BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Penelitian
Masa remaja dapat disebut sebagai periode perubahan, di mana tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku pada masa remaja berbanding lurus dengan tingkat perubahan fisik. Selama masa awal remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, maka perubahan perilaku dan sikap juga ikut berubah dengan pesat (Hurlock, 1999). Selain mengalami perubahan perilaku dan sikap dan tentunya perubahan fisik, remaja juga mengalami perubahan sosial. Seperti yang terlihat di daerah Kendari, Sulawesi Tenggara khususnya daerah sepanjang Kendari Beach (KeBi), di mana hampir setiap hari selalu dipenuhi oleh pengunjung yang sebagian besar mereka adalah remaja. Para remaja tersebut gemar sekali nongkrong atau istilah kerennya kongkow, baik remaja perempuan ataupun remaja laki-laki. Kebanyakan mereka selalu berkelompok ketika kongkow-kongkow meskipun tak jarang ada yang hanya berpasangan. Namun kegiatan nongkrong dan kongkow-kongkow bagi remaja Kendari sudah menjadi kebiasaan dan seperti candu yang membuat mereka merasa ketagihan dan selalu ingin melakukannya lagi. Jika dilihat sepintas, kegiatan yang nyata-nyata terlihat di sepanjang Kendari Beach (KeBi) adalah kegiatan kongkow-kongkow baik itu secara berkelompok dengan teman sebaya maupun berpasangan yang biasanya lebih memilih tempat yang lebih sepi atau bahkan di pojok. Bagi yang berkelompok, biasanya mereka tidak hanya sekedar kongkow-kongkow untuk melepas penat
2
setelah hampir seharian mereka mendapatkan tekanan di sekolah. Tak jarang diantara mereka yang berkelompok, mereka minum-minuman keras meskipun tidak semua dari anggota kelompok itu melakukannya. Bagi mereka yang berpasangan, biasanya mereka sekedar pacaran atau merasa tidak ada tempat tujuan lain. Kegiatan kongkow-kongkow di sepanjang Kendari Beach (KeBi) memang tidak melulu hanya sekedar nongkrong dan kumpul-kumpul bareng teman-teman, namun di samping itu mereka juga sering minum-minuman keras atau juga sebagai ajang balapan motor antar geng. Walaupun akhir-akhir ini kegiatan balapan motor sudah hampir tidak ada lagi karena kawasan di sepanjang Kendari Beach (KeBi) menjadi semakin ramai sehingga sangat tidak memungkinkan melakukan balap motor antar geng, kecuali akhir pekan atau liburan panjang. Sesuai dengan penuturan beberapa anak SMA yang nongkrong di Kendari Beach (KeBi) : “Dulu sebelum Kendari Beach (KeBi) ini rame seperti sekarang, setiap malam minggu banyak geng-geng motor yang kumpul di sini. Biasanya mereka nunggu hingga tengah malam baru mereka mulai trek-trekan (balapan motor), dan ada yang pasang taruhan juga. Tapi sejak semakin ramenya kafe-kafe pinggir jalan dan ketatnya patroli, sudah gak ada lagi yang mau trek-trekan di sini.” (anonim)
Di sepanjang Kendari Beach (KeBi) tersedia banyak sekali hiburan, mulai dari kafe-kafe untuk tempat ngopi, tempat makan, kedai jagung bakar, aneka jajanan khas Sulawesi termasuk juga kafe tempat hiburan yang secara sembunyisembunyi menyediakan berbagai macam minuman keras, dari yang paling murah hingga yang mahal harganya bahkan wanita penghibur. Selain itu di daerah Kendari Beach (KeBi) juga terdapat taman kota yang pada hari biasa selalu penuh dengan pasangan muda-mudi yang sedang memadu kasih, karena di akhir pekan
3
atau hari-hari tertentu kawasan tersebut biasanya digunakan sebagai pekan hiburan rakyat atau biasa dikenal sebagai pasar malam. Dilihat dari letak geografis dan demografis wilayah, Sulawesi Tenggara khususnya kota Kendari adalah kota yang sedang berkembang, yang ditandai dengan adanya pembangunan baik dalam segi SDM maupun infrastrukturnya. Dengan ini mengundang terjadinya perpindahan penduduk (migrasi dan turisme) serta arus informasi yang pesat, di mana budaya asing dan kapitalisme masuk tanpa adanya filter. Terlebih akhir-akhir ini di temukannya beberapa area pertambangan nikel dan emas sehingga pertumbuhan ekonomi pun kian meningkat. Secara Nasional Kota Kendari mempunyai fungsi sebagai kota gerbang keluar masuknya penumpang, barang dan jasa ke kota-kota diwilayah nusantara seperti Sulawesi, Jawa, Maluku, Papua, Nusa tenggara, Bali dan lain-lainnya. Dan secara Internasional Kota Kendari merupakan pintu gerbang arus penumpang dan wisatawan domestik dan manca negara dengan tujuan tempat-tempat wisata yang ada dalam wilayah provinsi Sulawesi Tenggara. Dengan demikian, maka Investasi dalam bidang industri, agribisnis dan agroindustri, usaha jasa transportasi, perhotelan, hiburan dan pariwisata mempunyai prospek yang cerah untuk dikembangkan di Kota Kendari (www.kendarikota.go.id). Sebagai ibukota propinsi, Kota Kendari kini memiliki berbagai sarana dan fasilitas yang memadai untuk kenyamanan dan aktivitas warga maupun dunia usaha, tersedia berbagai infrastruktur yang dapat menunjang kegiatan-kegiatan ekonomi dan pembangunan dari yang berskala kecil menengah dan besar. Maka berkembanglah tempat-tempat hiburan bagi warga maupun turis, berupa bioskop,
4
diskotik, toko, swalayan dan obyek wisata pantai yang indah dan asri. Pada akhirnya Kawasan Kendari Beach (KeBi) lah, yang berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Pariwisata.oleh karena itu kawasan tersebut sangat di minati oleh remaja-remaja yang akhirnya menimbulkan sebuah kebiasaan kongkow-kongkow di sepanjang Kendari Beach (KeBi). Beberapa alasan yang dikemukakan oleh para remaja mengapa mereka lebih memilih untuk nongkrong dan kongkow-kongkow di sepanjang Kendari Beach (KeBi) karena : 1. Kendari Beach merupakan salah satu Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang berada di tengah kota sehingga dapat dengan mudah dijangkau oleh mereka. 2. Kegiatan kongkow di sepanjang Kendari Beach merupakan hiburan yang menurut mereka cukup murah meriah untuk kantong para pelajar. Seperti yang dituturkan oleh beberapa remaja yang sedang kongkow di sana, yaitu: “Nongkrong di KeBi itu murah, gak harus keluar banyak duit jadi meski lagi bokek kita masih bisa menikmati suasana pantainya. Apalagi akses ke sana juga gampang, tinggal naek PeTe-PeTe (istilah digunakan oleh warga setempat untuk menyebut angkutan umum) sekali udah nyampe.” (anonim)
3. Sebagai tempat untuk melepaskan penat dan stres setelah hampir seharian mereka mendapatkan beban dan tekanan dari tugas di sekolah maupun di rumah, dan terutama untuk sementara waktu dapat menghindar dari orangtua karena suasana di rumah sedang kacau. Sesuai penuturan dari mereka dan juga beberapa teman, yaitu: “Males di rumah sendirian, mending nongkrong di KeBi meski sendirian, apalagi orang-orang di rumah itu udah kayak orang asing semua, pada sibuk sendiri-sendiri. Opa (sebutan untuk ayah) jarang pulang ke rumah, Oma (sebutan untuk ibu) pulang kadang malam banget terus kakak juga lebih suka menginap tempat temannya. Belum lagi kalau Opa sama Oma lagi ribut-ribut, tambah males dengernya jadi mending kabur aja dari rumah.” (anonim)
5
4. Kurangnya sarana hiburan dan sarana rekreasi yang letaknya strategis dan mudah di jangkau. Karena sepanjang pengamatan, tempat hiburan untuk remaja seperti mall-mall yang ada di kota besar belum ada. Satu-satunya mall yang terdapat disana tidak lebih seperti pasar grosir. 5. Selain sebagai tempat untuk kumpul-kumpul yang murah, mereka juga dapat menikmati suasana pantai kala malam hari. 6. Sebagai ajang untuk bersosialisasi dan aktualisasi diri bagi para remaja, karena tidak jarang sebagian dari mereka memiliki tujuan untuk mendapatkan pasangan di sana. Seperti penuturan beberapa anak yang sedang kumpulkumpul di sana, yaitu: “KeBi itu enak buat kongkow sore hari sambil lihat sunset sambil makan pisang epek. Apalagi kalau sore itu banyak sekali yang kongkow jadi bisa buat nambah kenalan, belum lagi kalau ada cowok atau cewek yang keren, bisa sekalian diajak berkenalan. Ya syukur-syukur ada yang mau jadi pacar dan jadian.” (anonim)
7. Sepanjang Kendari Beach tersedia banyak tempat hiburan dan tempat-tempat yang menjajakan makanan, sehingga jika mereka menginginkan sesuatu dapat dengan mudah didapatkan di sana. 8. Bagi yang seorang diri karena mengalami putus cinta atau sedang galau, Kendari Beach adalah tempat yang sesuai untuk menyendiri atau karena mereka tidak tahu lagi mau kemana. Hal ini sesuai dengan penuturan beberapa remaja perempuan yang datang ke KeBi sendirian, yaitu: “Saya biasanya kalau lagi galau atau setelah putus cinta lebih suka menyendiri ke sini, karena di sini nyaman buat melamun atau menangis. Meski kita udah nangis sampe sesenggukan tapi dijamin gak bakal ada orang yang ganggu atau sok baek hati nanyain kenapa sampe nangis. Biasanya mereka dengan sendirinya ambil jarak dengan kita jadi bisa nangis sepuas-puasnya.” (anonim)
6
9. Bagi yang berkelompok, Kendari Beach merupakan tempat bagi mereka untuk dapat melakukan aktivitas-aktivitas berkelompok termasuk minumminuman keras tanpa adanya pengawasan baik dari orangtua maupun dari guru-guru di sekolah. Untuk kegiatan yang terakhir, yaitu kegiatan minum-minuman keras atau alkohol dapat dengan mudah kita jumpai di sepanjang Kendari Beach baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Karena hampir sebagian besar kelompok-kelompok remaja yang kongkow-kongkow di sana melakukan aktivitas minum-minuman keras bersama kelompok, meskipun tidak semua kelompokkelompok remaja atau anggota dari kelompok ikut serta dalam perilaku minumminuman keras. Perilaku minum-minuman keras di sana bukan lagi hal yang mengherankan bagi warga di sekitar Kendari Beach, seolah perilaku tersebut merupakan perilaku yang wajar dan bukanlah perbuatan yang melanggar hukum. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh paman yang kebetulan juga seorang anggota Kepolisian. “Kalau mau nongkrong di sana (KeBi) lihat-lihat dulu tempat yang mau kalian duduki, siapa tau dibelakangnya ada botol-botol minuman keras bekas orang atau anak-anak yang kumpul-kumpul sebelum kalian. Karena takutnya tiba-tiba ada patroli keliling, nanti kalian juga yang kena imbasnya. Biasanya ada patroli keliling untuk razia trek-trekan motor dan miras antara jam 10-12 malam, jadi kalian harus bener-bener cek sebelum duduk dan menetap di situ.” (anonim)
Sebagai remaja mereka seyogyanya tidak melakukan perilaku tersebut, mengingat secara hukum usia rata-rata dari mereka yang minum-minuman keras masih di bawah umur karena belum mencapai usia dewasa menurut UndangUndang yang berlaku. Di samping itu rata-rata yang melakukan perilaku minumminuman keras adalah para pelajar, mulai dari pelajar SMP hingga mahasiswa dan
7
sebagian kecil lainnya adalah orang dewasa. Dengan status mereka sebagai pelajar, perilaku minum-minuman keras di mata masyarakat pada umumnya dinilai tidak layak dan tidak patut dilakukan, selain karena perilaku minumminuman keras tersebut tidak sesuai dengan norma masyarakat juga karena perilaku tersebut merupakan perbuatan yang melanggar hukum. Jika dilihat dari alasan-alasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku minum-minuman keras yang dilakukan oleh para remaja tersebut dikarenakan beberapa faktor. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Atwoli, dkk (2011), bahwa sebagian besar merupakan faktor internal dari remaja itu sendiri, yaitu seperti 1) untuk bersenang-senang; 2) untuk mengurangi stress karena situasi rumah yang kacau; 3) untuk menanggulangi permasalahan yang sedang dihadapinya; dan 4) keinginan untuk coba-coba. Akan tetapi faktor eksernal juga mendukung seseorang untuk melakukan prilaku minum-minuman keras, seperti: 1) karena ingin diterima sebagai anggota kelompok (konformitas); 2) untuk mempertinggi prestasi belajar; 3) mudah didapatkan atau dibeli; dan 4) sebagian kecil dari mereka karena kelebihan uang jajan. Hal lain yang harus diperhatikan adalah dampak yang ditimbulkan dari perilaku minum-minuman keras tersebut. Di mana sebagai pelajar, tugas utama mereka adalah belajar dan sebisa mungkin menghindar dari perilaku tersebut meskipun atas ajakan dari teman sekelompok. Karena perilaku tersebut dapat berimbas terhadap kehidupannya baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai contoh yang paling mudah dari perilaku minum-minuman keras yaitu terganggunya proses belajar di sekolah dan berkurang konsentrasi karena masih tersisanya efek alkohol yang diminum oleh mereka malam hari sebelumnya.
8
Bisa jadi karena mereka begadang sepanjang malam, kongkow-kongkow di sepanjang Kendari Beach (KeBi). Membuat mereka menjadi enggan atau malas untuk pergi ke sekolah, oleh karena itu mereka akan mencari-cari alasan agar mereka tidak usah berangkat ke sekolah. Kalau pun tidak, mereka akan tetap berangkat namun tujuannya bukan ke sekolah melainkan pergi entah kemana yang penting bisa kumpul dan kongkow-kongkow. Keinginan untuk minuman keras atau alkohol akan membuat mereka melakukan berbagai macam cara, bahkan mereka tidak ragu untuk berbohong atau mencuri dari orangtua agar bisa mendapatkan uang untuk membeli minuman keras atau alkohol. Tidak semua remaja atau kelompok remaja yang kongkow-kongkow di sepanjang Kendari Beach (KeBi) melakukan aktivitas minum-minuman keras. Bagi mereka yang tidak suka minum, mereka kesana hanya sebagai sarana pelepas penat. Meskipun mendapat ajakan dan tekanan dari anggota kelompok lainnya, tetapi mereka masih dapat menentukan sikap untuk tidak conform untuk ikutikutan minum-minuman keras. Kongkow di Kendari Beach (KeBi), bagi muda-mudi juga sebagai sarana untuk mencari dan menentukan pasangan. Image dalam masyarakat, orang yang kongkow di Kendari Beach (KeBi) biasanya adalah orang-orang yang mencari kesenangan dan kepuasan sesaat. Maka ketika seseorang kesana untuk mencari pasangan dapat diasumsikan sebagai ajang seks bebas, karena adanya kafe-kafe tempat hiburan yang menyediakan jasa wanita penghibur. Karena menurut penuturan seorang teman yang tinggal di sekitar KeBi bahwa kafe-kafe tersebut menyediakan jasa wanita penghibur.
9
“Kafe di sini beda dengan kafe di jogja atau kota lainnya, kalau kafe di sini punya konotasi negatif karena kafe di sini meskipun menyediakan minuman dan makanan pada umumnya di kafe terkadang mereka juga menyediakan minuman keras meski tidak secara terang-terangan. Kita juga bisa pesan wanita penghibur, biasanya pelayan di kafe juga merangkap sebagai wanita penghibur. Kita tinggal meninggalkan pesan pada pelayan tersebut atau pemilik kafe kalau ingin booking. Apalagi kafe yang tertutup rapat dan setel musik kencengkenceng itu, wanita penghiburnya biasanya duduk-duduk di depan sambil nunggu tamu datang.”
Dampak dari perilaku minum-minuman keras tersebut memang sebagian besar negatif, jika didasarkan pada norma-norma yang berlaku di masyarakat. Apalagi jika tidak adanya tindak lanjut dan tindakan tegas dari pemerintah dan para penegak hukum atas fenomena kongkow-kongkow di sepanjang Kendari Beach (KeBi), maka akan semakin marak perilaku tersebut tanpa terkendali. Hal ini tentunya akan memicu penyimpangan perilaku-perilaku dan pelanggaranpelanggaran terhadap hukum lainnya akibat dari perilaku minum-minuman keras. Maka perilaku kriminalitas dan kenakalan remaja pun akan semakin berkembang. Bentuk perilaku kriminalitas yang biasa terjadi akibat dari minum-minuman keras yaitu pemukulan dan tawuran yang melibatkan remaja. Wisnu (2000, dalam Rini 2008), menghubungkan alkohol dengan kriminalitas dalam 4 cara, yaitu: (1) efek langsung alkohol dapat mencetuskan tindak kriminal dengan mengubah inhibisi yang normalnya ada sehingga seseorang bertingkah laku tidak seperti biasanya, (2) tindak kriminal dapat dijumpai pada upaya illegal untuk mendapatkan minuman beralkohol, (3) minum alkohol dan mabuk sendiri diasosiasikan sebagai perilaku kriminal, dan (4) dampak konsumsi berlebihan dalam jangka waktu lama berhubungan secara tidak langsung dengan kejahatan akibat menurunnya kemampuan seseorang dalam
10
melaksanakan tugas sehingga ia mulai menjadi pribadi yang lebih permisif terhadap tindakan melanggar hukum. Oleh
karena
itu,
untuk
menghindari
munculnya
perilaku
yang
menyimpang dan mengurangi timbulnya perilaku kriminalitas lainnya maka perlu diperlukannya pengawasan dan pengendalian dari berbagai pihak. Baik dari orangtua, guru-guru di sekolah maupun instansi-instansi yang berwenang terhadap pengawasan
dan
pengendalian
minuman
beralkohol.
Pengawasan
dan
pengendalian itu dapat berupa memperketat pemberian ijin untuk memproduksi, penjualan dan pemakaian alkohol (Kepres No. 3 Tahun 1997). Kepolisian dan petugas hukum lainnya agar berusaha meningkatkan pengawasan terhadap peredaran dan penggunaan minuman beralkohol serta mengambil tindakan yang tegas terhadap pelakunya (www.e-infad.my). Di mana setiap tindak lanjut yang dilakukan oleh pihak yang berwenang, sudah tentu akan menimbulkan dampak bagi kedua belah pihak. Baik di pihak produsen, dalam hal ini para pedagang juga di pihak konsumen atau pembeli yang notabene adalah para remaja. Dalam Kepres No. 3 Tahun 1997 telah diatur tentang perijinan dan larangan dalam pemakaian minuman keras, dan siapa saja yang diperbolehkan untuk mengkonsumsi minuman keras tersebut. Maka sudah tentu remaja tidak diperbolehkan, baik untuk membeli maupun untuk mengkonsumsinya. Fenomena minum-minuman keras (minuman beralkohol) di kalangan remaja sudah bukan hal yang tabu lagi. Mereka tidak takut lagi untuk membelinya. Biasanya mereka membeli minuman tersebut untuk dikonsumsi bersama dengan teman-teman atau kelompoknya. Tampaknya sebagian dari remaja tersebut membeli minuman beralkohol sudah seperti membeli minuman
11
“coca-cola” saja. Tidak susah bagi mereka untuk membelinya, siapa saja dapat membelinya asal punya uang, mereka dapat memilih minuman mana yang ingin mereka beli. Sudah tentu hal ini sangat bertentangan dengan Kepres No. 3 Tahun 1997 maupun PerMenKes no 86 tahun 1977 tentang minuman keras. Jika kita lihat dari fenomena perilaku minum-minuman keras yang terjadi di kalangan remaja, tentu tidak lepas dari hal yang menjadi latar belakang para remaja
melakukan
aktivitas
minum-minuman
keras.
Kehidupan
remaja
merupakan masa transisi antara kehidupan anak-anak menuju ke kehidupan dewasa. Salah satu tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh remaja adalah bergaul dengan kelompok pria dan wanita yang sebaya (Havighurst dalam Hurlock, 1999). Menurut Sarwono (2009), remaja atau adolescence adalah tumbuh kearah kematangan fisik, sosial maupun psikologis, periode perkembangan selama individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Begitu juga menurut Hurlock (1999) remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa berada di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak, integrasi dalam masyarakat, mempunyai banyak efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber. Termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok, transportasi yang khas dari cara berpikir remaja memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan. Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang paling sulit adalah mengikuti atau menyesuaikan diri dengan perubahan
12
sosial. Dengan lebih banyak waktu yang digunakan remaja di luar rumah bersama teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh teman-teman sebaya terhadap sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar dari pada pengaruh keluarga (Hurlock, 1999). Pada proses pencarian identitas diri inilah, remaja biasanya bergabung dengan kelompok tertentu. Dalam kelompok tersebut remaja banyak belajar termasuk mendapatkan sumber informasi yang penting, dan seringkali remaja mengetahui sesuatu hal yang tidak diketahui sebelumnya. Oleh karena itu semakin besar kepercayaan remaja terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar, semakin besar pula kemungkinan mereka untuk menyesuaikan diri terhadap kelompok (Sears dkk, 1985). Bergabungnya remaja dengan kelompok tertentu, maka remaja tersebut sangat dimungkinkan untuk meniru (imitasi) maupun melakukan apa saja yang dilakukan oleh kelompoknya. Hal inilah yang dinamakan dengan konformitas. Meskipun, apa yang dilakukannya belum tentu berguna bagi remaja itu sendiri, dan tidak jarang apa yang dilakukan individu tersebut akan memberikan dampak negatif baik dari segi material, fisik, atau juga psikis individu itu sendiri. Salah satu alasan utama remaja melakukan konformitas adalah untuk mendapatkan persetujuan atau untuk menghindari celaan dari anggota kelompok. Maka memicu remaja untuk melakukan hal-hal yang juga dilakukan oleh para anggota kelompok (Hurlock, 1999). Sebagai contoh, dengan alasan ingin diterima oleh kelompoknya, maka remaja mencoba minum minuman keras, mengkonsumsi obat-obatan terlarang atau merokok tanpa mempertimbangkan perasaannya sendiri, remaja cenderung mengikuti apa yang dilakukan oleh kelompok.
13
Menurut Sigelman dan Shaffer (dalam Yusuf, 2000) terdapat dua aspek kepribadian remaja yang berkembang secara menonjol dalam pengalamannya bergaul dengan teman sebaya. Pertama social cognition yaitu di mana kemampuan yang berpengaruh kuat terhadap minatnya untuk bergaul atau membentuk persahabatan. Kedua adalah conformity yaitu motif untuk menjadi sama, sesuai, seragam dengan nilai-nilai, kebiasaan, kegemaran (hobi), atau budaya teman sebayanya. Konformitas merupakan suatu jenis pengaruh sosial di mana individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada, dalam hal ini norma yang berlaku adalah norma kelompok tersebut. Konformitas adalah suatu perubahan sikap percaya sebagai akibat tekanan dari kelompok, sehingga dapat disimpulkan bahwa konformitas pada kelompok merupakan perilaku atau kepercayaan menuju norma kelompok sebagai akibat dari tekanan kelompok, baik yang nyata atau yang dibayangkan. Dengan demikian konformitas berarti tunduk pada kelompok meskipun tidak ada permintaan langsung untuk mengikuti apa yang telah dilakukan oleh para anggota kelompok. Konformitas pertama kali dikenalkan oleh Solomon Asch, yang penelitian klasiknya mengindikasikan bahwa banyak orang akan mengikuti tekanan sosial dari kelompok yang bersuara bulat. Penelitian tersebut juga menguji pengaruh tekanan dari kelompok imajiner. Studi Asch menyimpulkan meskipun berada di antara orang yang tidak dikenal, individu secara sosial akan terpengaruh untuk melakukan konformitas dengan norma-norma, bahkan ketika subyek dapat melihat sendiri realitas yang ada (Baron, 2009).
14
Pada masa remaja awal, remaja akan lebih mengikuti standar-standar atau norma-norma teman sebaya daripada yang dilakukan pada masa kanak-kanak. Norma tersebut merupakan hasil kesepakatan bersama antara sesama anggota kelompok (Santrock, 2002). Remaja lebih mementingkan perannya sebagai anggota kelompok dibandingkan mengembangkan norma diri sendiri dan mereka juga akan berusaha untuk menyesuaikan diri terhadap norma yang ada dalam kelompok. Konformitas adalah suatu tuntutan yang tidak tertulis dari kelompok teman sebaya terhadap anggotanya tetapi memiliki pengaruh yang kuat dan dapat menyebabkan munculnya perilaku-perilaku tertentu pada anggota kelompok. Myers (2005) menyatakan bahwa konformitas merupakan perubahan perilaku sebagai akibat dari tekanan kelompok, terlihat dari kecenderungan remaja untuk selalu menyamakan perilakunya dengan kelompok acuan sehingga dapat terhindar dari celaan maupun keterasingan. Menurut Baron dan Byrne (2009), konformitas remaja adalah penyesuaian perilaku remaja untuk menganut norma kelompok acuan, menerima ide atau aturan-aturan kelompok yang mengatur cara remaja berperilaku. Seseorang melakukan konformitas terhadap kelompok hanya karena perilaku individu didasarkan pada harapan kelompok atau masyarakat. Konformitas terhadap kelompok teman sebaya ternyata merupakan suatu hal yang paling banyak terjadi pada fase remaja. Banyak remaja bersedia melakukan berbagai perilaku demi pengakuan kelompok bahwa ia adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kelompok. Remaja ingin kehadirannya diakui sebagai bagian dari komunitas remaja pada umumnya dan bagian dari kelompok sebaya
15
secara khusus. Demi pengakuan tersebut, remaja rela dan bersedia melakukan berbagai upaya meskipun bukan sesuatu yang diperlukan atau berguna bagi mereka bila ditinjau dari kacamata orangtua atau orang dewasa lainnya. Contoh nyata dari tindakan konformitas terhadap kelompok, yaitu remaja akan bersedia mengeluarkan biaya berapapun untuk membeli gadged atau barangbarang yang sedang dipakai oleh teman-temannya agar dianggap kompak dengan kelompoknya. Walaupun untuk itu tak jarang mereka meminta dengan paksa kepada orangtuanya. Seperti yang dilakukan oleh salah seorang anak SMU dengan inisial N, di mana dia rela melakukan mogok makan dan mogok ngomong kepada orangtua dan saudara-saudaranya hingga keinginannya untuk membeli handphone baru yang sama dengan teman-temannya. Pengaruh konformitas terhadap kelompok teman sebaya pada masa remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. Kelompok teman sebaya dapat mempengaruhi sikap dan gambaran diri seseorang. Konformitas terbentuk dan dipengaruhi oleh lingkungan sosial di sekitar remaja. Salah satu bentuk pengaruh sosial tersebut berupa noma sosial dan nilai-nilai yang menjadi kesepakatan bersama untuk mengatur remaja berperilaku sehingga tercipta suatu keseragaman tingkah laku dalam kelompok. Salah satu bentuk dari konformitas remaja yang sering kita jumpai, adalah kegiatan nongkrong atau istilah yang lebih tren dipakai oleh remaja yaitu “kongkow-kongkow”. Di mana dalam pnelitian ini adalah kongkow di sepanjang Kendari Beach (KeBi). Nongkrong dan Kongkow-kongkow di cafe dan di restoran siap saji usai bubaran sekolah, kuliah atau pulang kerja, belakangan ini merupakan tren gaya
16
hidup remaja yang eksklusif. Belum lagi lokasi yang strategis, harga murah, tempat yang nyaman, menu minuman dan makanan yang bervariatif, menjadikan cafe atau resto sebagai salah satu tempat favorit untuk nongkrong dan kongkowkongkow. Jika diperhatikan dengan lebih teliti, anak muda dan kongkow adalah dua hal yang sudah melekat terutama bagi remaja di kota-kota besar. Hal ini dapat dilihat di sekolah-sekolah usai jam pelajaran, di kampus-kampus di antara jam kuliah, bahkan di kantor-kantor sepulang jam kantor, akan mudah dijumpai kelompok-kelompok remaja dan orang muda duduk di cafe atau resto. Hobi kongkow-kongkow sambil makan bersama teman-teman agaknya hampir sama di beberapa kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Yogyakarta, Medan, Makassar dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Kongkow-kongkow selain salah satu bentuk konformitas yang paling mudah dijumpai juga merupakan hiburan bagi para remaja. Mereka menganggap kegiatan kongkow-kongkow adalah salah satu kegiatan yang bebas dari segala macam tekanan, baik tekanan karena tugas-tugas di sekolah maupun tugas dalam rumahnya. Ketika mereka nongkrong mereka seolah terlepas dari segala macam belenggu dan juga bebas pantauan orang dewasa, sehingga banyak remaja yang nongkrong suka terlewat batas dan bertindak sesuka hati mereka. Seiring dengan perkembangan jaman, saat ini nongkrong bukan lagi sekedar hiburan atau kebutuhan rekreasi seperti pada umumnya, nongkrong sudah menjadi gaya hidup anak muda jaman sekarang. Faktor yang menjadikan kebiasaan menongkrong itu kemungkinan ada tiga. Pertama, karena mereka tidak ada kesibukan. Entah karena jam kosong atau karena mereka tidak mengikuti
17
kegiatan ekskul sehingga tidak adanya kegiatan. Kedua, karena memang menjadi kebutuhan. Seperti untuk melepas lelah ataupun ngobrol santai dengan temanteman. Dan ketiga, nongkrong itu sudah menjadi gaya hidup tersendiri bagi anakanak remaja. Bahkan ada istilah di antara para remaja, yaitu “remaja yang tidak nongkrong itu tidak gaul” (dalam Kholifah 2012). Dilihat dari segi positifnya, nongkrong menjadikan pola komunikasi dan proses interaksi sosial lebih akrab, sebab suasana dalam tongkrongan cenderung lebih relaks, tidak ada batasan waktu, tidak ada penentuan tema seperti halnya dalam suatu diskusi, tempat untuk ngobrol bebas (ekspresi ngomong bebas), pemakaian bahasa juga bebas. Jika dilihat dari sisi negatifnya, nongkrong itu bisa menjadikan kecanduan, bisa menghilangkan atau bahkan mengalahkan aktivitas utama. Para remaja yang nongkrong hanya berniat untuk bersenang-senang, tidak mengenal waktu karena sudah terhipnotis dalam pembahasan tongkrongan tersebut. Nongkrong telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Setiap hari, selalu terlihat orang yang kerjaannya nongkrong hingga lupa waktu. Nongkrong jika dilihat dari segi psikologi itu bisa saja untuk sejenak melepaskan penat ataupun beberapa kegundahan hati yang dirasakan. Terkadang juga menimbulkan rasa yang begitu menyenangkan dan lebih tenang. Nongkrong juga dapat dikatakan sebagai manifestasi dari bentuk konformitas bagi remaja. Nongkrong dikalangan remaja sangat jarang sekali dilakukan oleh orang perorangan, karena biasanya selalu dilakukan bersama-sama dengan teman-teman. Namun dari kegiatan nongkrong terkadang muncullah aktivitas-aktivitas yang menyimpang. Dari kebiasaan nongkrong itu, remaja mulai
18
berani untuk mencoba merokok bahkan ada juga yang mulai untuk mencoba minum-minuman keras dan alkohol. Kebiasaan Nongkrong atau kongkow-kongkow yang dilakukan oleh remaja bersama dengan geng atau kelompoknya di sepanjang Kendari Beach (KeBi) dan terkadang sambil melakukan aktivitas minum-minuman keras pada remaja, dapat diasumsikan bahwa tingkat konformitas remaja tinggi sedangkan tingkat kesadaran hukumnya rendah sehingga memunculkan tingkat perilaku minumminuman keras yang tinggi. Minum-minuman keras itu sendiri merupakan kegiatan kelompok, dan hanya sedikit remaja yang mau meminumnya sendirian. Mengingat bahwa minum-minuman keras terbatas pada kegiatan kelompok selama tahun-tahun masa remaja, maka sangat jarang ada remaja yang menjadi kecanduan. Rasa nikmat pada minuman keras terus berkembang selama masa remaja menimbulkan kecenderungan untuk menganggap minuman sebagai simbol yang penting bagi keanggotaan kelompok. Dalam kondisi seperti itu, bibit untuk menjadi pecandu mulai berkembang baik bagi remaja perempuan maupun remaja laki-laki (AlMigwar, 2006). Perilaku minum-minuman keras pada remaja disebabkan karena pada umumnya remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (high curiousity). Karena didorong oleh rasa ingin tahu yang tinggi itulah, remaja cenderung ingin berpetualang dan mencoba segala sesuatu yang belum pernah dialaminya termasuk mencoba minum-minuman keras. Selain itu, juga karena kurangnya kesadaran mereka akan larangan minum-minuman keras atau bahkan mereka
19
sebenarnya mengetahui dan paham bahwa minum-minuman keras merupakan bentuk dari pelanggaran terutama pelanggaran terhadap hukum. Seharusnya kasus-kasus yang berkaitan dengan minuman keras tidak hanya dianggap sebagai sebuah pelanggaran terhadap norma sopan santun, karena kasus minuman keras selalu berada di peringkat ketiga setelah ganja dan shabu. Meskipun minuman keras menurut BNN bukan termasuk ke dalam golongan narkoba akan tetapi menurut GRANAT, minuman keras merupakan zat atau bahan adiktif yang memiliki potensi tinggi bagi pemakainya untuk beralih mengkonsumsi zat lainnya seperti narkotika dan psikotropika. Meskipun mereka mengetahui bahwa perilaku tersebut melanggar hukum namun karena penegakan hukum dan sanksi yang kurang tegas menjadikan mereka berani melanggar larangan tersebut. Kesadaran hukum biasanya berbanding lurus dengan kepatuhan hukum, namun untuk kalangan remaja kesadaran hukum tidak berbanding lurus dengan kepatuhan hukum. Mereka memiliki kencenderungan untuk selalu melanggar peraturan karena peraturan yang berlaku bagi mereka adalah peraturan kelompok. Kesadaran hukum memiliki beberapa konsepsi, salah satu konsepsinya mengenai kebudayaan hukum. Konsepsi ini mengandung ajaran-ajaran kesadaran hukum lebih banyak mempermasalahkan kesadaran hukum yang dianggap sebagai mediator antara hukum dengan perilaku manusia, baik secara individual maupun kolektif (Soekanto, 1994). Konsepsi ini berkaitan erat dengan aspek-aspek kognitif dan perasaan yang sering kali dianggap sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan antara hukum dan pola-pola perilaku manusia dalam masyarakat.
20
Menurut Mertokusumo (2006), manusia sejak dilahirkan sampai meninggal dari dulu hingga sekarang, dimana-mana, selalu memiliki kepentingan. Kepentingan adalah suatu tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi. Oleh karena itu manusia menginginkan adanya perlindungan kepentingan terhadap bahaya yang senantiasa mengancam. Perlindungan atas kepentingan tersebut terpenuhi dengan terciptanya kaedah (peraturan) hukum. Terciptanya kaedah hukum itu manusia merasa lebih terlindungi, jadi fungsi kaedah hukum tersebut adalah melindungi kepentingan manusia dan sesamanya (masyarakat). Oleh karena itu setiap manusia mengharapkan agar hukum dilaksanakan dan dihayati oleh semua manusia. Pada hakekatnya kesadaran hukum adalah kesadaran akan adanya atau terjadinya “kebatilan” atau “onrecht”, tentang apa itu hukum atau apa seharusnya hukum itu. Kesadaran hukum adalah sumber segala hukum (www.sudiknoartikel.blogspot.com). Asas hukum yang berbunyi, “setiap orang dianggap tahu akan undangundang” menunjukkan bahwa kesadaran hukum itu pada dasarnya ada pada diri setiap manusia. Walaupun kesadaran hukum itu ada pada setiap manusia tetapi kesadaran hukum tidak selalu disertai dengan perbuatan yang positif yang sesuai dengan kesadaran hukum pada umumnya. Pelanggaran-pelanggaran terhadap kaedah (peraturan) hukum membuktikan bahwa kesadaran hukum masyarakat berkurang. Berkurangnya kesadaran hukum masyarakat itu merupakan gejala perubahan didalam masyarakat, yaitu perubahan sosial. Salah satu sebab perubahan sosial menurut M Rose adalah kontak atau konflik antar kebudayaan (Soekanto, 1994). Selain itu kurang tegas dan konsekuensinya para petugas
21
penegak hukum terutama polisi, hakim, jaksa dalam menghadapi pelanggaranpelanggaran hukum pada umumnya merupakan peluang terjadinya pelanggaranpelanggaran atau kejahatan-kejahatan. Tidak adanya atau kurangnya pengawasan oleh para petugas penegak hukum merupakan perangsang menurunnya kesadaran hukum masyarakat. Mengingat bahwa hukum adalah perlindungan kepentingan manusia, maka menurunnya kesadaran hukum masyarakat disebabkan karena orang tidak lagi melihat atau menyadari lagi bahwa hukum melindungi kepentingannya. Wilayah sepanjang Kendari Beach, yang hampir setiap hari dipenuhi oleh kelompok-kelompok remaja ataupun pasangan-pasangan yang nongkrong untuk mengisi waktu luang mereka. Di sana mereka bukan hanya sekedar kongkowkongkow untuk melepas penat dan kumpul-kumpul dengan teman-teman sebaya, namun tak jarang mereka juga minum-minuman keras. Kegiatan minum-minuman keras bagi remaja seolah sudah menjadi kebutuhan serta kebiasaan dan bukanlah sebuah pelanggaran. Meskipun pengawasan terhadap perilaku minum di sepanjang Kendari Beach telah dilakukan, dengan mengadakan patroli secara terjadwal namun mereka masih dapat melakukan aktivitas tersebut. Karena mereka selalu melakukan kegiatan minum-minuman tersebut secara sembunyi-sembunyi dari para petugas. Di samping itu pemberian sanksi terhadap pelanggaran tersebut juga kurang tegas sehingga mereka tidak terlalu memikirkan dampak dan akibat dari perilaku minum-minuman tersebut. Jika kita merujuk pada Kepres No. 3 tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol, Permenkes No. 86/Men.Kes/Per/IV/77 tahun 1977 tentang Minuman Keras dan Kitab
22
Undang-Undang Hukum Pidana, akan sangat jelas sanksi yang diberikan atas pelanggaran dan penyalahgunaan minuman beralkohol. Baik terhadap produsen atau pabrik-pabrik yang membuat minuman beralkohol, penjual maupun untuk para pembeli. Budaya konformitas yang mengharuskan setiap anggota kelompok menuruti dan mengikuti setiap norma yang diberlakukan atas kesepakatan kelompok, menjadikan perilaku minum-minuman keras pada remaja yang suka kongkow di Kendari Beach (KeBi) seolah sudah menjadi bagian dari kelompok. Meskipun sebagian dari mereka menolak untuk mengikuti aktivitas tersebut dikarenakan bagi yang sebagian, kongkow-kongkow di Kendari Beach (KeBi) adalah salah satu bentuk pemenuhan diri atas kebutuhannya akan rekreasi yang murah dan terjangkau. Oleh karena itu mereka akan tetap pada pandangan pribadi mereka tentang minuman keras, yang menurut mereka aktivitas tersebut telah melanggar norma sosial dalam masyarakat dan termasuk pelanggaran terhadap kaedah hukum. Maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku minum minuman keras di kalangan remaja yang suka kongkow di Kendari Beach (KeBi) selain disebabkan karena bentuk konformitas mereka terhadap kelompoknya, juga karena kurangnya kesadaran mereka terhadap hukum. Menjadikan perilaku tersebut kian marak dan berkembang seolah tanpa adanya kontrol. Dengan demikian, perilaku minum-minuman keras tanpa diimbangi dengan pengawasan dan kontrol yang ketat sangat dimungkinkan terjadinya penyimpangan atau penyalahgunaan alkohol dikalangan remaja, yang pada akhirnya timbullah perilaku kriminalitas remaja.
23
Pada akhirnya memunculkan sebuah pertanyaan bagi peneliti dalam penelitian ini, yaitu apakah ada hubungan antara konformitas, dan kesadaran hukum pada remaja yang suka minum-minuman keras yang suka kongkow di Kendari Beach (KeBi) terhadap perilaku minum-minuman keras remaja. Serta bagaimana pengaruh konformitas, dan kesadaran hukum terhadap perilaku minum-minuman pada remaja yang suka kongkow di Kendari Beach (KeBi). Dengan demikian maka penelitian ini kemudian di beri judul “Konformitas dan Kesadaran Hukum Terhadap Perilaku Minum Minuman Keras pada Remaja yang Suka Kongkow di Kendari Beach.”
B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka muncullah beberapa permasalahan untuk diteliti dalam penelitian ini, yaitu: 1. Apakah ada hubungan antara konformitas dan kesadaran hukum terhadap perilaku minum-minuman keras pada remaja yang suka kongkow di Kendari Beach (KeBi). 2. Apakah ada perbedaan perilaku minum antara remaja peminum dengan remaja bukan peminum.
24
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konformitas dan kesadaran hukum dengan perilaku minum-minuman keras pada remaja yang suka kongkow di Kendari Beach (KeBi). Selain itu penelitian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui prediksi dari masing-masing variabel terhadap perilaku minum-minuman keras pada remaja. Dan juga untuk mengetahui perbedaan rata-rata perilaku minum-minuman keras antara peminum dan tidak.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran terhadap perkembangan ilmu psikologi, baik secara teoritis maupun secara praksis. 1. Manfaat yang diberikan secara teoritis berupa: Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi ilmu psikologi khususnya psikologi perkembangan dan psikologi sosial serta dapat menjadi masukan yang berguna dan dapat sebagai tambahan bahan referensi bagi penelitian lebih lanjut dengan menggali lebih dalam mengenai konformitas, kesadaran hukum dan perilaku minum minuman keras pada remaja. 2. Manfaat yang diberikan secara praksis berupa: Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan gambaran mengenai perilaku konformitas, kesadaran hukum dan perilaku minum minuman keras kepada masyarakat pada umumnya khususnya bagi
25
remaja tentang penyalahgunaan dan bahaya pengkonsumsian minuman keras secara terus-menerus dan berlebihan, sehingga pengkonsumsian minuman keras yang mengandung alkohol dikalangan remaja dapat berkurang dan dapat mengurangi timbulnya perilaku kriminalitas. Dan menjadikan remaja lebih sadar dan taat akan hukum.
E. Keaslian Penelitian Penelitian yang mengangkat judul tentang konformitas dan kesadaran hukum dengan perilaku suka dan / atau yang tidak suka minum minuman keras pada remaja yang suka kongkow di Kendari Beach (KeBi) belum pernah dilakukan dan dipublikasikan khususnya di lingkungan Program Studi Psikologi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Sejauh penelusuran data hasil penelitian dan karya ilmiah pada perpustakaan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, dan menurut hasil pengamatan peneliti sebagaimana dijelaskan dalam latar belakang penelitian, hasil penelitian yang berhubungan dengan variabel-variabel di atas yang penulis temukan adalah dari : 1. Mukhoyyaroh (2005), dengan subyek penelitian remaja perempuan yang tinggal dengan keluarga, asrama dan rumah pondokan. Dalam penelitian tersebut didapati bahwa konformitas tidak berkaitan langsung dengan penalaran moral seseorang, hal ini diperkuat dengan kecilnya pengaruh konformitas terhadap penalaran moral yaitu 0.8%. Hal ini dikarenakan remaja masih membutuhkan orangtua dan teman sebaya dalam membuat keputusan
26
moral, namun hasil tergantung remaja itu sendiri dan tempat tinggal memberikan pengaruh positif (asrama dan pondokan) terhadap penalaran. 2. Kusnaryanto (2011), dalam penelitiannya diperoleh hasil yaitu kesadaran hukum dan kepatuhan hukum berperan positif, artinya bahwa adanya pengakuan bersalah tersangka pada saat pemeriksaan pendahuluan bagi tersangka yang menjalani hukuman tidak lepas dari peranan kesadaran hukum dan kepatuhan hukum. 3. Kuncoro (1998), yang dalam penelitiannya didapatkan hasil bahwa makin tinggi ekspektasi positif efek alkohol ternyata semakin meningkatkan perilaku minum minuman keras pada remaja. Perbedaan yang dapat ditemukan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian ini terletak pada fenomena sosial, lokasi penelitian dan fokus penelitian, di mana pada penelitian sebelumnya hanya mengulas salah satu variabel dari variabel penelitian yang sedang diteliti oleh penulis. Fokus penelitian juga memiliki perbedaan, di mana penelitian sebelumnya mencoba mencari peranan salah satu variabel yang sedang diteliti oleh penulis terhadap fenomena sosial yang juga berbeda. Keaslian penelitian juga dapat dilihat dalam karya tulis yang dipublikasikan di luar lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM). Bahan rujukan penelitian yang diambil dari luar lingkungan UGM kebanyakan membahas salah satu dari variabel yang ingin diangkat oleh penulis. Berdasarkan penelusuran, ditemukan empat penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dengan topik dalam penelitian ini, yaitu:
27
1. Sartika (2009), di mana dalam penelitiannya diperoleh hasil bahwa rendahnya tingkat konformitas, sehingga memiliki kecenderungan rendah untuk berperilaku sama dengan teman sebaya. Maka intensi merokok remaja juga berada dalam kategori rendah, sehingga remaja memiliki kecenderungan yang rendah untuk menilai secara positif objek yang berkaitan dengan rokok dan rendahnya kecenderungan untuk coba-coba merokok.
2. Lain halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Cipto dan Kuncoro (2010), dalam penelitiannya yang juga mengangkat topik tentang konformitas dan perilaku minum-minuman keras. Diperoleh hasil, bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara harga diri dan konformitas terhadap kelompok dengan perilaku minum minuman beralkohol pada remaja, sehingga remaja memiliki kecenderungan yang tinggi untuk conform dengan kelompok dan berperilaku sama. Dan tingkat harga diri yang rendah menjadikan remaja juga conform terhadap kelompok untuk berperilaku sama.
3. Sedangkan penelitiannya yang dilakukan oleh Atwoli (2011), didapatkan hasil yaitu bahwa kelaziman penggunaan zat adiktif semacam alkohol diantara pelajar di Eldoret sangat tinggi dan menyebabkan permasalahan secara fisik dan psikososial dalam populasi. Di mana 75,1% penggunaan zat adiktif tersebut diperkenalkan oleh teman sebaya.
4. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Weitzman (2003), di mana dalam penelitiannya didapatkan bahwa pesta minuman keras diantara pelajar dapat diperoleh maupun dihindari. Namun lingkungan sekitar juga mempengaruhi pelajar untuk berpesta minuman keras. Diantaranya lingkungan sosial, pemukiman tempat tinggal dan swalayan disekitarnya, di mana minum-minuman keras merupakan hal yang lazim, murahnya harga alkohol dan mudahnya akses terhadap alkohol.
28
Berdasarkan beberapa penelitian di atas, di mana dalam penelitian di atas lebih banyak berfokus pada beberapa dari variabel yang hendak diangkat oleh peneliti. Oleh karena itu, topik ini layak untuk di teliti untuk mengetahui hubungan antara konformitas, dan kesadaran hukum dengan perilaku minum minuman keras pada remaja yang suka kongkow di Kendari Beach (KeBi). Dikarenakan belum ada yang melakukan penelitian ini, maka penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah asli, sehingga keaslian penelitiannya dapat dipertanggungjawabkan.