi syarat hygiene sanitasi. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) makanan jajanan di Indonesia tidak menerapkan standar yang direkomendasikan. Pernyataan WHO juga didukung dengan hasil penelitian BPOM terhadap 163 sampel jajanan makanan dan minuman dari 10 propinsi dan sebanyak 80 sampel (80%) tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan produk. Dari produk makanan jajanan itu banyak ditemukan penggunaan bahan pengawet dan pemanis yang dapat mengganggu kesehatan anak sekolah seperti penyakit kanker dan ginjal. Sebuah penelitian yang pernah dilakukan oleh Ravianto (2000) di kota Makassar menunjukkan bahwa semua sampel (100%) jajanan makanan dan minuman yang dijual di lapangan Karebosi mengandung siklamat. Badan Pusat Pengawasan Obat dan makanan mencatat bahwa selama tahun 2004 di Indonesia terjadi 82 kasus keracunan makanan yang menyebabkan 6.500 korban sakit dan 29 orang yang meninggal dunia. Sebanyak 31 % kasus keracunan itu disebabkan makanan yang berasal dari jasa boga dan industri rumah tangga. Menurut Kusmayadi (2007), terdapat 4 (empat) hal penting yang menjadi prinsip hygiene dan sanitasi makanan meliputi perilaku sehat dan bersih orang yang
mengelola makanan, sanitasi makanan, sanitasi peralatan dan sanitasi tempat pengolahan makanan dapat terkontaminasi mikroba karena beberapa hal, diantaranya adalah menggunakan kain kotor untuk membersihkan meja, perabotan bersih dan lain-lain serta makanan disimpan tanpa menggunakan penutup sehingga serangga dan tikus dapat menjangkaunya. Suatu penelitian yang dilakukan oleh Arisman (2000), bahwa dikota palembang didapatkan hasil sebanyak 6,6 % penjamah makanan yang tidak menggunakan celemek pada saat bekerja dan ditemukansebanyak 11,1 % penjamah makanan yang mempunyai perilaku suka menggaruk kepala dan hidung pada saat sedang bekerja. Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin melakukan penelitian tentang penyelenggaraan hygiene sanitasi pengolahan salak yang diproduksi di PT.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013 apakah sudah sesuai dengan KepMenkes RI No.942/MENKES/SK/VII/2003. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu diperhatikan tentang masalah hygiene sanitasi pengolahan salak dan analisis pemanis buatan pada hasil olahan salak di PT. Agrina Desa Parsalakan Kecamatan angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1.Tujuan Umum
Untuk mengetahui penyelenggaraan hygiene sanitasi dan analisis pemanis buatan pengolahan di PT.AGRINA Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013. 1.3.2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khususnya sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui hygiene sanitasi pemilihan bahan olahan salak. 2. Untuk mengetahui hygiene sanitasi penyimpanan bahan olahan salak. 3. Untuk mengetahui hygiene sanitasi cara pengolahan salak. 4. Untuk mengetahui hygiene sanitasi penyimpanan olahan salak. 5. Untuk mengetahui hygiene sanitasi pengangkutan olahan salak. 6. Untuk mengetahui hygiene sanitasi pengemasan olahan salak. 7. Untuk mengetahui ada tidaknya jenis zat pemanis buatan yang terkandung pada olahan salak. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Memberikan masukan kepada Dinas Kesehatan Kabaupaten Tapanuli Selatan dalam hal pengawasan hygiene sanitasi pengolahan makanan. 2. Memberikan masukan kepada pengelola tentang pemakaian zat pemanis sebagai bahan tambahan makanan pada olahan salak yang diproduksi oleh PT.Agrina DesaParsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli selatan. 3. Sebagai masukan kepada Dinas Kesehatan untuk lebih memperhatikan penggunaan zat pemanis yang dilarang khususnya pada pabrik-pabrik makanan. 4. Menambah wawasan berpikir bagi peneliti terutama yang berhubungan dengan hygiene sanitasi dan penggunaan zat pemanis pada olahan salak.