1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini perkembangan dunia perbankan semakin pesat dan modern baik dari segi ragam produk, kualitas pelayanan, maupun teknologi yang dimiliki. Perbankan semakin mendominasi perkembangan ekonomi dan bisnis suatu negara. Bahkan aktivitas dan keberadaan perbankan sangat menentukan kemajuan suatu negara dalam bidang ekonomi. Oleh karena itu tidak heran apabila perbankan suatu negara hancur, maka akan mengakibatkan kehancuran perekonomian negara yang bersangkutan seperti yang terjadi di Indonesia tahun 1998 dan 1999.
Bank berperan penting dalam mobilisasi dana – dana masyarakat untuk diputar sebagai salah satu sumber pembiayaan utama bagi dunia usaha, baik untuk investasi maupun produksi, dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi. Bank juga memberikan pelayaan dalam lalu lintas sistem pembayaran sehingga ekonomi masyarakat dapat berjalan dengan lancar (Kasmir 2008: 24). Dengan sistem pembayaran yang efisien, aman dan lancar maka perekonomian dapat berjalan dengan baik. Selain itu, bank juga berfungsi sebagai media dalam mentransmisikan kebijakan moneter yang dilakukan bank sentral karena kebijakan moneter sendiri bertujuan untuk menjaga stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi. Karena manfaatnya yang
1
2
begitu penting bagi perekonomian, maka setiap negara berupaya agar perbankan selalu berada dalam kondisi yang sehat, aman dan stabil.
Kebijakan perbankan pada dasarnya bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan dalam rangka
meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan perbankan juga diarahkan untuk menyehatkan bank, baik secara individu maupun perbankan nasional.
Menurut Kebijakan 1 juni 1983, bank- bank pemerintah diberikan kebebasan untuk menetapkan sendiri suku bunga deposito dan pinjaman dan sektor- sektor yang tidak berprioritas tinggi. Selain itu pada tanggal 1 Februari 1985 Bank Indonesia memperkenalkan pula piranti operasi pasar terbuka yang berupa surat berharga pasar uang (SBPU). Kebijakan moneter diharapkan dapat memberi sumbangan dalam menggairahkan sektor produksi dan ekspor sehingga bisa memelihara posisi neraca pembayaran. Akhirnya hal ini memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja. Kebijakan yang selnjutnya dikeluarkan oleh pemerintah tampak pada kebijakan 27 October 1988 (PAKTO) yang mencakup bidang keuangan, moneter dan perbanan. PAKTO juga memberikan kesempatan bagi berkembangnya lembaga- lembaga keuangan bukan Bank (LKBB) dan bank ketentuan lain yang berkaitan dengan ini adalah tentang batas maksimum
3
pemberian kredit (legal lending limit) kepada debitur dan debitur group, pemegang saham dan pengurus bank.
Dengan deregulasi perbankan 1988, kebijakan ini telah membuka peluang yang lebih luas dan relatif mudah dalam mendirikan dan memperluas daya jangkauan perbankan dan LKBB (Lembaga Keuangan Bukan Bank) dikarenakan syaratnya yang begitu mudah. Misalnya kita dapat melihat jumlah bank umum meningkat dari 111 buah Bank pada tahun 1988 saat deregulasi dimulai menjadi 240 bank pada tahun 1995 yang merupakan jumlah bank tertinggi sebelum krisis moneter 1997/1998. Namun, setelah krisis jumlah bank umum menurun dari 240 buah di tahun 1995 menjadi 145 bank umum pada tahun 2002 dan pada bulan Juni 2004 jumlahnya sebanyak 133.
Disamping
itu,
dikemukakan
beberapa
ketentuan
mengenai
pembukaan kantor cabang baru untuk memperluas jaringan usaha bank. Pembukaan kantor yang berstatus kantor cabang harus memeproleh izin dari menteri keuangan. Untuk memantapkan dan menindaklanjuti penyempurnaan ketentuann perbankan, dikeluarkan pula paket kebijakan 29 Januari 1990 (PAKJAN 1990). Kebijakan tersebut menyempurnakan sistem perkreditan, dengan mengurangi secara bertahap ketergantungan bank kepada kredit likuiditas bank Indonesia. Langkah yang diambil adalah penyederhanan mekanisme pinjaman yang tentunya menjamin tersedianya dana bagi pengusaha kecil dan koperasi.
4
Kinerja perbankan Indonesia tentunya tidak lepas dari bagaimana sistem perbankan yang diterapkan oleh pemerintah. Kebijakan – kebijakan yang dikeluarkan tentunya memiliki manfaat dan efek terhadap seluruh perekonomian. Tahun 1997 pemerintah telah mencabut izin usaha 16 Bank Umum Swasta Nasional atau dengan kata lain likuidasi. Tindakan tersebut terpaksa dilakukan pemerintah setelah Bank Indonesia sebagai otoritas moneter pemerintahan melihat perkembangan usaha atau kinerja keenambelas bank tersebut dinilai tidak sehat. Sementara, Bank Indonesia telah melakukan berbagai upaya penyelamatan. Diantaranya dengan mengganti Dewan komisaris atau Direksi Bank, memperbaiki kualitas aktiva produktif, mencari investor baru baik asing maupun dalam negeri, meminta pemegang saham untuk menambah modal dan lain sebagainya. Namun, tetap saja tidak mampu menunjukan kinerja yang semkin baik bagi bank yang bersangkutan. Dengan tindakan tersebut pemerintah berupaya untuk memperbaiki kinerja perbankan nasional, karena jika kondisi ini terus berlangsung maka dapat membahayakan kelangsungan usahanya dan merugikan kepentingan nasabah dan masyarakat.
Mencermati apa yang telah dilakukan pemerintah dengan melikuidasi bank tersebut, sebenarnya ada dua permasalahan penting yaitu masalah likuidasi dan disiplin yang dihadapi bagi bank- bank yang dilikuidasi tersebut. Likuiditas adalah merupakan prinsip bagi sebuah bank dalam menjalankan usahanya. Sedangkan untuk masalah kedisiplinan, bank yang dilikuidasi tersebut kurang disiplin dalam mengumumkan laporan keuangan yang dipublikasikan di media massa.
5
Sementara kinerja yang diperlihatkan perbankan dengan melihat indikator keungan sangat menentukan kinerja bank tersebut. Kinerja keuangan perbankan dapat dilihat dari beberapa indikator keuangan seperti CAR (capital Adquency Ratio) yang merupakan sebagai kecukupan pemenuhan KPMM (kewajiban penyediaan Modal Minimum) sesuai ketentuan berlaku. BOPO sebagai suatu indikator likuiditas perbankan. Termasuk juga ROA (Return On Asset).
Besarnya porsi kredit yang disalurkan oleh dalam aktiva bank menunjukan
pentingnya
peranan
kredit
dalam rangka
mrnghasilkan
pendapatan bunga (Siamat 2004: 165). Peningkatan pendapatan/ keuntungan dari total aktiva yang dimiliki oleh bank dapat menggambarkan kondisi bank dan kemampuan pengelolaannya. Oleh karena itu, kredit merupakan aktiva yang paling produktif penting.
menilai suatu kinerja lembaga keuangan sangatlah
Penilaian untuk
menentukan kondisi suatu
bank
biasanya
menggunakan alat ukur. BI selaku otoritas moneter menetapkan ketentuan standarisasi kemampuan menghasilkan pendapatan. Bank yang sehat adalah bank yang diukur secara rentabilitas yang terus meningkat (Kasmir 2002:44). Hasil yang diperoleh akan mengambarkan kondisi bank umum dan kemampuan pengelolaannya. Misalnya, bank yang memiliki ROA yang makin tinggi dapat dikatakan semakin efisien, karena tingkat pertambahan laba meningkatkan pertumbuhan aset. Dengan melihat indikator tingkat kesehatan suatu bank kita dapat mengetahui pengaruh terhadap kinerja perbankan itu
6
sendiri, sehingga memberikan profitabilitas secara keseluruhan baik bagi bank tersebut serta dunia perbankan Indonesia.
Dari penjelasan yang telah dikemukakan, muncul ketertarikan untuk meneliti dan mengambil topik mengenai perkembangan kredit pada Bank Umum Nasional Karena itu, penulis mengambil judul : PENGARUH CAPITAL ADEQUACY RATIO (CAR), BEBAN OPERASIONAL PADA PENDAPATAN OPERASIONAL RATIO (BOPO), LOAN TO DEPOSIT RATIO (LDR) TERHADAP RETURN ON ASSET (ROA) PADA BANK UMUM SWASTA NASIONAL DEVISA (PERIODE 2007– 2009).
B. Rumusan Masalah Atas dasar hasil penelitian sebelumnya dan perlunya perluasan penelitian yang didukung oleh teori yang mendasari, maka diajukan permasalahan faktor-faktor yang mampu memprediksi ROA, dimana terdapat tiga variabel yang diduga berpengaruh terhadap ROA. Ketiga variabel tersebut adalah : CAR, BOPO, dan LDR, Secara rinci pertanyaan penelitian ini dapat diajukan 3 (tiga) pertanyaan penelitian (research questions) sebagai berikut : 1. Apakah secara simultan (bersama-sama) variabel independen CAR, BOPO, LDR berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen ROA? 2. Apakah secara partial variabel CAR berpengaruh signifikan terhadap variabel ROA?
7
3. Apakah secara partial variabel BOPO berpengaruh signifikan terhadap Return on Asset (ROA)? 4. Apakah secara partial variabel LDR berpengaruh signifikan terhadap Return on Asset (ROA)?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Adapun tujuan yang dicanangkan dalam penelitian ini, yaitu untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian yang diajukan, sehingga dapat menjelaskan hal-hal sebagai berikut : 1. Untuk Mengetahui bagaimana variabel CAR, BOPO, dan LDR secara bersama- sama berpengaruh signifikan terhadap variabel Return on Asset (ROA). 2. Untuk Mengetahui bagaimana variabel Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap variabel Return on Asset (ROA). 3. Untuk mengetahui bagaimana variabel Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Return on Asset (ROA). 4. Untuk mengetahui bagaimana variabel Loan to Deposit Ratio (LDR) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Return on Asset (ROA).
Kegunaan yang diharapkan didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
8
1. Bagi pengambil kebijakan (manajemen) dapat digunakan sebagai dasar untuk merencanakan pengelolaan/penempatan dana dalam rangka meningkatkan Return on Asset (ROA). 2. Bagi peneliti terdahulu dapat digunakan sebagai pembanding hasil riset penelitian yang berkaitan dengan Return on Asset (ROA) pada industri perbankan. 3. Bagi penelitian mendatang dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan prediksi Return on Asset (ROA) melalui rasio keuangan