BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Stroke merupakan penyakit dengan defisit neurologis permanen akibat perfusi yang tidak adekuat pada area tertentu di otak atau batang otak. Stroke dibagi menjadi 2 yaitu tipe iskemia dan tipe perdarahan. Pada iskemia terjadi kekurangan suplai darah yang membawa energi dan oksigen ke jaringan otak. Ada tiga mekanisme yang mendasarinya yaitu trombosis, emboli dan menurunnya perfusi sistemik. Sementara tipe perdarahan dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu subdural, subarachnoid dan intraserebral (Greenberg, 1996; Caplain et al., 2009). Perdarahan intraserebral (PIS) merupakan bentuk dari subtipe stroke yang dapat menyebabkan kematian atau disabilitas mayor dibandingkan infark serebral atau perdarahan subarachnoid (Rasool et al., 2004). Perdarahan intraserebral merupakan salah satu dari sebagian besar penyakit serebrovaskuler yang mematikan dengan rata-rata mortalitas 30 hari sekitar 35-52% dan meninggalkan outcome klinis yang jelek. Hanya 20% pasien yang tidak tergantung secara fungsional (Kuramatsu et al., 2010). Perdarahan intraserebral terjadi dua kali lebih sering dibanding perdarahan subarachnoid. Di dunia, insidensi perdarahan intraserebral 10-20 kasus per 100.000 penduduk dan meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Kejadian perdarahan intraserebral 15% dari total stroke akut, meskipun terdapat perbedaan insidensi
1
2
berdasarkan ras dan etnik. Dilaporkan kejadian stroke lebih tinggi pada orang asia dan orang kulit hitam (Rasool et al., 2004). Menurut data epidemiologi di Indonesia 50% pasien yang di rawat di bangsal saraf adalah pasien stroke dan kurang lebih 5% nya meninggal karena stroke. Kejadian stroke iskemik akut di RSUP Dr. Sardjito dilaporkan 70% sedangkan stroke perdarahan 30%. Angka kematian pada stroke iskemik sebesar 9,3% dan stroke perdarahan 14,4% (Grehenson, 2011). Faktor resiko terjadinya perdarahan intraserebral antara lain tekanan darah arteri yang meningkat, gula darah yang tinggi, penggunaan antikoagulan, gangguan darah, peminum alkohol berat, amiloid angiopati serebral, dan kelainan vaskuler seperti aneurisma dan arteriovenous malformation (AVM). Namun perdarahan intraserebral primer banyak disebabkan karena hipertensi kronik atau angiopati amiloid, dengan kasus kira-kira 78%-88% (Rasool et al., 2004). Perdarahan di struktur otak dalam biasanya disebabkan karena hipertensi, abnormalitas vaskuler atau penyebab non hipertensi lainnya. Sedangkan perdarahan lobar pada usia tua banyak disebabkan karena hipertensi dan angiopati amiloid serebral (Broderick J et al., 2007). Pecahnya mikroaneurisma dalam arteriola menyebabkan perdarahan di lobus serebral, ganglia basalis, thalamus, pons, dan serebellum. Hal itu dikarenakan daerah tersebut mempunyai pembuluh darah arteri yang pendek, lurus dan sedikit bercabang. Jarak antara arteri dan kapiler relatif pendek, sehingga arteriola harus menahan tekanan tinggi yang berasal dari arteri besar. Selain itu adanya perubahan degeneratif dinding pembuluh darah yang
3
ditimbulkan oleh hipertensi kronis mengakibatkan menurunnya kelenturan dan meningkatkan kemungkinan terjadinya ruptur spontan (Qureshi et al., 2001). Kejadian fatal perdarahan intraserebral di bulan pertama tinggi dengan rata-rata kejadiannya 28-52% dan kematian terbanyak terjadi pada beberapa hari onset gejala. Faktor-faktor umum yang dilaporkan berhubungan dengan outcome yang jelek yaitu ukuran perdarahan yang luas, penurunan kesadaran, skor Glascow scale, dan tekanan darah yang meningkat pada awal pemeriksaan (Rasool et al., 2004). Pencitraan otak merupakan penunjang diagnostik yang paling menentukan dalam evaluasi awal stroke. Di Indonesia, Computed Tomography / CT scan masih banyak dipakai secara rutin pada kasus-kasus stroke, meskipun pencitraan MR lebih superior untuk menilai stroke. Pemeriksaan CT merupakan pemeriksaan minimal yang diperlukan untuk menyingkirkan penyebab lain stroke, menentukan jenis patologi stroke, menentukan lokasi, ukuran, dan ada tidaknya efek terhadap pendesakan dan besarnya volume perdarahan (Anwary, 2001). Lokasi perdarahan pada PIS yang paling sering di putamen dan kapsula interna (50% dari semua kasus), daerah lobus (lobus temporal, parietal dan frontal), talamus, pons, dan serebelum (Gilroy, 2000) Pengukuran volume perdarahan dapat dilakukan dengan CT scan. Terdapat dua metode pengukuran volume menggunakan CT scan, yaitu metode ABC/2 dan metode digital di software monitor CT scan (Maeda et al., 2013). Terdapat variasi dari hasil penelitian sebelumnya yang menghubungkan antara tekanan darah dan perdarahan intraserebral spontan. Penelitian oleh
4
Terayama et al. (1997) menyatakan peningkatan rata-rata tekanan darah dan volume hematom di putamen dan talamus berhubungan dengan tingginya mortalitas. Sedangkan rata-rata tekanan darah tidak berhubungan secara klinis dengan kejadian perdarahan di subkortek, serebellar dan pontin. Penelitian Tuhrim et al. (1991) menyatakan tekanan darah merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan outcome yang diukur pada hari ke 30. Penelitian oleh Nath et al. (1983) menyatakan tekanan darah tidak berhubungan secara spesifik dengan outcome. Tekanan darah yang tinggi merupakan faktor resiko yang penting terhadap kejadian PIS berulang. Penelitian prospektif pada 74 pasien dengan stroke hemoragik menyatakan tekanan darah diastolik yang lebih tinggi berhubungan dengan peningkatan rata-rata kejadian PIS berulang. Penelitian retrospektif pada 51 pasien dengan riwayat PIS menunjukkan rata-rata kejadian stroke berulang lebih rendah pada kelompok post stroke dengan tekanan darah < 80mmHg dibanding dengan kelompok post stroke dengan tekanan darah > 90 mmHg. Beberapa penelitian observasional dengan jumlah sampel yang kecil menunjukkan peningkatan tekanan darah pada PIS berhubungan dengan perluasan hematom (Rasool et al., 2004). Berdasarkan uraian diatas dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. CT scan selain sebagai alat untuk menegakkan diagnosis perdarahan intraserebral juga dapat digunakan untuk menentukan estimasi volume perdarahan dan lokasi perdarahan berdasarkan anatomi.
5
2. Tekanan darah merupakan faktor resiko terjadinya perdarahan intraserebral, meskipun terdapat faktor resiko lain seperti amiloid angiopati dan kelainan darah dan vaskular. 3. Volume perdarahan berhubungan dengan outcome pasien dengan perdarahan intraserebral 4. Adanya kemungkinan hubungan antara volume perdarahan dengan tekanan darah pasien dengan perdarahan intraserebral. Uraian ringkas dan latar belakang diatas memberikan dasar bagi Peneliti untuk merumuskan masalah sebagai berikut, apakah ada hubungan antara volume perdarahan berdasarkan CT scan kepala dan tekanan darah yang diukur saat masuk rumah sakit pada pasien dengan perdarahan intraserebral spontan? Dari permasalahan diatas perlu dilakukan penelitian hubungan antara volume perdarahan dan tekanan darah yang diukur saat masuk rumah sakit pada pasien perdarahan intraserebral spontan berdasarkan CT scan kepala. B. Pertanyaan Penelitian Apakah ada hubungan antara volume perdarahan (hematom) dan tekanan darah yang diukur saat masuk rumah sakit pada pasien dengan perdarahan intraserebral spontan. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara volume perdarahan berdasarkan CT scan kepala dengan nilai tekanan darah saat masuk rumah sakit pada pasien perdarahan intraserebral spontan.
6
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan akan: 1. Bermanfaat bagi pasien maupun masyarakat untuk mengetahui seberapa besar efek perdarahan yang mungkin terjadi berdasarkan nilai tekanan darah sehingga pasien hipertensi selalu waspada, hati hati dan selalu mengendalikan tekanan darah. 2. Bermanfaat bagi klinisi untuk memberikan estimasi kemungkinan seberapa perdarahan yang terjadi berdasarkan pengukuran tekanan darah. 3. Bermanfaat bagi pendidikan, melatih cara berpikir dan melakukan penelitian secara benar dan menambah wawasan dalam bidang radiodiagnostik khususnya MSCT. 4. Bermanfaat untuk penelitian selanjutnya, sebagai dasar teori atau sumber pustaka.
E. Keaslian Penelitian Dari penelusuran Peneliti belum ada penelitian yang sama persis dengan penelitian ini di RSUP Dr.Sardjito, yaitu hubungan antara volume perdarahan dengan tekanan darah yang diukur saat masuk rumah sakit di RSUP Dr. Sardjito. Penelitian sebelumnya menghubungkan antara volume perdarahan dengan outcome pasien berdasarkan skore NIHSS dan skor orgogozo. Di RSUP Dr. Sardjito penelitian sebelumnya menghubungkan perdarahan intraserebral dan GCS pada stroke dengan pemeriksaan MSCT, korelasi antara volume infark dan aktifitas kehidupan sehari-hari pada pasien stroke infark, hubungan antara volume
7
perdarahan dengan outcome pada pasien stroke haemoragik dan Tekanan darah pada saat masuk di UGD sebagai prediktor stroke hemoragik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Tabel 1. Tabel penelitian volume perdarahan intraserebral. Tahun / peneliti Tuhrim, 1991
Subyek Retrospektif, 82 subyek
Topik Prediksi survival perdarahan intraserebral
Singh et al, 2006
Retrospektif, 100 subyek
Kuramatsu et al, 2010
Retrospektif, 188 subyek
CT scan sebagai alat yang memprediksi outcome stroke yang disebabkan perdarahan intraserebral di rumah sakit rujukan Hubungan umur dan volume hematom pada pasien perdarahan intraserebral lobaris
Anggiamurni, 2010
Observasional Prospektif, 49 subyek
Ping, 2010
Cross sectional, retrospektif
Wihartantie, 2011
Retrospektif, 55 subyek
Al mousawi et al, 2012
Prospektif, 70 subyek
Prediktor outcome perdarahan intraserebral spontan pada pasien stroke di Irak
Pandiyan, 2012
Case control retrospektif, 62 subyek
Assaadah, 2014
Observational cross sectional, 60 subyek
Tekanan darah pada saat masuk di UGD sebagai prediktor stroke hemoragik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Perbandingan kadar D-dimer pada stroke hemoragik dan stroke iskemik di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta
Volume hubungan volume dan letak lesi hematom dengan kecepatan pemulihan fungsi motorik penderita stroke hemoragik berdasarkan kategori skala orgogozo Hubungan antara volume hematom dengan prognosis outcome stroke ICH Hubungan perdarahan intraserebral dan glascow coma scale pada stroke dengan pemeriksaan MSCT
Hasil Tekanan darah merupakan salah satu faktor yang secara statistik berhubungan dengan outcome, diukur pada fatalitas 30 hari Kematian dan status fungsi 30 hari onset stroke berhubungan dengan volume ICH awal dan dianggap sebagai indikator baik pada masing-masing tempat. Volume hematom meningkat pada pasien perdarahan lobar usia > 70 th HbA1c berhubungan signifikan dg perdarahan otak bagian dalam Volume hematom dan letak lesi hematom tidak berpengaruh terhadap kecepatan pemulihan fungsi motorik penderita stroke hemoragik. Terdapat hubungan antara volume hematom dengan prognosis outcome stroke Terdapat hubungan antara volume perdarahan intraserebral, pergeseran linea mediana, dan lokasi perdarahan intraserebral dengan nilai GCS pada stroke pada pemeriksaan MSCT scan kepala Mortalitas dan morbiditas yang tinggi tampak pada ukuran hematom yang luas, kolesterol serum yang rendah, dan vital sign yang tinggi Tidak ada hubungan yang signifikan antara tekanan darah dan prognosis outcome stroke Level plasma D-dimer meningkat pada stroke hemoragik dan iskemik, namun lebih tinggi pada stroke hemoragik
8
Peneliti menemukan beberapa penelitian dan jurnal yang digunakan sebagai acuan, diantaranya terlihat pada tabel 1