BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Masalah Penelitian Aku adalah manusia. Drijarkara (1969: 79) mengatakan bahwa manusia tidak tinggal diam dalam hidupnya. Manusia senantiasa bergerak, mengelola dirinya mengarah pada tujuan hidupnya. Manusia sendiri yang membentuk dunia dan kehidupannya. Dunia adalah dunia manusia, tidak ada dunia tanpa manusia. Manusia adalah sempurna, bebas, unik, bertingkah laku, berkepribadian dan berpengalaman. Manusia memiliki beberapa tesis yang mencirikan manusia itu sendiri. Salah satu tesis yang mencirikan manusia adalah manusia sebagai homo viator, yaitu manusia tidak semata-mata berinovasi dalam menghadapi kehidupannya, namun berupaya untuk “menjadi”. Manusia tidak senantiasa hidup dalam keajegan. Manusia akan bertindak untuk dapat meraih hasratnya, sehingga manusia harus terus menerus berjuang untuk mencari jati dirinya. Hal ini menandakan bahwa manusia selalu tumbuh untuk menjadi dewasa oleh karena perjuangannya yang tidak ada hentinya. Manusia tidak selalu puas dengan keadaan yang dimilikinya saat ini, sehingga manusia selalu mengusahakan yang terbaik bagi keberadaannya. Manusia memiliki rasa ketidakpuasan atas apa yang didapatkannya dalam keseharian. Hal ini menunjukkan bahwa manusia merupakan makhluk yang berkebutuhan. Abraham Maslow mengatakan bahwa manusia adalah makhluk 1
2
berkebutuhan yang jarang mencapai kepuasan penuh kecuali dalam waktu yang singkat. Manusia ketika memuaskan satu keinginan, keinginan yang lain muncul dan menggantikannya, dan ketika kembali dipuaskan, masih juga yang lain muncul di permukaan, dan seterusnya (Setiawan, 2014: 149). Hal ini menunjukkan bahwa manusia memiliki karakteristik atau kekhasan yakni di dalam hidupnya manusia selalu membutuhkan atau menginginkan sesuatu. Manusia dapat memenuhi dan melakukan segala yang dibutuhkan atau diinginkannya karena
manusia
memiliki kebebasan.
Kemampuan untuk
mewujudkan kebebasannya merupakan ciri khas manusia, namun dalam perkembangannya manusia menghadapi pilihan-pilihan dalam hidup yang tidak dapat dihindari. Hal ini karena pada kenyataannya manusia akan selalu menghadapi tuntutan untuk dapat mengambil keputusan. Apapun yang dipilih oleh manusia individual haruslah dihormati dan tidak dapat diganggu gugat oleh masyarakat, meskipun pilihan itu berbeda dari kebanyakan orang (Hadi, 2007: 114). Soren Kierkegaard mengatakan bahwa manusia yang dapat mengambil keputusan merupakan suatu bentuk eksistensi manusia yang sebenarnya. Eksistensi manusia berada dalam kebebasan karena manusia dihadapkan pada pilihan-pilihan dalam kehidupannya (Armawi, 2011: 24-25). Maharani (2008: 31) menyebutkan bahwa kebebasan dapat digolongkan ke dalam tiga kategori: a. Kebebasan fisik, yakni tidak adanya paksaan fisik. Manusia baik pada dirinya sendiri maupun terhadap yang lain perlu mendapatkan
3
kebebasan fisik. Manusia perlu mengaktualisasikan diri, dan fisik adalah salah satu kekayaan yang dimiliki untuk menunjang aktivitasnya, misalnya secara fisik manusia bebas untuk bergerak. b. Kebebasan moral, yakni tidak adanya paksaan moral hukum atau kewajiban. Manusia bebas untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu bukan karena pertimbangan paksaan moral hukum atau karena kewajibannya. Seseorang berhak atas keputusan tindakannya sejauh dapat mempertanggungjawabkan tindakannya. c. Kebebasan psikologis, yakni kebebasan pilihan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara bebas. Seseorang akan melakukan sesuatu atau tidak karena memang ingin memilihnya dan tanpa tekanan dari luar. Seseorang bertindak menentukan dirinya sendiri, bertindak demi dirinya sendiri bahkan menjadi penyebab bagi dirinya sendri. Manusia pada prinsipnya adalah individu. Individu identik dengan kebebasan. Setiap manusia ataupun setiap individu menciptakan diri dan dunianya melalui suatu pilihan bebas, yang dipilih dan diputuskan sendiri oleh manusia itu sendiri, sehingga manusia bebas dalam memenuhi kepuasan kebutuhan atau keinginan dalam hidupnya. Pemenuhan keinginan manusia terkadang tidak terpuaskan pada satu keinginan saja karena akan muncul keinginan yang lain. Misalnya keinginan A terpenuhi 10%, maka keinginan B belum muncul, ketika keinginan A terpenuhi 25% keinginan B dapat muncul 5%, dan ketika keinginan A terpenuhi 75% maka keinginan B muncul 50%, dan keinginan C dapat muncul
4
5%, dan seterusnya. Keinginan-keinginan yang dimiliki manusia belum tentu merupakan sesuatu yang benar-benar dibutuhkan, namun manusia memiliki hasrat untuk memperolehnya. Hal ini dapat dikatakan bahwa manusia memiliki perilaku konsumtif karena manusia dibekali hasrat untuk memperoleh keinginannya. Keinginan-keinginan yang pada dasarnya kurang dibutuhkan tetapi tetap dipuaskan oleh manusia merupakan ciri manusia yang bergaya hidup konsumtif. Gaya hidup konsumtif ditandai oleh adanya kehidupan mewah dan berlebihan, penggunaan segala hal yang dianggap paling mahal yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik sebesar-besarnya, serta adanya pola hidup manusia yang didorong dan dikendalikan oleh semua keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan semata (Imanda, 2013: 73). Manusia yang bergaya hidup konsumtif adalah manusia yang mengonsumsi barang-barang yang dibutuhkan atau diinginkan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal. Penelitian ini menjadikan konsep diri dalam gaya hidup konsumtif sebagai objek material karena menurut penulis konsumtif sangat erat hubungannya dengan manusia. Manusia dibekali hasrat dan kebebasan sehingga berhak memilih untuk menjadi manusia konsumtif dalam hidupnya. Konsumtif sering dilihat dari sisi luarnya yang menjadi perangsang manusia untuk menjadi seorang konsumtif, misalnya karena iklan, merek dan harga. Peneliti tertarik untuk mengupas dengan sudut pandang yang berbeda, yakni dari sisi manusianya sendiri yang memiliki dan memilih sifat konsumtif. Gaya hidup konsumtif dapat menjadi perwujudan diri seseorang dengan memiliki barang yang dibutuhkan atau diinginkannya, jadi
5
konsep diri gaya hidup konsumtif yang dipakai dalam penelitian ini adalah konsep diri seseorang untuk menampilkan identitas dirinya lewat penggunaan barang yang lebih mengarah pada kesenangan dan penghargaan tanpa memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan yang sebenarnya. Gaya hidup konsumtif dapat dengan mudah ditemukan atau dilihat pada sosok artis yang memiliki ratusan tas, sepatu, baju, dan lain sebagainya. Satu orang memiliki ratusan tas, sepatu, baju, secara logika adalah suatu pemborosan, namun dapat dikatakan bahwa pemenuhan kesenangan seperti itu dapat menjadi wujud dari “aku” yang diidealkan oleh manusia itu sendiri. Tingkah laku manusia pada dasarnya adalah usahanya yang berarah tujuan untuk memuaskan kebutuhankebutuhannya sebagaimana dialami dalam konsep diri yang diinginkan atau diidealkan (Hall dan Gardner, 1993: 136-137). Konsep diri yang diidealkan merupakan konsep diri yang individu inginkan untuk dimiliki (Naisaban, 2004: 344), misalnya image yang dibentuk oleh seorang artis yang ingin disebut artis “unik” melalui gaya hidup konsumtifnya, yakni mengistimewakan diri dalam jasmani dengan mengonsumsi secara berlebih berbagai jenis produk busana, kosmetik, dan lain sebagainya. Driyarkara mengatakan bahwa manusia hanya dapat merealisasikan dirinya dengan merealisasikan dunia. Berada sebagai manusia berarti mengistimewakan diri sendiri dalam jasmani (Snijders, 2004: 56). Manusia dengan gaya hidup konsumtif berarti mengistimewakan diri dalam jasmani dengan wujud mengonsumsi berbagai macam barang yang dibutuhkan atau diinginkan secara berlebihan. Hal ini merupakan perwujudan dari
6
apa yang diinginkan, atau dianggap seharusnya demikian. Setiap manusia mempunyai bakat untuk menjadi manusia ideal (Widyastini, 2004: 83). Teori tentang manusia ideal dapat ditemukan dalam pemikiran Carl R. Rogers. Manusia ideal menurut Rogers adalah manusia yang congruence, yaitu kesesuaian antara kenyataan dengan ideal self yang diharapkan manusia itu sendiri. Rogers sangat kuat memegang asumsinya bahwa manusia itu bebas, rasional, utuh, mudah berubah, subjektif, dan sulit dipahami. Rogers berpandangan bahwa tingkah laku manusia hanya dapat dipahami dari cara manusia memandang realita hidup secara subjektif (Hambali dan Ujam, 2013: 190-200). Boeree (2008: 288) menjelaskan bahwa Rogers yakin bahwa seluruh makhluk hidup tidak hanya bertujuan bertahan hidup, tetapi ingin memperoleh apa yang terbaik bagi keberadaannya. Organisme, medan fenomena, dan konsep diri atau self merupakan bagianbagian dalam teori Rogers, dan Rogers memberikan penjelasan seperti yang ditulis dalam bukunya (Hambali dan Ujam, 2013: 196-197): “Berbicara secara pribadi, saya memulai karya saya dengan keyakinan yang mantap bahwa “diri” adalah suatu istilah yang kabur, ambigu atau bermakna ganda, istilah yang tidak berarti secara ilmiah, dan telah hilang dari kamus para psikolog, bersama menghilangnya para interspeksionis. Dari sebab itu, saya lambat menyadari bahwa apabila klien-klien diberi kesempatan untuk mengungkapkan masalah-masalah mereka dan sikapsikap mereka dalam istilah-istilah mereka sendiri, tanpa suatu bimbingan atau interpretasi, ternyata mereka cenderung berbicara tentang diri. Tampaknya jelas, bahwa diri merupakan unsur penting dalam pengalaman klien, dan aneh karena tujuannya adalah menjadi ‘diri-sejati’-nya.” Hal ini dapat dikatakan bahwa diri atau self merupakan struktur kepribadian yang menjadikan manusia menginterpretasikan dunianya, sehingga
7
diri selalu mengusahakan yang terbaik untuk diri pribadi. Teori kepribadian Carl Rogers tersebut yang digunakan peneliti untuk membedah konsep diri dalam gaya hidup konsumtif. Teori kepribadian Carl Rogers dipilih peneliti menjadi objek formal dalam penelitian ini, antara lain karena belum banyak penelitian yang membahas tentang pemikiran Carl Rogers, khususnya di lingkungan filsafat. Selain itu peneliti memilih teori kepribadian Carl Rogers karena dalam teori kepribadian Carl Rogers membahas tentang konsep diri, sehingga menurut peneliti relevan dijadikan sebagai objek formal dalam penelitian ini untuk membahas objek material yakni konsep diri dalam gaya hidup konsumtif. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, masalah dalam penelitian tesis ini dapat dirumuskan sebagai berikut : a. Apa dasar eksistensi manusia bergaya hidup konsumtif ? b. Bagaimana teori kepribadian menurut Carl Rogers ? c. Bagaimana konsep diri dalam gaya hidup konsumtif ditinjau dari teori kepribadian Carl Rogers ? 3. Keaslian Penelitian Fokus kajian dalam penelitian ini adalah konsep diri dalam gaya hidup komsutif dengan ditinjau dari pemikiran Carl Rogers. Penelitian ini akan memaparkan bagaimana self theory Carl Rogers memandang manusia dalam bergaya hidup konsumtif. Penulis menemukan beberapa karya yang terkait
8
dengan objek material dan objek formal yang dikaji, atau judul yang hampir serupa bahasannya pada karya ilmiah skripsi dan tesis, diantaranya : a. Skripsi yang berjudul Korban Perdagangan Anak Di Indonesia : Perspektif Pemikiran Humanistik Carl Rogers, oleh Nadia Sita Palupi tahun 2011 dari Filsafat UGM. Penelitian ini menggunakan objek material korban perdagangan anak di Indonesia dengan objek formalnya pemikiran Carl Rogers. b. Skripsi yang berjudul Konsep Diri Yamada Tsuyoshi dalam Film “Densha Otoko” Karya Nakano Hitori, oleh Raditya Titis Indriya tahun 2014 dari Universitas Dian Nuswantoro, Semarang. Skripsi ini meneliti konsep diri tokoh utama Yamada Tsuyoshi yang terdapat dalam film seri Densha Otoko dengan objek formalnya teori kepribadian dari Carl Rogers yang membahas tentang konsep diri. c. Tesis yang berjudul Gambaran Perilaku Konsumtif Siswa-I Sekolah Menengah Atas “International Islamic Boarding School Republic of Indonesia” oleh Rezi Suci Agustia tahun 2012, dari Universitas Binus, Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran umum perilaku konsumtif dan sejauh mana perilaku konsumtif pada subjek siswa-siswa perempuan yang bersekolah asrama di SMA IIBS RI.
9
d. Skripsi yang berjudul Gaya Hidup Konsumtif dalam Tinjauan Etika Epikuros, oleh Annisa Maharani tahun 2015, dari Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Penulisan ini memfokuskan pada gaya hidup konsumtif dengan objek formal menggunakan etika Epikuros. e. Skripsi yang berjudul Gaya Hidup Konsumtif Menurut Perspektif Etika John Stuart Mill, oleh Margaretta Tri Purwantini tahun 2006, dari Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Penulisan ini membahas gaya hidup konsumtif dengan pisau analisisnya etika John Stuart Mill. Berdasarkan hasil temuan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada penelitian yang sama dengan penelitian yang hendak disusun. 4. Manfaat yang diharapkan Penelitian filsafati ini diharapkan dapat memberi manfaat : a. Perkembangan ilmu pengetahuan: hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan studi filosofis berdasar filsafat manusia dan dapat menjadi refleksi diri agar gaya hidup konsumtif tidak menjadi budaya di Indonesia. b. Perkembangan
filsafat:
penelitian
ini
diharapkan
mampu
menyumbangakan pemikiran terhadap ilmu filsafat terutama filsafat manusia mengenai fenomenologi dan eksistensialisme.
10
c. Masyarakat: penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan kemampuan berpikir dan bertindak yang sesuai dengan konsep diri masing-masing untuk membentuk identitas atau citra diri dalam menanggapi perilaku konsumtif. d. Peneliti: penelitian ini memberikan pemahaman yang menyeluruh dan mendalam tentang pemikiran filosofis Carl R. Rogers. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mendeskripsikan secara filosofis dasar eksistensi manusia bergaya hidup konsumtif. 2. Mendeskripsikan teori kepribadian menurut Carl R. Rogers. 3. Menganalisis konsep diri dalam gaya hidup konsumtif dengan ditinjau dari teori kepribadian Carl R. Rogers. C. Tinjauan Pustaka Setiap makhluk kecuali tumbuhan pasti memiliki keinginan. Manusia mempunyai bertumpuk-tumpuk keinginan namun tidak secara spontan memenuhi keinginannya (Maharani, 2008: 11). Rasa puas pada manusia tidak berhenti pada satu titik saja melainkan cenderung meningkat, oleh karena itu dalam pengonsumsian suatu hal manusia selalu ingin lebih untuk memenuhi rasa puasnya, walaupun sebenarnya tidak ada kebutuhan akan barang tersebut. Manusia akan memiliki keinginan untuk membelanjakan uangnya dengan mengonsumsi barang dan jasa secara terus menerus untuk memenuhi rasa puasnya
11
(Agustia, 2012: 14). Tujuan penelitian skripsi oleh Rezi Suci Agustia (2012: 7) dengan judul Gambaran Perilaku Konsumtif Siswa-I Sekolah Menengah Atas “International Islamic Boarding School Republic of Indonesia” adalah untuk melihat gambaran umum perilaku konsumtif dan sejauh mana perilaku konsumtif pada subjek siswa-siswa perempuan yang bersekolah asrama di SMA IIBS RI. Manusia adalah makhluk berkebutuhan yang jarang mencapai kepuasan penuh kecuali dalam waktu yang singkat. Manusia memuaskan satu keinginan, keinginan yang lain akan muncul dan menggantikannya, dan ketika kembali dipuaskan, masih juga ada yang lain muncul di permukaan, dan seterusnya. Ini adalah karakteristik manusia, dimana seluruh hidupnya selalu membutuhkan atau menginginkan sesuatu. Melalui landasan pemikiran ini, ada dua hal yang muncul yaitu: 1) bahwa manusia tidak pernah terpuaskan kecuali dalam waktu yang pendek; dan 2) bahwa kebutuhan manusia tampak mengatur atau mengikatkan dirinya pada suatu hierarki potensi tertentu (Setiawan, 2014: 35). Suryomentaram menjelaskan bahwa manusia tidak akan puas dan akan selalu merasa kurang terkait dengan konsumsinya dalam memenuhi kebutuhan hidup. Manusia misalnya dalam memenuhi rasa lapar, maka pada dasarnya cukup dengan makan secukupnya, tetapi jika menuruti keinginan jiwa, maka tidak hanya cukup untuk makan saja, tetapi lebih dari itu yakni ingin makan-makan yang selalu enak di restoran-restoran mewah, hotel bintang lima, atau makan di sebuah tempat yang mencerminkan nilai yang tinggi bagi individu tersebut hanya untuk memperoleh nilai dalam kepuasan terkait makan, padahal kebutuhannya dapat
12
dipenuhi dengan makan di warung yang sederhana, murah dan mengenyangkan serta lezat (Alamsyah, 2014: 2). Snijders (2004: 84) berpendapat bahwa manusia adalah masyarakat konsumsi. Manusia tidak hanya membutuhkan apa yang sebenarnya manusia butuhkan, tetapi membutuhkan apa yang dibutuhkan oleh sistem produksi. Manusia dimanipulir menjadi budak, tetapi manusia tidak menyadarinya. Karya ilmiah yang ditulis oleh Annisa Maharani (2015: xiii) dengan judul Gaya Hidup Konsumtif dalam Tinjauan Etika Epikuros salah satu hasil penelitiannya menyebutkan bahwa konsumsi dalam masyarakat modern saat ini tidak lagi sebagai upaya pemenuhan kebutuhan tetapi sebagai pemuas hasrat untuk memperoleh kesenangan. Penelitian tersebut bertujuan untuk melihat gaya hidup konsumtif dengan sudut pandang etika Epikuros. Champbell mengatakan bahwa manusia mempunyai hasrat independen untuk mengejar kesenangan, sehingga konsumsi sebagai sebuah proses sukarela, pengarahan diri dan kreatif. Hal ini ditandai dengan kepedulian akan sensasi dan menyenangkan indera. Konsumsi mengekspresikan keinginan seseorang untuk menjadi orang lain, menjadi apapun seseorang tidak pernah sesuai dengan keinginannya sehingga orang terus menerus belanja sampai merasa puas (Lury, 1998: 102-104). Karya ilmiah yang ditulis oleh Margaretta Tri Purwantini (2006: xi) dengan judul Gaya Hidup Konsumtif Perspektif Etika John Stuart Mill salah satu hasilnya disebutkan bahwa prinsip utilitarian dalam masyarakat konsumen dapat dilihat dari perilaku konsumen yang membelanjakan uang dan memuaskan
13
segala keinginannya untuk menuju kebahagiaan dan kepuasan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gaya hidup konsumtif dengan sudut pandang etika John Stuart Mill. Tambunan menjelaskan bahwa perilaku konsumtif menunjukkan pada perilaku konsumen yang memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produksinya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok. Perilaku konsumtif adalah perilaku bersifat individu yang mengonsumsi hasil pihak lain berupa barang dan jasa yang kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan seperti yang diinginkan atau bukan menjadi kebutuhan pokok (Sukari, 2013: 14, 17-18). Lury (1998: 113) mengatakan bahwa gaya hidup konsumtif merupakan kecenderungan kelompok-kelompok dalam menggunakan barang-barang untuk membedakan diri mereka dengan kelompok lainnya. D. Landasan Teori Struktur kepribadian menurut Carl Rogers terdiri atas tiga bagian, yaitu organisme, medan fenomena dan self. Organisme mengandung tiga pengertian (Hambali dan ujam, 2013: 195), yaitu : a. Makhluk hidup: organisme adalah makhluk lengkap dengan fungsi fisik dan psikologiknya. Organisme adalah tempat semua pengalaman. Segala sesuatu yang secara potensial terdapat dalam kesadaran setiap saat, yaitu persepsi seseorang tentang peristiwa yang terjadi di dalam diri dan dunia eksternal.
14
b. Realitas subjektif : organisme menanggapi dunia seperti yang diamati atau dialaminya. Realita adalah medan persepsi yang sifatnya subjektif, bukan fakta benar-salah. Realita subjektif semacam itulah yang menentukan atau membentuk tingkah laku. c. Holisme: organisme adalah satu kesatuan sistem, sehingga perubahan pada satu bagian akan memengaruhi bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi dan bertujuan, yaitu untuk mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan diri. Organisme bereaksi sebagai keseluruhan terhadap medan fenomena dengan maksud memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Medan fenomena yang dimaksud Rogers adalah frame of reference dari individu yang hanya dapat diketahui oleh orang itu sendiri. Rogers mengatakan bahwa medan fenomena tidak dapat diketahui oleh orang lain kecuali melalui inferensi empatis dan selanjutnya tidak pernah dapat diketahui dengan sempurna. Bagaimana individu bertingkah laku tergantung pada medan fenomena itu (kenyataan subjektif) dan bukan pada keadaan-keadaan perangsangnya (keadaan luar). Medan fenomenal terdiri dari pengalaman sadar (dilambangkan) dan pengalaman tak sadar (tidak dilambangkan) (Hall dan Gardner, 1993: 132). Medan fenomenal atau lingkungan juga mempengaruhi pembentukan self atau konsep diri seseorang. Self atau konsep diri menurut Rogers adalah kesadaran batin yang tetap, tentang pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku. Konsep diri ini terbagi menjadi dua, yaitu konsep diri riil dan
15
konsep diri ideal. Rogers mengenalkan dua konsep lagi untuk menunjukkan apakah kedua konsep diri tersebut sesuai atau tidak, yaitu incongruence dan congruence. Incongruence adalah ketidakcocokan antara self yang dirasakan dalam pengalaman aktual disertai pertentangan dan kekacauan batin, sedangkan congruence berarti pengalaman diri yang diungkapkan dengan saksama dalam sebuah konsep diri yang utuh, integral, dan sejati (Hambali dan Ujam, 2013: 190). Rogers mengatakan bahwa inti dari konsep diri atau self adalah mengenali apa yang disebut individu sebagai saya atau aku. Self merupakan struktur kepribadian. Rogers berpendapat bahwa proses kepribadian yang paling fundamental
adalah
kecenderungan
untuk
melihat
ke
depan
menuju
perkembangan kepribadian. Rogers memberikan label kecenderungan ini dengan aktualisasi diri. Rogers mengatakan : “Organisme memiliki satu kecenderungan dasar dan berjuang menuju aktualisasi, mempertahankan dan meningkatkan pengalaman organisme” (Cervone dan Lawrence, 2011: 210-217). Rogers berpendapat bahwa aktualisasi diri merupakan kebutuhan dasar semua makhluk hidup. Perls mengatakan bahwa tidak ada individu yang cukup dengan dirinya sendiri, individu tersebut dapat eksis hanya dalam suatu medan lingkungan. Individu dengan tidak terhindarkan pada setiap waktu menjadi bagian dari medan yang mencakup baik dirinya maupun lingkungannya. Sifat dari hubungan antara diri dan lingkungannya menentukan perilaku manusia (Graham, 2005: 100-191).
16
E. Cara Penelitian 1. Bahan Penelitian Jenis penelitian ini merupakan sebuah penelitian kepustakaan dengan berdasarkan dua macam bahan yaitu pustaka primer dan pustaka sekunder. Pustaka primer adalah tulisan-tulisan dari Carl R. Rogers, sedangkan pustaka sekunder merupakan materi yang bersumber dari buku, jurnal, artikel, dan tulisan lain yang terkait dengan tema penelitian ini. a. Pustaka Primer i.
Rogers, C.R. 1961. On Becoming a Person. London: Constable.
ii.
Rogers, C.R. 1987. Antara Engkau dan Aku (terjemahan oleh Agus Cremers). Jakarta: Gramedia.
iii.
Sukari, dkk. 2013. Perilaku Konsumtif Siswa SMA di Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: BPNB.
iv.
Lury, Celia. 1998. Budaya Konsumen. Terj. Hasti T. Champion. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
b. Pustaka Sekunder i.
Abidin, Zainal. 2000. Filsafat Manusia: Memahami Manusia Melalui Filsafat. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
17
ii.
Al-Ghifari, Abu. 2003. Remaja Korban Mode. Bandung: Mujahid.
iii.
Hambali dan Ujam Jaenudin. 2013. Psikologi Kepribadian (Lanjutan). Bandung: CV Pustaka Setia.
iv.
Soedjatmiko, Haryanto. 2008. Saya Berbelanja, Maka Saya Ada. Yogyakarta: Jalasutra.
2. Jalan Penelitian Proses penelitian dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut: a.
Inventarisasi data. Pada tahap ini penulis mengumpulkan data yang terkait dalam penelitian. Data yang pertama berisi pustaka mengenai objek material, yaitu tentang konsep diri dalam gaya hidup konsumtif. Data yang kedua berisi tentang objek formal, yakni pustaka mengenai pemikiran Carl R. Rogers yang terdapat dalam karyanya. Data-data tersebut dikumpulkan sebanyak mungkin melalui penelusuran di berbagai perpustakaan maupun melalui penelusuran internet.
b.
Pengklasifikasian data. Jika pada tahap pengumpulan data penulis mengumpulkan data sebanyak mungkin, maka pada tahap ini data-data yang telah diperoleh mulai diklasifikasikan dan dipilah-pilah berdasarkan bab dan sub-sub bab yang telah penulis susun sesuai dengan rencana dan kebutuhan.
c.
Analisis data. Data yang telah diklasifikasikan mulai dianalisis sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian.
18
d.
Penyajian data, yaitu memaparkan hasil analisis secara sistematis dan teratur berdasarkan sub-sub bab yang telah ditentukan. Penyajian data diawali dari pokok-pokok pikiran atau unsur-unsur yang paling mendasar dan sederhana, kemudian menuju pada pokok pembahasan yang lebih rumit.
3. Analisis Hasil Data dalam penelitian ini dianalisis menggunakan metode sebagai berikut : a. Hermeneutika dengan tiga unsur metodis yaitu deskripsi, verstehen (pemahaman), dan interpretasi. Unsur metodis deskripsi: konsep-konsep pemikiran tokoh dijabarkan dan dijelaskan, sehingga dapat dipahami pola pemikiran tersebut. Pada penelitian ini, unsur deskriptif digunakan pada bagian penjabaran pemikiran Carl Rogers, terkait dengan teori kepribadian yang di dalamnya membahas tentang konsep diri. Verstehen: data yang telah dikumpulkan akan dipahami karakteristik masing-masing kemudian diketahui makna tiap-tiap data. Selanjutnya interpretasi: pemahaman atas data yang telah diperoleh dan diketahui maknanya melalui penerjemahan karya filsuf. b. Holistika, metode ini digunakan untuk menemukan hakikat manusia berdasar teori Carl Rogers dalam memiliki kebebasan untuk mencapai diri pribadi yang diidealkan. c. Heuristika, metode ini digunakan untuk menemukan suatu paradigma baru dari pemikiran Carl Rogers yang kemudian diharapkan dapat memberikan
19
kontribusi bagi setiap orang dalam membuat keputusan serta dapat menilai gaya hidup konsumtif berdasar pemikiran Carl R.Rogers apabila diterapkan di Indonesia. F. Hasil yang Dicapai 1. Memperoleh penjelasan dasar
eksistensi manusia bergaya hidup
konsumtif. 2. Memperoleh pemahaman yang lebih mengenai teori kepribadian Carl R. Rogers. 3. Memperoleh pandangan reflektif dan kritis dari konsep diri dalam gaya hidup konsumtif yang ditinjau dengan teori kepribadian Carl. R. Rogers. G. Sistematika Penulisan Penulisan hasil penelitian ini akan dipaparkan sesuai dengan sistematika berikut: Bab I:
Bab ini memaparkan penjelasan umum tentang penelitian ini. Secara berurutan terdiri latar belakang penelitian, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, cara penelitian, hasil yang dicapai dan sistematika penelitian.
Bab II:
Bab ini menjelaskan secara komprehensif tentang biografi Carl R. Rogers dan pokok-pokok pemikirannya, dengan didahului memaparkan psikologi humanistik sebagai bagian dari filsafat manusia. Selanjutnya pada bab ini memaparkan tokoh-tokoh yang mempengaruhi Carl R. Rogers dan juga
20
memaparkan teori kepribadian Carl R. Rogers serta aliran filsafat manusia Carl R. Rogers. Bab III:
Bab ini berisi paparan mengenai konsep diri, gaya hidup konsumtif dan karakteristiknya, serta konsep diri dalam gaya hidup konsumtif.
Bab IV:
Bab ini memaparkan analisis teori kepribadian Carl R. Rogers terhadap konsep diri dalam gaya hidup konsumtif dan tinjauan kritis pemikiran Carl R. Rogers serta refleksi kritis gaya hidup konsumtif bagi pembentukan karakter bangsa.
Bab V :
Bab ini merupakan bab penutup yang berisi tentang kesimpulan yang merupakan jawaban dari rangkaian keseluruhan dari bab-bab sebelumnya dan juga disertai saran untuk perbaikan penelitian selanjutnya.