BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Permasalahan Arsip merupakan salah satu sumber informasi yang terpercaya dan akurat. Keakuratan informasi yang terkandung di dalamnya dapat digunakan sebagai bahan pertanggungjawaban. Dalam penemuan kembali, Arsip dapat mudah ditemukan kembali saat dibutuhkan. Informasi menjadi kunci utama manusia dalam menyelesaikan berbagai kebutuhan kehidupan, di antaranya dalam kehidupan organisasi. Organisasi harus mampu mengelola arsip dan mampu menjamin ketersedian arsip yang cepat, tepat, dan akurat. Peranan arsip sangat penting dalam melancarkan kegiatan administrasi sehari-hari di segala bidang kegiatan. Arsip merupakan urat nadi suatu instansi. Selain itu arsip juga merupakan pusat ingatan, sumber informasi dan bukti sejarah. Oleh sebab itu kegiatan organisasi tidak lepas dari arsip, karena arsip merupakan catatan aktivitas kehidupan yang terekam secara lengsung baik secara tertulis maupun media lain pada wujud aslinya. Informasi menjadi sumber daya bagi kelangsungan hidup atau kegiatan organisasi tersebut, sehingga arus informasi yang terekam secara tidak langsung berdampak bagi kinerja organisasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya, apabila arus informasinya buruk akan berdampak buruk juga terhadap organisasi, sebaliknya apabila informasi dikelola dengan baik maka semua aktivitas organisasi dapat berjalan dengan baik. Tanpa
2
adanya dukungan informasi yang dikelola dengan baik, organisasi tidak akan mempu menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Hal ini dinyatakan oleh Presiden Panama, R.J. Alfaro: “Pemerintah tanpa arsip ibarat tentara tanpa senjata, dokter tanpa obat, petani tanpa benih, tukang tanpa alat... arsip merupakan saksi bisu, tidak terkalahkan, handal, dan abadi yang memberikan kesaksian terhadap keberhasilan, kegagalan, pertumbuhan, dan kejayaan bangsa”.1
Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 yang dimaksud dengan arsip adalah : “Arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintah daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”.2
Arsip berdasarkan bentuk dan formatnya, di bedakan menjadi dua yaitu, Media Konvensional dan Media Baru (Arsip teknologi maju/ Machine readable). Maksud dari machine readable yaitu arsip tersebut dapat dibaca dengan menggunakan alat tertentu, misal ; komputer, micro reader. Media konvensional adalah media yang sudah terbiasa dipergunakan yaitu media kertas atau media 1
Dikutip dari Djoko Utomo, "Profesionalisme SDM Kearsipan, Arsip Dan Peranannya Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah," dalam seminar yang diadakan Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Proplinsi Sumatera Utara, Medan, 17-18 Desember 2002, h1m. 10. 2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan, Bab I Ketentuan Umum, pasal 1 ayat 1.
3
tekstual atau dikenal sebagai Human readable. Media Baru ini juga dikenal sebagai arsip non kertas. Judith Ellis dalam buku Keeping Archives menyebutkan special format records (arsip bentuk khusus) yaitu arsip yang bentuk media dan ciri catatan informasinya memiliki karakteristik yang bersifat khusus. Arsip bentuk khusus ini merupakan related document yaitu merupakan dokumen terkait atau sebagai lampiran namun juga tidak menutup kemungkinan arsip tersebut berdiri sendiri. Arsip bentuk khusus terdiri dari: arsip audio visual, arsip kartografi dan kearsitekturan, arsip publikasi, arsip ephemera, arsip karya seni, arsip elektronik dan arsip bentuk mikro. Dilihat dari fungsinya, arsip dibedakan menjadi dua yaitu arsip dinamis dan arsip statis. Arsip dinamis adalah arsip yang masih diperlukan secara langsung
dalam
perencanaan,
pelaksanaan,
penyelenggaraan
kehidupan
kebangsaan pada umumnya atau arsip yang digunakan secara langsung dalam penyelenggaraan administrasi Negara.3 Arsip dinamis (records) terbagi menjadi dua macam yaitu arsip aktif dan arsip inaktif, yang membedakan kedua macam arsip adalah frekuensi penggunaan arsip di dalam suatu organisasi. Arsip aktif yaitu arsip yang dipergunakan terus menerus, bagi kelangsungan pekerjaan di lingkungan unit pengolahan dari suatu organisasi atau kantor.4 Dalam suatu
3
Basir Bartos, Manajemen Kearsipan (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2009),
hlm. 109. 4
Sedarmayanti, Tata Kearsipan Dengan Memanfaatkan Teknologi Modern. (Bandung: Mandar Maju, 2008), hlm. 33.
4
instansi atau organisasi arsip dinamis aktif masih sangat diperlukan dalam menunjang kegiatan manajemen pada organisasi tersebut. Arsip Inaktif adalah arsip yang penggunaannya telah menurun.5 Dengan kata lain arsip tersebut telah menurun frekuensi penggunaanya bagi organisasi atau instansi, sehingga penggunaan arsip inaktif hanya sebagai bahan referensi saja. Masalah pengelolaan arsip dinamis inaktif yang sering dihadapi oleh organisasi atau instansi adalah kurang adanya kesadaran dan kepedulian tentang bagaimana penyelamatan arsip inaktif yang semakin hari semakin menumpuk. Tumpukan arsip yang berada di masing-masing unit kerja mengakibatkan ruang kerja menjadi berantakan karena arsip inaktif tidak dikelola dengan baik. Sebagian besar keadaan arsip dinamis inaktif yang ada di organisasi atau instansi sangat memprihatinkan. Arsip-arsip inaktif menumpuk tanpa adanya penataan yang jelas serta menyebar di berbagai tempat record centre. Hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran tentang pentingnya penanganan arsip inaktif sehingga tidak adanya perhatian terhadap arsip inaktif. Semua itu akan berdampak pada fisik arsip yang akan mengalami kerusakan karena terjadinya penumpukan, selain itu kerahasiaan arsip kurang terjaga sehingga tejadi kebocoran isi informasi arsip hal ini disebabkan karena penyebaran arsip di berbagai tempat sehingga orang yang seharusnya tidak mempunyai kewenangan dalam mengakses arsip dapat mudah mengaksesnya. Arsip inaktif akan lebih berdayaguna jika disimpan 5
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan, Bab I Ketentuan Umum, pasal 1 ayat 6.
5
secara terpusat. Tempat pemusatan penyimpanan arsip inaktif ini disebut sebagai pusat arsip (records center), yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh unit kearsipan dalam suatu organisasi atau instansi. Pada prinsipnya penataan arsip inaktif tetap mempertahankan sistem pemberkasan (filing sistem) pada masa aktifnya.6 Perbedaannya yang utama terlatak pada cara pengelolaan dan tata cara pemeliharaannya khususnya yang berkenaan dengan pengaturan suhu dan kelembaban karena arsip inaktif jangka waktu penyimpananya yang lebih lama. Prinsip penataan arsip inaktif tentunya kelestarian informasi yang terkandung dalam arsip aktif sampai inaktif akan terjamin kelestarian arsip dan dapat mengidentifikasi arsip-arsip yang ada, shingga tidak akan kehilangan jejak untuk informasi yang penting yang mungkin menjadi bukti organisasi atau instansi. Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah merupakan suatu instansi yang mengembangkan, mengelola dan melestarikan bahan perpustakaan dan arsip sebagai khasanah informasi dan pengetahuan. Selain itu juga penyelenggara layanan perpustakaan dan kearsipan berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Perkembangan volume arsip yang tergolong besar di Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah membutuhkan keseriusan dalam penanganan arsip. Arsip dinamis inaktif perlu segera ditangani supaya informasi yang terkandung didalam arsip tersebut akan sangat berguna bagi berjalannya manajemen suatu organisasi atau bahkan sebagai alat bukti hukum. 6
Boedi Martono, Penataan Berkas Dalam Manajemen Kearsipan. (Jakarta: PT Midyas Surya Grafindo,1992), hlm. 93.
6
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana sistem yang diterapkan dalam Penataan arsip inaktif di Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah ? 2. Faktor-faktor apa saja yang menghambat proses penataan arsip inaktif ? 3. Bagaimana tingkat efektivitas dan efisiensi dari sistem yang diterapkan dalam penataan arsip inaktif ?
B. Tujuan dan Manfaat Praktek Kerja Lapangan Ada beberapa tujuan dalam Praktek Kerja Lapangan (PKL). Pertama, untuk mengetahui sistem penataan arsip inaktif di Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah. Kedua, untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang menghambat peroses penataan arsip inaktif. Ketiga, untuk mengetahui tingkat efektivitas dan efisiensi dari sistem yang diterapkan dalam penataan arsip inaktif. Adapun beberapa manfaat yang dapat diperoleh penulis dalam melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yaitu. Dapat mengetahui sistem penataan arsip inaktif disebuah instansi. Dapat mengetahui apa saja kendala dalam memperaktekaan sebuah sistem dalam penataan arsip sehinga mampu mengatasi masalah yang ada. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat menghambat proses penataan arsip inaktif. Dapat mengetahui dan menyimpulkan tingkat efektivitas dan efesiensi dalam menerapkan sistem penataan arsip inaktif.
7
Mengetahui seberapa besar peranan yang dapat diberikan dari kegiatan penataan Arsip Inaktif bagi organisasi yang bersangkutan.
C. Metode Pengumpulan Data Dalam mengumpulkan data, kegiatan dilakukan untuk mendapatkan informasi yang terbaru dan data yang faktual serta relevan dengan tema yang dipilih baik secara langsung maupun tidak langsung melalui wawancara, observasi, dan setudi pustaka. 1. Wawancara (Interview) Metode yang pertama adalah wawancara. Metode ini bertujuan untuk pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dengan cara melakukan wawancara kepada pihak yang bertugas melakukan penataan arsip inaktif atau orang yang berwenang di bagian kearsipan. Dalam hal ini pertanyaan yang diajukan berhubungan dengan permasalahan yang mengacu pada pokok persoalan. Alat yang digunakan untuk melakukan wawancara tersebut antara lain dengan mengunakan media tulis dan media elektronik . Wawancara ini bertujuan untuk memperoleh data primer. 2.
Pengamatan (Observasi) Metode yang kedua yaitu pengamatan langsung (observasi), penulis melakukan tinjauan langsung guna mengetahui keadaan sebenarnya dalam pelaksanaan penataan arsip inaktif, selain itu juga untuk mendapatkan data atau informasi dalam penelitiannya.
8
3. Studi Pustaka Metode yang ketiga yaitu studi pustaka, penulis mengumpulkan data dari berbagai sumber bahan pustaka, literatur-literatur dan buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan penataan arsip inaktif. Sebagai referensi untuk
merumuskan
konsep,
untuk
melengkapi
data
dan
sebagai
perbandingan.
D. Tinjauan Pustaka Untuk menunjang penelitian ini, terutama untuk pemahaman dasar dan aplikasi dalam penataan arsip inaktif, perlu ditinjau beberapa bahan pustaka terpilih secara ketat dan yang paling relevan dengan topik penelitian. Buku pertama yang digunakan berjudul Manajemen Kearsipan, yang ditulis oleh Basir Barthos di Jakarta, diterbitkan oleh PT. Bumi Aksara di Jakarta pada tahun 2009. Buku tersebut berisi tentang pengertian dasar mengenai arsip dan kearsipan, ketentuan-ketentuan pokok kearsipan, penanganan dan cara mengarsip surat, pemeliharaan arsip, penanganan arsip inaktif, penyusutan arsip, penyusunan JRA, dan tata kearsipan perguruan tinggi. Ada dua bab utama yaitu bab lima dan enam yang sangat berguna untuk memperjelas pemahaman penulis mengenai konsep arsip inaktif. Pada bab tersebut dibahas mengenai penanganan arsip inaktif, tahaptahap pelaksanaan beserta dasar hukumnya. Buku kedua yang digunakan berjudul Penataan Berkas dalam Manajemen Kearsipan, yang ditulis Boedi Martono di Jakarta, diterbitkan oleh Pustaka Sinar Harapan pada tahun 1992. Buku ini memiliki 3 bab pokok
9
pembahasan. Bab I menerangkan tentang peletak dasar penyimpanan arsip dan perkembangan sistem pemberkasan (filling sistem). Arsip aktif adalah arsip dinamis yang frekuensi kegunaannya sebagai berkas kerja masih tinggi. Sedangkan arsip inaktif adalah arsip dinamis yang frekuensi kegunaannya sudah menurun atau jarang digunakan oleh manajemen. Bab II menjelaskan tentang penataan arsip aktif yang dibagi menjadi tiga pemberkasan yaitu, pemberkasan atas dasar angka, pemberkasan atas dasar abjad, dan pemberkasan atas dasar masalah. Umumnya ilmu perpustakaan menggunakan salah satu sistem yang ada sebagai alat kerjanya. Dari pembahasan buku-buku Boedi Martono yang paling relevan Bab III dalam bab ini membahas mengenai penyimpanan arsip inaktif yang akan lebih berdayaguna jika disimpan secara terpusat. Pemusatan penyimpanan arsip inaktif ini disebut sebagai pusat arsip (records centre). Penyimpanan dilakakukan setelah dikelola, biasanya dalam penyimpanan arsip inaktif menggunakan sistem subyek agar lebih mudah dalam penemuan kembalinya. Pembahasaan buku ini sangat membantu karena penjelasan pengelolaan arsip inaktif lebih khusus. Maka dari itu bab ini sangat membantu kami dalam melakukan praktek dalam pengelolaan arsip inaktif. Buku ketiga yang digunakan berjudul Manajemen Arsip Dinamis, yang ditulis oleh Sulistyo Basuki di Jakarta, diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2003. Secara umum buku ini membahas secara lengkap dan mendalam seluruh aspek kegiatan kearsipan dinamis yang meliputi arsip dinamis aktif dan inaktif. Dengan cara penyajiannya yang lebih luas dan sistematis, buku
10
ini menjelaskan khusus arsip dinamis lebih jelas dengan kata-kata yang lebih baku yang memudahkan pemahaman. Penjelasan arsip dinamis inaktif lebih real pengelolaan. Buku ini memiliki 6 bagian pokok pembahasan antara lain, bagian pertama konsep dasar yang membahas definisi dan fungsi arsip dinamis, bagian kedua menjelaskan tentang arsip dinamis aktif, bagian ketiga tentang administrasi program manajemen arsip dinamis, bagian keempat penjelasan arsip dinamis inaktif, bagian kelima tentang arsip statis, dan bagian keenam penjelasan arsiparis dinamis dan masyarakat. Dari keenam bagian buku ini yang paling relevan pada bagian empat yang pembahasannya meliputi penyimpanan, fasilitas, dan cara pemilihan metode dalam pengelolaan arsip dinamis inaktif. Selain itu pembahasan di bagian ini tidak hanya menjelaskan cara mengelola dengan baik yaitu memberikan pengertian bagaimana cara kita mampu menyikapi dengan baik arsip dinamis inaktif. Buku keempat yang digunakan berjudul Tata Kearsipan dengan Memanfaatkan Teknologi Modern yang ditulis oleh Sedamaryanti di Bandung, diterbitkan tahun 2008 oleh Mandar Maju. Buku ini membahas tentang pengelolaan arsip menggunakan tegnologi modern sebagai alat yang digunakan untuk menunjang peran arsip disuatu organisasi atau instansi dalam penataan arsip atau berkas.
11
E. Sistematika Penulisan Laporan
Laporan Tugas Akhir yang berjudul Penataan Arsip Inaktif di Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Jawa Tengah ini memiliki 4 (empat) bab yang di dalamnya terdapat subbab-subbab yang mengupas tentang pembahasan setiap babnya. Bab I (satu) berisi latar belakang yaitu yang menjelaskan pengertian secara umum arsip inaktif dan memaparkan ketertarikan penulis dalam pemilihan tema dan instansi, menjelaskan materi apa saja yang akan dibahas dalam laporan ini, selanjutnya berisi tentang tujuan dan manfaat melaksanakan PKL. Menjelaskan metode pengumpulan data yang akan digunakan untuk untuk menulis laporan seperti observasi, wawancara dan study pustaka. Selain itu mengumpulkan data dan informasi dari hasil melaksanakan PKL untuk menunjang penulisan laporan. Tinjauan pustaka dan sistematika penulisan laporan juga dijelaskan dalam bab I (satu) ini, tinjauan pustaka yaitu yang berkaitan dengan buku-buku apa saja yang dijadikan referensi dalam pelaksanaan PKL sampai penulisan laporan. Bab II (dua) penulisan tentang penjelasan mengenai tempat pelaksanaan PKL yaitu Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Jawa Tengah. Gambaran umum mengenai Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Jawa Tengah. Bab ini juga menjelaskan mengenai visi dan misi, tugas pokok dan fungsi, tujuan, serta struktur organisasi. Bab III (tiga) menjelaskan mengenai kondisi lapangan yang ada di Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Jawa Tengah khususnya kondisi arsip inaktif. Pada bab ini dijelaskan mengenai penataan arsip inaktif yang dilaksanakan di
12
Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Jawa Tengah dan juga kendala yang dihadapi dalam proses penataan. Pentingnya arsip untuk ditata dengan baik dan benar sehingga dapat tercipta efisiensi dan efektifitas kerja organisasi. Dijelaskan pula mengenai volume arsip yang dimiliki Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Jawa Tengah, sistem pengorganisasian, penyimpanan, dan penataan berkas, lokasi penyimpanan, sarana dan prasarana, perawatan yang dilakukan dan SDM. Bab IV (empat) yang menjadi bab terakhir dalam penulisan Tugas Akhir ini berisi mengenai kesimpulan dari laporan Tugas Akhir yang berjudul Penataan Arsip Dinamis Inaktif Di Unit Kearsipan Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Jawa Tengah. Saran dan kritik untuk instansi tempat dilaksanakannya PKL.