1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Bumi sebentar lagi akan mengalami titik puncak menuju kehancuran. Begitulah kesan pintas lalu mengenai krisis ekologi yang belakangan begitu marak diperbincangkan. Pelbagai penelitian ahli membuktikan bahwa eksistensi lingkungan hidup kelestariannya mulai terancam secara signifikan. Sebagaimana data yang disebutkan oleh Husain Heriyanto dalam majalah Tropika Indonesia tentang “Global Forum on Ecology and Poverty” yang diselenggarakan di Dhaka pada 22-24 Juli 1993, Direktur Eksekutif Program Lingkungan PBB (UNEP) menyatakan: Dunia kita berada di tepi kehancuran lantaran ulah manusia. Di seluruh planet, sumber-sumber alam dijarah kelewat batas. Disebutkan juga, pada setiap detik, diperkirakan sekitar 200 ton karbon dioksida dilepas ke atmosfir dan 750 ton top soil musnah. Sementara itu, diperkirakan sekitar 47.000 hektar hutan dibabat, 16.000 hektar tanah digunduli, dan antara 100 hingga 300 spesies mati setiap hari. Pada saat yang sama, secara absolut jumlah penduduk meningkat 1 milyar orang per dekade. Ini menambah beban bumi yang sudan renta. Inilah yang sepanjang dua dekade terakhir menyentakkan kesadaran orang akan krisis lingkungan. Karena, hal ini menyangkut soal kelangsungan hidup jagad keseluruhan.1 Permasalahan krisis ekologi jelas sangat berbeda dengan permasalahan non-ekologis, krisis ekologi tidak dapat diabaikan begitu saja. Kepasifan dan keaktifan manusia dalam merespon permasalahan ini akan menentukan jalan cerita ekosistem lingkungan hidup dan planet bumi dimasa mendatang. Krisis ekologi ini mulai disuarakan sejak tahun 1960-an, dimana sebagian besar orang mulai memikirkan kembali relasi mereka terhadap alam ketika tindak-tanduk manusia mulai mengancam keseimbangan alam dan mengalienasikan manusia dengan kehidupan selain dirinya. Puncaknya, pada 1980-an hampir bisa dipastikan kesadaran tiap orang tersedot dengan 1
Husain Heriyanto, Krisis Ekologi dan Spiritualitas Manusia, dalam Majalah Tropika Indonesia, (Jakarta: Conservation International Indonesia, Vol.9 No.3-4, 2005), hal.21
1
2
permasalahan tersebut, bahkan artikel ilmiah yang membahas persoalan ini meningkat tajam. Pada 1960-an, Lynn White, Jr. berpendapat dalam papernya yang mengundang perdebatan hingga kini yang dipublikasikan pada jurnal Science, yaitu The Historical Roots of Our Ecological Crisis, bahwa krisis ekologis akibat dari eksploisitas sains dan teknologi berakar pada pandangan antroposentris tradisi Yudeo-Kristiani yang menganggap bahwa manusia dan alam adalah dua hal yang berbeda. Posisi yang berbeda ini meletakkan manusia lebih tinggi dari alam dan oleh karenanya manusia berhak menguasai alam tersebut. Argumentasi White kemudian menekankan bahwa penyebab makin massif, dramatis, serta kompleksnya kerusakan lingkungan adalah ketika cara pandang yang antroposentris itu kemudian didukung oleh berbagai penemuan dari ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang terbukti lebih banyak bersifat destruktif terhadap alam.2 Problematika tentang krisis ekologi ini tidak bisa dipisahkan dari polemik perdebatan panjang tentang ide objektivitas dalam sains (diinsipirasi oleh Kuhn dan Feyerabend) sehingga muncul terma sains Barat dan sains Islam. Gagasan objektivitas dalam sains Barat yang dipahami sekedar sebagai cara observasi empiris bebas-nilai (free value). Karenanya, nilai-nilai etika dan sosialpun terabaikan karena dideterminasi oleh faktor-faktor dalam metode sains dan metode penelitian ilmiah3, yang semuanya disahkan oleh metode empiris. Selain yang menggunakan metode ini disangsikan eksistensinya bahkan ditolak sama sekali. Metode ilmiah yang sangat empiris ini dijadikan penentu eksistensi sesuatu. Tegasnya, ruang lingkup realitas objek yakni alam menurut sains Barat terbatas kepada alam fisik dan mengabaikan prinsipprinsip metafisik yang berdampak pada krisis yang semakin kompleks. Menyoroti fakta tersebut, gagasan sains Islam muncul sebagai upaya menghidupkan kembali dan mereformasi secara radikal sains Barat dengan kebangkitan sains Islam, sebagai bagian integral dari kerangka moral dan etika 2
Lynn White, Jr., The Historical Roots of Our Ecological Crisis, dalam Jurnal Science, (New York: Harvard University Center, Vol.155 No.3767, 1967), hal. 1205 3 A.M. Schwencke, Globalized Eco-Islam: A Survey of Global Islamic Environmentalism, (Leiden University: 2012), hal.14
3
Islam yang komprehensif. Tokoh yang paling vokal dan memberikan kontribusi yang sangat aktif adalah Seyyed Hossein Nasr, Ziauddin Sardar, S. Parvez Manzoor dan termasuk diantaranya adalah Osman Bakar yang merupakan murid Seyyed Hossein Nasr. Para sarjana ini membicarakan krisis lingkungan dari perspektif sains Islam.4 Sains Islam bersifat ilmiah sekaligus religius dalam pengertian bahwa ia secara sadar didasarkan pada prinsipprinsip metafisik, kosmologis, epistemologis, etis dan prinsip moral Islam. Dari sudut pandang konsepsi spiritual dan moral tentang alam, sains Islam, mengambil tujuan dan prinsip-prinsip metodologis yang berbeda dalam beberapa aspek dari sains modern.5 Sains modern, didasarkan pada paradigma Cartesian-Newtonian6 yang parsial telah menghegemoni cara pandang manusia modern. Paradigma ini telah menjadi bagian, cara, berada dalam sistem, pola dan dinamika, terlepas dari kenyataan apakah manusia modern menyadari hal ini atau tidak. Pengalaman sehari-hari tidak berdiri sendiri dan terlepas dari filsafat dan gambaran tentang dunia yang dianut manusia modern dipengaruhi oleh cara pandang sains modern. Pandangan ini turut berkontribusi menimbulkan krisis ekologi yang semakin kompleks. Pandangannya yang mekanistik terhadap alam telah melahirkan pencemaran udara, air, tanah, dan lain sebagainya yang mengancam balik kehidupan manusia. Paradigma ini menimbulkan sikap-sikap anti-ekologis. Sikap-sikap anti ekologis ini menyebabkan semakin kritisnya kualitas dan kompleksnya permasalahan lingkungan hidup, hal ini merupakan dampak yang nyata dan tak terelakkan dari pandangan dunia barat (world view) dan peradaban modern yang parsial dan terpisah-pisah yakni sekulerisme, 4
A.M. Schwencke, Globalized Eco-Islam, hal.13 Osman Bakar, Tauhid dan Sains: Perspektif tentang Agama dan Sains, (Bandung, Pustaka Hidayah, 2008), hal.18 6 Paradigma Cartesian-Newtonian adalah sebuah paradigma yang didasarkan pada pemikiran Descartes dan Newton, paradigma ini di satu sisi berhasil mengembangkan sains dan teknologi yang memudahkan kehidupan manusia, namun di lain sisi mereduksi kompleksitas dan kekayaan kehidupan manusia itu sendiri. Paradigma Cartesian-Newtonian yang mekanistik ini memandang manusia tak ubahnya seperti mesin raksasa yang diatur oleh hukum-hukum objektif, mekanistik, deterministik, reduksionistik, atomistik, materialistik, instrumentalistik dan linier. 5
4
materialisme, antroposentrisme, utilitarianisme, dan kapitalisme. Seyyed Hossein Nasr dalam karyanya Man and Nature: The Spiritual Crisis of Modern Man menyatakan: Krisis dewasa ini berkorelasi erat dengan krisis spiritual-eksistensial yang telah diidap oleh kebanyakan manusia modern. Hal ini disebabkan oleh karena menangnya humanisme-antroposentris yang memutlakkan manusia, sehingga yang menjadi korbannya adalah bumi, alam dan lingkungan yang diintimidasi dan diperkosa atas nama hak-hak manusia. Bagi manusia, alam hanyalah layaknya pelacur yang dimanfaatkan tanpa rasa kewajiban dan tanggung jawab manusia.7 Hal ini menjadi sebuah bukti nyata bahwa manusia modern telah memberhalakan dirinya dan mengingkari realitas Tuhan, budaya materialisme dan humanisme telah dipupuk dan tumbuh subur yang berdampak pada berkembangnya kebudayaan modern yang semakin masif. Revolusi industri melalui budaya konsumsi dan distribusi juga turut andil dalam menumbuhkan kebudayaan ini pada masa-masa mendatang. Manusia modern telah mengutamakan pertimbangan kuantitatif (untung-rugi, banyak-sedikit, besar-kecil) diatas pertimbangan kualitatif (baikburuk, benar-salah, indah-jelek) terhadap alam. Pertimbangan ini telah menjadikan alam sebagai komoditas politik dan ekonomi, tak lebih sebagai pelayan nafsu syahwat manusia belaka. Sejak zaman Renaissans, manusia modern selalu saja terantuk dalam persimpangan jalan; mereka membuat peralatan praktis, tapi juga meningkatkan polusi dan limbah; menemukan obatobatan, tapi juga menebar penyakit; mendorong kemajuan teknis, tapi juga menelantarkan buruh; meningkatkan efisiensi, tapi juga merusak lingkungan.8 Kenyataan krisis ekologi hari ini telah menyerang kita dari berbagai arah. Skala dan kompleksitas permasalahan-permasalahan dan kerumitan pemecahan-pemecahan jangka panjang yang diketengahkan kepada kita telah menjadi semakin sulit diabaikan. Tak mungkinlah kita tidak terus mencari
7
Seyyed Hossein Nasr, Man and Nature: The Spiritual Crisis of Modern Man, (Chicago: ABC International Group, 1997), hal. 3-4 8 Husain Heriyanto, Krisis Ekologi dan Spiritualitas Manusia, hal.21
5
cara-cara untuk menemukan jalan keluar dari labirin kemerosotan lingkungan yang terus berjalan.9 Tentunya solusi yang harus dicapai terhadap krisis ekologi yang tengah melanda secara masif seluruh planet bumi ini bukan hanya soal teknis ataupun ekonomis. Perlu dipahami bahwa persepsi seorang individu terhadap alam sering kali mempengaruhi tindakan-tindakannya. Hal ini berarti imaji, citra manusia tentang alam akan langsung mempengaruhi perbuatan-perbuatan, kepercayaan,
tingkah
laku
sosial
dan
kehidupan
pribadi
manusia.
Sesungguhnya cara kita hidup berkaitan erat dengan cara kita memandang dunia atau pandangan dunia (world view). Sebagaimana yang dikutip oleh Fritjof Capra dalam The Web of Life, R.D. Laing menyatakan, “Kita telah menghancurkan dunia ini secara teori sebelum kita menghancurkannya dalam praktek”10 Upaya meningkatkan kesejahteraan umat manusia di satu sisi dan krisis lingkungan hidup di pihak yang lain, mengajak untuk memikirkan dan merenungkan
kembali
secara
mendasar,
adakah
yang
salah
dalam
memperlakukan lingkungan hidup demi mengejar kesejahteraan umat manusia? Seyyed Hossein Nasr, seperti disebutkan di atas menyatakan bahwa krisis lingkungan adalah refleksi krisis spiritual paling dalam umat manusia. Pandangan ini juga ditegaskan oleh Osman Bakar, dengan mengatakan bahwa penyebab utama dari berkembangnya kerusakan lingkungan dewasa ini adalah pengabaian modernitas terhadap visi spiritual tentang alam semesta.11 Hal ini mendapat legitimasi dengan apa yang disampaikan Fritjof Capra dalam The Turning Point: Science, Society and The Rising Culture juga pernah menekankan bahwa musibah Bumi terjadi akibat pengembangan iptek minus
9
Mary Evelyn Tucker & John A. Grim, Agama, Filsafat, dan Lingkungan Hidup, diterjemahkan oleh P. Hardono Hadi (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hal. 7 10 Fritjof Capra, Jaring-Jaring Kehidupan: Visi Baru Epistemologi dan Kehidupan, di diterjemahkan oleh Saut Pasaribu, (Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2001) 11 Osman Bakar, Environmental Wisdom for the Planet Earth: The Islamic Heritage, (Kuala Lumpur: Center for Dialogue University of Malaya, 2007), hal. 12
6
wawasan spiritual.12 Hal senada juga disampaikan Wakil Presiden Amerika yang lalu, Al Gore, dalam Earth in the Balance: Ecology and the Human Spirit, menyatakan bahwa semakin dalam ia menggali akar krisis lingkungan yang melanda dunia, semakin mantap keyakinannya bahwa krisis ini tidak lain adalah manifestasi nyata dari krisis spiritual manusia.13 Dengan demikian, jelaslah bahwa pandangan agama dianggap merupakan faktor penting yang memberikan kontribusi atas sikap manusia terhadap alam dan lingkungan. Mengapa? Ribuan tahun, agama dijadikan sebagai standar kode etik yang shahih dan merupakan warisan tertua kemanusiaan. Kearifan pandangan, kepekaan moral dan sikap religiusitas manusialah yang mungkin dapat menjadi garda penting dan paling akhir yang bisa diharapkan untuk mengingatkan tentang hubungan manusia dalam memelihara alam dan kearifan dalam mengelola bumi.14 Dari uraian panjang di atas, kita menangkap bahwa krisis lingkungan yang terjadi hari ini adalah masalah yang sangat kompleks dan multidimensi yang memerlukan pandangan dan pendekatan yang cocok untuk mengatasinya. Dibutuhkan sebuah pendekatan yang mampu memberi penjelasan dan pertanggungjawaban rasional tentang nilai-nilai, asas dan norma-norma bagi perilaku manusia terhadap alam. Karena pada hakikatnya manusia sebenarnya mampu mewujudkan dan mengelola lingkungan yang bersih serta bumi yang hijau. Atas dasar inilah dinilai perlunya diangkat seorang pemikir Islam yang mampu memberikan ‘perubahan paradigma’ secara fundamental dari paradigma kosmologis yang menumbuhkan sikap eksploitatif terhadap alam kepada paradigma yang menumbuhkan sikap lebih bersahabat dan ramah terhadap alam. Ialah Osman Bakar (seorang pemikir abad 20 asal Malaysia) yang menurut peneliti memiliki keprihatinan yang dalam dan mendasar
12
Fritjof Capra, The Turning Point: Science and the Rising Culture, (New York: Bantam Books, 1982), hal. 15 13 Lihat http://mercubuana21-dianarachmawati.blogspot.com/2013/07/krisis-ekologikrisis-spiritual.html diakses pada 03 Januari 2013 14 Fachruddin M. Mangunjaya, dkk, Menanam Sebelum Kiamat: Islam, Ekologi, dan Gerakan Lingkungan Hidup, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), hal. XX
7
terhadap isu ini, sekaligus dalam penelitian ini akan coba ditawarkan untuk memberikan kontribusi terhadap persoalan krisis yang terjadi dewasa ini. Tertujunya perhatian Osman Bakar terhadap krisis lingkungan setidaknya disebabkan oleh dua faktor, yaitu krisis lingkungan yang bersifat faktual dan faktor pandangan dunia pengetahuan. Realitas faktual dari krisis lingkungan ini dapat di ketahui dari indeks kerusakan lingkungan yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Faktor pandangan dunia pengetahuan yang terlibat dan berkontribusi dalam kerusakan lingkungan adalah adanya kecenderungan-kecenderungan dari tradisi sains khususnya sains dalam tradisi Barat yang memandang alam semesta pada umumnya dan lingkungan hidup khususnya dengan sudut pandang parsial, tergantung dari kebutuhan dari metode-metode saintifik yang diterapkan. Intinya, metode ilmiah dalam sains Barat telah menafsirkan pluralitas metodologi sebagai sejenis anarkisme intelektual, meski ia memiliki suatu nilai sendiri dalam lingkup skema epistemologis dan dalam kemajuan perkembangan ilmiah.15 Sebagai seorang saintis Muslim Malaysia, Osman Bakar memberikan kontribusi sangat berharga dalam upaya mengungkapkan pendekatan intelektual dan spiritual Islam pada sains serta menyoroti berbagai penyebab krisis kontemporer dalam sains dan teknologi Barat modern. Menurutnya, sains modern telah kehilangan signifikansi spiritual dan metafisiknya terhadap alam. Alam seharusnya tidak bisa dipahami dan dipraktekkan terpisah dari nilai-nilai spiritual. Karena alam saling berkaitan dalam jaringan kesatuan alam dari seluruh aspeknya. Menariknya, ia mengemukakan konsep dari warisan tradisional Islam dan prinsip kearifan ekologis yang sesungguhnya bersumber dari Islam itu sendiri, yakni prinsip Tauhid yang serba meliputi. Ia mengungkapkan kesalingterkaitan segala sesuatu dalam satu Realitas Tunggal, dengan kesederhanaan dan kejelasan, ia mengungkap filsafat sains Islam sedemikian rupa hingga berbagai persoalan-persoalan metodologi dan epistemologi.
15
Osman Bakar, Tawhid and Science, hal.88
8
Dari latar belakang di atas, menurut peneliti, gagasan Osman Bakar ini menarik untuk dikaji dan diteliti lebih jauh, karena sangat relevan dengan persoalan dewasa ini, ‘mengapa terjadi krisis ekologi?’ dan ‘bagaimana seharusnya kita menyikapi persoalan tersebut?’. Berangkat dari persoalan ini, maka dalam penelitian ini penulis merasa penting untuk berupaya mengungkap mengapa krisis ekologi terjadi dan mengeksplorasi apa sesungguhnya yang digagas Osman Bakar dalam bukunya Tawhid and Science: Islamic Perspectives on Religion and Science dan Environmental Wisdom for Planet Earth: The Islamic Heritage yang secara substansial diyakini mampu membangun ‘kesalehan’ dengan memberikan cara pandang yang holistik dan integral terhadap alam sebagai solusi terhadap krisis ekologi kontemporer.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Batasan Masalah Untuk memperjelas kajian ini, maka pembahasan tesis ini hanya akan mengkaji dan menganalisis kearifan ekologis Osman Bakar dalam perspektif filsafat sainsnya, yakni dengan menggali solusi yang sebenarnya telah ditawarkan Islam melalui konsep sentralnya, yakni tauhid, yang diyakini mampu memberikan solusi serta menjawab berbagai persoalan kontemporer termasuk krisis ekologi. 2. Rumusan Masalah Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui kearifan ekologis dalam perspektif Osman Bakar yang berbasis pada konsep Islam. Untuk itu, Supaya kajian ini dapat dilakukan secara terarah, maka disusun rumusan masalah sebagai berikut: a. Apa penyebab utama masalah krisis ekologi dewasa ini? Apakah ada keterkaitan antara problematika sains modern dengan terjadinya krisis ekologi saat ini?
9
b. Apa dan bagaimana argumen-argumen filosofis berbasis Islam yang ditawarkan Osman Bakar sebagai solusi permasalahan krisis ekologi kontemporer?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut: a. Membuktikan ada-tidaknya keterkaitan problematika sains modern dengan terjadinya krisis lingkungan saat ini. b. Merumuskan dan menjelaskan kearifan ekologis dalam pemikiran Osman Bakar sebagai basis dan landasan ontologis agar terciptanya kelestarian lingkungan.
D. Signifikansi Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa manfaat penting sebagai berikut: 1. Memberikan pemetaan masalah krisis ekologi yang terus berkembang dewasa ini, terutama secara ontologis dan filosofis. Selain itu juga tesis ini memperkuat kesimpulan bahwa salah satu akar terjadinya krisis ekologi harus dilihat dan didekati dari dimensi intelektual dan spiritual, bukan semata-mata pendekatan ekonomi, sosial dan politik. 2. Memberikan satu perspektif baru mengenai kearifan ekologis, yakni dengan memberikan sebuah konsep yang lebih holistik dan lebih proporsional tentang hubungan manusia dan alam yang bersumber pada konsep Islam yakni tauhid. 3. Memperkenalkan pemikiran Osman Bakar kepada khalayak secara umum dan khususnya di Indonesia, sebagai seorang pemikir Muslim yang memiliki perhatian yang mendalam terhadap berbagai permasalahan di dunia Islam, termasuk persoalan krisis ekologi. 4. Memberikan sumbangsih keilmuan bagi pengkayaan penelitian khazanah ilmiah keislaman.
10
E. Kajian Pustaka Telah banyak buku, disertasi dan tesis dan model-model penelitian yang mengkaji tentang ekologi. Beberapa karya-karya dan penelitian tersebut diantaranya: 1. Islam and Ecology Karya ini merupakan kumpulan artikel yang diedit oleh Richard C Foltz, Frederick M. Denny, dan Azizan Baharuddin. Karya ini menguraikan pandangan Islam tentang tatanan kosmis dan mengkaji cara pandangan dunia Islam yang dapat diinterpretasi dan diterapkan untuk masalah lingkungan, seperti polusi dan kelangkaan air. Pada konteks yang lebih luas mengkaji keadilan sosial dan isu-isu keberlanjutan dan pengembangan dalam melihat sejarah dan akar krisis lingkungan saat ini. 2. Menanam Sebelum Kiamat: Islam, Ekologi, dan Gerakan Lingkungan Hidup Karya ini merupakan tulisan sejumlah pemikir agama Islam yang membahas berbagai segi lingkungan hidup. Buku yang diedit oleh Fachruddin M. Mangunjaya, Husain Heriyanto dan Reza Gholami ini merupakan ikhitiar memahami agama Islam secara lebih kontekstual dalam menanggapi berbagai tantangan lingkungan hidup. Dalam karya ini perkembangan sejarah para pemikir agama Islam dan non-Islam di dunia membuktikan bahwa setiap agama memiliki potensi memotivasi manusia, masyarakat
dan
bangsa
untuk
meningkatkan
kualitas
hidup
dan
lingkungannya. 3. The Islamic Environmental Ethics: A Study On Intrinsic Value Of Nature According To The Theosophy Of Oneness Of Being Of Trancendent Theosophy Karya ini merupakan sebuah tesis yang mengkaji teori Wahdatul Wujud Mulla Shadra sebagai basis ontologis etika lingkungan Islam. Tesis ini mengkaji tiga kitab karya metafisiknya, yakni al-Arshiyyah, al-Mashā’ir, dan al-Madzāhir.
11
4. Alam Sebagai Manusia Besar: Eko-Kosmologi Islam Dalam Rasā’il Ikhwān al-Shafā Karya ini merupakan tesis yang mengkaji pemikiran Ikhwān al-Shafā mengenai kearifan alam dalam struktur ontologis dan epistemologis keilmuan yang dikembangkan dalam karya magnum opusnya Rasā’il Ikhwān al-Shafā, yakni dengan konsep utama “al-ālam Insānun Kabīr” (Alam adalah manusia besar) Dari beberapa paparan pustaka diatas, sejauh ini peneliti belum menemukan karya yang khusus membahas kearifan ekologis Osman Bakar. Pendekatan dan pemilihan topik tentang kajian kearifan ekologis Osman Bakar dalam perspektif filsafat sains ini terbilang baru dan dinilai mampu memberikan sebuah pendekatan bervisi global-holistik mengenai kearifan alam semesta dan kearifan lingkungan itu sendiri. Namun, beberapa karya-karya di atas terkait dengan persoalan ekologi tersebut tentu akan sangat membantu dalam penelitian ini, terutama untuk memahami dan menggambarkan latar belakang serta rumusan masalah yang akan peneliti kaji. Peneliti akan mengkaji krisis kontemporer dalam sains modern yang menjadikan satusatunya realitas yang diperhatikan hanyalah realitas fisik. Semua ini diakibatkan pandangan dunia (world view) sains modern yang parsial dan terpisah-pisah dalam memandang alam. Berangkat dari problem tersebut peneliti ingin menawarkan satu kearifan ekologis dari perspektif saintis Muslim yang mengkaji secara mendalam tentang hal ini, yakni Osman Bakar. Peneliti akan membuktikan bahwa gagasan Osman Bakar, terutama dalam memandang alam dengan berbasis pada prinsip tauhid, mampu menjadi satu tawaran solusi bagi krisis lingkungan dewasa ini. Dengan demikian studi ini berbeda dengan penelitian terdahulu dalam beberapa aspek, yakni: 1. Obyek ini difokuskan pada kearifan ekologis Osman Bakar dalam perspektif filsafat sains yang terkandung dalam karyanya Tauhid dan Sains
12
2. Studi
ini
memperkuat
dan
memperjelas
penelitian-penelitian
sebelumnya yakni pada struktur ontologis dan epistemologis tentang kearifan alam 3. Studi Osman Bakar ini mengkaji konsep sentral dalam Islam yakni tauhid sebagai basis sentral dalam kearifan alam dan lingkungan
F. Metode Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian pustaka (library research). Pertama-tama, peneliti mengumpulkan data-data dari buku, jurnal maupun artikel. Data-data tersebut dikategorikan ke dalam dua kelompok, primer dan sekunder. Data primer adalah buku-buku karya Osman Bakar, yakni Tawhid and Science: Islamic Perspectives on Religion and Science dan Environmental Wisdom for Planet Earth: The Islamic Heritage yang merupakan karya utama Osman Bakar, ditambah beberapa artikel-artikelnya terkait isu ini. Sedangkan data-data sekunder adalah buku-buku atau jurnal maupun artikel yang berbicara tentang biografi atau pemikiran-pemikiran Osman Bakar untuk memperoleh informasi-informasi tambahan tentang tokoh tersebut beserta pemikiran-pemikirannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskripsi dan analisis. Metode deskripsi digunakan untuk menguraikan argumentasiargumentasi filosofis yang dikemukakan dalam buku-buku. Sedangkan analisis digunakan untuk mencari korelasi argumentasi-argumentasi tersebut dengan problem yang sudah dihadirkan di atas, sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, sehingga dapat menarik relevansi gagasan yang ada dalam teks tersebut sesuai dengan persoalan dewasa ini.
G. Sistematika Penulisan Penelitian dalam tesis ini dibagi dalam enam bab. Bagian terpenting dalam penelitian ini terletak pada bab lima. Sistematika penulisan dalam tesis ini terdiri dari:
13
Bab I, penulis menguraikan latar belakang dalam tesis ini, yakni menyangkut krisis ekologi dan kaitannya dengan spiritualitas manusia modern. Penulis ingin menyodorkan sebuah kearifan ekologis yang didasarkan pada kerangka filosofis Osman Bakar. Di dalam bab ini, penulis juga merumuskan problem utama yang mendorong penelitian terhadap tesis ini, selain itu juga menjelaskan berbagai alasan mengapa tema dalam tesis ini perlu diteliti dan dituliskan. Dalam bab pertama ini juga penulis menjelaskan metodologi riset yang digunakan dalam melakukan penelitian dalam tesis ini. Bab pertama ini juga dilengkapi dengan beberapa kajian dan penelitian terdahulu menyangkut tema terkait, dan diakhiri dengan kerangka sistematis isi dari penulisan tesis ini. Bab II, pada bab kedua ini penulis mengemukakan biografi dan pemikiran Osman Bakar. Pembahasan ini dinilai penting sebagai pengantar guna memahami gagasan Osman Bakar. Pertama penulis menyebutkan biografi Osman Bakar beserta karya-karyanya. Selanjutnya landasan teoritis pemikiran Osman Bakar yang dipengaruhi oleh beberapa peradaban besar, seperti Yunani, Cina, India dan Islam. Pada akhir bab ini penulis memaparkan peta pemikirannya. Bab III, pada bab kedua ini akan dijabarkan tentang krisis ekologi sebagai efek problematika sains modern. Pertama-tama akan diuraikan tentang problematika pandangan dunia modern sebagai salah satu penyebab krisis ekologi. Selanjutnya penulis menguraikan tentang krisis ekologi sebagai problem krisis spiritualitas manusia modern. Pada akhir bab ini penulis menguraikan krisis ekologi sebagai problem filosofis. Bab IV, pada bab keempat yang penulis menguraikan kosmologi dan epistemologi Osman
Bakar. Penulis mencoba menguraikan
gagasan-
gagasannya sebagai bahan analisis pada bab lima. Pertama penulis menguraikan tentang konsep realitas Osman Bakar yang berbasis pada prinsip Islam, yakni tauhid. Selanjutnya tentang relasi antara Tuhan, Manusia dan Alam. Pada sub-bab kedua ini, penulis memaparkannya pada tiga poin penting, yakni Tuhan sebagai sumber kebenaran dan keindahan, tubuh manusia sebagai
14
mikrokosmos, dan alam sebagai sumber pengetahuan spiritual dan sumber hukum-hukum Ilahi. Selanjutnya pada sub-bab III, dijelaskan tentang prinsipprinsip epistemologi Osman Bakar yang berbasis pada epistemologi Islam. Pada sub-bab IV dipaparkan tentang basis spiritualitas Osman Bakar. Bab V, pada bab kelima yang menjadi poin utama dalam pembahasan ini, penulis mencoba membangun kearifan ekologis Osman Bakar melalui analisis pada bab tiga dan empat. Pada pembahasan pertama penulis menguraikan tentang tauhid sebagai basis metafisik dalam memandang realitas. Selanjutnya epistemologi yang integral bagi kesadaran ekologis. Kemudian moralitas agama sebagai basis etis lingkungan. Pada akhir pada bab ini penulis mencoba memaparkan relevansi pemikirannya dalam konteks kekinian sebagai aplikasi praktis atas teori yang telah dipaparkan. Bab VI, pada bab terakhir ini berisi kesimpulan dan saran bagi penelitian lanjutan, serta pengembangan dan pengkayaan khazanah keilmuan selanjutnya.