BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada beberapa pengertian yang beredar mengenai cerita rakyat. Menurut J.J. Hoenigman (via Koentjaraningrat, 1986), cerita rakyat termasuk ke dalam salah satu kebudayaan nonmaterial yang berupa ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi. Selain itu, cerita rakyat juga dapat digolongkan ke dalam folklor berdasarkan pengertian berikut: Folklor adalah sebagian kebudayaan yang bersifat kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai gerak isyarat atau alat bantu pengingat (mnemonic device). (Danandjaja, 1991: 2) Menurut Baried dkk, cerita rakyat merupakan wujud sastra klasik yang berisi tentang rekaman pikiran, cita-cita, serta buah renungan masyarakat pada saat itu (1985: 3-5). Dari beberapa pengertian tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa cerita rakyat adalah cerita yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi tanpa diketahui siapa pengarang aslinya dan tergolong ke dalam sastra lisan. Cerita rakyat adalah sebuah bentuk sastra yang bisa ditemukan di seluruh belahan dunia yang ada. Masing-masing daerah memiliki cerita rakyat khas daerahnya masing-masing yang mewakili kebudayaan penuturnya, karena meskipun cerita rakyat merupakan sastra lisan, bagaimanapun karya sastra adalah ekspresi dan bagian dari masyarakat dan dengan demikian memiliki keterkaitain 1
2
dengan jaringan-jariangan dan sistem dalam masyarakat tersebut (Soemanto, 1993; Levin, 1973: 56). Sudah cukup banyak penelitian-penelitian yang dilakukan mengenai cerita rakyat, dan salah satu peneliti cerita rakyat adalah Vladimir Propp, seorang kritikus sastra yang berasal dari Rusia dan pada tahun 1927 menulis sebuah buku berjudul Morphology of Folktales. Istilah morfologi sendiri berarti ilmu yang mempelajari susunan atau struktur. Dalam botani, morfologi adalah ilmu yang mempelajari bagian-bagian tumbuhan dan hubungan bagian-bagian tersebut terhadap satu sama lain sebagai satu kesatuan. Dengan kata lain, morfologi dalam botani adalah ilmu yang mempelajari struktur tumbuhan. Selama ini, istilah morfologi lebih erat kaitannya dengan bidang ilmu biologi atau linguistik, sedangkan konsep mengenai kemungkinan adanya ‘morfologi cerita rakyat’ sendiri hampir tidak terpikirkan (Propp, 1968). Akan tetapi, Propp berhasil melakukan penelitian mengenai morfologi cerita rakyat dan akhirnya menyimpulkan bahwa cerita rakyat memiliki 31 fungsi pelaku yang menyusun jalannya sebuah cerita rakyat. Fungsi yang dimaksud Propp di sini berupa motif atau satuan naratif terkecil dalam sebuah cerita, yang dapat ditemukan dalam seluruh cerita rakyat. Motif-motif yang berulang tersebut menghasilkan sebuah fungsi. (Propp, 1968: 19-24) Ke-31 fungsi tersebut Propp dapatkan setelah meneliti 100 cerita rakyat Rusia. Ia juga beranggapan bahwa ke-31 fungsi tersebut bisa berlaku untuk cerita rakyat secara umum, tidak hanya cerita rakyat Rusia saja.
3
Penulis sendiri kurang setuju dengan anggapan Propp yang menyatakan bahwa ke-31 fungsi tersebut bisa berlaku untuk cerita rakyat secara umum. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, cerita rakyat adalah karya sastra yang unik karena di dalamnya tercermin banyak unsur budaya masyarakat tempat cerita tersebut diwariskan secara turun temurun, sedangkan Propp hanya mengambil 100 cerita rakyat Rusia sebagai objek material penelitiannya. Hal tersebut berarti penelitian Propp dan 31 fungsi pelaku yang dihasilkannya dirasa hanya cukup untuk mewakili Rusia saja, karena jalannya cerita rakyat suatu daerah dan unsurunsur penyusunnya (termasuk di dalamnya fungsi pelaku) dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat tempat cerita tersebut berasal. Pendapat penulis tersebut didukung oleh pendapat Bascom (1954) yang menyatakan bahwa foklor memiliki banyak aspek kultural dan bahkan bisa berfungsi untuk membuktikan suatu kebudayaan. Walaupun cerita rakyat di berbagai macam daerah ada yang memiliki kemiripan, namun tentunya unsur budaya di dalamnya bisa jadi berbeda, karena kebudayaan tiap daerah adalah suatu hal spesifik yang tidak bisa disamaratakan sebagai suatu hal yang umum. Goldman percaya akan adanya homologi antara struktur karya sastra dengan struktur masyarakatnya, sebab keduanya merupakan produk dari aktivitas strukturasi yang sama (dalam Faruk, 2003: 15). Sastra sendiri merupakan sebuah gejala sosial, dan tentunya memiliki keterkaitan langsung dengan norma dan adat istiadat yang berlaku pada zaman karya sastra itu ditulis. Dengan demikian, cerita rakyat Rusia yang diteliti Propp tentunya menggambarkan budaya Rusia yang kental pada zaman itu seperti ortodoks. Lalu, bagaimanakah teori Propp tersebut
4
jika diterapkan pada cerita rakyat yang lain yang ada di negara lain yang kemungkinan berbeda dengan Rusia? Untuk mencari tahu jawaban dari pertanyaan tersebut, penulis memilih cerita-cerita rakyat yang berasal dari Ehime, Jepang sebagai pembanding, dan juga sebagai objek untuk mengaplikasikan teori fungsi Propp untuk membuktikan apakah teorinya tersebut bisa digunakan di cerita rakyat yang berasal dari daerah yang memiliki latar belakang yang jauh berbeda dengan Rusia. Ehime sendiri adalah suatu daerah yang berada di pulau Shikoku, Jepang. Ehime dan Rusia memiliki letak geografis yang sangat berbeda jauh jaraknya. Berbeda dengan Rusia yang memiliki latar belakang agama ortodoks, Ehime didasari oleh agama Buddha. Ditinjau dari perbedaan tersebut, maka cerita rakyat Ehime dipilih menjadi objek material pada penelitian dalam skripsi ini. Perbedaan yang besar antara kebudayaan Ehime dalam cerita rakyatnya dan kebudayaan Rusia dalam cerita rakyatnya dapat memunculkan penyimpangan pada fungsi pelaku dalam morfologi cerita yang dikemukakan oleh Propp dan membuktikan bahwa cerita rakyat setiap daerah memiliki fungsi pelakunya sendiri. Pada penelitian ini, langkah pertama yang dilakukan adalah membaca cerita rakyat Ehime yang dijadikan objek material (sejumlah 17 cerita), kemudian mengaplikasikan
31
fungsi
pelaku
Propp
menyimpulkan hasil aplikasi dan analisis tersebut.
dan
menganalisisnya,
lalu
5
1.2 Rumusan Masalah Pada teori Propp, disebutkan bahwa 31 fungsi pelaku dalam buku Morphology of Foltales dapat digunakan untuk cerita rakyat di seluruh dunia secara umum. Akan tetapi, 31 fungsi tersebut tidak serta merta dapat diaplikasikan pada cerita rakyat yang bukan berasal dari Rusia dikarenakan perbedaan aspek kultural. Oleh karena itu, penulis akan menganalisis bagaimana penyimpangan yang muncul saat teori Propp diaplikasikan pada cerita rakyat Ehime.
1.3 Tujuan penelitian Mengetahui penyimpangan yang muncul saat teori Propp diaplikasikan pada cerita rakyat Ehime.
1.4 Manfaat penelitian Penelitian ini
diharapkan mampu membuat
peneliti-peneliti
lain
termotivasi untuk meneliti mengenai struktur morfologi cerita rakyat di daerahnya masing-masing, sehingga pengembangan ilmu dalam teori morfologi sastra khususnya dalam cerita rakyat bisa lebih berkembang. Selain itu, dari penelitian ini bisa diambil nilai-nilai positif dalam masyarakat Ehime yang tercermin melalui cerita rakyatnya.
6
1.5 Objek Penelitian Objek penelitian secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu objek material dan objek formal. Objek material adalah objek yang akan diteliti sedangkan objek formal adalah pendekatan yang digunakan untuk meneliti objek material tersebut. 1.5.1 Objek material Ada ratusan cerita rakyat Ehime yang berhasil dikumpulkan oleh peneliti, namun yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini hanya 17 cerita di antaranya, karena dianggap ke-17 cerita itu memiliki fungsi yang sangat kontras dengan fungsi yang dijabarkan Propp. Penentuan sampel karya sastra dalam penelitian ini berdasarkan sampel purposive (nonrandom) atau tidak acak. Dalam purposive, sampling pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang berkaitan dengan ciri-ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Sebutan purposive menunjukkan bahwa teknik ini digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu (Hadi, 1984). 1.5.2 Objek formal Objek formal yang digunakan dalam penelitian ini adalah morfologi folktale yang dikemukakan oleh Propp. Ke-31 fungsi dalam morfologi folktale tersebut adalah sebagai berikut. i.
Salah satu anggota keluarga meninggalkan rumah (fungsi ketiadaan: β)
ii.
Pahlawan menerima pantangan (fungsi larangan: γ)
iii.
Pahlawan melanggar pantangan (fungsi pelanggaran: δ)
7
iv.
Penjahat melakukan usaha pengintaian (fungsi pengintaian: ε)
v.
Penjahat mendapat informasi tentang korbannya (fungsi penyampaian informasi: ζ)
vi.
Penjahat mencoba menipu korbannya untuk memiliki korbannya atau mendapatkan barang yang diinginkannya dari korbannya (fungsi penipuan: η)
vii.
Korban jatuh ke dalam perangkap penjahat dan tanpa disadari membantu penjahat melaksanakan niatnya (fungsi keterlibatan: θ)
viii.
Penjahat melukai salah satu anggota keluarga (fungsi kejahatan: A)
viiia. Salah satu anggota keluarga kekurangan sesuatu atau sangat membutuhkan sesuatu (fungsi kekurangan kebutuhan: a) ix.
Kekurangan atau kesialan itu diumumkan; pahlawan dimintai tolong atau perintah; dia diizinkan pergi atau diberangkatkan (fungsi perantaraan peristiwa penghubung: B)
x.
Pencari setuju atau memutuskan tindakan pencegahan (fungsi penetralan dimulai dimulai: C)
xi.
Pahlawan meninggalkan rumah (fungsi keberangkatan/kepergian: ↑)
xii.
Pahlawan diuji, diinterogasi, diserang, dan lain sebagainya, untuk mempersiapkan jalannya menerima agen sihir atau penolong (fungsi pertama donor/pemberi: D)
xiii.
Pahlawan bereaksi terhadap penolong (fungsi reaksi pahlawan: E)
xiv.
Pahlawan memperoleh kegunaan agen sihir (fungsi penerimaan unsur magis/alat sakti: F)
8
xv.
Pahlawan dikirim atau dibimbing ke antah berantah, tempat keberadaan benda yang dicari (fungsi perpindahan tempat: G)
xvi.
Pahlawan dan penjahat bertemu dalam pertarungan langsung (fungsi berjuang/bertarung: H)
xvii.
Pahlawan ditandai (fungsi penandaan: J)
xviii. Penjahat dikalahkan (fungsi kemenangan: I) xix.
Kesialan atau kekurangan dihapuskan (fungsi kekurangan/kebutuhan terpenuhi: K)
xx.
Pahlawan kembali (fungsi kepulangan kembali: ↓)
xxi.
Pahlawan dikejar (fungsi pengejaran/penyelidikan: Pr)
xxii.
Penyelamatan pahlawan dari pengejaran (fungsi penyelamatan: Rs)
xxiii. Pahlawan, tak dikenali, pulang ke kampung halaman (fungsi datang tak terkenali: o) xxiv. Pahlawan palsu menuduh tanpa dasar (fungsi tuduhan tak mendasar: L) xxv.
Tugas sulit diberikan kepada pahlawan, misalnya rasa haus dan lapar yang tidak berakhir sehingga makan dan minum terus, menebak teka-teki, memilih wanita yang identik (fungsi tugas sulit/berat: M)
xxvi. Tugas diselesaikan (fungsi penyelesaian tugas: N) xxvii. Pahlawan dikenali (fungsi pahlawan dikenali: Q) xxviii. Pahlawan palsu atau penjahat terbongkar kedoknya (fungsi penyingkapan tabir: Ex) xxix. Pahlawan diberi penampilan baru (fungsi penjelmaan: T) xxx.
Penjahat mendapat hukuman (fungsi hukuman bagi penjahat: U)
9
xxxi. Pahlawan menikah atau mendapat tahta (fungsi perkawinan dan naik tahta: W) Penjelasan lebih lanjut mengenai teori ini akan disampaikan pada Bab II.
1.6 Metode penelitian Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah struktural. Konsep dasar strukturalisme adalah anggapan bahwa karya sastra merupakan struktur yang otonom, yang dapat dipahami sebagai suatu kesatuan yang bulat dengan unsur-unsur penmbangunnya yang saling terjalin (Hawkes, 1978: 17-18). Pendekatan struktural adalah pendekatan instrinsik yang membicarakan karya sastra dari dalam, mengabaikan latar belakang sosial, sejarah, biografi pengarang dan segala hal di luar karya sastra atau dengan kata lain sastra secara otonom (Satoto, 1993: 2). Untuk menerapkan metode ini, langkah penelitian yang dilakukan adalah dengan melakukan studi pustaka terlebih dahulu. Studi pustaka dilakukan dengan membaca Morphology of Folktales karya Propp dan membaca penelitianpenelitian yang sudah menggunakan 31 teori fungsi Propp tersebut. Kemudian yang dilakukan adalah pengumpulan data, yaitu mengumpulkan 17 cerita rakyat Ehime yang akan diteliti. Lalu menganalisis ke-17 cerita yang sudah didapat dengan unsur-unsur struktur naratif Propp. Dari hasil analisis tersebut, penyimpangan-penyimpangan
yang
terjadi
dapat
diungkapkan.
Terakhir,
menyimpulkan struktur cerita rakyat Ehime yang terbentuk dari penyimpanganpenyimpangan yang terjadi.
10
1.7 Tinjauan pustaka Penelitian mengenai morfologi cerita rakyat Ehime belum pernah dilakukan sebelumnya. Akan tetapi penerapan teori morfologi Vladimir Propp telah digunakan peneliti yang lain, salah satunya adalah tesis dengan judul Struktur Naratif Cerita Rakyat Jambi: Telaah Berdasarkan Teori Vladimir Propp oleh Agatha Trisari. Penelitian ini menggunakan objek material 5 cerita rakyat Jambi dan menerapkan teori morfologi Propp terhadap kelima cerita rakat Jambi. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa struktur yang digunakan Vladimir Propp dapat juga untuk mengkaji struktur teks kelima cerita rakyat Jambi. Selain itu tesis lain berjudul Cerita Damarwulan karya Sutrimo dalam Analisis Struktur Naratif Vladimir Propp yang ditulis oleh Sri Wahyuningtyas juga mengaplikasikan teori morfologi Propp terhadap cerita Damarwulan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa teori Propp kurang sesuai jika diaplikasikan pada cerita rakyat Indonesia (khususnya Damarwulan) karena ditemukan bentukbentuk penyimpangan atau deviasi fungsi. Teori Propp tidak hanya diterapkan pada cerita-cerita rakyat Indonesia, tapi juga pernah diaplikasikan pada cerita rakyat Yagua (salah satu suku di pedalaman Kolombia dan Peru) oleh Paul S. Powlison dalam jurnalnya yang berjudul The Application of Propp’s Analysis to a Yagua Folktale pada tahun 1972 yang diterbitkan oleh The Journal of American Folklore edisi ke-85. Dalam penelitiannya tersebut, Powlison membuktikan bahwa 31 fungsi Propp sesuai jika diterapkan pada cerita rakyat Yagua, namun hanya fungsi secara garis besarnya saja.
11
Namun, menurut penulis, penelitian-penelitian tersebut masih berhenti di tengah-tengah, karena hanya sampai pada kesimpulan bahwa teori Propp bisa diterapkan atau tidak. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan, selain untuk membuktikan apakah teori Propp bisa diaplikasikan pada cerita rakyat Ehime, penelitian ini juga akan menelusuri lebih jauh mengenai morfologi cerita rakyat Ehime secara spesifik.
1.8 Sistematika penyajian Bab I yaitu pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustakan, landasan teori dan sistematika penyajian skripsi. Bab II, berisi penjabaran landasan teori fungsi Propp. Bab III, berisi sinopsis 17 cerita rakyat Ehime yang akan diteliti, beserta motif atau urutan peristiwanya dan analisis cerita rakyat tersebut berdasar teori Propp. Dan terakhir, bab IV, berisi kesimpulan.