BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini sangat memberi berbagai dampak, baik itu dampak positif maupun negatif. Beruntungnya kita hidup di zaman ini adalah adanya berbagai kemajuan dalam berbagai bidang seperti di bidang kesehatan seperti banyaknya metode pengobatan, farmasi dan lainnya yang mempermudah
tenaga
kesehatan
dalam
menangani
pasiennya,
dan
meminimalkan tingkat kesakitan pasien, kemajuan teknologi yang membuat aktivitas penggunanya menjadi lebih mudah, seperti adanya handphone, surat kabar elektronik, transportasi dan lain sebagainya. Perkembangan ini tidak hanya membuat dampak positif namun ada juga dampak negatifnya seperti banyaknya pembangunan, peridustrian, pembuatan inovasi pasti butuh ruang yang banyak dan menghasilkan limbah yang juga tidak sedikit, beberapa hal tersebut membuat lingkungan menjadi tercemar, tingkat ozon naik hingga 73%, kenaikan yang terjadi ini memperburuk kualitas udara, banyaknya polusi sehingga
menyebabkan
masalah
pernapasan
orang
banyak
yang
memungkinkan dalam dekade berikutnya akan memiliki efek yang merugikan kesehatan seperti penyakit yang mengganggu pernapasan khususnya asma. Asma adalah penyakit inflamatori kronis saluran napas yang ditandai dengan simtom variabel dan berulang, obstruksi udara reversibel dan bronkospasm. Simtomnya meliputi mengi, batuk, sesak napas, dan sesak dada. Secara klinis, asma diklasifikasikan menurut : frekuensi simtom, volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1) dan laju aliran ekspirasi puncak (APE). Asma juga dapat diklasifikasikan sebagai : asma atopik (ekstrinsik) atau asma non atopik (instrinsik) (Andri P, 2012). Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di seluruh dunia. Prevalensi asma telah meningkat secara signifikan sejak 1970-an. Pada 2010, ada sekitar 300 juta yang mengidap asma di seluruh dunia. Pada tahun 2009 asma telah menyebabkan 250.000 kematian secara global (Andri P, 2012). Menurut laporan WHO (World Health Organization) tahun 2013, saat
1
2
ini sekitar 235 juta penduuk dunia terkena penyakit asma. BRFSS (behavioral Risk Factor Surveillance Survey) tahun 2002 – 2007 melaporkan di florida prevalensi asma dewasa sebanyak 10,7% (BFRSS, 2008). Asma menurut survey kesehatan rumah tangga (SKRT) 1986 menduduki urutan kelima dari 10 penyebab kesakitan (PDPI, 2006). Penderita asma di Indonesia sebesar 7,7% dengan rincian laki-laki 9,2% dan perempuan 6,6% (PDPI, 2006). Pada asma orang sering menilai bahwa penyakit tersebut dikarenakan kurangnya oksigen yang maasuk sehingga mereka mengira inspirasi mereka lah yang terbatas, namun sebenarnya pada penderita asma, ekspirasi mereka lah yang menurun sehingga menyebabkan banyaknya udara yang terjebak di alveoli dan semakinmemperparah gejala asma tersebut. Hal ini dapat diketahui melalui pemeriksaan arus puncak ekspirasi. Arus puncak ekspirasi adalah laju aliran maksimum yang dihasilkan selama pernafasan kuat, mulai dari inflasi paru-paru penuh. laju aliran puncak terutama mencerminkan aliran saluran udara yang besar dan tergantung pada upaya kekuatan otot pasien. Pada orang asma, saat nilai APE menurun maka hal ini menunjukkan keadaan seseorang tersebut sedang dalam eksaserbasi atau tanda awal dari eksaserbasi. Hal ini menunjukkan adanya obstruksi saluran pernapasan yang apabila dibiarkan atau tidak dikontrol maka akan menyebabkan udara yang terjebak di paru akan bertambah sehingga pertukaran gas di alveoli akan terganggu, hal ini akan menimbulkan efek buruk pada jantung, otot pernapasan lelah (fatigue) dan selanjutnya terjadi gagal napas. Walaupun asma merupakan penyakit reversibel yang tidak bisa di hilangkan namun bisa di kurangi gejala dan tingkat kekambuhannya. Banyaknya angka kejadian baik di Indonesia maupun di seluruh negara, maka banyak penelitian yang telah dilakukan tentang penyakit ini, mencari cara yang efektif untuk mengurangi tingkat kekambuhannya, kualitas hidup penderitanya dan lain sebagainya. Penanganan asma biasanya menggunakan penggunaan obat obatan atau farmakoterapi seperti kortikosteroid dan inhalan beta-2 agonis shortacting, misalnya salbutamol. Walaupun kebanyakan penanganan dengan menggunakan obat, tapi fisioterapi memiliki peran untuk menangani penyakit ini. Dan menurut PERMENKES RI nomor 65 tahun 2015, pasal 1 ayat 2
3
tentang penyelenggaraan pekerjaan dan praktik fisioterapis dicantumkan bahwa : Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan mneggunakan penanganan
secara
manual,
peningkatan
gerak,
peralatan
(fisik,
elektroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi dan komunikasi. Adapun peran penting fisioterapi dalam penanganan asma dapat melalui rehabilitatif seperti penggunaan nebulizer, chest fisioterapi dan lainnya untuk memulihkan sesak napasnya, mendrainase sputumnya dll, maupun preventif seperti mengajarkan senam asma dan latihan pernapasan lainnya guna mengurangi tingkat kekambuhan asma dan gejalanya. Salah satu terapi yang bisa diandalkan dalam penanganan asma
yaitu salah satunya dengan
menggunakan buteyko breathing technique dan pursed lip breathing technique yang pernah diteliti dan teruji keefektifannya. Buteyko breathing technique merupakan sistem latihan pernapasan dan perubahan perilaku yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesehatan dengan mengubah keseimbangan oksigen dan karbondioksida dalam udara yang di hembuskan (cowie et al, 2008). Konsep buteyko memahami secara fisiologis bahwa dasar penyebab dari penyakit asma adalah kebiasaan bernapas secara berlebihan yang tidak disadari sehingga menyebabkan defisiensi oksigen, maka dengan dilakukannya teknik pernapasan buteyko ini bertujuan mengatasi masalah penurunan kadar CO2 agar kembali pada kadar normal sehingga akan terjadi efek relaksasi pada otot polos bronkus dan terbukalah jalan napas (Dupler,2012). Sedangkan Pursed lip breathing ialah latihan pernapasan yang bertujuan untuk mengeluarkan udara (ekshalasi secara lambat melalui mulut dengan bibir mengerucut atau seperti bersiul), latihan pernapasan ini terdiri dari latihan dan paktik pernapasan yang dimanfaatkan untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol, efisien dan mengurangi kerja bernapas (smeltzer&bare, 2013). Pernapasan dengan bibir yang dirapatkan dapat memperbaiki transfer O2 yang membantu menurunkan pengeluaran udara yang terjebak, sehingga dapat mengontrol ekspirasi dalam memfasilitasi pengosongan alveoli secara
4
maksimal (Aini, 2008). Cara itu diharapkan dapat menimbulkan tekanan saat ekspirasi sehingga aliran udara melambat dan meningkatkan tekanan dalam rongga perut yang diteruskan sampai bronkioli sehingga kolaps saluran napas saat ekspirasi dapat dicegah. Penggunaan kedua perlakuan tersebut sama-sama bertujuan untuk meningkatkan Arus Puncak Ekspirasi (APE) pada penderita asma, dengan menggunakan alat peak flow meter. Peak Flow meter adalah suatu alat yang sederhana, ringkas, mudah dibawa, murah serta mudah penggunaannya. Alat ini berfungsi sebagai pemeriksaan Arus Puncak Ekspirasi (APE). Alat ini akan menunjukkan angka berapa cepat udara dikeluarkan dari paru, artinya kalau semakin lambat, maka orang tersebut makin sesak. Pemeriksaan APE dapat dilakukan oleh pasien asma setiap hari sebelum tidur. Hal ini menjadi sangat penting untuk mengetahui dan mencegah asma sedini mungkin. Katakanlah angka yang biasa didapatnya setiap malam adalah 300, bila di suatu malam angkanya turun menjadi 200, walaupun ia belom sesak, maka secara objektif ia akan tahu bahwa asmanya sedang memburuk dan bukan tidak mungkin keesokan paginya serangan asma akan datang.
B. Identifikasi Masalah Asma merupakan gangguan saluran napas dengan ditandai adanya sesak napas, mengi dan hypersekresi mukus. Asma termasuk lima besar penyebab kematian di dunia. Sementara di Indonesia, penyakit ini masuk dalam sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian. prevalensi asma berdasarkan usia 25-34 memiliki nilai prevalensi tertinggi, Hal ini tentunya akan menggangu produktivitas dan aktivitas belajar sehari-hari (Sigit, 2010). Prevalensi yang tinggi menunjukkan bahwa pengelolaan asma belum berhasil. Berbagai faktor menjadi sebab dari keadaan yaitu berbagai kekurangan dalam hal pengetahuan tentang asma, melakukan evaluasi setelah terapi, sistimatika dan pelaksanaan pengelolaan, upaya pencegahan dan penyuluhan dalam pengelolaan asma. Mengingat hal tersebut, pengelolaan asma yang terbaik haruslah dilakukan sejak dini dengan berbagai tindakan pencegahan agar penderita tidak mengalami serangan asma.
5
Maka untuk mengurangi problem asma tersebut diadakan upaya pemulihan dalam pernapasan dan pencegahannya. Salah satu caranya yaitu dengan buteyko breathing technique dan atau pursed lip breathing technique, dimana keduanya merupakan latihan pernapasan yang sama sama berpengaruh terhadap peningkatan APE namun dengan cara dan metode yang berbeda. APE (Arus Puncak Ekspirasi) merupakan nilai yang diambil dari alat peak flow meter yang menunjukkan seberapa cepat udara yang dikeluarkan dari paru. APE menjadi penting dan perlu diperhatikan pada penderita asma karena APE merupakan parameter untuk menentukan fungsi paru , apakah sedang bekerja dengan baik atau tidak, sehingga dapat di tentukan gangguan, klasifikasi dan tingkat keparahan asma yang sedang di alami si penderita. Nilai APE ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,seperti misalnya posisi tubuh, usia, kekuatan otot-otot pernapasan serta jenis kelamin. Buteyko breathing technique merupakan latihan pernapasan yang berpaham bahwa pentingnya kadar CO2 yang cukup untuk paru-paru. Jika CO2 rendah, maka akan terjadi reaksi kimia yang membuat sel darah sulit melepaskan O2 kedalam jaringan tubuh, akibatnya jaringan tubuh akan kekurangan O2. Jaringa O2 yang kekurangan O2 akan terganggu sehingga membuat urat urat halusnya akan mengejang dan membuat saluran udara akan mengkerut dan menimbulkan sesak napas serta penyumbatan pembuluh darah. Dulu, udara yang kita hirup mengandung lebih dari 20% CO2, namun sekarang dengan banyaknya bangunan dan perindustrian serta asap yang dikeluarkan oleh kendaraan semakin meningkat menyebabkan hanya sekitar 0,03% yang terhirup (Vitahealth, 2006). Oleh karena itu metode ini mengedukasi untuk memenuhi sendiri CO2 yang kurang tersebut dengan membentuknya dikantong udara dalam paru-paru. Sedangkan Pursed Lip Breathing Technique merupakan latihan pernapasan yang biasa dikombinasikan dengan diapraghma breathing yang bertujuan untuk mengeluarkan udara (ekshalasi secara lambat melalui mulut dengan bibir mengerucut atau seperti bersiul), selama pursed lip breathing tidak ada aliran udara pernapasan yang terjadi melalui hidung karena sumbatan involunter dari nasofaring oleh palatum lunak.
6
Pada pemaparan diatas, penulis ingin mengetahui apakah ada perbedaan antara perlakuan buteyko breathing technique dengan perlakuan menggunakan pursed lip breathing technique dalam meningkatkan APE pada penderita asma.
C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah Buteyko Breathing Technique dapat meningkatkan APE pada penderita asma? 2. Apakah Pursed Lip Breathing Technique dapat meningkatkan APE pada penderita asma? 3. Adakah perbedaan antara Buteyko Breathing Technique dengan Pursed Lip Breathing Technique dalam peningkatan APE pada penderita asma?
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui perbedaan efek Buteyko Breathing Technique dengan efek pursed lip breathing dalam meningkatkan APE pada penderita asma 2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui efek Buteyko Breathing Technique terhadap peningkatan APE pada penderita asma. b. Untuk mengetahui efek Pursed Lip Breathing Technque terhadap peningkatan APE pada penderita asma
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi Pendidikan Memberikan informasi tentang penanganan Asma yang dapat digunakan sebagai referensi maupun dijadikan sumber referensi untuk pelayanan kesehatan.
7
2. Manfaat bagi peneliti a. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dengan mengkaji dan mengembangkan teori-teori yang telah diperoleh. b. mengetahui manfaat dari intervensi yang diberikan pada penderita asma bronkial. 3. Manfaat bagi fisioterapis Dapat dijadikan bahan masukan dalam menentukan intervensi yang terkait dengan kasus asma.