BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Penelitian Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, kultural, dan spiritual yang utuh dan unik, artinya yang merupakan satu kesatuan yang utuh dari aspek jasmani dan rohani dan unik karena mempunyai berbagai macam tingkat perkembangannya (Asmadi, 2008). Perkembangan berarti serangkaian perubahan-perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman yang
dialami
perkembangan
seorang bukan
individu. sekedar
Dalam
arti
penambahan
bahwa
beberapa
sentimeter pada tinggi badan seseorang atau peningkatan kemampuan seseorang, melainkan suatu proses integrasi dari banyak struktur dan fungsi yang kompleks dari seorang individu (Hurlock, 1980). Manusia tidak pernah statis, semenjak
pembuahan
sampai
ketika
ia
lahir
hingga
mengalami kematian selalu terjadi perubahan, baik dalam kemampuan fisik maupun kemampuan psikologis. Dalam konteks perkembangan manusia, tentu saja tindakan dari seorang individu perlu dikaji, tidak hanya dari rentang
usia
namun
sejauh
1
mana
lingkungan
akan
2 berpengaruh pada tingkah laku seorang individu. Untuk mengetahui pengaruh lingkungan terhadap perkembangan individu,
perlu
diketahui
terlebih
dahulu
definisi
dari
lingkungan. Bronfenbrenner (1979, dalam Agustiani, 2009) memandang lingkungan dari sudut ekologi dan berpendapat bahwasanya lingkungan sebagai suatu rangkaian sistem sosial mempunyai pengaruh langsung yang berbeda terhadap perkembangan individu. Dalam proses perkembangan selama kehidupannya,
seorang
individu
harus
menguasai
serangkaian tugas-tugas perkembangan yang muncul dari konstelasi-konstelasi
khusus
yang
disebabkan
oleh
kematangan fisik, pengaruh-pengaruh sosio-kultural, dan kemampuan serta aspirasi dalam diri individu. Terjadinya perang, konflik, dan lilitan krisis ekonomi berkepanjangan memunculkan
merupakan stres,
depresi,
salah dan
satu
pemicu
berbagai
yang
gangguan
kesehatan jiwa pada manusia. Sehat menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu keadaan sehat secara fisik, mental (rohani) dan sosial, dan bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit, catat dan kelemahan (Siswanto, 2007). Dalam definisi tersebut, sehat bukan sekedar terbebas dari
penyakit
atau
cacat.
Seseorang
yang
tidak
3 berpenyakitpun belum tentu dikatakan sehat. Seseorang yang dikatakan sehat semestinya dalam keadaan yang sempurna, baik
fisik,
(Notosoedirdjo,
mental, 2005).
maupun Menurut
sosial/biopsikosoaial data
WHO,
masalah
gangguan kesehatan jiwa memang sudah menjadi masalah yang sangat serius. WHO (2001) mengatakan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa. Sementara itu, menurut Uton Muchtar Rafei, Direktur WHO Wilayah Asia Tenggara, hampir satu pertiga dari penduduk di wilayah ini pernah mengalami gangguan neuropsikiatri. Hal ini dibuktikan melalui data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, Indonesia diperkirakan sebanyak 264 dari 1000 anggota Rumah Tangga menderita gangguan kesehatan jiwa (Yosep, 2010). Salah satu perkembangan yang ingin peneliti bahas yaitu tentang perkembangan yang berpengaruh pada konsep diri manusia. Sering kali kita mempunyai gagasan yang jernih tentang siapa kita, tetapi kadang-kadang kita bingung dan meragukan diri kita dan merasa tertekan oleh desakan ekternal dan evaluasi orang lain. Persoalan ini dinamakan kejelasan konsep diri. Pemahaman diri yang jelas dan pasti
4 akan memberikan kita arah yang jelas dan padu (Taylor, 2009). Konsep diri adalah pengetahuan individu tentang diri, citra subjektif dari diri dan percampuran yang kompleks dari perasaan, sikap dan persepsi bawah sadar maupun sadar (Perry & Potter, 2005). Konsep diri memberikan kita kerangka acuan yang mempengaruhi manajemen kita terhadap situasi dan hubungan kita dengan orang lain. Kita mulai membentuk konsep diri dari saat usia muda. Masa remaja adalah waktu yang kritis ketika banyak hal secara kontinu mempengaruhi konsep diri. Jika seorang anak mempunyai masa kanakkanak yang aman dan stabil, maka konsep dari masa anak remaja tersebut secara mengejutkan akan sangat stabil. Melalui aktivitas kelompok dengan teman sebaya remaja dapat mencapai rasa percaya diri yang baik (Perry & Potter, 2005)
Konsep diri dan persepsi tentang kesehatan sangat berkaitan erat satu sama lain. Klien yang mempunyai keyakinan
tentang
kesehatan
yang
baik
akan
dapat
meningkatkan konsep diri. Konsep diri memberikan rasa kontinuitas, keutuhan dan konsistensi pada seseorang. Konsep diri yang sehat mempunyai tingkat kestabilan yang tinggi dan membangkitkan perasaan negatif atau positif yang diajukan pada diri. Orang yang memiliki tingkat penghargaan diri yang tinggi biasanya memiliki pemahaman yang jelas
5 tentang kualitas persoalannya. Mereka menganggap diri mereka baik, punya tujuan yang tepat, menggunakan umpan balik
dengan
menikmati
cara
yang
memperkaya
pengalaman-pengalaman
wawasan,
positif,
serta
dan bisa
mengatasi situasi sulit. Misalnya, ketika orang yang memiliki harga diri yang tinggi mendapat kabar bahwa dirinya ditolak oleh orang lain, maka orang itu akan merespon dengan meningkatkan dirinya sendiri tentang kualitas positif yang dimilikinya. Baumeister (2002, dalam Taylor, 2009). Orang yang memandang rendah dirinya sendiri kurang memiliki konsep diri yang jelas; sering memilih tujuan yang kurang realistis atau bahkan tidak memiliki tujuan yang pasti, merasa rendah diri, cenderung pesimis dalam menghadapi masa depan, mengikat masa lalu secara negatif, berkubang dalam perasaan negatif, punya reaksi emosional dan behavioral yang lebih buruk dalam merespon tanggapan yang negatif dari orang lain, kurang mampu menunjukkan feedback positif terhadap dirinya sendiri, lebih memperhatikan dampak sosial mereka terhadap orang lain, dan lebih mudah kena depresi atau berpikir terlalu mendalam saat mereka menghadapi stres atau kekalahan (Taylor, 2009). Harga diri seseorang dipengaruhi oleh pengalaman individu dalam perkembangan fungsi ego, dimana anak-anak
6 yang dapat beradaptasi terhadap lingkungan internal dan ekternal
biasanya
memiliki
perasaan
aman
lingkungan dan menunjukkan harga diri Sedangkan cenderung
individu untuk
yang
memiliki
mempersepsikan
harga
terhadap
yang positif, diri
lingkungannya
rendah yang
negatif dan sangat mengancam, yang pernah mengalami depresi atau gangguan dalam fungsi egonya (Antai Otong 1995, dalam buku Yosep, 2010). Harga diri rendah adalah perasaan yang tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri. Keliat (1998, dalam Yosep, 2010). Harga diri seseorang diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang, perlakuan orang lain yang mengancam dan hubungan interpersonal yang buruk. Tingkat harga diri seseorang berada dalam rentang tinggi sampai rendah. Individu yang memiliki harga diri tinggi menghadapi lingkungan secara aktif dan mampu beradaptasi secara efektif untuk berubah serta cenderung merasa aman. Individu yang memiliki harga diri rendah
7 melihat lingkungan dengan cara negatif dan menganggap sebagai ancaman. Sebelum penelitian dilaksanakan peneliti lebih dulu melakukan observasi awal di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Aminogondohutomo Semarang. Data di tahun 2011 dari bulan Maret terdapat 15 klien, April 22 klien, Mei 7 klien, Juni 17 klien, Juli 11 klien, Agustus 7 klien, September 15 klien, Oktober 17 klien, dan November 14 klien, yang di rawat di Rumah Sakit Jiwa tersebut. Suatu penelitian dalam bidang Harga Diri Rendah Di Afrika Selatan yang melibatkan 11 orang pasien psikoterapi laki-laki dengan harga diri rendah yang diuji menggunakan Grounded Teory dalam penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 11 orang pasien psikoterapi mengalami harga diri rendah disebabkan oleh pengalaman hidup/masa lalu pasien yang dikaji dengan menggunakan Hypno-terapi (Jakob D. et al. 2006). Berdasarkan hasil observasi awal yang sudah dilakukan penulis selama mengikuti praktik klinik Keperawatan Jiwa dan observasi awal di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang pada bulan September 2010 selama dua minggu, fenomena yang ada bahwa di Rumah Sakit
Jiwa
tersebut
bahwa
perawat
maupun
tenaga
8 kesehatan lainnya telah memberikan pelayanan bagi klien gangguan jiwa yang di rawat di Rumah Sakit jiwa diberikan dengan cukup baik. Adapun tindakan atau kegiatan yang diberikan oleh perawat di Rumah Sakit Jiwa tersebut terhadap klien dengan gangguan jiwa terkhususnya gangguan konsep diri:
Harga
Diri
Rendah
adalah
memberikan
Strategi
Pelaksanaan (SP), medikasi berupa pemberian obat sesuai dengan dosis dan jenis terapi yang ditentukan oleh dokter, terapi aktivitas kelompok (TAK), serta memenuhi Activity of Daily Living (ADL) klien. Namun pada kenyataannya perawat maupun
petugas
pelayanan
kesehatan
lainnya
tidak
melakukan tugas yang seharusnya diberikan. Contohnya rencana keperawatan maupun intervensi yang sudah disusun kepada klien seperti pemberian SP, perawat hanya mengisi implementasi berdasarkan intervensi yang telah disusun sebelumnya namun tidak memberikan SP terhadap klien. Bagi sebagian besar klien dengan harga diri rendah (HDR),
kemampuan
fungsional
merupakan salah
satu
masalah yang cukup penting dalam menjalani kehidupan mereka
sehari-hari.
Terganggunya
kapasitas fungsional
seluruh organ tubuh akibat dari kurangnya interaksi yang dilakukan dengan orang lain atau kepercayaan diri yang menurun karena merasa dirinya tidak berarti atau tidak
9 berharga sehingga membatasi
dirinya dalam melakukan
aktivitas normal. Status fungsional pasien dapat dibedakan atas tiga tingkatan: basic activities of daily living (BADLs), instrumental or instrumediate activities of daily living (IADLs), advance activities of daily living (AADLs). ADL dasar (BADLs) merujuk pada kemampuan klien dalam merawat dirinya sendiri
(self-care)
seperti
mandi,
memakai
baju,
mengendalikan rangsang berkemih, mengendalikan rangsang buang air besar, membersihkan diri, makan, pindah/berjalan, menggunakan jamban, dan melakukan aktivitas lainnya. Seperti pada klien yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa dengan diagnosa Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah mereka sangat tidak memperdulikan penampilan mereka dan sangat susah
untuk
membuka
diri
dan
berinteraksi
dengan
lingkungan di sekitar mereka. Perlu adanya dorongan yang diberikan oleh perawat yang mampu memotivasi klien dengan Harga Diri Rendah agar mau dan mampu melakukan Activity of Daily Living dengan rutin dan mampu bersosialisai dengan lingkungan sekitar guna untuk menjadikan klien yang mandiri terutama untuk pembentukan konsep diri klien yang lebih baik. Penilaian status fungsional klien memiliki makna dalam memantau respon pengobatan dan memberikan informasi
10 prognosis sehingga dapat membantu tenaga kesehatan dalam perancanaan perawatan yang cukup lama. Status fungsional merupakan
tingkat
kinerja
seseorang untuk
melakukan aktivitas atau fungsi hidup sehari-hari yang biasa dilakukan manusia secara rutin dan universal. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis ingin meneliti tentang “Hubungan Konsep Diri (self-concept) dengan pelaksanaan Activity of Daily Living (ADL) pada Klien Harga Diri Rendah (HDR) di Rumah Sakit Daerah Amino Gondohutomo Semarang”.
B.
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, maka masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: “Apakah ada hubungan antara Konsep Diri (selfconcept) dengan pelaksanaan Activity of Daily Living (ADL) pada Klien Harga Diri Rendah (HDR) di Rumah Sakit Jiwa Daerah Amino Gondohutomo Semarang”.
C.
Batasan Masalah Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak terlalu luas, maka peneliti membatasi permasalahan dalam penelitian ini
11 pada masalah yang akan di kaji. Pada penelitian ini akan dibatasi pada permasalahan berikut ini: 1.
Obyek Penelitian Obyek penelitian dibatasi pada masalah berikut ini: a.
Hubungan Konsep Diri (self-concept) dengan pelaksanaan Activity of Daily Living (ADL) pada klien Harga Diri Rendah (HDR).
b.
Peningkatan kesehatan khususnya pembentukkan Konsep Diri (self-concept) pada klien Harga Diri Rendah melalui pelaksanaan Activity of Daily Living (ADL).
2.
Subyek Penelitian Subyek penelitian dibatasi pada klien gangguan jiwa di Rumah
Sakit
Jiwa
Daerah
Amino
Gondohutomo
Semarang yang mempunyai karakteristik klien Harga Diri Rendah.
D.
Rumusan Masalah Bagaimana hubungan antara pelaksanaan Activity of Daily Living (ADL) yang secara rutin dan efisien dilakukan oleh klien HDR terhadap pembentukan konsep diri yang lebih baik.
12 E.
Tujuan Penelitian Mengetahui adanya hubungan antara konsep diri dengan pelaksanaan Activity of Daily Living (ADL) pada klien harga diri rendah (HDR).
F.
Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Praktis a.
Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini merupakan sebagai bahan masukan yang bermanfaat untuk pengembangan ilmu keperawatan sehingga
terkhususnya
dapat
keperawatan
meningkatkan
ilmu
jiwa,
asuhan
keperawatan jiwa selanjutnya. b.
Bagi Profesi Keperawatan Sebagai bahan masukan dan informasi bagi profesi keperawatan dan petugas kesehatan lainnya
agar
melihat
sekaligus
memberikan
Activity of Daily Living untuk mengembangkan konsep diri klien dengan harga diri rendah. 2.
Manfaat Teoritis Memberikan
masukan
bagi
pengembangan
ilmu
keperawatan khususnya bagi keperawatan jiwa dan juga untuk pengembangan bagi ilmu psikologi.
13