BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat di Indonesia sudah terlalu nyaman dengan kondisi sekitarnya, termasuk apa saja yang diakibatkan oleh ulah tangan manusia (Suryadilaga, 2013). Adanya aktifitas transportasi, maka akan memunculkan “living harmony with congestion” yang disebabkan oleh interaksi antara fasilitas transportasi dan tata guna lahan yang tidak seimbang, tingginya pertumbuhan kepemilikan angkutan pribadi dan rendahnya disiplin berlalulintas di jalan raya. Akibatnya, terjadi pembebanan berlebih pada jaringan jalan yang ada, kemacetan, meningkatnya waktu tempuh kendaraan dan degradasi lingkungan antara lain: polusi udara, kebisingan dan hilangnya keanekaragaman hayati (Petersen, 2011). Petersen (2011), menyatakan bahwa dalam perencanaan kota yang layak huni perlu menyeimbangkan kebutuhan lahan untuk perekonomian, sosial dan lingkungan dalam ruang kota yang terbatas. Hal ini ini sesuai dengan 5 pilar kebijakan Kementrian Perhubungan, antara lain: peningkatan peran angkutan umum (prioritas), manajemen dan rekayasa lalulintas (MRLL), penurunan polusi udara dan suara; transportastion demand management (TDM), pengembangan non motorized transport (NMT), oleh karena itu, penerapan sistem angkutan umum massal sebagai prioritas utama sebagai alat transportasi transportasi untuk menekan pemakaian kendaraan pribadi perlu diimplementasikan. Berkembang pesatnya pembangunan hotel dan mall di Surakarta tak lepas dari potensi Kota Surakarta sebagai kawasan destinasi MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition) tentunya akan berperngaruh terhadap peningkatan sektor perekonomian kota tersebut (Herawati dan Akbar, 2011). Tantangan selanjutnya yang harus dihadapi adalah mewujudkan Surakarta sebagai kota layak huni. Permasalahan transportasi yang seringkali terjadi di Kota Surakarta pada umumnya hampir sama dengan beberapa kota besar lainnya di Indonesia. Meningkatnya pendapatan orang atau masyarakat, maka tingkat kepemilikan mobil pribadi maupun sepeda motor juga akan meningkat (Kodukula, 2011).
1
2
Peningkatan volume kendaraan pada saat jam sibuk akan memperlambat pergerakan kendaraan sehingga akan memperparah kemacetan di jaringan arteri primer dan meningkatkan tundaan di persimpangan (Ramesh et al, 2015). Beberapa titik kemacetan di Kota Surakarta antara lain: Bundaran Manahan, Bundaran Baron, Bundaran Gladag, Stasiun Purwosari, Viaduk Gilingan, Coyudan, Simpang Gilingan, Simpang Tirtonadi, Simpang Dawung, Sangkrah, Simpang Baron. Selain itu, titik rawan kemacetan juga terjadi di sekitar Mall/Pasar antara lain: Solo Square, Solo Grand Mall, Solo Paragon, Pasar Klewer, Beteng Trade Center, Pasar Gede, Pasar Singosaren, Pasar Nongko dan Pasar Legi (Dishubkominfo Surakarta, 2015). Proyek perbaikan tiga ruas jalan yang dilakukan di Jl Ahmad Yani sepanjang 1,7 km, Jl Slamet Riyadi 1,5 km dan Jl Adi Sucipto 400 m pada akhir tahun 2015 menambah parah kemacetan di Surakarta. Ketiga ruas jalan tersebut merupakan jalur utama yang menjadi akses untuk membangkitkan urat nadi perekonomian di kota tersebu, oleh karena itu, selama pelaksanaan proyek dilakukan manajemen rekayasa lalulintas yang dibagi dalam tiga tahap. Tahap pertama, titik kemacetan yang terjadi di Simpang Tugu Wisnu Manahan yang merupakan titik temu antara Jl Adi Sucipto dan Jl Ahmad Yani. Tahap kedua, titik kemacetan yang terjadi di pertemuan Jl Podang, Jl MH Tamrin dan Jl Samratulangi. Tahap ketiga terjadi di pertigaan Jalan Samratulangi dan Jl Slamet Riyadi. Antisipasi yang dilakukan adalah dengan menempatkan petugas Satuan lalulintas (Satlantas) dan tim khusus untuk mengalihkan arus lalulintas dan mengurai titik-titik kemacetan. Namun, hal tersebut nampaknya belum menjadikan solusi untuk menguraikan kemacetan parah yang terjadi pada saat itu (Wibowo, 2015). Pemerintah Kota Surakarta, mengeluarkan kebijakan penerapan sistem satu arah (SSA) di tiga ruas jalan, antara lain: Jl Dr. Rajiman (SSA dari bundaran baron sampai Simpang Jongke, contra flow khusus angkutan massal / Batik Solo Trans), Jl KH. Agus Salim (SSA dari Simpang Jongke sampai Bundaran Baron) dan Jl Perintis Kemerdekaan (SSA dari Simpang Empat Purwosari sampai Simpang Kabangan). Tujuan SSA dan contra flow Surakarta adalah meningkatkan
3
keselamatan jalan di Jl Dr. Rajiman, Jl KH. Agus Salim dan Jl Perintis Kemerdekaan, melanjutkan sistem satu arah Jl Dr. Rajiman dari Pasar Klewer sampai Bundaran Baron dan mendorong masyarakat untuk menggunakan angkutan umum. Akhir Maret 2016, pasca penerapan sistem satu arah (SSA) di tiga ruas jalan di Laweyan, Solo, mengakibatkan penumpukan kendaraan di kawasan Bundaran Purwosari. Hal tersebut disebabkan oleh kendaraan dari arah Jl KH. Agus Salim dan Jl Slamet Riyadi bertemu di bundaran Purwosari. Kendaraan dari pendekat barat Simpang Jongke menuju ke Jl Dr. Radjiman setelah penerapkan SSA, maka kendaraan harus melewati Jl Agus Salim terlebih dahulu. Penumpukan kendaraan juga disebabkan oleh kendaraan calon penumpang kereta api dari arah timur Jl Slamet Riyadi yang yang kesulitan menuju parkir Stasiun Purwosari. Kemacetan di Bundaran Purwosari terjadi tidak hanya pada saat jam sibuk, tetapi juga pada saat akhir pekan atau libur panjang (Susanto, 2016). -> Suprayitno dkk (2010), menyebutkan bahwa salah satu komponen kualitas jaringan transportasi adalah konektivitas maksimal. Konektivitas maksimal terjadi bila semua titik di dalam jaringan sudah terhubung satu dengan yang lain dan tidak mungkin untuk dibuat hubungan baru. Dengan demikian, penelitian yang mengkaji tentang kondisi lalulintas secara menyeluruh terhadap jaringan jalan yang terkait ini perlu dilakukan, tidak hanya pada salah satu titik lokasi yang bermasalah saja, tetapi juga pada beberapa area di sekitar lokasi tersebut (Hidayati dkk, 2015). B. Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah dibahas, maka pokok permasalahan yang akan dikaji adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana volume lalulintas di Ruas dan Simpang Kawasan Kerten (meliputi Simpang Kerten, Simpang Manahan, Simpang Purwosari, Simpang Uniba, Simpang Jongke)?
2.
Bagaimana kinerja jaringan pada Kawasan Kerten (meliputi Simpang Kerten, Simpang Manahan, Simpang Purwosari, Simpang Uniba, Simpang Jongke) yang diprediksi bermasalah pada kondisi eksisting?
4
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1.
Mengetahui volume lalulintas di Ruas dan Simpang Kawasan Kerten (meliputi Simpang Kerten, Simpang Manahan, Simpang Purwosari, Simpang Uniba, Simpang Jongke).
2.
Mengetahui kinerja jaringan pada Kawasan Kerten (meliputi Simpang Kerten, Simpang Manahan, Simpang Purwosari, Simpang Uniba, Simpang Jongke) yang diprediksi bermasalah pada kondisi eksisting. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Memberikan
informasi
dan
bahan
masukan
kepada
Universitas
Muhammadiyah Surakarta yang ikut berperan aktif dalam mencari penyelesaian permasalahan transportasi di sekitarnya. 2.
Memberikan informasi dan bahan masukan kepada instansi terkait terutama Dishubkominfo Surakarta mengenai kinerja jaringan jalan di Kawasan Kerten Surakarta untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan untuk mengadakan evaluasi atau perbaikan kinerja jaringan jalan di Kota Surakarta terhadap kondisi saat ini.
3.
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan dalam penelitian sejenis selanjutnya. E. Batasan Masalah Agar masalah dalam penelitian tidak terlalu meluas, maka batasan masalah
dalam penelitian ini akan difokuskan pembahasan tentang: 1.
Simpang yang diteliti adalah Simpang Kerten, Simpang Manahan, Simpang Purwosari, Simpang Uniba, Simpang Jongke.
2.
Ruas jalan Kawasan Kerten yang diteliti sepanjang Simpang Manahan sampai Simpang Kerten, Simpang Kerten sampai Simpang Purwosari dan Simpang Purwosari sampai Simpang Uniba dan Simpang Uniba sampai Simpang Jongke.
3.
Kinerja jaringan yang ditinjau dengan membandingkan kinerja masingmasing ruas dan di simpang.
5
4.
Analisis perhitungan ruas dan simpang menggunakan Metode MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia) 1997.
5.
Pengambilan data primer volume lalulintas dilakukan selama 1 hari, yakni hari Rabu, 27 April 2016 yang diasumsikan mewakili hari kerja dan pada jam puncak pagi (06:00 – 08:00 WIB) dan jam puncak sore (16:00 – 18:00 WIB).
6.
Data sekunder berupa waktu sinyal, waktu tempuh tambahan, lebar bahu dan jarak kereb diperoleh dari Dishubkominfo Surakarta, sedangkan panjang ruas jalan diperoleh dari google map.
7.
Simpang Manahan diasumsikan sebagai simpang bersinyal dan Simpang Purwosari diasumsikan sebagai simpang tak bersinyal dalam analisis perhitungan simpang.
8.
Data ruas diperoleh dari data simpang, sehingga pergerakan antar simpang yang menuju jalan akses diabaikan.
9.
Data waktu tempuh diperoleh dari hasil analitis, yakni perbandingan antara kecepatan aktual dengan panjang ruas jalan. Data ini digunakan dalam analisa CRF (Comparative Route Factor). F. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai analisis kinerja jaringan jalan di Kawasan Kerten,
Surakarta (Studi Kasus Simpang Kerten, Simpang Manahan, Simpang Purwosari, Simpang Uniba, Simpang Jongke) belum pernah dilakukan. Namun demikian, penelitian sejenis ini pernah dilakukan antara lain oleh: Magfirona dkk (2015), mengenai tundaan pada Simpang Tiga Kerten menggunakan data ATCS (Area Traffic Control System) dan metode survai lapangan. Prasetyo (2014), meneliti tentang optimasi kinerja simpang berinyal berhimpit pada Simpang Dr. Rajiman, Laweyan, Surakarta. Suprayitno (2015), meneliti tentang metoda penilaian kualitas jaringan jalan utama diwilayah Kabupaten Bangkalan. Pradana dkk (2014), meneliti tentang evaluasi kinerja jaringan jalan eksisting Kota Surakarta dengan skenario do someting. G. Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya 1. Persamaan dengan penelitian sejenis
6
Persamaan penelitian ini dengan peneltian sebelumnya adalah metode yang digunakan menggunakan metode MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia) 1997. 2. Perbedaan dengan penelitian sejenis Penelitian ini mengambil lokasi di Kawasan Kerten, Surakarta (Simpang Kerten, Simpang Manahan, Simpang Purwosari, Simpang Uniba, Simpang Jongke) yang berbeda dengan penelitian sebelumnya belum pernah digunakan untuk Tesis.