BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan alat teknologi dan komunikasi pada era globalisasi juga berpengaruh pada aktivitas komunikasi antar individu yang semakin intensif dan telah mencakup jangkauan global. Kemajuan teknologi dan komunikasi juga meningkatkan kualitas kerja baik individu maupun organisasi. Namun disisi lain kemajuan teknologi dan komunikasi juga telah meningkatkan kualitas operasi kejahatan pada tingkat tataran domestik juga pada tingkat global. Seperti yang dikemukakan Thomas L.Friedman bahwa kemajuan teknologi akan mendorong terjadinya globalisasi yang melibatkan integrasi global, bahkan menurutnya dunia telah menjadi global villageatau perkampungan global. 1 Hubungan antar lintas negara yang semakin bebas dan berkembang menjadi alasan mengapa kejahatan juga semakin sulit dikendalikan. Kejahatan antar lintas negara pun telah menjadi salah satu bisnis yang paling menguntungkan. Kejahatan yang mengancam kredibilitas dan stabilitas negara ini memiliki ragam bentuk. PBB mengidentifikasikan 18 bentuk kejahatan transnasional yakni: Money Laundering (Pencucian uang) , terrorism (terorisme), theft of art and cultural object (pencurian seni dan objek budaya), theft of intellectual property (pencurian kekayaan intelektual), illicit traffict in arms(perdagangan senjata gelap), aircraft hijacking(pembajakan pesawat terbang), sea piracy(pembajakan di laut),
1
insurance
fraud(penipuan
asuransi),
computer
crime(kejahatan
Situs internet http//:moneyloundering/ theory, http://www.yahoo.com/ dalam buku Thomas L. Friedman, The Lexus and the Olive Tree: Understanding Globalization, New York, NY: Farrar, Straus, Giroux, 1999, dalam William r. Schroeder, Money laundering; A global threat and the international Community’s response. Diakses 3 Februari 2015
computer)environmental crime(kejahatan lingkungan), trafficking in person (perdagangan manusia), trade in humanbody part (perdagangan anggota tubuh manusia),illicit drug trafficking(perdagangan obat bius), Fraudulent Bankruptcy(kebangkrutan bank), infiltration of illegalbussines(bisnis illegal), corruption and bribery of public officials (korupsi dan penyogokan pejabat pemerintah)and others offences commited by organized criminal group(kejahatan yang dilakukan oleh kelompok terorganisir lainnya). 2 Sedangkan dalam pertemuan internasional The World Ministerial Conference on Organized Crime yang diselenggarakan di Nepal tahun 1994 negara-negara peserta sepakat membagi kejahatan transnasional menjadi 6 karakteristik yakni 3: 1. Group organization to commit crime(suatu organisasi yang melakukan kejahatan); 2. hierarchical links or personal relationship which permit leaders to control the group ( memiliki jaringan hirarkis atau hubungan personal yang memberikan kewenangan pemimpinnya untuk mengendalikan kelompok tersebut); 3. Violence, intimidation, and corruption used to earn profit or control terotories or markets ( kekerasan, intimidasi, dan korupsi digunakan untuk mendapatkan keuntungan atau mengontrol daerah kekuasaan atau pasar ) ; 4. Loundering of illicit proceeds both in furtherance of crominal activity and to infiltrate the legitimacy economy (mencuci uang hasil perdagangan gelap baik yang berasal dari kegiatan kriminal dan disusupkan dalam kegiatan ekonomi yang sah); 5. The potential for expansion into any new activities and beyond national borders (potensi untuk memperluas jaringan operasinya keluar negeri); 6. cooperation with other organized transnational criminal group (Bekerjasama dengan kelompok kejahatan transnasional terorganisir lainnya). Dalam buku Kerjasama ASEAN dalam Menanggulangi Kejahatan Lintas Negara dijelaskan bahwa satu dari enam asumsi dasar dari kejahatan lintas negara adalah bahwa kejahatan transnasional merupakan gejala global yang tidak dapat diselesaikan oleh satu negara saja, melainkan harus melalui kerjasama internasional. 4 kemampuan suatu negara untuk menyelesaikan sendiri tindakan-tindakan kejahatan transnasional adalah sangat 2
Gerhard O. W. Mueller, Transnational Crime, Definitions and Concepts:, dalam P. Williams dan D. Vlassis (eds), Combating Transnational Crime, a Special Issue of Transnational Organized Crime, 4 (3&4), Autum/Winter 1998, hal 14 3 Alan Castle, Transnational Organized Crime and International Security, Working Paper, No. 19, Institute of International Relations the University of British Columbia, November 1997, hal: 7 4 Mattalitti, Abdurrachman, dkk. Kerjasama ASEAN dalam Menanggulangi Kejahatan Lintas Negara. Jakarta : Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, 2001. Hal. 1.
diragukan. Hal ini dikarenakan jenis kejahatan yang dihadapi adalah kejahatan dimana para pelaku dan operasi kejahatannya telah melibatkan pihak lebih dari satu negara dimana aturan hukum setiap negara berbeda dalam hal menanggulangi kejahatan kriminal. Untuk menanggulangi kejahatan yang mencakup antar lintas ini banyak negara-negara melakukan kerjasama internasional secara bilateral juga multilateral. Dengan kerjasama itu, maka kejahatan antar lintas negara akan lebih mudah ditanggulangi. Tidak hanya negara, organisasi internasional pun turut serta melakukan upaya untuk menanggulangi tindakan-tindakan kejahatan transnasional yang terjadi di wilayah regional organisasi tersebut. Karena pada dasarnya gagasan untuk mendirikan suatu organisasi internasional adalah untuk menghimpun negara-negara dalam suatu sistem kerjasama yang dilengkapi dengan organ-organ yang dapat mencegah atau menyelesaikan sengketa-sengketa yang terjadi diantara mereka. 5Oleh karena itu untuk mengendalikan kejahatan transnasional yang marak terjadi di wilayah regional suatu organisasi internasional, hubungan kerjasama internasional menjadi suatu keniscayaan untuk menanggulangi kejahatan transnasional tersebut. Tidak hanya kerjasama regional yang dilakukan tetapi juga kerjasama organisasi itu sendiri dengan subjek
hukum internasional lainnya pun turut
dilakukan untuk
memaksimalkan penanggulangan kejahatan-kejahatan transnasional yang terjadi di wilayah regional organisasi tersebut. Association of SouthEast Asian Nation atau ASEAN sebagai satu-satunya organisasi regional di Asia Tenggara memiliki masalah yang serius dengan isu kejahatan transnasional. Bahkan kawasan Asia Tenggara disebut-sebut sebagai salah satu kawasan dengan tingkat kejahatan transnasional tertinggi di dunia. Berbagai macam kejahatan yang mencapai level kejahatan antar lintas batas negara terjadi di kawasan ini. Isu keamanan di kawasan ini
5
Boer Mauna, Hukum Internasional : Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Bandung: P.T. Alumni, 2005 . hal 458.
menjadi keprihatinan negara-negara di Asia Tenggara. Bukan hanya isu keamanan tradisional, isu keamanan non-tradisional yang meliputi keamanan lingkungan dan ekonomi juga menyita perhatian besar. Isu keamanan non-tradisional dewasa ini bahkan bukan hanya mencakup keamanan lingkungan dan keamanan ekonomi saja, tetapi
juga mencakup
keamanan manusia yang meliputi organized crime dan trafficking. 6 Menyadari akan seriusnya ancaman kejahatan transnasional, ASEAN melakukan berbagai upaya untuk memerangi kejahatan transnasional di kawasan Asia Tenggara. Pertemuan ke-2 ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime di Yangoon, bulan Juni 1999
menjadi
upaya
awal
rencana
aksi
ASEAN
untuk
memerangi
kejahatan
transnasional.Kemudian tahun 2000, di Wina, ASEAN mengikuti 7th Session of The Adhoc Committee on The Ellaboration of a UN Convention Againts Transnational Organized Crime kemudian ini terus berlanjut hingga Asia Pacific and Middle East Regional Conference & High Level Prosecutors Meeting yang berlangsung di Istana Negara, Kamis 17 Maret 2011. Apabila dilihat dari berbagai isu keamanan yang terjadi di Asia Tenggara, isu kejahatan transnasional berupa organized crime menjadi isu yang paling memprihatinkan. Organized crime atau disebut juga transnational crime adalah kelompok terorganisir yang tujuan utamanya mendapat uang baik secara legal maupun tidak legal dengan menjual barang dagangan apa pun yang dapat memberikan keuntungan maksimal dengan resiko sesedikit mungkin. Kegiatan mereka berupa jual-beli senjata, narkotika, pemerasan, pencucian uang, pornografi, prostitusi, kejahatan ekologi dan berbagai kejahatan lainnya. 7 Perdagangan narkotika (drugs trafficking)merupakan isu kejahatan transnasional yang paling berkembang di kawasan Asia Tenggara, lemahnya penegakan hukum dan pengawalan 6
Bambang Cipto, Hubungan Internasional Di Asia Tenggara, Teropong Terhadap Dinamika,Realitas, dan Masa Depan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 2007, hal 223 7 John McFarlae, Transnational Crime and the Asia Pacific Security, dalam The Many Faces of Asian Security, diedit oleh Sheldon W.Simon, Lanham and Oxford: Rowman & Littlefield Publisher, Ltd., 2001, hal 200.
kelembagaan pemerintah menjadi faktor mengapa bisnis perdagangan obat-obatan di kawasan Asia Tenggara sangat mudah berkembang. Keberadaan Golden Triangle yang diperankan oleh Myanmar sebagai penghasil opium terbesar di dunia, negara Laos sebagai penghasil opium terbesar kedua setelah Myanmar dan Thailand yang mendominasi penjualan ekstasi, sabu-sabu dan narkotika cair lainnya menjadi bukti betapa besarnya kekuatan narkotika di daerah ini. Bahkan dalam buku Zarina Othman disebutkan bahwa Thailand pada era Golden Triangle berada di peringkat I pengguna narkotika di dunia. 8 Kawasan dimana jenis narkotika seperti heroin dan amphetamine secara besarbesaran diproduksi ini sangat sulit ditaklukkan karena pelakunya sangat sulit ditaklukkan. Kaum Mafioso menanam opium dan mengolahnya menjadi heroin dikawasan yang sulit dijangkau oleh aparat keamanan. Kemajuan teknologi, informasi dan komunikasi dimanfaatkan oleh kaum Mafioso dengan baik untuk memperluas jaringan kegiatan hingga mencapai skala global. 9 Segitiga Emas atau Golden Triangle yang terletak di perbatasan Thailand, Myanmar, dan Laos menghasilkan 60% produksi opium dan heroin di dunia. Produksi narkoba di kawasan tersebut termasuk dalam kategori narkotika dan potential addictive yang terbuat dari jenis-jenis tumbuhan opium poppy dan papaver somniferum yang menghasilkan heroin. Wilayah Segi Tiga Emas ini memberikan sumbangan pada industri heroin yang bernilai US$ 160 Milyar pertahun. 10 Menyadari akan ancaman besar keberadaanTheGolden Triangle, ASEAN sebagai wadah kerja sama internasionalberupaya menangani maraknya fenomena perdagangan narkotika di Asia Tenggara, terkhusus di wilayah Golden Triangle. Untuk menangani 8
Zarina Othman.Myanmar. Illicit Drugs Trafficking and Security Implication, (Akademika 65,2004) , hal 33 Sumarno Ma’sum, Penanggulangan Bahaya Narkotika dan Ketergantungan Obat, Jakarta: CV. Haji Masagung 1987, hal 36-40 10 Fredy B. L. tobing. Aktifitas Drugs Trafficking Sebagai Isu Keamanan yang Mengancam Stabilitas Negara, dalam Jurnal Politik Internasional, Vol 5 No 1 November 2002 hal. 83. 9
fenomena pasar narkoba terbesar di dunia ini, kerja sama internasional memanglah sebuah keniscayaan dan keharusan bagi ASEAN. Hal ini sesuai dengan yang tertuang dalam Declaration of ASEAN concord, pada Tanggal 24 Februari 1976 bahwa telah disepakati perlunya peningkatan kerjasama dengan lembaga internasional yang relevan guna memberantas penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Upaya ASEAN mewujudkan ASEAN drug free 2015 menjadi tantangan tersendiri bagi ASEAN dalam menanggulangi maraknya perdagangan narkotika di wilayah Asia Tenggara. ASEAN dan negara-negara anggotanya perlu bergerak cepat dan harus serius dalam hal menanggulangi setiap jenis kejahatan transnasional. Kerja sama internasional adalah solusi yang tepat untuk menangani masalah yang dihadapi oleh setiap subjek hukum internasional termasuk ASEAN sebagai organisasi internasional. sehingga terciptalah kawasan regional yang bebas dari ancaman bahaya kejahatan transnasional.Berangkat dari ide permasalahan tersebut, maka perlu dikaji mengenai bagaimana bentuk kerja sama yang dilakukan ASEAN dalam menanggulangi fenomena pasar narkoba di kawasan Golden Triangle yang disebut sebagai salah satu pasar narkoba terbesar yang pernah ada di dunia. Sehingga dapat diperoleh kesimpulan bagaimana keefektifan suatu hubungan kerja sama maupun kesepakatan antar subjek hukum internasional dalam menangani setiap isu-isu internasional, terkhusus kejahatan transnasional berupa drugs trafficking. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah perkembangan hubungan kerjasama organisasi internasional ASEAN dengan subjek hukum internasional lainnya sejak berdiri sampai saat ini? 2. Bagaimanakah kesepakatan-kesepakatan yang dilakukan oleh ASEAN dengan subjek hukum internasional lainnya dalam upaya menanggulangi isu kejahatan transnasional?
3. Bagaimana kesepakatan kerjasama yang dilakukan ASEAN secara internal maupun eksternal dalam menanggulangi kejahatan transnasional berupa drug trafficking di wilayah Golden Triangle?
C. Tujuan Penulisan Tujuan dari penelitian ini antara lain adalah: 1. Untuk mengetahui bidang-bidang hubungan kerjasama ASEAN dengan subjek hukum Internasional lainnya. 2. Untuk mengetahui jenis-jenis kejahatan transnasional, terkhusus kejahatan yang menjadi isu-isu di ASEAN. 3. Untuk mengetahui bagaimana kerjasama ASEAN dengan subjek hukum internasional lainnya dalam upaya menyelesaikan kejahatan transnasional berupa drugs trafficking yang terjadi di wilayah The Golden Triangle. D. Manfaat Penulisan Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan pustaka terkhusus pustaka di bidang hukum internasional yang berkaitan dengan hubungan kerja sama internasional dan isu-isu kejahatan internasional. selain itu, penelitian ini juga diharapkan menjadi dasar ide untuk dilakukannya penelitian lebih lanjut di dalam bidang hukum internasional mengenai kerjasama suatu organisasi internasional terkhususnya ASEAN menanggulangi isu-isu kejahatan transnasional yang terjadi di wilayah negara-negara anggotanya. 2.
Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi organisasi internasional maupun subjek hukum internasional lainnya dalam menanggulangi isu-isu kejahatan transnasional. Bagi pemerintah Indonesia diharapkan penelitian ini menjadi masukan tentang bagaimana hubungan kerjasama ASEAN dalam menanggulangi kejahatan transnasional terkhusus kasus drugs trafficking. Selain itu, bagi masyarakat diharapkan penelitian ini dapat menggambarkan bagaimana kejahatan transnasional itu menjadi ancaman serius bagi kehidupan setiap negara, sehingga perlu ditangani dengan serius. Dan penelitian ini diharapkan
dapat
menggambarkan
mengenai
sejarah
bagaimana
suatu
organisasi
internasional seperti ASEAN mampu menanggulangi kejahatan transnasional berupa drugs trafficking di wilayah segitiga emas (The Golden Triangle). E. Keaslian Penulisan Penelitian ini merupakan karya tulis asli, sebagai refleksi dan pemahaman selama menjadi mahasiswa di fakultas hukum terutama saat berada di jurusan departemen hukum internasional. Penelitian ini dilakukan dengan cara menuangkan ide dan gagasan dari sudut pandang hukum internasional terhadap kerjasama ASEAN dalam upaya menanggulangi kejahatan transnasional berupa drugs traffickingyang terjadi di wilayah The Golden Triangle. Sepanjang penelusuran dalam lingkup Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan penelitian tentang “Kerjasama ASEAN Dalam Menanggulangi Kejahatan Transnasional Yang Berupa Drugs Trafficking di Wilayah Golden Triangle” belum pernah ditulis sebelumnya. Namun demikian dalam beberapa literatur penulisan sebelumnya dalam lingkup Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Hukum Internasional dapat dijumpai beberapa persamaan dalam hal substansi dasar mengenai kajian perkembangan kerjasama ASEAN dengan subjek hukum internasional lainnya, akan tetapi belum dijumpai penelitian yang mengangkat topik kerjasama ASEAN dalam menanggulangi
kejahatan transnasional terkhusus dalam menanggulangi kasus drugs trafficking di wilayah Golden Triangle.
F. Tinjauan Kepustakaan Penulisan skripsi ini berkisar tentang kerjasama ASEAN sebagai organisasi internasional menanggulangi kejahatan transnasional berupa drugs trafficking. Adapun tinjauan kepustakaan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Hukum Internasional Secara umum hukum internasional diartikan
sebagai himpunan dari peraturan-
peraturan dan ketentuan-ketentuan yang mengikat serta mengatur hubungan antara negaranegara dan subjek-subjek hukum lainnya dalam kehidupan masyarakat internasional 11. Dalam buku Pengantar Hukum Internasional oleh Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R.Agoes disebutkan bahwa yang menjadi subjek hukum internasional adalah sebagai berikut :
11
a)
Negara
b)
Takhta suci (Vatican)
c)
Palang merah internasional
d)
Organisasi internasional
e)
Orang perorangan (individu)
f)
Pemberontak dan pihak dalam sengketa
Dr.Boer Mauna, Hukum Internasional : Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global Cetakan ke-2,(Bandung: P.T. Alumni), 2005 , hal. 1
Sedangkan yang menjadi sumber hukum internasional berdasarkan Statuta Mahkamah Internasional (International Court of Justice) adalah: 12 a) International conventions, whether general or particular , establishing rules expressly recognized by the contesting states (Perjanjian internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus, menyangkut aturan-aturan yang disepakati para pihak yang membuat); b) International custom, as evidence of a general practice accepted as law ( Hukum kebiasaan internasional, sebagai bukti dari suatu praktik umum yang diterima sebagai hukum); c) The general principles of law recognized by civilized nations (Prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab); d) Subject to the provisions of article 59, judicial decisions and the teachings of the most highly qualified publicists of the various nations, as subsidiary means for the determination of rules of law ( Ketentuan-ketentuan yang tunduk pada pasal 59, keputusan hukum dan ajaran ahli yang memenuhi syarat dari berbagai negara, sebagai cara tambahan untuk menentukan aturan hukum). Tujuan utama hukum internasional lebih mengarah kepada upaya untuk menciptakan ketertiban daripada sekedar menciptakan sistem hubungan-hubungan internasional yang adil. 2. Organisasi Internasional Pengertian mengenai organisasi internasional sangat banyak dijumpai di berbagai literature, namun sangatlah jarang pengertian organisasi internasional itu didefinisikan secara langsung. Para sarjana hukum internasional lebih sering memberikan ilustrasi mengenai substansi elemen-elemen dasar yang harus dimiliki sehingga suatu entitas disebut sebagai organisasi internasional. Menurut Bowwet D.W bahwa batasan mengenai organisasi internasional publik itu belum ada yang sudah diterima secara umum. Pada umumnya organisasi ini merupakan organisasi permanen yang didirikan berdasarkan perjanjian internasional yang pada
12
Pasal 38 Ayat (1) Statute of the International Court of Justice
umumnya lebih banyak berasal dari perjanjian multilateral dibandingkan perjanjian bilateral yang disertai beberapa kriteria tertentu mengenai tujuannya. 13 Sedangkan menurut pasal 57 Piagam PBB dapat disimpulkan bahwa pengertian organisasi internasional adalah organisasi yang dibentuk berdasarkan persetujuan antar pemerintah atau antar negara ( an international organization is on organization established by intergovernmental or interstate agreement ). 14 3. Kejahatan Transnasional (Transnasional crime) Defenisi mengenai kejahatan transnasional cukuplah banyak dijumpai di berbagai literatur, para ahli banyak yang mengemukakan pendapat mengenai defenisi kejahatan transnasional. Menurut Mueller Kejahatan transnasional digunakan untuk menyebut offences whose inception, prevention, and/or direct or indirect effects involve more than one country. Mueller sendiri menggunakan istilah kejahatan transnasional untuk mengidentifikasi certain criminal phenomena transcending international borders, trans-gressing the laws of several states or having an impact on another country.
15
Dalam definisi yang dikeluarkan Perserikatan bangsa-Bangsa (PBB) transnational crime diartikan sebagai suatu kejahatan yang memiliki dampak langsung maupun tidak langsung dengan melibatkan lebih dari satu negara, “as offences whose inception, prevention and/or direct or indirect effects involve more than one country. 16 Sementara dari ASEAN sendiri, dalam pertemuan di Yangon, Myanmar pada bulan Juni 1999, telah ditetapkan ASEAN Plan of Action to Combat Transnational Crimes (
13
Ade Maman Suherman , 2003, Organisasi Internasional dan Integrasi Ekonomi Regional Dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi, PT Ghalia Indonesia , Jakarta , hlm 45 14 Pasal 57 Piagam Perserikatan Bangsa - Bangsa 15 Gerhard O. W. Mueller, Op.cit, hal 4 16 Loc.cit
Rencana Aksi ASEAN untuk memerangi kejahatan lintas Negar) dimana rencana aksi tersebut memprioritaskan enam bidang kerjasama dalam kejahatan transnasional, antara lain: trafficking in illegal drugs (perdagangan, peredaran, dan penyalahgunaan narkotika dan obatobatan terlarang), woman and children trafficking(perdagangan perempuan dan anak-anak), sea
piracy
(pembajakan
di
laut),arms
smuggling(penyelundupan
senjata),
money
laundring(pencucian uang), dan terrorism(terorisme). G. Metode Penelitian Dalam penulisan karya ilmiah ini, metode yang digunakan adalah metode yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka dan data sekunder. 17 Penelitian yuridis normatif digunakan dalam penelitian ini untuk meneliti norma hukum internasional yang terbentuk dari hasil kerja sama ASEAN dengan subjek hukum internasional lainnya dalam upaya menanggulangi kejahatan transnasional berupa drugs trafficking di wilayah Golden Triangle. Adapun data sekunder yang digunakan dalam karya ilmiah ini meliputi : 1. Bahan hukum primer, yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak-pihak berwenang yang relevan dengan masalah penelitian ini, yakni berupa undang-undang, perjanjian internasional, dokumen-dokumen resmi yang berupa sumber hukum internasional, dan sebagainya. 2. Bahan hukum sekunder, yaitu semua dokumen yang merupakan tulisan-tulisan atau karya-karya para ahli hukum dalam buku-buku teks, tesis, disertasi, jurnal,makalah , surat kabar, majalah, internet dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah penelitian. 3. Bahan hukum tersier , yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, kamus bahasa, ensiklopedia, dan lain-lain. 17
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, P.T. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 13.
Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa untuk mengetahui bagaimana norma hukum yang terbentuk dari hasil kerja sama ASEAN dalam upaya menanggulangi kejahatan transnasional berupa drugs trafficking di wilayah Golden Triangle. Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Melakukan inventarisasi buku hukum internasional dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian. 2. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui artikel-artikel media elektronik, dokumen-dokumen internasional yang resmi dikeluarkan oleh instansi berwenang. 3. Mengelompokkan data-data yang relevan dengan permasalahan. 4. Menganalisis data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian. H. Sistematika Penulisan Salah satu ciri karya ilmiah adalah bersifat sistematis, artinya penulisannya dilakukan dengan suatu sistem dan berdasarkan pada suatu aturan tertentu. Untuk memahami materi skripsi ini terhadap pemahaman masalahnya, makadiuraikan secara garis besar sistematika penulisan yang bertujuan agar tidak terjadi kesimpangsiuran pemikiran maupun penafsiran dalam menguraikan lebih lanjut. Pada bagian ini dibuat ringkasan garis besar lima bab, yang dimulai dengan kata pengantar dan dilanjutkan dengan daftar isi.Setiap bab akan terdiri dari beberapa sub bab yang akan mendukung keutuhan topik dari setiap bab. Pada bab Pendahuluan ini akan dikaji mengenai Latar belakang penulisan sebagai kajian mengenai ide lahirnya permasalahan. Kemudian dari penulisan latar belakang,
terbentuklah Perumusan masalah yang lebih rinci yang menjadi poin-poin utama permasalahan dari penulisan skripsi ini. Setelah itu dalam bab ini akan dikaji mengenai Manfaat dan Tujuan penulisan. Dalam kajian bab pendahuluan ini juga dikaji mengenai Keaslian penulisan untuk membuktikan kemurnian penyusunan karya ilmiah. Tinjauan kepustakaan, Metode dan Sistematika penulisan akan menjadi pembahasan yang selanjutnya di bab ini yang mengkaji mengenai bagaimana proses penyusunan dan metode yang digunakan dalam menyusun karya ilmiah ini. Untuk menghindari adanya kekeliruan penafsiran dalam membahas karya ilmiah ini, maka Sistematika penulisan akan mengkaji mengenai gambaran umum isi pembahasan skripsi ini. Selanjutnya pada Bab II akan dijelaskan secara umum mengenai ASEAN (Association of South East Asian Nation) sebagai organisasi regional Asia Tenggara. Di dalam bab ini dijelaskan bagaimana sejarah terbentuknya ASEAN sebagai organisasi internasional, Tujuan dibentuknya organisasi ASEAN, Norma dan Prinsip ASEAN sebagai organisasi internasional, serta bagaimana hubungan kerjasama internasional organisasi ASEAN dengan subjek hukum internasional lainnya pasca pembentukannya. Pada bab selanjutnya yaitu Bab IIIakan dijelaskan tentang isu kejahatan antar lintas batas negara di wilayah Asia Tenggara dan bagaimana ASEAN menjalin kesepakatankesepakatan dengan subjek hukum internasional lainnya. Kesepakatan ASEAN dalam upaya menanggulangi isu kejahatan transnasional mencakup pada kesepakatan internal dan kesepakatan eksternal. Bab yang akan membahas mengenai keterkaitan dua variabel yang ada pada bab II dan bab III adalah bab IV. Bab ini adalah bab yang menjawab permasalahan – permasalahan dalam skripsi ini secara rinci. Bab IV terlebih dahulu akan membahas mengenani gambaran umum kejahatan transnasional berupa drugs trafficking di wilayah golden triangle. Kemudian