BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Candida albicans merupakan patogen utama pada infeksi kandidiasis oral (orofaringeal) dan kandidiasis genital (vulvovaginal) (Pauli, 2006). Jamur C. albicans lebih lanjut dapat menyebabkan kandidiasis sistemik (Chotirmall dkk., 2010). Jamur C. albicans mampu membentuk biofilm polimikroba termasuk dengan Pseudomonas aeruginosa (Méar dkk., 2013; Vasconcelos dkk., 2014). Sel C. albicans dalam bentuk biofilm memiliki sifat yang berbeda dibanding dengan bentuk sel bebasnya. Kepekaannya terhadap obat antijamur jauh menurun atau menjadi sangat resisten (Prażyńska dan Gospodarek, 2014). Kadar obat yang diperlukan untuk mencapai kadar hambat minimum (KHM) jika selnya dalam biofilm menjadi 30-2000 kali lebih besar dibanding bentuk bebasnya (Douglas, 2003). Kepekaan obat antijamur seperti amfoterisin-B, flukonazol, itrakonazol, dan ketokonazol dalam satu dekade terakhir menurun terhadap sel biofilm C. albicans dibandingkan terhadap sel bebas (Khan dan Ahmad, 2012a). Antijamur golongan azol terbaru voriconazol dan posaconazol diketahui tidak aktif terhadap biofilm C. albicans (Bink dkk., 2011). Akibatnya, pilihan terapi antijamur tersebut menjadi terbatas. Oleh sebab itu kita perlu mencari senyawa obat antijamur baru yang bersifat antibiofilm misal dari sumber alam seperti tumbuhan. Tumbuhan dikenal sebagai sumber kaya molekul bioaktif yang bersifat antimikroba atau antijamur (Wagner dan Ulrich-Merzenich, 2009). Minyak atsiri yang dihasilkan dari proses 1
destilasi uap bahan tumbuhan merupakan salah satu kelompok senyawa alam yang menjanjikan untuk digunakan dalam terapi infeksi jamur (Silva dkk., 2011). Minyak atsiri dari Massoia aromatica (Lauraceae) berpotensi sebagai antijamur. Minyak masoyi dari kulit batang Massoia aromatica (Lauraceae) diketahui aktif menghambat pertumbuhan sel planktonic dan biofilm C. albicans. Kadar hambat biofilm minimum minyak masoyi kurang dari 100 µg/mL (Pratiwi dkk, 2015, dalam proses publikasi). Komponen utama minyak masoyi yaitu masoyi lakton (Rali dkk., 2007). Kadarnya dalam minyak masoyi sebesar 92% (Pratiwi dkk., 2015a). Minyak masoyi tersebut juga diketahui mampu meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag (Permanasari, 2015). Minyak masoyi memiliki kelemahan. Minyak masoyi bersifat hidrofobik sehingga kelarutannya dalam air rendah. Hal ini berakibat penghantarannya ke tempat aksi terhambat. Masalah tersebut dapat diatasi dengan membentuknya menjadi nanoemulsi. Penghantaran dalam bentuk nanoemulsi dapat meningkatkan kelarutan senyawa hidrofobik dalam air dan kecepatan dissolusinya (Sood dkk., 2014). Enkapsulasi minyak atsiri pada skala nano ini juga dapat melindunginya dari interaksi sekaligus meningkatkan stabilitas fisika senyawa aktif (Donsì dkk., 2012). Penghantaran dalam bentuk nanoemulsi juga berpotensi meningkatkan aktivitas antijamur minyak masoyi. Enkapsulasi minyak atsiri dalam ukuran nano diketahui meningkatkan aktivitas antimikrobanya. Sebagai contoh, aktivitas antimikroba nanoemulsi d-limonen dan terpena meningkat secara bermakna
2
dibandingkan jika tidak terenkapsulasi (Donsì dkk., 2011). Peningkatan ini dapat menurunkan jumlah senyawa yang dibutuhkan untuk memberikan efek tersebut (Blanco-Padilla dkk., 2014). Pratiwi dkk. (2015, tidak dipublikasikan) telah mengembangkan nanoemulsi minyak masoyi dari M. aromatica. Nanoemulsi tersebut memiliki aktivitas antibakteri yang lebih tinggi terhadap Staphylococcus aureus dibanding dengan minyak masoyi murni. Namun demikian, pengujiannya terhadap C. albicans sejauh ini belum ada terutama untuk mengetahui pengaruhnya terhadap biofilm C. albicans. Minyak masoyi juga diketahui iritatif terhadap kulit. Sifat iritatif ini terutama disebabkan adanya masoyi lakton (Barros dkk., 2014). Gugus lakton ini cenderung menimbulkan sensitisasi terhadap kulit (Tisserand dan Young, 2014a). Sifat iritatif ini mengindikasikan potensi sitotoksisitas minyak masoyi. Gugus lakton diketahui berperan menyebabkan aktivitas sitotoksik (Chaturvedi, 2011). Sitotoksisitas nanoemulsi minyak masoyi hingga saat ini belum diketahui. Oleh karena itu, penelitian ini akan membandingkan aktivitas antibiofilm terhadap C. albicans antara minyak masoyi dan nanoemulsinya. Efeknya terhadap fagositosis makrofag juga akan diteliti. Adapun sitotoksisitas nanoemulsi minyak masoyi akan diujikan terhadap sel vero secara in vitro.
3
B. Rumusan Masalah 1.
Apakah daya hambat pembentukan biofilm Candida albicans oleh nanoemulsi lebih tinggi dibanding minyak masoyi?
2.
Apakah aktivitas fagositosis makrofag nanoemulsi minyak masoyi lebih tinggi dibanding minyak masoyi?
3.
Bagaimanakah sitotoksisitas nanoemulsi minyak masoyi secara in vitro dibanding minyak masoyi?
C. Keaslian Penelitian Penelitian tentang minyak atsiri dari M. aromatica (minyak masoyi) sejauh peneliti ketahui masih jarang. Sementara ini, publikasi penelitian yang ada menunjukkan
sedikit
informasi
mengenai
bioaktivitasnya.
Rali
dkk.
(2007) melaporkan hasil analisis minyak atsiri yang berasal dari kulit batang, kayu, dan buah M. aromatica. Kandungan utama minyak atsiri pada kulit batang dan kayunya adalah masoyi lakton. Adapun Barros dkk. (2014) menyampaikan hasil uji antikanker dan antiinflamasi dari hasil sintesis masoyi lakton dan analognya. Minyak masoyi dari kulit batang M. aromatica berpotensi sebagai antibiofilm. Minyak masoyi diketahui mampu menghambat biofilm C. albicans (Pratiwi dkk, 2015, belum dipublikasikan). Lebih lanjut, formula nanoemulsi minyak masoyi yang mengandung masoyi lakton telah dikembangkan oleh Pratiwi dkk. (2015, belum dipublikasikan). Formula tersebut menunjukkan sifat
4
antibakteri yang lebih tinggi dibanding minyak masoyi murni (tidak diformulasi). Penelitian mengenai pengaruh nanoemulsi minyak masoyi terhadap biofilm C. albicans sejauh ini belum ada. Hal yang belum pernah diteliti termasuk pengaruh nanoemulsi minyak masoyi terhadap fagositosis makrofag dan sitotoksisitasnya terhadap sel vero secara in vitro.
D. Pentingnya Penelitian 1.
Bagi pengembangan ilmu kefarmasian khususnya mikrobiologi farmasi a.
Penelitian ini dapat menjadi sumber referensi terbaru mengenai sifat nanoemulsi minyak atsiri terhadap biofilm Candida albicans.
b.
Penelitian ini sebagai landasan pengembangan obat antiinfeksi berbasis minyak atsiri.
2.
Bagi bangsa dan negara pada umumnya a.
Penelitian ini dapat meningkatkan nilai manfaat Massoia aromatica yang ada di Indonesia.
5
E. Tujuan Penelitian 1.
Mengetahui daya hambat pembentukan biofilm
Candida albicans
nanoemulsi minyak masoyi dibandingkan dengan minyak masoyi. 2.
Mengetahui efek nanoemulsi minyak masoyi terhadap fagositosis makrofag dibandingkan dengan minyak masoyi.
3.
Mengetahui sitotoksisitas nanoemulsi minyak masoyi dibandingkan minyak masoyi terhadap sel vero secara in vitro.
6