1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian Dengan semakin meningkatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi dibidang kesehatan, pola penyakit dalam masyarakat telah berubah dari penyakit infeksi menjadi penyakit tidak menular dan degeneratif antara lain penyakit jantung, kanker, stroke dan gagal ginjal, hal tersebut disebabkan karena perubahan gaya hidup dan perilaku masyarakat (Amiruddin, 2007). Stroke merupakan salah satu penyakit pembuluh darah otak yang menunjukkan beberapa kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural (Doenges, 2000). Selanjutnya stroke dapat disebabkan oleh beberapa keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau seluruh pembuluh darah otak, akibat adanya robekan pembuluh darah atau oklusi parsial/total yang bersifat sementara atau pemanen (Doenges, 2000) Menurut Feigin (2009), stroke merupakan penyebab kecacatan nomor 1 (satu) dan penyebab kematian nomor 3 (tiga) setelah penyakit jantung koroner dan penyakit kanker sehingga penyakit stroke telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin penting. Data dari The American Heart Association (AHA) pada tahun 2000 terdapat 600.000 kasus stroke setiap tahunnya, sepertiganya meninggal pada fase akut, sepertiganya lagi mengalami stroke ulang dan dari sekitar 50% yang selamat mendapatkan hasil akhir (outcome) berupa
2
kecacatan, yang dapat berupa pembatasan fisik dan disfungsi psikososial dan pada akhirnya sangat mempengaruhi kualitas hidup. Selanjutnya kecacatan pasca stroke menjadi masalah yang menyita perhatian karena tidak hanya terjadi pada orang tua saja, tetapi usia pertengahan ketika mereka masih dalam usia produktif (Vitahealth, 2004). Menurut Menteri Kesehatan R.I, dalam sambutannya pada aksi peduli peringatan hari stroke sedunia, di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Sabtu, 29 Oktober 2011, stroke adalah penyebab kematian yang utama di Indonesia, porsinya mencapai 15,4 % dari total penyebab kematian. Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan riset kesehatan dasar (riskesdas) tahun 2007 adalah delapan per seribu penduduk atau 0,8 persen. Sebagai perbandingan, prevalensi stroke di Amerika Serikat adalah 3,4 persen per 100 ribu penduduk, di Singapura 5,5 persen per 100 ribu penduduk. Dari jumlah total penderita stroke di Indonesia, sekitar 2,5 persen atau 250 ribu orang meninggal dunia dan sisanya cacat ringan maupun berat. Pada tahun 2020 diperkirakan 7,6 juta orang akan meninggal karena stroke (Denny & Sukirno, 2011). Manifestasi klinis penyakit stroke diantaranya adalah kehilangan fungsi motorik, kehilangan komunikasi, gangguan persepsi, kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik dan disfungsi kandung kemih (Smeltzer & Bare, 2002). Penderita stroke pada awal terkena stroke perlu penanganan secara cepat dan tepat agar tidak menyebabkan keadaan yang lebih parah atau bahkan kematian. Pada fase lanjutan atau perawatan lanjutan, diperlukan penanganan yang tepat karena dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi. Seringkali ketika pasien pulang dari
3
rumah sakit, pasien pasca stroke masih mengalami gejala sisa, misalnya dengan keadaan : kehilangan motorik (hemiplegi/hemiparese) atau pasien yang pulang dengan keadaan bedrest total, kehilangan komunikasi atau kesulitan berbicara (disatria), gangguan persepsi, kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik, sehingga akan berdampak pada aktivitas hidup sehari-hari (Activitas Of Daily Living = ADL) dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti kebutuhan fisiologi ; cairan dan nutrisi, personal higiene, eliminasi buang air besar dan buang air kecil, dan mobilisasi; kebutuhan psikologis, kebutuhan sosial dan kebutuhan spiritual, sehingga peran keluarga sangat dibutuhkan untuk merawat anggota keluarga pasca stroke. Peran keluarga dalam rehabilitasi atau pemulihan anggota keluarga dengan pasca stroke dapat dilakukan melalui pelaksanaan fungsi keluarga yaitu fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi dan fungsi perawatan kesehatan. Dari ke lima fungsi tersebut, fungsi keluarga yang paling relevan dengan kesehatan adalah fungsi perawatan kesehatan keluarga (Friedman, 2002). Penelitian Sit, Wong, Clinton, Li & Fong. (2004) tentang dampak sosial support pada kesehatan pasien stroke di rumah oleh family care giver didapatkan bahwa family care giver pada pasien pasca stroke dapat meningkatkan kemampuan melakukan aktivitas hidup sehari-hari (Activitas Of Daily Living = ADL) secara mandiri dan menjadi lebih baik dengan dukungan dan sosial support dari keluarga yang akan meningkatkan status kesehatan psikososial pasien pasca stroke.
4
Fungsi perawatan kesehatan keluarga adalah cara cara tertentu yang –
dipunyai keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan dengan baik yaitu kesanggupan untuk melaksanakan pemeliharaan atau tugas kesehatan tertentu (Friedman, 2002). Tugas kesehatan tersebut dijelaskan oleh Freeman, (1981), dalam Setiadi, (2010), yaitu keluarga mampu mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan untuk mengambil tindakan yang tepat bagi keluarga, memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit, yang tidak dapat membantu diri karena cacat atau umur terlalu muda, mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan untuk kesehatan dan perkembangan kepribadian dan pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada. Keluarga secara mandiri dapat melatih dan memotivasi anggota keluarga dengan pasca stroke untuk kembali melakukan aktifitas sehari- hari (Activitas Of Daily Living = ADL) tanpa tergantung orang lain (Mulyatsih & Ahmad, 2010). Selanjutnya dalam hal ini keluarga dapat berkolaborasi dengan perawat komunitas yang mempunyai andil atau kontribusi terhadap pelayanan kesehatan di tingkat individu, keluarga di rumah (home care) sehingga keluarga memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam merawat anggota keluarga dengan pasca stroke di rumah (Mulyatsih & Ahmad, 2010). Perawat yang melakukan pelayanan keperawatan di rumah (home care) mempunyai peran untuk meningkatkan kemampuan keluarga untuk mencegah penyakit dan pemeliharaan kesehatan. Dalam penerapan proses keperawatan di rumah terjadi proses alih peran dari perawat kepada klien dan keluarga (sasaran)
5
secara bertahap dan berkelanjutan untuk mencapai kemandirian klien dan keluarga sasaran dalam menyelesaikan masalah kesehatannya (Depkes, 2006). Penelitian menurut Ostwald, Hearsch, Kelley & Godwin (2008), didapatkan bahwa rehabilitasi pasca stroke membutuhkan waktu yang cukup panjang sehingga dibutuhkan kolaborasi antara perawat dan keluarga. Keluarga sangat membutuhkan informasi seperti pendidikan kesehatan tentang pencegahan stroke berulang, serta bagaimana cara meningkatkan gaya hidup seperti diit, latihan dan manajemen stress. Sehingga pasien pasca stroke dapat meningkat kualitas hidupnya. Kebutuhan akan kesinambungan asuhan keperawatan (continuity of care), dan integrasi home care sebagai komponen penting dalam sistem jaringan Rumah Sakit dengan Komunitas (Hospital - Based Home Care), melalui layanan home care, klien dengan kondisi pasca akut dan disable atau dengan kondisi penyakit kronis tidak lagi perlu menjalani hospitalisasi sehingga pasien dan keluarga diberdayakan untuk turut ambil bagian dalam upaya proses pemulihan ataupun melakukan upaya-upaya prevensi sekunder dan tersier, bantuan yang diberikan oleh perawat home care sesuai dengan porsi dan kebutuhan. Dengan demikian, secara logis rumah sakit dapat lebih menyediakan tempat bagi pasien yang membutuhkan, rata-rata jumlah klien rawat berkurang dan biaya hospitalisasi yang harus ditanggung klien jadi lebih kecil (Susilaningsih, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Farrero et.al. (2001) tentang dampak Hospital Based Home Care program pada manajemen pasien COPD yang menjalani Long term oxygen therapy didapatkan bahwa terhadap sebanyak 94 –
6
pasien yang menjalani program selama satu tahun periode follow up (47 orang dalam Home Care Program (HCP) group, 47 orang kelompok kontrol), ditemukan tingginya penurunan kunjungan pada departemen gawat darurat secara signifikan (P=0.0001) dan berkurangnya pasien yang dirawat secara signifikan (p 0.001) serta menurunnya hari rawat (p: 0.01). Dari sisi analisa biaya rawat, hasil penelitian memperlihatkan total penghematan 40.823 pada Home Care Program (HCP) group, terutama karena menurunnya penggunaan Sumber daya rumah sakit (Susilaningsih, 2008). Menurut Depkes, R.I .(2002), home care adalah pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan komprehensif diberikan kepada individu, keluarga, di tempat tinggal mereka yang bertujuan untuk meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan atau memaksimalkan kemandirian dan meminimalkan kecacatan akibat dari penyakit. Layanan diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien atau keluarga yang direncanakan, dikoordinir, oleh pemberi layanan melalui staff yang diatur berdasarkan perjanjian bersama. Pelayanan keperawatan di rumah merupakan pelayanan keperawatan yang diberikan di tempat tinggal klien dan keluarga, sehingga klien tetap memiliki otonomi untuk memutuskan halhal yang terkait dengan masalah kesehatannya. Kebijakan terkait dengan home care di Indonesia secara hukum di atur oleh Keputusan Menteri Kesehatan No 1239/MENKES/SK/XI/2001 Tentang Registrasi dan Praktik Perawat dan yang terbaru Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/148/1/2010 Tentang izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat. Inti dari aturan tersebut bahwa setiap perawat
7
yang menjalankan praktik dalam hal ini praktik mandiri keperawatan wajib memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik Perawat (SIPP). Home Care Nusing Cahaya Husada Kalimantan Timur merupakan model praktik mandiri keperawatan di Kalimantan Timur yang berbentuk praktik berkelompok/balai asuhan keperawatan yang pendiriannya merujuk kepada Peraturan Keputusan Menteri kesehatan Nomor 1239/MENKES/SK/XI/2001 Tentang Registrasi dan Praktik Perawat Juncto UU Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan dengan mendapatkan izin operasional dari Dinas Kesehatan Kota Samarinda No.441.6/01-KEP/DKK/IX/2006 dan berbadan hukum yayasan dengan akte notaris. Home Care Nursing Cahaya Husada Kaltim mengembangkan model praktik “case management”, dimulai dari kasus keperawatan medikal bedah, kasus keperawatan anak, kasus keperawatan maternitas sampai dengan kasus keperawatan jiwa. Ruang lingkup pelayanannya meliputi klien dari rujukan sarana kesehatan rumah sakit baik pemerintah maupun swasta yang dituangkan dalam bentuk Momerandum Of Understanding (MOU) melalui Kepala devisi /bidang keperawatan Rumah Sakit untuk pasien pasca rawat inap dan inisiatif dari pasien atau keluarga (Profil Home Care Nursing Cahaya Husada Kaltim, 2008). Penelitian Rini dan Alin (2008) pada pasien pasca stroke menemukan bahwa mereka membutuhkan program pelayanan home care yang dilakukan oleh home care agency karena pihak keluarga kurang mampu melaksanakan perawatan dan rehabilitasi pasca stroke secara mandiri di rumah selain juga karena keterbatasan waktu yang ada.
8
Pengalaman peneliti sejak tahun 2006 mengelolah pelayanan Home Care Nursing Cahaya Husada Kaltim bahwa sebelum dilakukan pelayanan home care, keluarga belum ada motivasi untuk merawat anggota keluarga stroke dikarenakan kurangnya pengetahuan dan keterampilan tentang cara merawat anggota keluarga pasca stroke sehingga tidak terpenuhi kebutuhan dasar pasien antara lain kurangnya perawatan diri, kurangnya intake cairan dan nutrisi, tidak dilakukan mobilisasi dan muncul beberapa komplikasi seperti ; ulkus dekubitus, footdroop, peneumoni baringan (pneumoni orthostatik), akan tetapi setelah dilakukan pelayanan home care secara berkesinambungan oleh perawat dengan cara melatih dan mengajarkan pada keluarga tentang cara merawat pasien pasca stroke, keluarga bisa secara mandiri melakukan perawatan kesehatan pada anggota keluarga dengan pasca stroke. Berdasarkan catatan medikal record di ruang Angsoka (ruang perawatan khusus saraf dan bedah saraf) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdul Wahab Syahranie Samarinda, dari bulan Juni sampai Desember 2010 terdapat 336 pasien dengan diagnosa Stroke Non Haemoragik (SNH) 198 pasien, Stroke Haemoragik (SH) 138 pasien dengan rata-rata LOS ( length of stay/ lama tinggal di rumah sakit) adalah untuk pasien diagnosa Stroke Non Haemoragik (SNH) tanpa komplikasi yaitu 7 hari dan Stroke Haemoragik (SH) non pembedahan 14 hari, Stroke Haemoragik (SH) dengan pembedahan 21 hari. Untuk pasien yang di rawat oleh Home Care Nursing Cahaya Husada Kaltim, diambil dari bulan Januari 2009 sampai dengan Desember 2010 berjumlah 362 orang dengan sebaran kasus; kasus keperawatan medikal bedah 263 orang (72,65 %) dengan diagnosa medik pasca
9
stroke 133 orang (50,5%) dengan kelompok umur; pralansia (45-59 tahun) berjumlah 44 orang dan lansia (> 60 tahun) 89 orang dengan rata- rata hari perawatan yaitu 2 minggu; kasus keperawatan anak 56 orang (15, 46 %); kasus keperawatan matenitas 23 (6,35%) orang; dan kasus keperawatan jiwa 20 orang (5,52%). (Catatan registrasi pasien Home Care Cahaya Husada Kaltim, 2010). Berdasarkan fenomena atau kondisi tersebut, peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh pelayanan home care terhadap tingkat kemandirian keluarga dalam merawat anggota keluarga pasca stroke di Kota Samarinda.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan fenomena di atas, maka masalah penelitian yang peneliti rumuskan adalah “ bagaimanakah pengaruh pelayanan home care terhadap tingkat kemandirian keluarga dalam merawat anggota keluarga pasca stroke di Kota Samarinda?” 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini terdiri dari : 1.3.1. Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran tentang pengaruh pelayanan home care terhadap tingkat kemandirian keluarga dalam merawat anggota keluarga pasca stroke di Kota Samarinda.
10
1.3.2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk : 1) Mengidentifikasi tingkat kemandirian keluarga dalam merawat anggota keluarga pasca stroke sebelum dan setelah dilakukan pelayanan home care pada kelompok perlakuan; 2) Mengidentifikasi tingkat kemandirian keluarga dalam merawat anggota keluarga pasca stroke sebelum dan sesudah pada kelompok kontrol; 3) Mengetahui pengaruh pelayanan home care terhadap tingkat kemandirian keluarga dalam merawat anggota keluarga pasca stroke.
1.4. Kegunaan penelitian Adapun kegunaan penelitian ini terdiri dari aspek : 1.4.1. Aspek teoretis 1) Memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu keperawatan berupa pengetahuan tentang pengaruh pelayanan home care terhadap tingkat kemandirian keluarga dalam merawat anggota keluarga pasca stroke. 2) Menjadi dasar penelitian selanjutnya tentang pengaruh pelayanan home care terhadap kasus-kasus penyakit degeneratif dan kronik lainnya.
11
1.4.2. Aspek praktis 1) Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pengelola home care untuk dijadikan model dalam pelaksanaan perawatan pasien pasca stroke di rumah. 2) Penelitian dapat memberikan masukan kepada perawat yang melakukan praktik home care sebagai acuan dalam meningkatkan kemandirian keluarga
dalam
merawat
anggota
keluarga
pasca
stroke.
12