BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Persepakbolaan di Indonesia mulai terlihat, ditandai dengan berdirinya Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) pada tahun 1930 di Yogyakarta yang ketika itu diketuai oleh Soeratin Sosrosoegondo (http://www.pssi football.com/id/view.php?page=pssi diakses Selasa, 5 juli 2011). Saat ini PSSI di ketuai oleh Nurdin Halid, selama kepemimpinanya banyak menimbulkan pro dan kontra. Ada berbagai hal yang menyebabkan jebloknya prestasi nasional. Pertama, pelaksanaan kompetisi yang carut marut. Hal ini ditandai dengan jadwal kompetisi yang sering kali berubahubah. Hal ini tentu saja menunjukan ketidakprofesionalismenya institusi PSSI sebagai otoritas sepak bola tertinggi. Bagi klub, perubahan jadwal kompetisi acapkali membuat klub harus merogoh dana lebih dalam untuk membiayai kesebelasannya bertanding di Liga Indonesia. Kedua, regulasi yang acapkali berubah-ubah. Ini menunjukan ketidakmampuan PSSI dalam menegakan aturan secara konsisten. Salah satu petanda yang jelas dari hal ini adalah pelaksanaan promosi dan degradasi yang sering kali tidak konsisten. PSSI melalui Badan Liga Indonesia (BLI) maupun Badan Liga Amatir Indonesia (BLAI) sering kali mengubah aturan promosi dan degradasi, sebagaimana yang terjadi pada kompetisi divisi 1 tahun 2010. PSSI secara sepihak menyatakan bahwa klub-klub yang berlaga
1
2
dalam putaran final Divisi 1 otomatis lolos ke Divisi Utama. Padahal aturan sebelumnya menyebutkan bahwa hanya tim empat besar yang lolos ke Divisi Utama. Ketiga, maraknya praktek suap dan pengaturan skor dalam kompetisi di Indonesia di berbagai level kompetisi. Bahkan yang lebih ironis lagi, santer terdengar bahwa praktek suap ini menggunakan uang rakyat yang dikorupsi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Memang, penggunaan APBD dalam sepak bola profesional di Indonesia merupakan ironi yang menyedihkan. Uang rakyat digunakan untuk membiayai tim berlaga di kompetisi yang konon oleh PSSI disebut sebagai kompetisi profesional. Padahal hakikat kompetisi profesional adalah kompetisi sepak bola yang dikelola dengan prinsip manajemen modern, dengan kata lain sepak bola diposisikan sebagai sebuah industri. Pada kenyataanya, kompetisi paling tinggi di tubuh PSSI, Liga Super Indonesia (ISL) masih dikelola secara amatir. Dana APBD tersedot oleh klub-klub yang berlaga di liga ini. Keempat, pembinaan pemain yang tidak dikelola dengan baik. Kompetisi di bawah umur di lingkungan PSSI tidak berjalan dengan baik. Bandingkan dengan Italia yang berhasil mendidik pemain mudanya melalui primavera, yang di tahun 1990-an pernah juga diikuti oleh pemain-pemain muda Indonesia. Bima Sakti, Kurniawan, Bejo Sugiantoro dan Anang Ma‟ruf adalah beberapa pemain yang dihasilkan oleh program pengiriman pemain muda Indonesia untuk berlatih di Italia pada dekade tersebut.
3
Dari berbagai hal tersebut di atas, PSSI dibawah kepemimpinan Nurdin Halid menjadi kambing hitam yang dianggap menjadi faktor utama jebloknya prestasi timnas Indonesia. Gelombang demonstrasi menuntut pengunduran diri Nurdin Halid dari pencalonannya sebagai ketua umum PSSI bergema di berbagai daerah. Bahkan, suporter dari berbagai kota menyerbu kantor PSSI di kawasan Senayan (Koran Merapi, 10/01/11) Bentuk protes suporter bisa kita simak dalam foto berikut: Gambar I.1 Aksi Protes
Para
soporter
Persebaya
1927
(salah
satu
peserta
LPI)
membentangkan rangkaian huruf yang bertuliskan kecaman“Go to Hell Nurdin”. Gambar I.2 Ronaldikin Protes Sumber: Jawa Pos (25/02/11)
4
Dalam gambar diatas, digambarkan sosok ronaldikin yang sedang melakukan protes dengan menenteng kaos yang bertuliskan “Kami tidak takut NH”. NH adalah inisial dari Nurdin Halid. Ronaldikin dikenal sebagai orang yang mirip dengan pemain sepak bola dunia yaitu Ronaldinho. Ronaldikin meminta dengan tegas Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) agar serius
dalam
menangani
persepakbolaan
di
Indonesia
(http://www.republika.co.id/berita/sepakbola/liga-dunia/10/12/17/152859ronaldikin tuntut-pssi diakses Sabtu 29 Oktober 2011diakses Sabtu 29 Oktober 2011). Hal ini menjadi sebuah sindiran bagi PSSI, bahwa seorang yang mirip Ronaldinho, bintang sepak bola dunia pun juga ikut dalam aksi protes menentang keberadaan Nurdin Halid di PSSI. Kementerian olahragapun ikut dalam permasalahan PSSI. Hal ini bisa di simak dalam kutipan berita berikut : ”Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) mendapat serangan beruntun dari berbagai pihak. Setelah”dilawan” Menpora dan Mabes Polri terkait Liga Primer Indonesia (LPI), kemarin (7/1) Organisasi pimpinan Nurdin Halid itu di bidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Lembaga antikorupsi itu akan mengusut pengelolaan dana PSSI yang bersumber dari APBN dan APBD. KPK juga telah memebentuk tim khusus yang menelusuri dan mengkaji danan tersebut.” (Jawa Pos. 08/01/11) Ketidak beresan PSSI membuat banyak pemerhati sepak bola prihatin. Oleh sebab itu muncullah Liga Primer Indonesia (LPI). LPI adalah kompetisi sepak bola antar klub profesional di Indonesia yang diselenggarakan sejak 2011. LPI diselenggarakan oleh PT Liga Primer Indonesia yang dimotori oleh pengusaha Arifin Panigoro. LPI tidak berafiliasi dengan PSSI, sehingga
5
menjadi ajang tandingan terhadap Liga Super Indonesia yang diselenggarakan oleh PSSI. Oleh PSSI, LPI dianggap sebagai organisasi dengan kompetisi yang ilegal karena tidak berada di bawah naungan AFC (Asian Football Confederation) dan FIFA (International Federation of Association Football). Karena tidak direstui PSSI, LPI menghadapi berbagai kontroversi terkait rencana penyelenggaraannya, diantaranya dasar hukum, ancaman PSSI terhadap klub, pemain, pelatih, dan perangkat pertandingan, serta perizinan Polri. Hal ini bisa di simak dalam kutipan berita berikut : ” Sementara itu, soal kasus tiga klub yang menyebrang ke LPI, PSSI sudah menyiapkan sanksi tegas. Sebab, langkah mereka dianggap sebagai pelanggaran terhadap regulasi olahraga yang tertuang pada pasal 51 Bab IX UU no. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Tenang sanksi, PSSI belum bisa memberikan keputusan tegas. Penyebabnya, tiga klub yang menyatakan mundur dari ISL (Persibo, Persema, dan PSM) belum terbukti bermain diluar kompetisi yang diakui PSSI,” Tunggu saja tanggal mainya. Kalau mereka memang tampil, baru kami umumkan sanksi. Dalam surat pengunduran diri, kan tidak di jelaskan akan kemana,” papar Sekjen PSSI Nugraha Besoes. ”(Jawa Pos. 04/01/11) LPI tidak takut dengan ancaman dari PSSI, bahkan masyarakat dan pemerintah mendukung. LPI memberikan kompetisi yang profesional, dengan sistem pertandingan yang rapi dan tidak memberatkan pemerintah daerah karena dananya digunakan untuk membiayai klub. Bentuk dukungan pemerintah kepada LPI ini bisa simak dalam kutipan berita berikut : ”Kali ini Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) benar-benar harus berhadapan dengan dua institusi besar soal polemik Liga Primer Indonesia
6
(LPI). Setelah menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Mallarangeng berani ”pasang badan” mendukung kompetisi yang disebut ilegal oleh otoritas sepak bola nasional itu, kemarin (6/1) giliran Mabes Polri memberikan izin resmi untuk laga perdana liga anyar tersebut. Bentuk izin yang dikeluarkan adalah untuk keramaian umum pertandingan LPI ” (Jawa Pos. 07/01/11) Media massa, baik cetak (surat kabar, majalah, tabloid dan lain-lain) maupun media elektronik (televisi, radio, internet dan lain-lain) saling bersinergi sekaligus bersaing dalam memberikan informasi. Hal ini membuat pengusaha media massa dituntut untuk dapat mengemas produk informasinya menjadi lebih canggih lagi. Ini dapat kita lihat pada penyajian berita dalam surat kabar, majalah, dan siaran-siaran televisi, isinya tidak sekedar berita langsung (straight news) saja tetapi sudah merambah ke debt news, investigative news, dan sebagainya. Pemberitaan media massa yang melaporkan dan mengulas berbagai berita tentang LPI dan PSSI berdampak sangat signifikan terhadap terbentuknya opini publik. Menurut Manajer Pemasaran Arsenal Chris Bevan, jumlah penggemar sepak bola di Indonesia jumlahnya mencapai 52 juta orang (http://nasional.kompas.com/read/2009/04/16/0303219/
“Indonesia
Pasar
Paling Potensial” diakses Sabtu 29 Oktober 2011) . Dengan penggemar bola yang begitu banyak tentu media massa tidak sekedar memberi informasi, tetapi juga seringkali menjadi faktor pendorong terbentuknya opini publik. Media massa menyediakan wacana dan kerangka referensi yang oleh pembaca
kemudian
dijadikan
pandangannya tentang suatu hal.
sebagai
bahan
untuk
meneguhkan
7
Penulis meneliti salah satu media surat kabar yang populer di Indonesia. Media yang penulis maksud adalah surat kabar Jawa Pos. Jawa Pos adalah surat kabar harian yang berpusat di Surabaya, Jawa Timur. Jawa Pos merupakan harian terbesar di Jawa Timur, dan merupakan salah satu harian dengan oplah terbesar di Indonesia. Jawa Pos merupakan satu-satunya media cetak yang mendapat anugerah Superbrands Award dari Superbrands Organization sebagai koran paling populer dan tepercaya periode 2010-2011 (Jawa Pos. 10/12/10). Jawa Pos juga menjadi surat kabar dengan pembaca nomor satu di Indonesia versi AC Nielsen, Jawa Pos mendapat anugerah sebagai koran paling favorit anak muda (Jawa Pos.6/5/11). Jawa Pos sangat mendukung kegiatan-kegiatan olahraga di Indonesia. Jawa Pos mempelopori DBL (DetEksi Basketball League) yang kemudian menjadi Development Basketball League. Yakni kompetisi basket pelajar SMA dan SMP terbesar di Indonesia yang mencakup 23 kota se-Indonesia. Jawa Pos melalui DBL nya juga mengelola kompetisi basket tertinggi di Indonesia
yaitu,
National
Basketball
League
(NBL)(
http://www.jawapos.com/ diakses 13 Maret 2011). Pada 2003, Jawa Pos menjadi koran pertama yang memiliki seksi khusus olahraga yang bernama Sportainment terbit 8 halaman setiap hari dan memuat olahraga lokal di setiap radarnya. Tidak ada koran lain di Indonesia yang memiliki halaman olahraga sebesar Jawa Pos (Sumber : Koran Jawa Pos). Pada Piala Dunia 2010, koran Jawa Pos menerbitkan majalah panduan Piala Dunia berjudul Jawa Pos Group World Cup Guide 2010.
8
Dalam sejarahnya, Jawa Pos merupakan media yang memberikan perhatian besar terhadap Piala Dunia. Sejak 1986, Jawa Pos menyajikan halaman maupun liputan khusus sehingga pembaca memperoleh informasi lengkap seputar even olahraga terbesar dunia itu. Jawa Pos juga senantiasa mengirimkan para peliput untuk memberikan kisi-kisi lain yang mungkin tidak terdapat di media lain (Jawa Pos, 24 januari 2010). Dalam rentang waktu Januari 2011 hingga Maret 2011, Surat Kabar Jawa Pos sangat intens memberitakan LPI dan PSSI karena dalam rentang waktu itu terdapat dua peristiwa penting yaitu : 1) Bergulirnya kompetisi perdana Liga Primer Indonesia. ”Pembukaan Liga Primer Indonesia (LPI) 2011 kemarin(8/1) berlangsung meriah. Stadion Manahan Solo menjadi saksi gegap gempitanya para penonton yang diperkirakan berjumlah 22 ribu orang . Hal itu membuat stadion terisi penuh.” (Jawa Pos.09/01/11) Kompetisi LPI bergulir ketika permasalahan pro dan kontra LPI masih diperdebatkan. 2) Pada bulan Maret PSSI mengadakan kongres untuk menentukan ketua umum dan wakilnya, yang kemudian mengundang berbagai reaksi baik pemerintah maupun masyarakat terhadap pelaksanaan kongres itu. ”Nurdin Halid dkk terus mencari celah untuk berkelit lagi. Pernyataan Presiden FIFA Sepp Blatter bahwa eks narapidana tidak boleh maju dalam pemilihan ketua umum (Ketum) PSSI 2011-2015 tidak digubris.”(Jawa Pos.09/02/11) Jawa Pos sebagai bagian dari media massa tentunya sangat berperan dalam penyampaian informasi tentang olahraga di Indonesia khususnya
9
sepakbola. Dengan memberikan porsi halaman olahraga sebanyak delapan halaman, tentunya penyampaian pesan dalam hal ini berita tentang persepakbolaan Indonesia memberikan pengaruh yang besar. Pers di dalam pembangunan mempunyai fungsi pokok sebagai penyebat luasan informasi, penyebar luasan hasil pembangunan sebagai barometer dan menggairahkan partisipasi masyarakat (Hamzah, 1987:5). Hal ini menunjukkan kekuatan pers dalam melakukan advokasi dan menciptakan isu-isu politik. Karena itu tidak mengherankan bila pers sering ditakuti, atau malah "dibeli" oleh pihak yang berkuasa. Penulis melihat bahwa terdapat hubungan antara media massa, dalam hal ini Surat Kabar Jawa Pos dalam menyajikan pemberitaannya terkait dengan PSSI dan LPI, sehingga dapat di jadikan sebuah penelitian. Penelitian ini berfokus kepada pemberitaan LPI dan PSSI. Penulis hendak mencari tahu tentang frame dari pemberitaan dari LPI dan PSSI, berita itu nantinya dianalisis dengan mentode analisis framing dengan menggunakan pendekatan William A. Gamson dan Modigliani Penelitian yang relevan diperlukan untuk mempertajam penelitian yang akan dilakukan selanjutnya. Adapun penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah: LPI dan PSSI dalam teks berita Kompas dan Jawa Pos (Studi Analisis Isi Kuantitatif Tentang Dukungan Surat Kabar Kompas dan Jawa Pos terhadap LPI dan PSSI periode 1 Desember 2010-31 Januari 2011) yang pernah dilakukan oleh Putri Arini Fachriati mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UNS tahun 2011.
10
Dalam penelitian tersebut subjek yang diteliti sama dengan yang dikerjakan penulis akan tetapi berbeda dalam penggunaan alat analisinya, yaitu menggunakan analisis isi kuantitatif dan periode Surat Kabar yang dilakukan. Dalam penelitian lain Desi Yoanita melakukan penelitian dengan judul Analisis Framing Pemberitaan Tsunami di Harian Kompas dan Jawa Pos tahun 2004 Universitas Kristen Petra Surabaya. Penelitian menggunakan analisis framing dengan model Zhodang pan dan Konsicki dengan subjek yang hampir sama yaitu harian Jawa Pos namun berbeda dalam hal objek penelitiannya yaitu, bagaimana Harian Jawa Pos dan Kompas dalam memberitakan Stunami. Penelitian yang lain oleh Hary Purnomo Hidayat dalam Wacana Kemenangan Obama dalam Pilpres AS 2008 (Analisis Wacana Opini Kemenangan Obama dalam Pilpres Amerika 2008 di Rubrik Opini Harian Jawa Pos periode 5 November 2008 – 5 Janauari 2009). Penelitian tersebut
membahas tentang bagaimana wacana kemenangan Obama pada Pemilu Presiden Amerika disajikan dalam artikel opini Harian Jawa Pos. Setelah melewati proses panjang, Barrack Husein Obama Jr, capres dari Partai Demokrat berhasil terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat ke-44. Objek yang digunakan sama dengan yang diteliti penulis yaitu, Harian Jawa Pos namun berbeda penggunaan metode analisismya..
Dengan melihat penelitian-penelitian terdahulu yang relevan, penulis melihat frame tentang LPI dan PSSI di Surat Kabar Jawa Pos menarik untuk diteliti karena belum ada penelitian sejenis yang mengangkat LPI dan PSSI
11
sebagai subjek penelitian dan di teliti menggunakan analisis framing dengan pendekatan William A. Gamson dan Modigliani.
B. PEMBATASAN MASALAH Pembatasan masalah diperlukan agar tidak meluasnya permasalahan yang ada. Pembatasan masalah yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Media massa yang akan diteliti adalah surat kabar harian Jawa Pos
2.
Aspek yang akan diteliti hanya tentang pemberitaan Liga Primer Indonesia dan PSSI periode Januari 2011-Maret 2011.
C. RUMUSAN MASALAH Bagaimanakah frame surat kabar Jawa Pos dalam memberitakan Liga Primer Indonesia dan PSSI periode Januari 2011-Maret 2011?
D. TUJUAN PENELITIAN Untuk mengetahui bagaimana frame pemberitaan Liga Primer Indonesia dan PSSI dalam surat kabar Jawa Pos periode Januari 2011– Maret 2011.
E. MANFAAT PENELITIAN 1.
Manfaat teoritis
12
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk penelitian mengenai media secara lebih mendalam dan dapat digunakan sebagai bahan acuan teori-teori komunikasi dan menjadi referensi penelitian lain yang sejenis. 2.
Manfaat praktis a. Jawa Pos Dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan evaluasi dan pengambilan kebijakan atas materi yang disajikan. b. Umum Menambah
pengetahuan
masyarakat
khususnya
pembaca
melihat surat kabar dalam membingkai sebuah berita.
F. TINJAUAN PUSTAKA 1.
Komunikasi Massa Definisi komunikasi massa adalah kumunikasi dari seseorang atau kelompok orang melalui alat pengirim (medium) kepada khalayak atau pasar (Biagi, 2010:9). Komunikasi massa dapat diartikan dalam dua cara, yakni, pertama, komunikasi oleh media, dan kedua, komunikasi untuk massa (Rivers, 2003:18). Komunikasi massa tidak berarti komunikasi untuk setiap orang. Media tetap cenderung memilih khalayak, dan demikian pula sebaliknya khalayak pun meilih-milih media. Dalam bukunya yang berjudul Mass Communication An Introduction sebagaimana dikutip oleh Sasa Djuarsa Sendjaja, Bitter mengatakan,
13
"Komunikasi massa adalah pesan-pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang" (Sendjaja , 2004:73). Karakteristik Komunikasi Massa menurut Rivers di dalam bukunya adalah: a) Sifatnya satu arah b) Selalu ada proses seleksi c) Dapat menjangkau khalayak secara luas d) Meraih khalayak sebanyak mungkin e) Komunikasi di lakukan oleh institusi sosial yang harus peka terhadap kondisi lingkunganya Sumber: Rivers (2003:19) Sekarang ini kita tidak bisa lagi menyamakan”komunikasi massa” atau ”media massa” dengan “jurnalisme” (Rivers, 2003:18). Setiap komunikasi membutuhkan medium atau sarana pengirim pesan. Saat ini komunikasi massa merujuk ke keseluruhan institusi yang merupakan pembawa pesan, yaitu koran, majalah, stasiun pemancar, yang mampu menyampaikan pesan-pesan ke jutaan orang secara serentak (Rivers, 2003:18) Menurut Biagi, terdapat enam istilah kunci yang digunkan para cendekiawan untuk menggambarkan proses komunikasi massa, yaitu pengirim (sender), pesan (message), penerima (reciever), saluran (channel), umpan balik (feedback), dan suara (noise). Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan dalam ilustrasi berikut :
14
Bagan I.1 Ilustrasi Unsur-Unsur Komunikas Massa Sumber: Modifikasi penulis dari Biagi (2010:10) Suara
Pesan
Sumber
Suara
Umpan Balik
Penerima
Keterangan: Sumber (pengirim) menaruh pesan dalam sebuah saluran(medium) yang mengirim pesan tersebut ke penerima. Umpan balik muncul ketika si penerima membalas, dan balasan tersebut mengubah pesan berikutnya dari sumber. Suara (seperti statis atau sambungan yang turun) dapat mengganggu atau mengubah pesan selama pengiriman (Biagi, 2010:10). Macam-macam dari media massa menurut Biagi dibagi menjadi delapan, yaitu : a) Buku b) Surat Kabar c) Majalah d) Rekaman e) Radio f) Film g) Televisi h) Internet Sumber : Biagi ( 2010:11)
15
Dalam komunikasi massa terdapat model dasar dalam menyajikan komunikasi . Komunikasi disajikan sebagai sebuah proses sederhana. Salah satunya Model Shannon dan Weaver (1949). Di dalam model Shannon dan Weaver dapat dilihat melalui gambar di bawah ini : Bagan I.2 Model Komunikasi Shannon dan Weaver
Sumber infomasi
transmitter
Sinyal yang diterima
sinyal
reciever
Sumber gangguan
Sumber: Fiske (2004:14) Shannon dan Weaver mengidentifikasi tiga level masalah dalam studi komunikasi. Hal itu adalah: Level A= Bagaimana simbol-simbol komunikasi dapat ditransmisikan secara akurat Level B= Bagaimana simbol-simbol yang ditransmisikan secara persis menyampaikan makna yang diharapkan Level C=
Bagaimana makna yang diterima secara efektif
mempengaruhi tingkah laku dengan cara yang diharapkan Sumber (source) dipandang sebagai pembuat keputusan (decision maker); yakni, sumber memutuskan pesan mana yang akan dikirim, atau cukup menyeleksi salah satu di luar dari serangkaian pesan yang mungkin.
tujuan
16
Pesan yang sudah diseleksi ini kemudian diubah oleh transmiter menjadi sebuah sinyal yang dikirim melalui saluran kepada penerima (Fiske 2004:15). Orang cenderung menggunakan surat kabar, radio, dan telivisi untuk menghubungkan diri sendiri dengan masyarakat, namun menggunakan buku dan film sejenak untuk melarikan diri dari realitas. Orang berpendidikan lebih baik cenderung menggunakan media cetak, mereka yang kurang berpendidikan cenderung ke media elektronik dan visual (Fiske, 2004:31). 2.
Pengertian Jurnalistik Secara etimologis, jurnalistik berasal dari kata journ. Dalam bahasa Perancis, journ berarti catatan atau laporan harian. Secara sederhana jurnalistik diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan pelaporan atau pencatatan setiap hari (Sumadiria, 2008:02). Dalam leksikon komunikasi dirumuskan, jurnalistik adalah pekerjaan mengumpulkan, menulis, menyunting, dan menyebarkan berita dan karangan untuk surat kabar, majalah dan media massa lainya seperti radio dan televisi (Kridalaksana, 1977:44). Menurut Ensiklopedia Indonesia, jurnalistik adalah bidang profesi yang mengusahakan penyajian informasi tentang kejadian dan atau kehidupan sehari-hari (pada hakikatnya dalam bentuk penerangan, penafsiran, dan pengkajian) secara berkala, dengan menggunakan sarana-sarana penerbitan yang ada (Suhandang, 2004:22).
17
Onong Uchjana Effendy mengemukakan, secara sederhana jurnalistik dapat diartikan sebgai teknik mengelola berita mulai dari mendapatkan bahan sampai kepada menyebarluaskannya kepada masyarakat (Sumadiria, 2008:02). Haris Sumadiria mendefinisikan jurnalistik sebagai berikut, Secara
teknis,
jurnalistik
adalah
kegiatan
menyiapkan,
mencari,
mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menyebarkan berita melalui media berkala kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya (Sumadiria, 2008:03). Dilihat dari segi bentuk dan pengelolaanya, jurnalistik dibagi dalam tiga bagian besar: jurnalistik media cetak (newspaper and magazine journalism), jurnalistik media elektronik auditif (radio broadcast journalism), jurnalistik media audiovisual (television journalism). Setiap bentuk jurnalistik memiliki ciri dan kekhasannya masing-masing. Ciri dan kekhasannya itu antara lain terletak pada aspek filosofi penerbitan, dinamika teknis persiapan dan pengelolaan, serta asumsi dampak yang ditimbulkan terhadap khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa. Jurnalistik media cetak dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor verbal dan visual. Verbal, sangat menekankan pada kemampuan kita memilih dan menyusun kata dalam rangkaian kalimat dan paragraf yang efektif dan komunikatif. Visual, menunjuk pada kemampuan kita dalam menata, menempatkan, mendesain tata letak atau hal-hal yang menyangkut segi perwajahan.
18
Dalam prespektif jurnalistik, setiap informasi yang disajikan kepada khalayak, bukan saja harus benar, jelas dan akurat, melainkan juga harus menarik, membangkitkan minat dan selera baca (surat kabar, majalah), selera dengar (radio siaran), dan selera menonton (televisi). 3.
Berita Sebagai Bagian dari Jurnalistik Berita, pada dasarnya adalah laporan dari peristiwa, bukan peristiwa itu sendiri. Menurut Wonohito (1997:12) “News is the timely, concise, accurate report of an event, not the event itself”. Dalam hal ini peristiwa adalah realitas atau fakta yang diliput oleh wartawan yang pada gilirannya akan dilaporkan secara terbuka melalui media massa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa berita di media massa pada dasarnya tidak lebih dari hasil penyusunan realitas-realitas dalam bentuk cerita. Berita merupakan realitas yang telah direkonstruksi (Bonaventura, 2001:169 ). Terdapat dua pandangan yang berbeda dalam melihat konsep berita. Pertama, berita dipandang sebagai hasil konstruksi realitas dari suatu proses manajemen produksi institusi media. Pandangan ini meyakini bahwa berita merupakan cermin dari realitas (mirror of reality). Karenanya, berita harus sama dan sebangun dengan fakta. Sedangkan pandangan yang kedua menyatakan bahwa berita adalah hasil rekonstruksi realitas yang akan melibatkan produksi dan pertukaran makna. Berita yang notabene adalah hasil konstruksi realitas dari sebuah proses manajemen redaksional ternyata tidak selalu menghasilkan makna yang sama sepeti yang diharapkan oleh wartawan dalam diri pembacanya. Berita bisa saja
19
berbeda dengan realitas sosialnya. Berita merupakan hasil rekonstruksi realitas yang subjektif dari proses kerja wartawan. Tuchman mengilustrasikan berita sebagai jendela dunia. Dalam pandangan Tuchman, apa yang kita lihat, apa yang kita ketahui dan apa yang kita rasakan mengenai dunia tergantung pada jendela yang kita pakai. Dalam sebuah berita, jendela itulah yang disebut frame. Jadi, berita di media massa adalah realitas yang diciptakan oleh wartawan lewat konstruksi dan sudut pandang tertentu. Berita merupakan hasil konstruksi sosial di mana selalu melibatkan pandangan, ideologi dan nilai-nilai dari wartawan (Tuchman dalam Eriyanto, 2002:04). Berita merupakan proses aktif dari pembuat berita. Bagaimana peristiwa dibingkai tidak semata-mata disebabkan oleh struktur skema wartawan, melainkan juga rutinitas kerja dan institusi media yang secara tidak langsung mempengaruhi pemaknaan atas sebuah peristiwa. Wartawan hidup dan bekerja dalam suatu institusi media yang mempunyai pola kerja, kebiasaan, aturan, norma, etika dan rutinitas masing-masing. Selain itu, organisasi media juga mempunyai ideologi profesi. Ideologi itulah yang kemudian menjadi acuan dalam proses produksi berita. Tahap awal dari produksi berita adalah bagaimana wartawan mempersepsi peristiwa atau fakta yang akan diliput. Proses seleksi dan sortir yang terjadi dalam sebuah rutinitas kerja keredaksionalan merupakan sebuah bentuk rutinitas organisasi. Setiap hari institusi media secara teratur memproduksi berita, dan proses seleksi itu adalah bagian dari ritme dan
20
keteraturan kerja yang dijalankan setiap hari oleh para awak media. Dalam menentukan sebuah berita, masing-masing media mempunyai standar dan kriteria tertentu. Akibatnya, peristiwa yang ditampilkan di media akan berbeda satu dan lainnya. Ada ukuran-ukuran tertentu yang membatasi sebuah fakta layak ditulis sebagai berita. Hal ini dinamakan nilai berita (news value). Nilai berita menyediakan standar dan ukuran bagi wartawan sebagai kriteria dalam praktik kerja jurnalistik. Masing-masing surat kabar, editor maupun wartawan mempunyai kriteria masing-masing. Jadi, nilai berita tidak lebih daripada asumsi-asumsi intuitif wartawan tentang apa yang menarik bagi khalayak atau apa yang mendapat perhatian mereka (Sumadiria, 2008:80). Namun secara umum, kejadian yang dianggap mempunyai nilai berita dapat ditentukan dari unsur-unsur berikut: 1)
Aktualitas (Timeliness) Timeliness mengacu pada informasi kekinian. Semakin aktual berita,
berarti semakin baru peristiwanya terjadi. Berarti pula semakin tinggi nilai beritanya. Apa saja perubahan penting yang terjadi dan dianggap berarti serta baru merupakan berita. Berita adalah apa yang terjadi hari ini, apa yang masih belum diketahui tentang apa yang akan terjadi hari ini, atau adanya opini berupa pandangan dan penilaian yang berbeda dengan opini sebelumnya sehingga opini itu mengandung informasi penting dan berarti. Aktualitas terbagi dalam tiga kategori, yaitu : a) Aktualitas kalender
21
Aktualitas berita yang mengacu pada hari-hari penting dalam kalender. Semua orang tahu, 21 April Hari Kartini, 2 Mei Hari Pendidikan Nasional, atau 20 Mei Hari Kebangkitan Nasional. Pada hari itu atau beberapa hari menjelang hari-hari itu, pers dan media massa nasional selalu menganggap penting menurunkan tulisan. b) Aktualitas waktu Berita adalah laporan tercepat yang disiarkan surat kabar dan media massa lain seperti radio dan televisi mengenai opini atau fakta, atau keduanya, yang menarik perhatian dan dianggap penting oleh sebagian besar khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa. c) Aktualitas masalah Aktualitas masalah adalah berita kekinian yang berdasar suatu masalah yang semua khalayak penting untuk di
beritakan,
misal
korupsi,
manipulasi,
pencurian,
perampokan, pemerkosaan, merupakan masalah yang dikategorikan tetap dan senantiasa aktual. 2)
Keluarbiasaan (Unusualness) Berita adalah sesuatu yang luar biasa. Dalam pandangan jurnalistik,
berita bukanlah suatu peristiwa biasa. Berita adalah suatu peristiwa yang luar biasa. Di dunia ini, begitu banyak peristiwa yang masuk kategori luar biasa, seperti pesawat terbang meledak di udara, kebakaran yang melahap
22
ratusan rumah di suatu pemukiman, gunung meletus yang menyebabkan puluhan ribu jiwa harus mengungsi, atau kapal tenggelam yang menelan korban ratusan penumpang tewas. Kalangan praktisi jurnalistik menyakini, semakin besar suatu peristiwa, semakin besar pula nilai berita yang ditimbulkanya (Sumadiria, 2008:81). 3)
Kedekatan (Proximity) Peristiwa yang mengandung unsur kedekatan dengan pembaca akan
menarik perhatian. Oleh Steiler dan Lippman, hal ini disebut dengan kedekatan secara geografis. Namun dalam prakteknya, kedekatan ini tidak hanya sebatas pada kedekatan geografis saja, tetapi juga kedekatan emosional.
Misalnya
saat
harian
Jyllands
Posten,
Denmark
memublikasikan dua belas karikatur Nabi Muhammad. Sudah diduga, protes umat Islam tidak perlu ditunggu lama, mengingat adanya larangan menggambarkan Rasulullah dalam Islam (Hikmat dan Purnama, 2005:62). 4)
Orang Penting ( Public Figure, News Maker) News is abaout people. Berita adalah tentang orang-orang penting,
orang-orang ternama, pesohor, selebriti, figur publik. Orang-orang penting, ternama, orang-orang terkemuka, dimanapun selalu menimbulkan berita. Peristiwa video mesum Ariel Peterpan dengan Luna Maya membuat masyarakat penasaran, ingin tahu lebih dalam atau ucapan, gaya hidup bintang film, bintang sinetron, artis penyanyi, penari, pejabat, dan bahkan para koruptor sekalipun selalu dikutip oleh pers (Sumadiria, 2008:88). 5)
Konflik / kontroversi
23
Peristiwa yang mengandung konflik lebih potensial disebut berita dibandingkan dengan peristiwa yang biasa-biasa saja, Peristiwa antara PSSI dengan LPI dan juga Pemerintah lebih layak disebut berita dibandingkan peristiwa PSSI dalam mengelola sepak bola. 6)
Ketertarikan Manusiawi (Human interest) Kejadian yang memberi sentuhan perasaan bagi pembaca. Peristiwa
yang mengandung lebih banyak unsur haru, sedih, empati, simpati dan menggugah emosi khalayak. Apa saja yang mengundang minat insani, menimbulkan ketertarikan manusiawi, mengembangkan hasrat dan naluri ingin tahu (Sumadiria, 2008:90). Menurut Haris Sumadiria (2008) dalam Jurnalistik Indonesia, paling tidak terdapat delapan konsep berita, yaitu : a) Berita sebagai laporan Tercepat Kecepatan dalam mencari, menemukan, mengunpulkan, dan mengolah berita, menjadi karakter dasar ewporter dan editor. Lebih cepat berita disiarkan, lebih baik. b) Berita sebagai Rekaman Rekaman tidak hanya berlaku untuk radio. Untuk surat kabar, tabloid dan majalah., berita juga mengandung arti rekaman peristiwa. Dinyatakan dalam berbagai bentuk tulisan dan laporan. c) Berita sebagai Fakta Objektif Berita adalah laporan tentang fakta secara apa adanya (das sein), dan bukan laporan tentang fakta yang seharusnya (das
24
sollen). Sebagai fakta, berita adalah rekonstruksi peristiwa melalui prosedur jurnalisti yang sangat ketat dan terukur. d) Berita sebagai Interpretasi Berita yang disajikan media massa jumlahnya mencapai ribuan setiap hari. Melalui teknologi komunikasi massa yang canggih, dewasa ini bahkan berita dibuat dan terus mengalir selama dua puluh empat jam. Teori jurnalistik mengingatkan, tidak semua berita dapat berbicara sendiri. Sering terjadi, berita yang diliput dan dilaporkan media, hanya serpihan-serpihan fakta yang belum berbicara. Tugas media adalah membuat fakta seolah membisu itu menjadi berbicara sendiri kepada khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa dalam bahasa yang enak dibaca dan mudah didengar. e) Berita sebagai Sensasi Tahap paling awal dalam penerimaan informasi adalah sensasi. Menurut Rakhmat dalam Sumadiria, Sensasi berasal dari kata sense, artinya alat pengindraan, yang menghubungkan organisme dengan lingkunganya (Sumadiria, 2008:75). Menurut Desiderato dalam Sumadiria, sensasi itu merupakan bagian dari presepsi (Sumadiria, 2009:76). Presepsi ialah memberikan makna pada stimulus indrawi. Hubungan sensasi dengan presepsi adalah sensasi bagian dari presepsi. f) Berita sebagai Minat Insani
25
Berbagai peristiwa yang terjadi di dunia, dari dulu hingga kini sering membuat hati dan perasaan sedih. Pemboman, pembunuhan, penyiksaan, kekejaman dapat memberikan atensi serta motivasi kepada khalayak untuk bersatu. Media massa mampu
memberikan
menumbuhkan
kepekaan
efek
kepada
individual
masyarakat dan
kepekaan
untuk sosial
masyarakat. Misalnya tragedi bencana gempa dan stunami 26 desember 2004, hanya dalam sepekan media massa mampu menghimpun dana masyarakat hingga ratusan milyar rupiah. g) Berita sebagai Ramalan Semua informasi yang disajikan media idealnya terdiri atas rangkaian fakta yang benar, akurat, lengkap, dan aktual melalui berbagai uji dan pendekatan akademik. Sebagai contoh, sejak era reformasi, media massa Indonesia semakin terbiasa dengan penyelenggaraan jajak pendapat. Pendapat dan keinginan masyarakat dibaca, diteliti, diukur melalui pendekatan statistik yang rumit. Hasilnya disajikan secara populer dan komunikatif sehingga semua lapisan masyarakat dapat mencerna dan memahaminya dengan baik. h) Berita sebagai Gambar Menurut Enery dalam Sumadiria, seni menyampaikan suatu cerita lewat foto dan gambar, jauh lebih tua dibandingkan dengan penyampaian lewat rangkaian kata-kata (Sumadiria, 2008:79).
26
Dalam persuratkabaran, gambar karikatur merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mempengaruhi khalayak setelah kolom editorial dan artikel (Muhtadi, 1999:102). Gambar, foto, dan karikatur merupakan pesan-pesan hidup sekaligus menghidupkan deskripsi verbal lainya. Dalam Morrison dkk (2010:48-59) isi berita dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : 1. Isi merupakan refleksi dari kenyataan sosial (masyarakat umum) Masyarakat umum memberikan pengaruh besar kepada organisasi media. Ini disebut juga sebagai pendekatan „cermin‟ (the mirror approach) yang mengasumsikan bahwa apa yang dihasilkan oleh media ( isi media) adalah cerminan kenyataan atau realitas sosial yang ada di tengah masyarakatnya. Ini bisa diartikan bahwa untuk melihat apa yang tengah terjadi dan sedang menjadi topik di tengah masyarakat, lihat saja apa yang disiarkan di televisi, apa yang tengah diramaikan dalam debat-debat di radio atau tercetak dalam iklan serta berita surat kabar. 2. Isi berita dipengaruhi oleh kelompok penekan. Hubungan
antara
media
dan
masyarakat
sering
kali
diperantarai melalui berbagai kelompok informal, namun sering kali terorganisir, yang disebut dengan kelompok penekan (pressure groups) yang berupaya mempengaruhi apa yang dilakukan media, dengan cara membatasi isi atau pesan media kepada masyarakat.
27
Kelompok penekan dapat berupa organisasi atau kelompok, bauk formal maupun informal dengan berbagai kepentingan dan latar belakang, seperti krlompok atau organisasi agama, profesi, pekerjaan, politik, kelompok advokasi, dan sebagainya. 3. Isi media sangat dipengaruhi oleh kebiasaan wartawan dalam menulis berita atau cara kerja (style book) organisasi media. Istilah yang umum dalam kajian komunikasi adalah media routines. Pendekatan organizational routines berargumen bahwa isi media dipengaruhi oleh cara-cara bagaimana pekerja media dan perusahaan media mengorganisasikan pekerjaan mereka. Sebagai contoh, gaya penulisan Kompas tentu saja berbeda dengan gaya penulisan Jawa Pos. 4. Isi media dipengaruhi oleh Audien. Audien adalah faktor yang paling penting bagi media karena audien adalah konsumen media. Keberhasilan suatu media sangat ditentukan oleh seberapa besar media tersebut bisa memperoleh pembacanya, pendengar, dan pemirsa. Walupun disadari bahwa audien merupakan faktor paling penting bagi media, namun sejumlah penelitian menunjukan bahwa pengelola media massa seringkali menjadikan audien bukan faktor yang terpenting yang mempengaruhi berita, namun pengelola media tetap mengikuti laporan peringkat acara(rating) dan angka penjualan iklan sebagai indikator untuk mengetahui jumlah audien.
28
5. Isi berita sangat dipengaruhi oleh media dan pemilik. Menurut Altschull dalam Morisson dkk, “the content of news the news media always reflects the interest of those who finance the press” (isi media berita selalu mencerminkan kepentingan mereka yang membiayai media tersebut). Pemilik organisasi media komersil memiliki kekuasaan besar terhadap isi berita dan dapat meminta para professional media untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan suatu isi berita (Morisson dkk, 2010: 53) 6. Isi berita sangat dipengaruhi oleh pemasang iklan. Menurut Bogart dalam Morisson dkk, setidaknya ada lima pengaruh iklan terhadap isi berita, yaitu : (a) Pemasang iklan jarang mencoba merayu jurnalis dengan maksud untuk mengarahkan berita demi kepentingan mereka, namun lebih sering mereka menekan berita yang tidak mereka sukai. (b) Mereka sensitif dengan lingkungan yang akan menerima pesan mereka dan tidak menyukai kontroversi. (c) Ketika pemasang iklan menyerah kepada tekanan maka media akan melakukan sensor sendiri. (d) Pemasang iklan menentukan isi media ketika mereka menjadi program siaran. (e) Persaingan di antara media pers menunjukan bagaimana iklan menentukan hidup dan matinya media
29
Sumber: Morisson dkk (2010: 56) 4.
Jurnalistik Olahraga Jurnalistik olahraga tidak pernah terlepas dari kegiatan menulis berita olahraga dalam surat kabar atau laporan seputar olahraga yang dibuat oleh media televisi. Olahraga merupakan sebuah bahan yang memiliki celah untuk
dibuat
tulisan
dan
liputan
jurnalistiknya
(www.anneahira.com/jurnalistik-olahraga.htm diakses Rabu 26 Oktober 2011). Hampir setiap surat kabar mempunyai halaman olahraga. Sekarang bahkan pertandingan-pertandingan olahraga sepak bola dapat dipastikan mendapatkan tempat khusus di semua media massa (Kusumaningrat, 2005:207). Wartawan sering dalam pemberitaannya memberikan tekanan konten berita olahraga di berbagai platform media, dari koran, televisi dan internet. Institusi media di mana para wartawan berita olahraga bekerja sangat penting karena semakin besar institusi media itu beroperasi maka institusi tersebut memainkan peran kunci dalam membentuk skala dan ruang lingkup jurnalisme yang muncul di cetak, di televisi atau di web (Boyle, 2010:1) Wartawan olahraga mengolah sebagian besar informasinya dari hasil pengamatan langsung serta menggunakan sumber-sumber berita lain, misalnya peserta pertandingan, ofisial olahraga, pejabat-pejabat humas,
30
catatan-catatan resmi, sumber-sumber latar belakang, dan bahkan penonton (Kusumaningrat, 2005:209) Wartawan olahraga memiliki ruang gerak yang luas dibandingkan dengan kebanyakan wartawan lain untuk menerapkan teknik-teknik reportase interpretatif dan kritis, semacam argumentasi. Ia harus mengetahui bagaimana caranya mengisi boks hasil-hasil pertandingan (skor) atau data statistik yang biasanya disajikan oleh surat kabar dalam meliput pertandingan (Kusumaningrat, 2005:211) 5.
Framing Memaknai Berita Konsep framing yang berasal dari ranah psikologi, berangkat dari cara pandang bahwa konstruksi realitas pasti bergantung pada bagaimana cara sang pemilik cerita menyampaikannya kepada khalayak. William A. Gamson dan Modigliani menyebut cara pandang itu sebagai kemasan (package) yang mengandung konstruksi makna atas peristiwa yang akan diberitakan. Dalam pandangan mereka, proses framing berkaitan dengan persoalan bagaimana sebuah realitas dikemas dan disajikan dalam presentasi media. Oleh karena itu, frame sering diidentifikasi sebagai cara bercerita (story line) yang menghadirkan konstruksi makna spesifik tentang objek wacana (Eriyanto, 2002:225) Konsep ini menawarkan sebuah cara untuk mengungkap kekuatan teks komunikasi. Membuat frame adalah menyeleksi beberapa aspek dari suatu pemahaman atas realitas dan membuatnya lebih menonjol di dalam suatu teks yang dikomunikasikan sedemikian rupa sehingga mempromosikan
31
sebuah definisi permasalahan yang khusus, interpretasi kausal, evaluasi moral dan atau merekomendasikan penanganannya (Eriyanto, 2002:165). Perspektif wartawanlah yang akan menentukan fakta yang akan dipilih, ditonjolkan dan dibuang. Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh media. Pembingkaian tersebut melalui proses konstruksi. Disini realitas sosial dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu. Peristiwa dipahami dengan bentukan tertentu. Hasilnya, pemberitaan media pada sisi tertentu atau wawancara dengan orang-orang tertentu. Semua elemen tersebut tidak hanya bagian dari teknis jurnalistik, tetapi menandakan bagaimana peristiwa dimaknai dan ditampilkan (Eriyanto, 2002:30). Menurut Eriyanto di dalam bukunya Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, terdapat empat model analisis framing, yaitu : a. Murray Edelman, dalam bukunya “ Contestable Categories and Public Opinion” ia mensejajarkan framing sebagai kategorisasi, artinya pemakaian perpektif tertentu dengan pemakaian kata-kata yang terttentu
pula yang menandakan bagaimana fakta atau
realitas dipaham, kategorisasi juga dapat diartikan sebgai penyederhanaan, realitas yang kompleks dan berdimensi banyak diphami dan ditekankan supaya dipahami dan hadir dalam benak khalayak
32
b. Robert Entman dalam metodenya framing dalam berita dilakukan dengan empat cara, yaitu: Problem Identification (Identifikasi masalah), causal Interpretation (identifikasi penyebab masalah), Moral
Identification
(evaluasi
moral)
dan
Treatment
Recommendation (saran penanggulangan masalah). c. Zongdang Pan dan Gerald M. Kosicki (1993) dalam tulisan meraka yang berjudul “ Framing Analysis: An Approach to New Discourse” mengoperasionalkan empat dimensi structural teks berita sebagai perangkat framing, yaitu sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. d. William A. Gamson mendefinisikan framing dalam dua pendekatan yaitu pendekatan menghasilkan framing dalam level kultural, dan pendekatan psikologis yang menghasilkan framing dalam level individual. Framing dalam level kultural dimaknai sebagai batasan-batasan wacana serta elemen-elemen konstitutif yang tersebar dalam konstruksi wacana. Dalam hal ini, frame memberikan petunjuk elemen-elemen isu mana yang relevan untuk diwacanakan, problem-problem apa yang memerlukan tindakan-tindakan politis, solusi yang pantas diambil, serta pihak mana yang legitimate dalam wacana yang terbentuk. Model William A. Gamson digunakan oleh penulis dalam menganalisa berita karena frame dipandang sebagai cara bercerita atau gagasan ide-ide yang tersusun sedemikian rupa dan menghadirkan
33
konstruksi makna dari peristiwa yang berkaitan dengan suatu wacana (Eriyanto, 2002:223) Menurut William A. Gamson, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana prespektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menseleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau prespektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, dan hendak dibawa kemana berita tersebut, hal ini disebut sebagai kemasan (package). (Eriyanto, 2002:2240). Kemasan (package) dibayangkan sebagai wadah atau struktur data yang mengorganisir sejumlah informasi yang menunjukan posisi atau kecenderungan
politik,
dan
yang
membantu
komunikator
untuk
menjelaskan muatan-muatan di balik suatu osu atu peristiwa (Eriyanto, 2002:224). Package ini dalam pandangan William A. Gamson dimaknai sebagai perangkat gagasan atau ide sentral ketika seseorang atau media memahami dan memaknai suatu isu. Ide sentral ini, akan didukung oleh perangkat wacana lain sehingga antara satu bagian wacana dengan lainya saling mendukung (Eriyanto, 2002:226). Ada dua perangkat bagaimana ide sentral ini diterjemahkan dalam teks berita. Pertama, framing device (perangkat framing). Perangkat ini berhubungan dan berkaitan langsung dengan ide sentral atau bingkai yang ditekankan dalam teks berita. Perangkat framing ini ditandai dengan
34
pemakaian kata, kalimat, grafik atau gambar, dan metafora (Eriyanto, 2002:226). Penjelasan perangkat framing, sebagai berikut: Methapors atau metafora, adalah perumpamaan atau pengandaian. Dengan merujuk pengertian sederhana, metafora dipahami sebagai cara memindah makna dengan merealisasikan dua fakta melalui analogi, atau memakai kiasan dengan menggunakan kata-kata seperti , ibarat, bak, umpama, laksana. Metafora tertentu dipakai oleh wartawan secara strategis sebagai basis berfikir, alsan pembenaran atas pendapat atau gagasan tertentu kepada khalayak akan menjadi lebih tertarik dengan isi berita (Junaedi,2008:21). Metafora termasuk ke dalam kelompok gaya bahasa kiasan. Kiasan menunjuk pada perbandingan atau pengandaian dua hal secara langsung dalam bentuk frasa atau klausa singkat dan sederhana. (Sumadiria, 2006:43). Catchphrases adalah frase dalam berita yang memiliki daya tarik bagi pembaca, kontras, menonjol, dalam suatu wacana. Ini biasanya berupa jargon atau slogan. Jargon atau slogan yang disampaikan didalam frase ini adalah jargon atau slogan yang benar-benar menonjol dan menarik perhatian khalayak (Junaedi, 2008:21). Exemplar yang berarti isi berita yang berusaha mengaitkan bingkai dengan contoh, uraian (bisa teori, perbandingan) yang memperjelas bingkai. Dengan kata lain unsur atau bagian yang memberikan conoh atau uraian yang berkaitan dan mendukung bingkai berita yang disampaikan.
35
Dimana tujuan dari penerapan contoh atau uraian ini adalah memperjelas bingkai dari berita yang disampaikan (Junaedi, 2008:21). Depiction yang berarti penggambaran atau pelukisan suatu isu pemberitaan yang bersifat konotatif. Konotatif adalah pemaknaan kata yang mengandung arti tambahan, perasaan tertentu, atau nilai rasa tertentu di samping makna dasar yang umum. (Sumadiria, 2006:28). Depiction ini pada umumnya berupa kosakata, leksikon untuk melabeli sesuatu. Leksikon merupakan elemen yang menandakan bagaimana sesorang memilih kata dari berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Pilihan kata-kata yang dipakai menunjukan sikap atau ideologi tertentu. Peristiwa yang sama dapat digambarkan dengan pilihan kata-kata yang berbeda-beda (Junaedi, 2008:22). Visual image berarti gambar, grafik, citra yang mendukung bingkai secara keseluruhan. Bisa berupa foto, kartun, ataupun grafik yang menekankan
dan
mendukung
pesan
yang
ingin
disampaikan
(Eriyanto,2002,225). Visual image merupakan elemen yang digunakan untuk menekankan atau menonjolkan sebuah isu melalui pemakaian foto, gambar, kartun, diagram, grafis, tabel, dan sejenisnya. Misalnya perhatian atau penolakan, dibesarkan atau dikecilkan, ditebalkan atau dimiringkan, serta pemakaian warna. Visual images biasanya menjadi daya tarik bagi pembaca untuk membaca berita tersebut (Junaedi,2008:22).
36
Kedua, reasoning devices (perangkat penalaran). Sebuah gagasan tidak hanya berisi kata atau kalimat, gagasan itu juga selalu ditandai oleh dasar pembenar tertentu, alasan tertentu, dan sebagainya. Dasar pembenar dan penalaran tersebut bukan hanya meneguhkan suatu gagasan atau pandangan, melainkan lebih jauh membuat pendapat atau gagasan tampak benar, absah, dan demikian adanya (Eriyanto, 2002:227). Lebih lanjut perangkat penalaran dijelaskan sebagai berikut: Roots adalah analisis kausal atau sebab akibat. Unsur ini berfungsi agar pesan yang disampaikan terlihat wajar, normal, beralasan. Suatu peristiwa tidak mungkin ada tanpa sebab atau latar belakang yang mendasarinya, antara satu kalimat dengan kalimat yang lain saling mendukung, satu bagian menjelaskan bagian yang lain dan satu bagian menjadi sebab akibat dari bagian yang lain dan sebagainya (Junaedi, 2008:22). Appeals to Principle adalah premis dasar dan klaim-klaim moral. Hal ini terkait dengan klaim-klaim moral yang ditunjukan denhgan mengangkat fakta-fakta yang ada sebelumnya. Hal ini berfungsi untuk menguatkan pesan yang disampaikan agar terlihat beralasan dan memilki dasar yang kuat. Selain itu appeals to principle juga digunakan untuk memperkuat sebuah gagasan agar tampak benar dan dapat diterima oleh khalayak (Junaedi, 2008:22). Consequences adalah etika atau konsekuensi yang di dapat dari bingkai. Dengan kata lain Consequences disini adalah konsekuensi atau pengaruh akhir yang muncul yang disebabkan oleh unsur-unsur yang ada
37
dalam bingkai media. Jadi dapat dikatakan bahwa Consequences adalah akibat atau konsekuensi akhir yang muncul sebagai hasil dari semua unsur di dalam bingkai (Juneadi, 2008:22). G. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Peneletian ini termasuk di dalam penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Denzin dan Lincoln adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan metode yang ada. (Denzin dan Lincoln dalam Moloeng, 2007:5) Penelitian kualitatif ini menggunakan studi dokumentasi yang diperoleh dari beberapa kumpulan naskah berita yang terkait dengan LPI dan PSSI. Metode kualitatif ini digunakan karena berbagai pertimbangan. 1) menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak. 2) metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dengan responden. 3) metode ini lebih peka dan dapat lebih menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang di hadapi. (Moloeng.2007:9) 2. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan analisis framing. Framing di dalam penelitian komunikasi terutama komunikasi massa dipahami sebagai sesuatu yang berkenaan dengan dua sisi sekaligus sehingga lebih
38
bersifat komprehensif, yakni berkenaan dengan penyajian pesan oleh (atau melalui) media massa di satu sisi (media frame) dan penerimaan pesan oleh individu-individu khalayak di sisi lain (audience frame). (Pawito, 2008:186) Penulis menggunakan analisis model William A. Gamson karena frame dipandang sebagai cara bercerita atau gagasan ide-ide yang tersusun sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna dari peristiwa yang berkaitan dengan suatu wacana (Eriyanto, 2002:223) Model William A. Gamson penulis anggap mampu mengupas bagaimana framing berita LPI dan PSSI karena menurut pandangan William A. Gamson framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana prespektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menseleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau prespektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, dan hendak dibawa kemana berita tersebut (Eriyanto, 2002:2240). 3. Teknik Pengumpulan Data Data penelitian komunikasi kualitatif pada umumnya berupa informasi kategori substansif yang sulit dinumerisasikan. Secara garis besar data dalam penelitian komunikasi kualitatif dapat dikelompokan menjadi tiga jenis: 1) Data yang diperoleh dari interview. 2) Data yang diperoleh dari observasi. 3) Data yang diperoleh dari dokumen, teks,
39
atau karya seni yang kemudian dinarasikan (Dikonversikan ke dalam bentuk narasi). (Pawito, 2008:96) Teknik pengumpulan data pada penelitian ini, adalah pengumpulan data pada level teks pemberitaan, satuan analisisnya adalah teks berita tentang isu LPI dan PSSI yang dimuat di media cetak nasional yaitu surat kabar Jawa Pos, edisi Januari-Maret 2011. Pemilihan edisi Januari-Maret 2011 karena pada bulan tersebut, 1) Bergulirnya kompetisi perdana Liga Primer Indonesia. 2) Pada bulan Maret PSSI mengadakan kongres untuk menentukan ketua umum dan wakilnya 4. Sumber Data Menurut Lofland dan Lofland dalam Moloeng, sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain (Moloeng, 2007:112). Sumber data yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini meliputi: a) Teks berita yang sesuai dengan permasalahan yang diangkat penulis, yaitu teks berita tentang Liga Primer Indonesia (LPI) dan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) periode JanuariMaret 2011. b) Sumber-sumber tertulis lain dari buku, majalah, karya ilmiah, catatan- catatan, dokumen-dokumen resmi, makalah, laporan atau jurnal yang relevan dengan obyek kajian.
40
5. Validitas Data Untuk menjamin dan mengembangkan validitas data dalam penelitian ini, teknik pengembangan validitas data yang digunakan yaitu teknik trianggulasi data (trianggulasi sumber). Pelbagai data yang didapat dari sumber yang satu selalu dikomparasikan dengan data sejenis yang lain, baik dari segi koherensi sumber yang sama maupun yang berbeda. Informasi dari narasumber yang satu dibandingkan dengan informasi dari narasumber lainnya (Bungin, 2003:45) 6. Teknik Analisis Data Dalam membedah teks berita Surat kabar Jawa Pos, digunakan pendekatan analisis framing William A. Gamson dan Modigliani. Ada beberapa komponen yang menjadi alat analisis dalam analisis framing yang dikembangkan oleh Gamson, yaitu : a) Elemen inti berita (idea element), yaitu : Ide atau pemikiran yang dikembangkan dalam teks berita yang kemudian didukung dengan simbol tertentu untuk menekankan arti yang hendak dikembangkan dalam berita. Simbol itu dapat diamati dari pemakaian kata, kalimat, grafis, atau pemakaian foto atau aksentuasi gambar tertentu. Semua elemen dalam perangkat pembingkai tersebut digunakan untuk memberi citra tertentu atas seseorang atau peristiwa tertentu.
41
Citra itu juga dilakukan dengan memberi label (depiction) terhadapa suatu peristiwa. Citra juga dapat ditekankan dengan melakukan ilustrasi (eksemplar). b) Perangkat pembingkai (framing devices), yaitu : Perangkat yang dipakai untuk memberi citra negatif maupun positif terhadap suatu berita atau obek yang diberitakan. c) Perangkat penalaran (reasoning devices), yaitu: Perangkat penalaran berhubungan dengan kohesi dan koherensi teks yang merujuk pada gagasan tertentu. Sebuah gagasan tidak hanya berisi kata atau kalimat, gagasan itu juga selalu ditandai oleh dasar pembenar tertentu, alasan tertentu, dan sebagainya. Dapat berupa roots ataupun dengan memberi klaim moral tertentu (appeal to principle). Keduanya berpotensi membawa konsekuensi mengenai isu berita (Junaedi, 2008:20) Inti dari model Gamson dan Modigliani adalah gagasan utama yang didukung oleh elemen dan perangkat wacana yang saling berkaitan satu sama lain, yang mendukung, atau mengarah pada gagasan utama. Secara lebih jelas, analisis framing model William A. Gamson dan Modigliani ini akan digambarkan melalui tabel dan penjelasan di bawah ini.
42
Tabel I.3 Perangkat Analisis Framing William A. Gamson Sumber: Eriyanto (2002)
Perangkat Framing (framing
Perangkat Penalaran (reasoning
devices)
devices)
Methapors
Roots
Perumpamaan atau pengandaian
Analisis kausal atau sebab akibat
Catchphrases
Appeal to principle
Frase
yang
menarik,
kontras, Premis dasar, klaim-klaim moral.
menonjol dalam suatu wacana. Ini umumnya berupa jargon atau slogan Exemplar
Consequences
Mengaitkan bingkai dengan contoh, Efek atau konsekuensi yang didapat uraian (bisa teori, perbandingan) yang dari bingkai. memperjelas bingkai Depiction Penggambaran atau pelukisan suatu isu yang bersifat konotatif. Depiction ini
umumnya
berupa
kosakata,
leksikon untuk melabeli sesuatu
Visual Images Gambar, grafik, citra yang mendukung bingakai secara kesulurahan. Bisa berupa foto, kartun, ataupun grafik untuk menekankan dan mendukung pesan yang ingin disampaiakan.
43
7. KERANGKA BERPIKIR Untuk memudahkan bagaimana penulis melakukan penelitian, dapat dilihat melalui tabel berikut : Tabel I.4 Kerangka Berpikir JAWA POS
BERITA LPI DAN PSSI
FRAME BERITA ANALISIS FRAMING WILLIAM A. GAMSON DAN MODIGLIANI
PERANGKAT FRAMING
PERANGKAT PENALARAN
METHAPORS
ROOTS
CATCHPRASES
APPEALS TO PRINCIPLES
EXEMPLAR
CONSEQUENCES
DEPICTION VISUAL IMAGES
Keterangan : Berita tentang LPI dan PSSI dalam surat kabar Jawa Pos periode Januari 2011Maret 2011 akan di frame terlebih dahulu, kemudian dianalisis menggunakan analisis framing William A. Gamson dan Modigliani dengan menggunakan
44
perangkat penalaran dan perangkat framing yang kemudian dijabarkan melalui perangkat analisis tersebut.