BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penggunaan jilbab merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslimah sebagaimana telah disebutkan dalam ayat Al-Qur’an. Jilbab diambil dari bahasa Arab yang artinya baju kurung panjang, yaitu baju yang dipakai oleh kaum wanita untuk menutupi pakaian yang lain atau kain penutup kepala dan dada (Ali, 1995). Kewajiban mengenakan jilbab dalam Islam dasarnya adalah surat Al-Ahzab ayat 59, yaitu : “Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang-orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk di kenal karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah Ia adalah maha pengampun dan penyayang.”
Namun pada kenyataannya masih banyak muslimah yang enggan mengenakan jilbab dengan alasan akan menghambat aktivitas, tidak terlihat stylish, dan berbagai alasan lain yang berkaitan dengan penampilan. Melalui alasan ini maka terbentuklah sebuah komunitas muslimah sejak 27 November 2010 yang dikenal dengan Hijabers Community. Komunitas ini terbentuk berawal dari salah satu anggota mereka yang membuat sebuah group di BlackBerry. Saat itu, anggota yang tergabung di dalamnya hanya ada tiga orang, yakni Ria Miranda, Dian Pelangi dan Jenahara Nasution. Namun seiring berjalannya waktu, jumlah anggota yang bergabung semakin bertambah. Karena itu pada akhirnya anggota ini sepakat untuk
1
membuat sebuah komunitas pengguna jilbab. Maka, mulailah komunitas ini aktif berkegiatan. Dan dari waktu ke waktu kegiatannya semakin beragam, mulai dari pengajian, hijab class, talk show, dan lain-lain. Sejumlah perempuan berjilbab ini membentuk komunitas bukan menciptakan eksklusivitas, tetapi menjadi ajang silaturahmi dan berbagi. Mereka juga berharap, meski berjilbab masih tetap bisa gaya dan yang penting, sesuai aturannya (Novitasari, 2014). Hijabers Community ini memiliki visi, yaitu sebagai komunitas yang dapat mewadahi para muslimah untuk memperluas networking dan belajar ilmu agama Islam. Yang membedakan mereka dengan komunitas muslimah lain, Hijabers Community ini melakukan gerakan dakwah melalui fashion dan wujud-wujud modernitas yang lain. Sebagaimana dituliskan dalam blog resminya (Hijabers Community, 2011) : “From fashion to Islamic studies, from hijab style to learning Islam, anything that will make us a better muslimah insyaAllah. And it is hoped through this community, every muslimah can meet new friends, get to know each other and learn from each other.” Menurut Nalia Rifika, Public Relation & Marketing Communication Hijabers Community, tujuan dari dibentuknya komunitas ini adalah untuk memotivasi para perempuan yang masih ragu untuk menggunakan jilbab. Dengan adanya komunitas ini, perempuan yang ingin menggunakan jilbab bisa berkonsultasi mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan jilbab, mulai dari cara pemasangan, cara memadu-padankan pakaian, mode baju muslim, dan lain-lain (Novitasari, 2014). Seperti yang disampaikan Dian Pelangi dalam wawancaranya dengan Kompas Female, “Komunitas Hijabers ini fokus melakukan syiar dengan cara yang lebih modern, bergaya khas anak muda, namun tetap patuh pada kaidah.” (Fazriyati, 2011). Menurut Dian, kehadiran Hijabers Community
2
diharapkan bisa menonjolkan eksistensi perempuan muda berjilbab. Bukan sekadar eksis dengan gaya busana muslim yang modis. Namun juga muslimah bisa tampil bersyiar, dengan cara yang berbeda, melalui fashion dan kegiatan Islami bergaya anak muda (Fazriyati, 2011). Komunitas sosial dianggap salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan sebuah keputusan. Menurut Wellman (dalam Delanty, 2013) definisi komunitas adalah jaringan dari beberapa individu yang saling mengikat dalam meningkatkan sosialisasi sesama jaringan, saling mendukung, memberikan informasi, adanya rasa memiliki dan menjadi identitas sosial. Ikatan yang kuat dan dukungan dari sesama anggota komunitas memungkinkan adanya saling ketergantungan diantara anggota komunitas yang secara sadar maupun tidak terjadi interaksi saling memanfaatkan diantara anggota komunitas. Terbentuknya sebuah komunitas ini dapat menjadi wadah bagi individu untuk belajar dan mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. Sebagaimana dijelaskan Sarason bahwa komunitas merupakan sebuah jaringan sosial yang terbentuk sebagai wadah dukungan dimana seseorang bisa bergantung dalam jaringan tersebut (dalam Dalton, Elias, & Wandersman, 2007). Sehingga dapat dikatakan komunitas merupakan wadah berinteraksi dan berkomunikasi bagi individu sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Oleh karena itu, komunitas dapat memberikan pengaruh kepada anggotanya dalam berperilaku baik positif maupun negatif, tergantung dari latar belakang komunitas tersebut. Untuk berperilaku yang positif seseorang perlu memahami kebutuhan, keinginan, atau tujuan orang lain, dan mencoba untuk saling mengisi. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak lepas dari kebutuhan untuk saling berinteraksi
3
dengan manusia lainnya. Karena perilaku individu bergantung pada dimana individu tersebut berada (Kelly, 1983) Manusia akan memilih hubungan atau lingkungan dimana mereka dapat memberikan pengaruh atau mendapatkan manfaat untuk beberapa waktu tertentu. Individu memiliki keterlibatan dalam setiap sistem di tingkatan ekologi manusia, seperti keluarga dan teman, lingkungan kerja, dan lingkungan bertetangga (Dalton, Elias, & Wandersman, 2007). Maka dengan bergabung dalam komunitas seperti Hijabers Community ini menjadi salah satu perwujudan akan kebutuhan individu untuk saling berinteraksi dengan individu lain. Kehadiran Hijabers Community ini berhasil menggabungkan kegiatan dakwah dan fashion secara bersamaan. Mereka memberikan tuntunan berpakaian yang sesuai dengan ketentuan agama Islam dan merubah image bahwa menggunakan hijab bagi seorang muslimah lebih menyenangkan dan inspiratif. Hal itu yang membuat banyak wanita muslim menyukai komunitas ini dan menjadikan mereka fenomena komunitas yang dengan cepat berkembang. Kebutuhan untuk mendapatkan wawasan tentang agama dan dunia perempuan dalam pandangan Islam menjadi faktor pendukung bagi perempuan-perempuan muslim ini untuk bergabung dengan Hijabers Community. Menjalin relasi dengan landasan agama merupakan sebuah bentuk mengembangkan diri ke arah yang positif. Karena pada dasarnya agama mengajarkan untuk mengembangkan kebutuhan untuk saling menghormati dan bertanggung jawab (Rai & Fiske, 2011). Agama adalah kekuatan sosial yang kuat. Sejarah membuktikan bahwa kemampuan agama untuk fokus dan mengkoordinasikan usaha manusia, menciptakan kekaguman dan teror, untuk mendorong perang dan perdamaian, untuk menyatukan kelompok-kelompok sosial, dan untuk menggembleng mereka
4
terhadap satu sama lain. Selain sebagai kekuatan sosial, bagaimanapun, agama adalah kekuatan psikologis yang dapat mempengaruhi hasil dari kehidupan individu manusia, yaitu terkait dengan perilaku, dan hasil perilaku sosial yang bersifat religius akan berpengaruh di dalamnya (McCullough & Willoughby, 2009). Kehidupan beragama Islam atau muslim adalah kehidupan yang mengidentifikasikan diri kepada peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. dengan dimanifestasikan di dalam keyakinan yang terdapat di dalam rukun iman dan dilaksanakan di dalam perkataan beserta perbuatan yang terdapat dalam rukun Islam (Nurdin, 1995). Bergabung dalam komunitas tertentu merupakan salah satu bentuk nyata individu membutuhkan jalinan hubungan dengan individu lain. Hal tersebut merupakan bagian dari aspek kehidupan sosial kita yang penting, yaitu membangun dan mempertahankan hubungan jangka panjang dengan individuindividu lain. Terbentuknya Hijabers Community ini menimbulkan suatu relasi pertemanan yang baru diantara para aktivis komunitas ini, yang lebih dikenal dengan sebutan komite. Pertemanan, sebagai bentuk unik dari relasi sosial, membentuk serikat khususnya di kalangan individu yang memungkinkan mereka untuk mengatasi batas-batas yang beragam antara subjek individu. Perbedaan usia, jenis kelamin atau budaya, tidak selalu menjadi suatu kendala bagi individu dalam membangun pertemanan dan sebagai fenomena sosial, bahkan mungkin termasuk potensi untuk eksis secara independen berdasarkan ruang dan waktu (Dreher, 2010). Hubungan yang mereka jalin setelah menjadi bagian dari komunitas ini menunjukkan bahwa suatu relasi pertemanan terjadi diantara komite karena adanya kesamaan tujuan dan keinginan timbal balik, yaitu keinginan untuk menyampaikan pesan mengenai kewajiban muslimah untuk
5
berjilbab dan minat yang sama dalam mengembangkan fashion muslimah di Indonesia. Berkumpulnya perempuan-perempuan muslim dalam komunitas ini menunjukkan bahwa mereka mampu memberikan pengaruh-pengaruh positif bagi sesama perempuan muslim lainnya. Khususnya mereka mampu menarik minat para perempuan musim yang awalnya masih tabu untuk berjilbab akhirnya tertarik untuk berjilbab dan mengetahui lebih dalam mengenai kewajiban seorang perempuan muslim. Berjilbab merupakan kewajiban bagi seorang muslimah dan sebuah bentuk perlindungan agama Islam dalam menjaga kehormatan para wanita muslim. Dan berjilbab merupakan bentuk ibadah antara manusia dengan Allah Swt (Habluminallah), jika wanita telah memutuskan untuk menggunakan jilbab maka menjadi tuntutan moral bagi para wanita-wanita muslim untuk menjaga perilaku mereka sebagai muslimah. Keberadaan Hijabers Community ini menjadi salah satu bentuk dorongan bagi para wanita modern dalam merubah pandangannya mengenai penggunaan jilbab. Melalui komunitas ini pula dorongan untuk bersilahturahmi antar sesama muslimah terjalin dan dari dorongan tersebut relasi pun terjadi antar sesama muslimah yang tergabung dalam komunitas ini. Munculnya hijabers community merupakan salah satu bentuk perubahan sosial di bidang agama karena mampu merubah pandangan mengenai jilbab bagi para muslimah saat ini. Berjilbab merupakan sebuah kewajiban bagi para wanita muslim dan yang sudah mengenakan jilbab akan memiliki tuntutan moral bagi dirinya sendiri dalam menjaga diri mereka dalam berinteraksi dengan kelompok. Kehadiran komunitas ini berhasil memberikan kesadaran bagi para wanita muslim tentang pentingnya menggunakan jilbab dan sekaligus merubah
6
stereotype negatif mengenai wanita yang berjilbab. Hal tersebut membuktikan bahwa dengan bergabung dalam sebuah komunitas yang mampu memberikan pengaruh positif dan sudah dikenal dengan image yang positif akan memberikan pengaruh yang positif pula bagi kepada individu yang berada dalam komunitas tersebut. Sebagaimana dijelaskan dalam teori identitas sosial, setiap individu berusaha untuk meningkatkan self esteem mereka, usaha tersebut memiliki dua komponen, (1) identitas pribadi dan (2) berbagai identitas kolektif atau sosial yang didasarkan pada kelompok-kelompok yang mereka miliki. Dengan kata lain, individu dapat meningkatkan self esteem mereka melalui prestasi pribadi mereka sendiri atau melalui afiliasi dengan kelompok yang tergolong sukses atau memiliki nama baik (Kassin, Fein, & Markus, 2014). Dan adanya dukungan dari sesama anggota komunitas mengenai penampilan yang ingin mereka tonjolkan sebagai
anggota
dari
komunitas
akan
membantu
seorang
individu
menumbuhkan self esteem positif dalam dirinya (Hunter dkk, 2004). Dengan identitas sosial yang melekat dalam diri individu tersebut menunjukkan bahwa identitas tersebut membawa individu untuk mendapat kebanggaan dari relasi individu dengan orang lain, meskipun individu tersebut tidak menerima manfaat secara langsung dari orang lain. Setiap individu memiliki dorongan untuk memiliki identitas sosial yang positif, baik itu dalam kondisi yang menguntungkan maupun mengancam eksistensinya (Haslam, 2001). Adapun cara individu untuk mencari sumbersumber nilai yang dapat memberikan keuntungan terhadap identitas mereka, yaitu dengan mengadopsi nilai-nilai, kebiasaan, dan idnetitas kelompok atau budaya lain (Tajfel & Turner, 1979). Hijabers Community merupakan wujud sebuah komunitas yang mampu memberikan manfaat positif bagi perkembangan
7
penggunaan jilbab di Indonesia. Adanya komunitas ini membawa perempuanperempuan muslim di Indonesia berani menunjukkan prestasi mereka meskipun mereka menggunakan jilbab. Sehingga tidak heran banyak perempuan muslim yang termotivasi untuk bergabung atau sekedar mengikuti berbagai aktivitas yang mereka adakan. Keberhasilan Hijabers Community dalam memberikan pengaruh dan kesadaran perempuan muslim untuk mengenakan jilbab tersebut juga telah mampu memberi pengaruh terhadap perkembangan industri fashion muslimah di Indonesia. Karena selain kegiatan-kegiatan talkshow atau tausyiah yang sering mereka adakan, tren busana yang mereka gunakan juga akan menjadi tren dan diikuti dikalangan komite dan perempuan-perempuan berjilbab lainnya. Adapun yang memperkuat perkembangan dunia fashion muslimah setelah adanya Hijabers Community ini dikarenakan beberapa pengurus Hijabers Community ini muncul sebagai perancang baru. Hal tersebut yang kemudian mampu menginspirasi kaum muda lain untuk sama-sama menyalurkan kemampuan mereka baik itu dalam menjahit atau mendesain model busana Muslim serta turut memproduksi dan memasarkan karyanya. Sehingga dapat menyumbang keberagaman busana Muslim di dunia industri, terbukti dengan munculnya label-label atau merek-merek baru dengan model-model yang beragam baik itu pakaian ataupun jilbab yang dipromosikan melalui media sosial. Belum adanya kajian penelitian psikologis yang membahas mengenai hijabers community menjadi alasan peneliti mengangkat tema relasi dalam komunitas ini. Komunitas dengan mayoritas beranggotakan perempuan berhijab didalamnya
merupakan
karakteristik
yang
menonjol
yang
membedakan
komunitas ini dengan komunitas lainnya. Keberadaan komunitas ini pula memiliki pengaruh positif yang cukup besar bagi wanita muslimah di Indonesia beberapa
8
tahun terakhir. Adanya komunitas ini melahirkan suatu situasi sosial dimana agama dan fashion hijab menjadi landasan menjalin relasi begitu penting dalam membentuk perilaku bagi individu-individu. Situasi tersebut ditunjukkan dengan kehadiran komunitas ini salah satunya, misalnya ketika apapun yang dihasilkan oleh komunitas ini, seperti misalnya cara mereka mengenakan berpenampilan, akan mempengaruhi komite lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa setiap individu memiliki kebutuhan untuk dapat meningkatkan self esteem dan nilai diri mereka. Dan dengan bergabung ke dalam sebuah komunitas yang telah memiliki nama baik dan juga pengaruh positif bagi masyarakat, khususnya perempuan muslim berhijab, merupakan salah satu cara individu untuk memenuhi kebutuhan tersebut
(Dalsky,
Gohm,
Noguchi,
&
Shiomura,
2008).
Tidak
hanya
menguntungkan bagi diri individu tersebut, tetapi keberadaan para perempuan muslim sebagai komite di dalam komunitas ini juga memberi keuntungan bagi komunitas. Keberadaan mereka akan memberi pengaruh terhadap eksistensi komunitas dan juga dalam proses pencapaian tujuan dari komunitas ini. Tanpa adanya perempuan muslim yang pintar, menarik secara penampilan, dan kreatif di dalamnya komunitas ini tidak akan mampu mendapatkan nama yang baik dan juga respon yang begitu positif dari masyarakat. Berdasarkan penjelasan tersebut penelitian ini berusaha mengupas lebih dalam mengenai relasi seperti apa yang terbangun dalam Hijabers Community, khususnya di Yogyakarta dan bagaimana dinamika psikologis yang terbentuk dalam relasi mereka sehingga mampu bertahan hingga saat ini.
9
B. Permasalahan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas, pertanyaan penelitian yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah : 1.
Model relasi seperti apa yang terbangun dalam Hijabers Community Yogyakarta?
2.
Bagaimana peran relasi bagi komite Hijabers Community Yogyakarta dan bagi komunitas itu sendiri?
3.
Bagaimana
dinamika
psikologis
Community Yogyakarta?
10
relasi
antar
komite
Hijabers
C. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan Penelitian : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam mengenai : a.
Model relasi dalam Hijabers Community Yogyakarta.
b.
Peran relasi bagi komite Hijabers Community Yogyakarta dan bagi komunitas itu sendiri.
c.
Dinamika psikologis relasi antar komite Hijabers Community Yogyakarta.
2. Manfaat penelitian : Penelitian ini diharapkan akan memiliki kemanfaatan sebagai berikut : -
Manfaat Teoritis : a. Hasil
Penelitian
sumbangan
ini
dalam
diharapkan mempertajam
dapat ilmu
memberikan Psikologi,
khususnya Psikologi Sosial terkait dengan relasi sosial dalam sebuah komunitas. b. Diharapkan dapat memperkaya kajian – kajian mengenai komunitas, dan relasi interpersonal.
11
-
Manfaat Praktis : a. Memberi masukan bagi anggota Hijabers Community agar dapat mengembangkan komunitasnya. b. Sumbangan keilmuan yang dapat berarti bagi peneliti yang memiliki ketertarikan tentang isu – isu komunitas dan relasi interpersonal.
D. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya Penelitian dengan judul kajian fenomenologis relasi anggota Hijabers Community di bidang psikologi, sepengetahuan peneliti belum ada. Namun terdapat beberapa penelitian yang mengkaji mengenai Hijabers community ini di bidang
komunikasi,
yang
pertama
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Kusumawardhani (2012) dengan judul : Efektivitas Strategi komunikasi Komunitas Hijabers Semarang Terhadap Sikap Mahasiswi Fisip Undip Untuk Menggunakan Jilbab. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan analisis regresi linier sederhana.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana efektivitas strategi komunikasi Hijabers community Semarang terhadap sikap mahasiswi Fisip Undip untuk menggunakan jilbab. Hasil dari penelitian ini adalah efektivitas strategi komunikasi benar-benar berpengaruh secara signifikan terhadap sikap mahasiswi menggunakan jilbab. Penelitian kedua dilakukan oleh Budi (2013) dengan judul Strategi komunikasi hijabers community regional yogyakarta dalam menarik minat penggunaan hijab ”ala hijabers”. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif deskriptif. Tujuan penelitian untuk mengetahui
12
bagaimana strategi komunikasi yang digunakan dari hijabers community regional Yogyakarta dalam menarik minat penggunaan hijab “ala hijabers”, bagaimana efektivitas komunikasi yang dilakukan hijabers community regional Yogyakarta sehingga
menciptakan
perubahan
minat
pada
pengguna
hijab
mode
konvensional menjadi “ala hijabers”. Serta mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan munculnya ketertarikan terhadap penggunaan hijab “ala hijabers”. Hasil dari penelitian ini adalah
Hijabers community belum seutuhnya
menggunakan strategi komunikasi, karena tidak mempunyai landasan yang terstruktur dalam hal pemilihan media dan audiens serta dalam proses evaluasi. Akan tetapi, proses yang terjadi telah berhasil mengubah minat masyarakat untuk merubah penggunaan hijab dari konvensional menjadi “ala hijabers”.
13