BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Menurut data statistik WHO (World Health Organization) penyakit kardiovaskular mengalami pertumbuhan, diprediksi pada tahun 2020 penyakit kronis akan mencapai hampir 75% dari semua angka kematian. Secara global 60% dari beban penyakit kronis akan terjadi di negara berkembang (WHO, 2003). Selain itu Ganie (2007) menyatakan bahwa di Indonesia belum ada data yang akurat mengenai gagal jantung ini di masyarakat, namun data rumah sakit menunjukkan adanya peningkatan penderita gagal jantung. Prevalensi pria dan wanita berusia 40 tahun yang menderita gagal jantung dengan komorbid hipertensi prognosisnya memburuk sekitar 20 persen dengan kejadian pada wanita lebih sering dibanding pria (Hurst et al., 2008). Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas penderita penyakit jantung (Maggioni, 2006). Panggabean (2007) menyatakan bahwa gagal jantung adalah keadaan pada saat darah yang dipompakan dari jantung tidak mencukupi kebutuhan tubuh. Gagal jantung juga dapat dikatakan sebagai gangguan proses biokimiawi dan biofisika jantung yang mengakibatkan rusaknya kontraktibilitas dan relaksasi miokard. Gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindroma klinik komplek
1
yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, kelelahan, baik dalam keadaan istirahat atau latihan, edema, dan tanda obyektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat (Ganie, 2007 dan McMurray et al., 2012). Outcome gagal jantung kronik dihubungkan dengan rendahnya kesehatan yang berhubungan dengan kualitas hidup, serta meningkatkan ketergantungan rawat inap di rumah sakit ( Dunderdale et al., 2005). Tujuan utama pengobatan gagal jantung kronik adalah mengurangi gejala, memperbaiki kapasitas kerja dan kualitas hidup serta memperpanjang harapan hidup (Braunwald et al., 2012). Kualitas hidup merupakan salah satu outcome terapi yang dapat digunakan untuk menilai efek terapi terhadap kesehatan penderita (Ibrahim, 2003). Pada umumnya tindakan dan pengobatan gagal jantung ditujukan pada aspek pengurangan beban kerja, memperkuat kontraktilitas miokard, mengurangi kelebihan cairan dan garam, serta tindakan/pengobatan khusus terhadap penyebab dan kelainan yang mendasari. Beban awal (preload) dapat dikurangi dengan pembatasan cairan, pemberian diuretika atau vasodilator lain. Beban akhir (afterload) dapat dikurangi dengan vasodilator seperti ACEI (angiotensinconverting enzyme inhibitor) atau ARB (angiotensin II receptor blocker), prazosin, hidralazin dan lain-lain. Kontraktilitas miokard dapat ditingkatkan dengan inotropik seperti digitalis, dopamin, dan dobutamin (Rilantono dkk., 2002). Terapi Golongan ACEI efektif mencegah progresivitas disfungsi ventrikel kiri, mengurangi mortalitas, dan bisa menstabilkan proses aterosklerosis (Kiowski
2
et al.,1996). Manfaat klinis lain dari terapi golongan ACEI pada penderita disfungsi ginjal meskipun secara statistik tidak ada hubungan dengan risiko mortalitas dan morbiditas lebih rendah, atau kualitas hidup yang lebih baik (Philbin et al., 1999). Golongan ACEI memiliki efek kardioprotektif dan efek vaskuloprotektif melalui penghambatan sistem renin-angiotensin (RAS) baik di jaringan maupun sirkulasi darah. ACEI diberikan pada pasien gagal jantung simptomatik dan pada pasien dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤40%, kecuali jika terdapat kontraindikasi atau pasien tidak toleran terhadap obat. Golongan ACEI mempunyai adverse effect seperti fungsi renal memburuk, hiperkalemia, hipotensi simptomatik, dan batuk (Maggioni, 2006). Selain efek terapi pada kelangsungan hidup penderita, hemodinamik, dan kapasitas latihan, kualitas hidup telah menjadi outcome penting dari terapi untuk gagal jantung kronik. Menurut penelitian klinis Wolfell (1998) dan McMurray et al., (2012), golongan ACEI (ramipril) dilaporkan bahwa domain tertentu dan kualitas kesehatan yang berhubungan dengan kehidupan (HRQL, Health Related Quality of Life) memiliki dampak jangka panjang pada kelangsungan hidup penderita dengan penurunan fungsi sistolik ventrikel kiri, terlepas dari gejala gagal jantung saat diagnosis. Apabila penderita tidak toleran terhadap efek samping penggunaan golongan ACEI maka diberikan alternatif penggunaan golongan Angiotensin II Receptor Blocker (ARB) karena memberikan keuntungan tambahan berupa blokade langsung angiotensin II tipe I yang berdampak buruk pada gagal jantung melalui jalur alternatif dan efek samping yang lebih sedikit. ARB juga
3
memberikan efek protektif pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal atau hipertrofi ventrikel kiri (Maggioni, 2006 dan Brunton et al., 2010). Penggunaan β-blocker biasanya diberikan pada awal terapi untuk pasien yang stabil dan harus berhati-hati pada penderita yang baru mengalami dekompensasi serta hanya diberikan sebagai awal terapi pada penderita di rumah sakit (McMurray et al., 2012). Golongan β-blocker berperan untuk terapi gagal jantung karena mengurangi risiko kematian mendadak melalui efeknya yang mencegah toksisitas katekolamin, menurunkan laju jantung, menurunkan kerja otot jantung, memperbaiki energi otot jantung, meningkatkan regulasi reseptor beta adrenergik, menurunkan stress oksidatif dan memiliki efek antiaritmia (Maggioni, 2006 dan Brunton et al., 2010). Terapi β-blocker memberi dampak pada kualitas hidup yang meningkat pada penderita gagal jantung kronik yang mendapatkan pengobatan standar yang optimal dibandingkan dengan kelompok kontrol, tetapi secara statistik tidak signifikan (Dobre et al., 2007). Dengan memperhatikan hal tersebut diatas, serta jumlah penderita gagal jantung kronik cukup besar di RSUP (Rumah Sakit Umum Pusat) Dr Sardjito Yogyakarta maka perlu dilakukan penelitian mengenai kualitas hidup antara penderita gagal jantung kronik yang mendapatkan terapi ACEI atau ARB dengan β-blocker dibandingkan ACEI atau ARB tanpa β-blocker menggunakan kuesioner spesifik gagal jantung Minnesota Living with Heart Failure (MLHF).
4
B. Perumusan Masalah Bagaimanakah perbedaan kualitas hidup penderita gagal jantung kronik yang mendapatkan terapi ACEI atau ARB dengan β-blocker dibandingkan tanpa βblocker?. C. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang terkait dengan studi kualitas hidup penderita gagal jantung sebagai pendukung penelitian ini adalah : 1. Saccoman, et al., 2009 di Brazil meneliti kualitas hidup penderita gagal jantung pada geriatri menggunakan penilaian dengan instrumen spesifik MLHF. Metoda penelitian cross-sectional, subyek penelitian penderita berobat jalan sebanyak 170 berdasar kriteria inklusi. Kesimpulan penelitian ini adalah memungkinkan untuk assesmen kualitas hidup penderita geriatri yang menderita gagal jantung, menunjukkan dimensi emosional memberi dampak kecil, tetapi dimensi fisik termasuk kelelahan dan sesak nafas memberi dampak besar pada kualitas hidup penderita. Reliabilitas instrumen menunjukkan memuaskan dengan nilai alfa lebih besar dari 80%. Menurut peneliti hal yang paling bisa disesuaikan pada geriatri adalah dimensi fisik untuk meningkatkan fungsi fisik penderita gagal jantung. 2. Tofighi, et al., 2012 di Iran meneliti perubahan kesehatan yang berhubungan dengan kualitas hidup pada penderita dengan Coronary Artery Disease (CAD) dalam hal usia, jenis kelamin, dan strategi pengobatan. Menggunakan metode cohort prospektif pada dua rumah sakit di Iran, jumlah subyek penelitian 49
5
pasien berdasarkan kriteria inklusi. Kuesioner yang digunakan SF-36. Hasil dari penelitian ini bahwa secara umum kesehatan yang berhubungan dengan kualitas hidup tidak ada perbedaan bermakna dalam hal pengobatan, usia, dan jenis kelamin. 3. Widhi, 2011 dalam skripsi berjudul gambaran kepatuhan dan kualitas hidup pasien gagal jantung kronik rawat jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta menggunakan instrumen Modified Morisky Scale (MMS) dan SF-36. Metode penelitian non eksperimental dan bersifat deskriptif evaluatif dengan subyek penelitian sebanyak 32 pasien. Untuk pasien gagal jantung di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta diperoleh tingkat kepatuhan termasuk kategori tinggi dan nilai skor domain kualitas hidup yang paling tinggi adalah domain kesehatan fisik dan penyakit gagal jantung kronik mempunyai kecenderungan kesehatan mental dan sosial.
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengetahui perbedaan kualitas hidup penderita gagal jantung kronik yang mendapatkan terapi ACEI atau ARB dengan β-blocker dibandingkan tanpa βblocker dengan menggunakan kuesioner spesifik Gagal Jantung MLHF (versi Bahasa Indonesia).
6
E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada dokter/pembuat keputusan di Rumah Sakit, mengenai manajemen terapi yang sesuai pada penderita gagal jantung kronik yang mendapat terapi golongan ACEI atau ARB dengan β-blocker dibandingkan terapi tanpa β-blocker, sehingga dapat meningkatkan keberhasilan terapi serta meningkatkan kualitas hidup penderita. Bagi farmasis khususnya farmasi klinik, diharapkan dapat meningkatkan perannya dalam upaya meningkatkan kualitas hidup penderita.
7