BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Sepsis merupakan suatu sindrom klinis infeksi yang berat dan ditandai dengan tanda kardinal inflamasi seperti vasodilatasi, akumulasi leukosit, dan peningkatan permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi (Neviere et al., 2011). Sepsis merupakan satu dari sepuluh penyebab kematian di Amerika Serikat (AS). Kasus sepsis berat di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 751.000 kasus setiap tahun dengan angka mortalitas sebesar 28,6% (Angus et al., 2001). Penundaan diagnosis dan terapi sepsis sering menyebabkan progresi cepat menjadi kolaps sirkulasi, gagal organ multipel dan kematian. Oleh karena itu, diagnosis yang akurat dan cepat akan mengurangi morbiditas, menurunkan biaya kesehatan, dan memperbaiki keluaran. Diagnosis sepsis sulit, karena tanda klinisnya sering bertumpang tindih dengan penyebab non infeksi dari inflamasi sistemik. Tanda ini meliputi takikardi, leukositosis, takipnea, dan demam, yang secara kolektif disebut Systemic Inflammatory Respons Syndromes (SIRS). SIRS sering terjadi pada pasien sakit kritis, namun juga ditemukan pada berbagai kondisi seperti trauma, operasi, dan cedera hipoksik (Tang et al., 2007). Kultur darah merupakan baku emas diagnosis sepsis. Hasil tes seringkali belum bisa didapatkan sampai dengan 12-48 jam. Hal ini menunjukkan dibutuhkannya perkembangan dan evaluasi dari uji molekuler dan biokimia yang
1
2
cepat untuk penanda sepsis. Selain itu kultur darah juga dapat memberikan hasil positif palsu karena organisme yang merupakan kontaminan kulit. Pasien yang datang dengan demam dan kultur darah positif akibat organisme kontaminan akan menjalani pemeriksaan diagnostik, hospitalisasi, dan mendapatkan terapi antibiotik yang tidak perlu. Kemampuan untuk diagnosis sepsis yang cepat dan penilaian akurat dari keparahan dan resiko mortalitas pada admisi serta inisiasi dini terapi yang sesuai akan memberikan keluaran yang lebih baik (Riedel et al., 2011). Prokalsitonin merupakan penanda yang spesifik untuk infeksi bakteri. Prokalsitonin diproduksi sebagai respons terhadap endotoksin atau mediator yang dilepaskan saat infeksi bakteri (interleukin/IL-1b, tumor necrosis factor (TNF)-a, dan IL-6) dan berhubungan kuat dengan luas dan keparahan infeksi (Schuetzet al., 2011). Peningkatan kadar prokalsitonin serum di atas normal pada pasien sepsis dan infeksi bakterial ditemukan pertama kali pada tahun 1993 oleh Assicot dan kawan-kawan. Prokalsitonin dapat dilakukan dalam waktu kurang dari 1 jam dan berguna pada kondisi perawatan di unit gawat darurat dalam mengenali pasien bakteremia dan sepsis (Riedel et al., 2011). Keterbatasan prokalsitonin dalam diagnosis sepsis antara lain nilai positif palsu pada situasi stres berat, misalnya cedera berat, operasi, dan syok kardiogenik, nilai negatif palsu pada saat awal infeksi atau infeksi yang lokal, serta biaya pemeriksaan masih cukup mahal. Penelitian terdahulu telah banyak dilakukan, dan prokalsitonin telah diusulkan sebagai penanda diagnostik dan dimasukkan dalam definisi sepsis. Namun demikian, beberapa penelitian yang baru menunjukkan hasil yang berbeda (Tang et al., 2007).
3
Pemeriksaan delta neutrophil index (DNI) dapat memberikan gambaran fraksi granulosit imatur di dalam sirkulasi darah tepi. Selama stres atau infeksi, neutrofil yang kurang matur memasuki sirkulasi serta terjadi peningkatan jumlah neutrofil batang. Hal ini disebut sebagai pergeseran ke kiri, yang didefinisikan sebagai kenaikan rasio granulosit imatur total atau kenaikan hitung neutrofil batang. DNI adalah perbedaan antara hitung jenis leukosit yang diukur dalam
jalur
mieloperoksidase dan yang diukur dalam jalur lobularitas inti, mencerminkan fraksi granulosit imatur dalam darah. DNI dilaporkan berhubungan bermakna dengan kematian pada pasien sepsis berat di unit perawatan intensif (Kim et al., 2011). DNI dapat menjadi penanda yang berguna dalam diagnosis dini dan penilaian prognosis pasien sepsis. DNI dapat diukur dengan mudah karena dihitung otomatis bersamaan dengan pemeriksaan darah rutin, sehingga tidak membutuhkan biaya tambahan (Seok et al., 2011). Data mengenai kegunaan klinis DNI dalam diagnosis sepsis saat ini masih terbatas. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Sepsis masih menjadi masalah di seluruh dunia dengan angka kematian tinggi. Penundaan diagnosis dan terapi sepsis sering menyebabkan progresi cepat menjadi kolaps sirkulasi, gagal organ multipel dan kematian, sehingga dibutuhkan alat diagnostik yang cepat dan akurat.
4
2. Prokalsitonin merupakan penanda sepsis dan infeksi bakterial yang sudah banyak diteliti dengan sensitivitas dan spesifisitas cukup baik, namun memiliki beberapa keterbatasan terutama biaya pemeriksaan yang mahal. 3. Pemeriksaan DNI merupakan pemeriksaan yang dapat menggambarkan jumlah granulosit imatur di sirkulasi akibat infeksi bakteri dan sepsis, serta dilaporkan berguna dalam diagnosis dini dan penilaian prognosis pasien sepsis. Pemeriksaan DNI mudah dan murah karena termasuk dalam pemeriksaan darah rutin. 4. Belum ada publikasi penelitian yang membandingkan sensitivitas dan spesifisitas DNI dan prokalsitonin dalam keparahan sepsis. C. Pertanyaan penelitian Apakah ada perbedaan sensitivitas dan spesifisitas DNI dan prokalsitonin dalam menegakkan keparahan sepsis? D. Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan sensitivitas dan spesifisitas DNI dan prokalsitonin dalam menegakkan keparahan sepsis. E. Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu : 1. Bagi dokter/klinisi : memberikan data perbedaan sensitivitas dan spesifisitas DNI dan prokalsitonin dalam menegakkan diagnosis sepsis, sehingga dapat membantu dokter untuk memilih pemeriksaan diagnostik sepsis yang akurat,
5
murah, dan cepat, mengambil keputusan dalam pemberian antibiotik empiris pada pasien SIRS, dan manajemen pasien yang lebih baik. 2. Bagi pasien/masyarakat : data mengenai perbedaan sensitivitas dan spesifisitas DNI dan prokalsitonin dapat membantu pasien mendapatkan pemeriksaan diagnostik yang lebih akurat, cepat, dan efektif, sehingga manajemen sepsis lebih tepat dan keluarannya lebih baik. 3. Bagi peneliti : memberikan bukti ilmiah dan memperluas wawasan tentang pemeriksaan DNI dan prokalsitonin pada pasien sepsis serta pemanfaatannya dalam diagnosis dan penatalaksanaan sepsis.
6
F. Keaslian Penelitian Tabel 1. Penelitian-penelitian tentang DNI dan prokalsitonin pada sepsis Peneliti /
Judul
Hasil
Metode Penelitian Kim HY et al.
Clinical significance
Rerata DNI 5,5 ± 7,4% (0-34,6%)
(2011)/ Kohort
of delta neutrophil
dan rerata skor APACHE II 17,8 ±
retrospektif
index in patients with 6,9 (6-42). Nilai DNI pada sepsis, sepsis
sepsis berat, dan syok sepsis 4,2 ± 4,3%; 6,5 ± 8,9%; dan 6,0 ± 8,6% (p = 0,34). Nilai DNI pasien bakteremia lebih tinggi daripada pasien nonbakteremia (7,9 ± 8,6% banding 4,0 ± 6,0% dengan p = 0,01).
Seok Y et al.
Delta Neutrophil
DNI dapat menjadi penanda yang
(2011)/prospective
Index: A Promising
berguna dalam diagnosis dini dan
observational study Diagnostic and
penilaian prognostik pasien sepsis.
Prognostic Marker for Nilai batas DNI dalam prediksi sepsis Sepsis
yaitu 2,7%. DNI lebih tinggi pada pasien yang meninggal dibandingkan yang bertahan hidup (median [interquartile range], 11,5% [3,5%25,0%] banding 4,7% [2,2%-10,6%], p=0,008) dan diidentifikasi sebagai prediktor independen untuk mortalitas 28 hari pada pasien sepsis.
7
Park BH et al.
Delta neutrophil index Nilai DNI > 6,5% merupakan
(2011)/ Cross
as an early marker of indikator sepsis berat/syok septik
sectional study
disease severity in
yang lebih baik daripada C-reactive
critically ill patients
protein (CRP), laktat, jumlah lekosit,
with sepsis
dan jumlah neutrofil absolut, dengan sensitivitas 81,3%, spesifisitas 91,0%, nilai duga positif 88,6%; dan nilai duga negatif 84,7%.
Simon et al., 2004 / Serum Procalcitonin
Kadar prokalsitonin lebih sensitif
Metaanalisis
and C-Reactive
(88% [95% confidence interval {CI}
Protein Levels as
80-93%] dibandingkan 75% [95% CI
Markers of Bacterial
62-84%]) dan lebih spesifik (81%
Infection: A
[95% CI 67-90%] dibandingkan 67%
Systematic Review and [95% CI 56–77%]) daripada CRP Meta-analysis
dalam membedakan infeksi bakteri dengan penyebab inflamasi lainnya.
Tang et al. (2007)/
Accuracy of
Metaanalisis meliputi 18 penelitian
Metaanalisis
Procalcitonin for
dari Januari 1966 sampai November
Sepsis Diagnosis in
2005 mengenai akurasi diagnostik
Critically Ill Patients: prokalsitonin untuk sepsis. Nilai Systematic Review and sensitivitas dan spesifisitas Meta-analysis
prokalsitonin 71% (95% confidence interval 67–76%) dan area di bawah kurva 0,78 (95% confidence interval 0,73–0,83).
Husada et al. (2012)/ Akurasi Diagnostik
Perbedaan kadar prokalsitonin
cross sectional study Prokalsitonin Sebagai bermakna antara kelompok infeksi Petanda Serologis
bakteri dibandingkan infeksi virus
8
untuk Membedakan
(rerata 18,34 dan 0,22 ng/ml,
Infeksi Bakteri dan
p<0,0001). Dengan menggunakan
Infeksi Virus pada
kadar 0,5 ng/ml sebagai kadar
Anak
ambang didapatkan sensitivitas 88,9%, spesifisitas 94,4%, nilai duga positif 94,1%, nilai duga negatif 89,4% dengan rasio kemungkinan positif 15,87 dan negatif 0,09.