BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perbankan syariah di Indonesia yang pertama didirikan pada tahun 1992 adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI). Selain itu pasca fatwa MUI tentang pengharaman bunga (interest) bank beberarapa waktu lalu, berbagai bank menggunakan system syariah mengalami kemajuan pesat. Kegiatan bank syariah pada dasarnya merupakan perluasan jasa perbankan bagi masyarakat yang membutuhkan dan menghendaki pembayaran imbalan yang tidak didasarkan pada system bunga, melainkan atas prinsip syariah. Dalam Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (UUP) Pasal 1 ayat 13 yaitu:1 “ Yang dimaksud dengan akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syariah atau UUS dan pihak lain yang memuat adannya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan prisip syariah.” Dari penjelasan tersebut memberikan batasan pengertian prinsip Syariah sebagai aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara pihak bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan Syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prisip jual beli barang dengan memperoleh
1
UU RI NO 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan syariah, 2011, hlm. 141.
1
2
keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain.2 Adapun produk-produk perbankan syariah meliputi, yaitu produk titipan meliputi wadiah (jasa penitipan) dan deposito mudharabah, produk bagi hasil, produk jual beli seperti murabahah, produk sewa seperti al-ijarah kemudian produk jasa meliputi kafalah dan qardh. Dari semua produk diatas ada lagi produk yang ditawarkan perbankan syariah yang memberikan fasilitas yang digunakan oleh nasabah berupa kartu yaitu ATM dan kartu kredit syariah yang sudah banyak dikenal oleh masyarakat. Seiring maraknya penggunaan kartu kredit, ternyata bahasan tentang peluncuran kartu kredit syariah, akhirnya mendapat sedikit cahaya terang dari DSN (Dewan Syariah Nasional) MUI mengeluarkan fatwa No.54/DSNMUI/X/2006 Tentang Syariah Card dalam ketentuan umum ayat satu disebutkan bahwa : “ Syariah Card adalah kartu yang berfungsi seperti kartu kredit yang hubungan hukum (berdasarkan sistem yang sudah ada ) antara pihak berdasarkan prinsip Syariah sebagaimana diatur diawal ”.3 Penggunaan kartu kredit Syariah dibolehkan (baca: halal) asal memenuhi berbagai ketentuan yang ditetapkan. Jika menyalahi ketentuan tersebut, tentu saja hukumnya akan menjadi tidak boleh (baca: haram). 2
Adriana Sutendi, Perbankan Syariah Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, Jakarta;Ghalia Indonesia, 2009. hlm 35. 3 Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 54/DSN-MUI/X/2006 Tentang Syariah Card
3
Bertepatan dengan Festival Ekonomi Syariah (FES) pada bulan Februari 2009 yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia, BNI Syariah telah melaunching salah satu jenis pembiayaan yang berbasis Kartu Kredit yaitu iB Hasanah Card dengan menggandeng provider MasterCard International.4 Pada aplikasi Hasanah Card, akad yang digunakan adalah kafalah, qard dan ijarah. Akad kafalah maksudnya, BNI Syariah adalah penjamin (kafil) bagi pemegang kartu terhadap merchant atas semua kewajiban bayar (dain) yang timbul dari transaksi antara pemegang kartu dengan merchant dan atau penarikan uang tunai selain bank atau ATM bank penerbit kartu sehingga atas pemberian kafalah, penerbit kartu adalah penyedia jasa system pembayaran dan pelayanan terhadap pemegang kartu. Atas ijarah ini, pemegang kartu dikenakan membership fee. Adapun besar biaya (fee) ditanggung oleh pemegang kartu telah ditentukan oleh pihak BNI Syariah. Menurut Dio (marketing BNI Syariah), pada BNI Syariah sendiri ada tiga jenis kartu kredit yaitu Gold, Classic dan Platinum. dari beberapa Hasanah Card tersebut telah ditetapkan patokan maksimal biaya berdasarkan limit kartu yang disetujui kartu yang disetujui, yang disebut Montly fee. Dengan begitu biaya yang dibebankan kepada pemegang Hasanah card itu berbeda-beda dilihat dari jenis kartu kredit tersebut. Dari sini dapat dilihat bahwa syariah card adalah salah satu bentuk dari hutang piutang yang modern, dimana selain qard (hutang piutang) juga terdapat akad lain yaitu kafalah dan ijarah. Dari akad kafalah dan ijarah
4
Brosur BNI Syariah.
4
bank mendapatkan fee atas jasa yang dilakukan, dan itu memang dibenarkan dalam
hukum
menggunakan
Islam. denda
Namun
finansial
bagaimana bagi
nasabah
dengan yang
akad
qard, yang
terlambat membayar
tagihannya. Dalam hasanah card yang ada di BNI Syariah sendiri ada beberapa biaya administrasi yang dikenakan kepada nasabah yaitu biaya keanggotaan, biaya ganti rugi (Ta’widh) dan biaya keterlambatan. Menurut Muazammil Siddiqi menggunakan kartu kredit sama seperti menggunakan sistem perbankan modern. Kebanyakan bank modern berbasis riba dan kaum muslim terpaksa menggunakannya karena bank yang bebas riba tidak ada. Diperbolehkan menggunakan jasa bank- bank demikian tanpa terlibat dalam riba. Dengan cara yang sama, diperbolehkan pula menggunakan kartu kredit tanpa terlibat dalam urusan riba. Tidak ada yang bertentangan dengan Islam dalam penggunaan jasa ini selama orang tidak menunda-nunda membayar tagihan dan membayar jumlah keseluruhan pada waktunya. Membayar bunga hukumnya haram. Meski begitu, orang diperbolehkan menggunakan kartu kredit sejumlah yang sanggup dibayar ketika tagihan jatuh tempo. Jika seseorang menggunakan kartu kredit untuk meminjam uang dengan bunga atau untuk membeli sesuatu yang tidak sanggup dibayar pada waktunya. Orang itu memperturutkan diri dalam riba yang diharamkan Islam.5
5
Monzer Kahf dkk, Tanya Jawab Keuangan dan Bisnis Kontemporer Dalam Tinjauan Syariah, ( Solo : PT. Aqwam Media Profetika, 2010), hlm. 34.
5
Namun
terdapat
perbedaan
antara biaya penagihan (Ta’wid) yang
difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional Majlis Ulama Indonesia (DSNMUI) dengan praktek di perbankan syariah, dalam hal kartu kredit syariah. Dalam
fatwa
DSN
MUI
NO.
43/DSN-MUI/VIII/2004
tentang
ta’widh dalam ketentuan umum ayat empat, disebutkan: “ Besar ganti rugi (Ta’widh) adalah sesuai dengan nilai kerugian riil (real loss) yang pasti dialami (fixed cost) dalam transaksi tersebut dan bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya peluang yang hilang (opportunity loss) atau al-furshah al-dha-i’ah”. BNI Syariah yang menerbitkan Hasanah Card, keterlamabatan dengan
cara
ditetapkan
jangka
berdasarkan
yang
menetapkan
biaya
berbeda. Ta’widh pada Hasanah Card
waktu
bukan
kerugian
riil yang terjadi.
Maksudnya yaitu biaya (fee) yang harus diganti haruslah kerugian yang riil bukan kerugian yang diperkirakan terjadi dan karena kehilangan kesempatan atau time value of money. Karena jika berdasar time value of money, maka kategorinya mirip dengan riba sehingga tidak dibolehkan. Dari latarbelakang inilah penulis akan membahas lebih mendalam dalam sebuah penelitian yang menarik judul”TINJAUAN FIQIH MUAMALAH TERHADAP PELAKSANAAN PENENTUAN BIAYA (FEE) PADA PRODUK iB HASANAH CARD DI BNI SYARIAH CABANG BUAH BATU BANDUNG”
6
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas penulis lebih memfokuskan terhadap beberapa rumusan masalah yaitu: 1. Bagaimana mekanisme perhitungan biaya IB hasanah card di BNI Syariah Cabang Buah Batu Bandung ? 2. Bagaimana pelaksanaan penentuan biaya (fee) IB hasanah card di bni syariah cabang buah batu bandung ? 3. Bagaimana kesesuaian antara pelaksanaan penetuan biaya (fee) penagihan pada produk IB hasanah card di bni syariah cabang buah batu bandung dengan penetuan biaya (fee) pada produk ib hasanah card menurut fatwa DSN MUI dan fiqih muamalah ?
C. Tujuan dan Kegunaan penelitian 1. Untuk mengetahui mekanisme pelaksanaan iB Hasanah Card di BNI Syariah Cabang Buah Batu Bandung. 2. Untuk mengetahui pelaksanaan penetuan biaya (fee) iB Hasanah Card di BNI Syariah Cabang Buah Batu Bandung. 3. Untuk mengetahui kesesuaian antara pelaksanaan penetuan biaya (fee) penagihan pada produk IB hasanah card di bni syariah cabang buah batu bandung dengan penetuan biaya (fee) pada produk ib hasanah card menurut fatwa DSN MUI dan fiqih muamalah. Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
7
1. Secara Praktis Penelitian ini diaharapkan bisa menjadi referensi bagi nasabah yang ingin menggunakan kartu kredit yang berbasis syariah. 2. Secara Akademis Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
kontribusi
dalam
pekembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam Perbankan Syariah.
D. Kerangka Pemikiran Credit card adalah uang plastik atau suatu alat berbentuk kartu yang diterbitkan oleh suatu lembaga keuangan yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaraan transaksi pembelian barang dan jasa, yang pembayaran dan pelunasannya dapat dilakukan oleh pembeli secara sekaligus atau angsuran pada jangka waktu tertentu setelah kartu digunakan sebagai alat pembayaran.6 Dalam fiqh muamalah kartu kredit secara bahasa kata bithaqah ( kartu) secara bahasa digunakan untuk potongan kertas kecil atau dari bahan lain, diatasnya ditulis penjelasan yag berkaitan dengan potongan kertas itu. Sementara kata i’timan secara bahasa artinya adalah kondisi aman dan saling percaya. Dalam kebiasaan dalam dunia usaha artinya semacam pinjaman, yakni berasal dari kepercayaan terhadap peminjam dan sikap amanahnya serta kejujurannya. Oleh sebab itu ia memberikan dana itu dalam bentuk pinjaman untuk dibayar secara tertentu.7
6
Veithzal Rivai dkk, Bank And Financial Institution Management, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2007), hlm. 1363. 7 Abdullah Al-Muslih dan Shalah Ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta : Darul Haq, 2004), hlm. 303-305
8
Dari sisi ekonomi kata Bitiqah al-i’timan di artikan sebgai berikut : Kartu khusus yang diterbitan oleh bank kepada nasabah itu mendapatkan barang dan jasa dari tempat-tempat tertentu dengan menunjukan kartu tersebut, Merchant (Penjual) memberikan barang dan jasa dan memberikan faktur (sales darf) yang ditandatangani oleh nasabah tersebut kepada bank Issuer , lalu bank melunasi nilai barang/jasa tersebut atau dengan mendebet rekeningnya yang masih berlaku kepada salah satu pihak yang terkait.8 Ketentuan kartu kredit syariah (Syariah Card) merujuk pada ayat AlQur’an dalam surat Al-Baqarah ayat 280 yaitu : صدَّقُ ْوا َخي ٌْر لَ ُك ْم ُ َوإِ ْن َكانَ ذ ُ ْو... َ عس َْرةٍ فَن َِظ َرة ٌ إِلَى َم ْي َ َ َوأَ ْن ت،ٍس َرة Artinya : “..Dan jika ( Orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan, dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”9 Selain merujuk pada al- Quran ketentuan Syariah Card juga merujuk pada Hadist Nabi yang diriwayatkan Bukhari Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad SAW bersabda : “Orang yang terbaik di antara kamu adalah orang yang paling baik dalam membayar hutangnya” Daud Bakar, seorang profesor di IIUM Malaysia, berpendapat bahwa kartu kredit tidak dikenal dalam Islam, karenanya istilah yang paling tepat digunakan adalah kartu debit. Pendapat Daud Bakar tersebut meragukan
8
Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalat, ( Jakarta : Hamzah, 2010), hlm. 600. Soenarjo, dkk,Al Qur’an Al karim dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, Semarang: Karya Toha Putra, 1990, hlm.70. 9
9
kesyariahan kartu kredit karena dilandasi pada analogi bahwa kartu kredit sama dengan menganjurkan orang untuk berutang. Padahal di dalam Islam, berutang merupakan salah satu hal yang tidak dianjurkan. Abdul Sattar Abu Ghaidah berpandangan bahwa sistem kartu mengandung Taukil dan kafalah serta Qardh al-hasan dalam bank Islam. Ghaidah mengungkapkan “ Hukum asal dalam penggunaan kartu adalah Taukil dan Kafalah serta kadangkala Qardh al-hasan di bank yang tidak mensyaratkan pengurangan langsung dan rekening nasabah (debit card). hanya saja pihak Issuer card membayarkan langsung dan kemudian ia meminta Card holder untuk melunasinya.10 Secara bahasa al-Kafalat berarti al-dhamm (genggaman atau pegangan), dan al-dhaman (tanggungan atau penjaminan). 11 Kafalah pada dasarnya adalah akad suka rela yang bernilai ibadah bagi penjamin karena termasuk kerjasama dalam kebajikan dan penjamin berhak meminta gantinya kembali kepada terutang, sepantasnyalah ia tidak meminta upah atas jasanya tersebut. Tetapi kalau terhutang sendiri yang memberinya sebagai hadiah untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya maka tidak menjadi masalah. Namun demikian, jika penjamin sendiri yang mensyaratkan imbalan jasa (semacam uang iuran administrasi kartu kredit dan sebagainya) tersebut dan tidak
10
Abdul Wahab Ibrahim Abu Sulaiman, Banking Card Syari’ah Kartu Kredit dan Debit Dalam Perspektif Fiqih, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 184. 11 Atang Abdul Hakim, Fiqih Perbankan Syariah, Bandung: Refika Aditama, 2011, hlm. 276.
10
mau menjamin dengan sukarela, maka dibolehkan bagi pengguna jasa jaminan memenuhi tuntutan.12 Secara prinsip kartu kredit tersebut dibolehkan syariah selama dalam prakteknya tidak bertransaksi dengan sistem riba yaitu memberlakukan ketentuan bunga bila pelunasan hutang kepada penjamin lewat jatuh tempo pembayaran atau menunggak. Di samping itu ketentuan uang jasa kafalah tadi tidak boleh terlalu mahal sehingga memberatkan pihak terutang atau terlalu besar melebihi batas rasional, agar terjaga tujuan asal dari kafalah, yaitu jasa pertolongan berupa jaminan utang kepada merchant, penjual barang atau jasa yang menerima pembayaran dengan kartu kredit tertentu. Menurut Monzer Kahf perjanjian kartu kredit mempunyai sebuah klausul bunga (riba) bersyarat. Kartu kredit bisa dipakai untuk membeli atau menarik uang tunai. Terserah pada konsumen untuk melakukan aktivasi atau tidak. Kalau anda membayar dalam masa tenggang tanpa penarikan tunai, tidak akan ada bunga. Penarikan dana tunai mengaktivasi klausul bunga sejak penarikan (anda luput memperhatikan ini, anda bisa melihatnya pada bagian pernyataan ini, ini adalah tambahan bagi biaya 1,5%) dan meninggalkan saldo dalam rekening Anda mengaktivasi bunga sejak tanggal pernyataan (bukan sejak akhir masa tenggang).13
E. Langkah-Langkah Penelitian 1. Metode Penelitian 12 13
Ibid, hlm.276. Monzer Kahf, Op.cit,hlm. 35.
11
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif karena netode yang memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang, yaitu mengenai penentuan biaya (fee) pada produk iB Hasanah Card di BNI Syariah Cabang Buah Batu Bandung. 2. Jenis Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah hasil dari wawancara dan data dari pihak bank yaitu sebagai berikut: a. Mekanisme pelaksanaan Hansanah Card di BNI Syariah Cabang Buah Batu Bandung. b. Penentuan biaya (fee) Hasanah Card di BNI Syariah Cabang Buah Batu Bandung. c. Simulasi Penggunaan Hasanah Card BNI Syariah Cabang Buah Batu Bandung. 3. Sumber Data Dalam usaha mengumpulkan data dan keterangan lain guna tersusunnya skripsi ini, penulis memperoleh data yang ditinjau dari sumbernya adalah sebagai berikut: a. Sumber Data Primer Dalam melakukan penelitin ini yang menjadi sumber data adalah : 1. Pimpinan PT. Bank BNI Syariah Cabang Buah Batu Bandung 2. Bagian Pemasaran IB Hasanah Card 3. Nasabah IB Hasanah Card b. Sumber Data Sekunder
12
Diperoleh melalui penelitian kepustakaan yaitu melalui buku, jurnal, serta Undang-Undang Perbankan Syariah dan Peraturan Pelaksananya dan Fatwa Dewan Syariah Nasional. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Observasi Observasi yang dilakukan oleh penulis adalah pengamatan secara langsung terhadap produk iB Hasanah Card di BNI Syariah Cabang Buah Batu Bandung. Tujuan dari observasi ini adalah untuk memperoleh data yang sebenar-benarnya dengan melakukan pengamatan secara langsung mengenai pelaksanaan Penentuan biaya (fee) iB Hasanah Card. b. Wawancara Dalam hal ini penulis mempersiapkan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan rumusan masalah agar memperoleh data yang pasti dan akurat. Adapun yang diwawancarai ialah unsur karyawan yaitu bagian marketing BNI Syariah Cabang Buah Batu Bandung yang berwenang dalam pelaksanaan Penentuan biaya (fee) iB Hasanah Card. c. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan digunakan sebagai sarana untuk pengumpulan data dengan cara mencari data dari buku-buku, artikel-artikel, kitab, dan sumber-sumber tertulis lainnya. Hasil dari studi kepustakaan ini dapat
13
dijadikan landasan atau sumber data pelengkap mengenai konsep, teori, dengan masalah yang diteliti. 5. Analisis Data Data yang telah terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan teknik analisis campuran deduktif dan induktif. Dalam pelaksanaannya analisis data dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: a. Menginventarisasi data yang terkumpul dari berbagai sumber, baik sumber data primer maupun sumber data sekunder; b. Mengklasifikasikan data ke dalam satuan-satuan sesuai dengan variabel dan sub variabel masalah penelitian; c. Menghubungkan data antara teori dengan praktik sebagaimana disusun dalam kerangka pemikiran; d. Menganalisis seluruh data secara deduktif dan induktif, sehingga diperoleh kesimpulan.
14