BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi yang semakin cepat membuat internet terus berkembang dan tersebar ke segenap elemen lapisan masyarakat (Winarto, 2012: Online). Berdasarkan data theultralinx.com, pengguna internet di seluruh dunia meningkat hingga tujuh persen atau 2,1 miliar dalam satu dasawarsa terakhir (Setiawan, 2012: Online). Situs jejaring sosial merupakan situs yang paling diminati pengguna internet di seluruh dunia (Cam & Isbulan, 2012: 14). Berdasarkan data comstore.com, pengguna situs jejaring sosial mencapai 1,2 miliar atau 85% dari seluruh pengguna internet pada tahun 2011. Selain itu, situs jejaring sosial juga mengalahkan penggunaan email yang hanya memiliki 916 juta pengguna atau 65% dari seluruh pengguna internet (Aquino, 2011: Online). Situs jejaring sosial adalah salah satu jenis komunikasi virtual yang membantu individu terhubung dengan orang lain. Situs jejaring sosial yang paling populer dan memiliki pengguna paling banyak di seluruh dunia adalah Facebook dan Twitter (Das & Sahoo, 2011: 222). Menurut data Socialbakers (2013: Online), pengguna Facebook di seluruh dunia sebanyak 981.101.800 pengguna. Indonesia merupakan negara pengguna Facebook terbesar keempat di dunia dengan 50.583.320 pengguna dan sebagian besar penggunanya adalah usia remaja. Rentang usia 18-24 tahun merupakan rentang usia yang paling banyak menggunakan Facebook yaitu 43% (21.830.300) dari pengguna Facebook di Indonesia. Disusul rentang usia 25-34 dengan 22% pengguna lalu rentang usia 16-17 tahun sebesar 14% pengguna dan rentang usia 13-15 tahun sebanyak 10% pengguna. Usia di atas 35 tahun memiliki pengguna sebanyak 10% dari total pengguna Facebook di Indonesia. 1
Arihdya Caesar Pratikta,2013 Efektivitas Problem Solving Training Untuk Mereduksi Kecenderungan Adiksi Situs Jejaring Sosial Pada Peserta Didik (Penelitian Eksperimen Kuasi Terhadap Tiga Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 4 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2
Selanjutnya menurut data Semiocast (2012: Online), pengguna Twitter di seluruh dunia sebanyak 517 juta pengguna. Indonesia merupakan negara pengguna Twitter terbesar kelima di dunia dengan 29,4 juta pengguna. Sebagian besar pengguna Twitter di seluruh dunia adalah usia remaja. Berdasarkan data Beevolve (2012: Online), rentang usia 15-25 tahun merupakan rentang usia yang paling banyak menggunakan Twitter yaitu 73,7%
dari pengguna Twitter di
seluruh dunia. Disusul rentang usia 26-35 dengan 14,9% pengguna lalu rentang usia 36-45 tahun sebesar 5,5% pengguna dan sisanya adalah pengguna Twitter dengan usia di atas 46 tahun. Berdasarkan data yang telah dipaparkan, sebagian besar pengguna situs jejaring sosial (Facebook dan Twitter) berusia remaja. Menurut data Comscore (Aquino, 2011: Online), penggunaan situs jejaring sosial di kalangan remaja mengalami peningkatan terbesar dibandingkan rentang usia lainnya yaitu sebesar 84,4%. Menurut penelitian Kuss & Griffiths (2011a: 3531), aktivitas yang sering dilakukan oleh remaja (peserta didik) dalam situs jejaring sosial antara lain: membaca atau merespon komentar yang terdapat pada akun peserta didik atau menulis sesuatu pada akun orang lain, mengirim atau merespons pesan atau undangan dari orang lain, membuka profil orang lain, dan chatting dengan orang lain (Young, 2007: 672). Menurut Kuss & Griffiths (2011b: 68), penggunaan situs jejaring sosial secara berlebihan dapat menyebabkan adiksi bagi penggunanya. Berbagai macam fitur yang terdapat pada situs jejaring sosial dapat menjadi salah satu penyebab adiksi situs jejaring sosial, terutama meningkatnya waktu penggunaan situs jejaring sosial pada remaja, sebagaimana dikemukakan oleh Kuss & Griffiths: Recent press reports have claimed that the excessive use of online social networking sites (SNSs) may be potentially addictive. The mass appeal of social networks on the Internet could potentially be a cause for concern, especially considering the increasing amounts of time young people spend online. Arihdya Caesar Pratikta,2013 Efektivitas Problem Solving Training Untuk Mereduksi Kecenderungan Adiksi Situs Jejaring Sosial Pada Peserta Didik (Penelitian Eksperimen Kuasi Terhadap Tiga Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 4 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3
The Center for Internet Addiction melaporkan lebih dari 50% individu yang mengalami adiksi internet juga mengalami adiksi pada hal-hal lain yang ilegal seperti obat-obatan terlarang, alkohol, rokok, dan seks (Caldwell & Cunningham, 2010: 4). Penelitian Gadgetology menyebutkan orang-orang di bawah usia 25 tahun lebih banyak kehilangan waktu tidurnya karena digunakan untuk melihat timeline pada situs jejaring sosial (PTI, 2010: Online). Pada tahun 2012, penelitian tentang adiksi situs jejaring sosial menjadi topik yang penting layaknya adiksi merokok, alkohol dan narkoba (Cam & Isbulan, 2012: 15). Berdasarkan penelitian Chicago Booth School of Business University, adiksi situs jejaring sosial lebih bersifat adiktif daripada adiksi merokok dan narkoba. Selain itu, keinginan untuk selalu online pada situs jejaring sosial mengalahkan keinginan untuk tidur dan istirahat (The Telegraph, 2012: Online). Beberapa kasus remaja yang diakibatkan oleh penggunaan situs jejaring sosial yang tidak wajar sebagai berikut: seorang peserta didik SMA di Indiana Amerika Serikat dikeluarkan dari sekolahnya karena memaki orang lain di Twitter (Wong, 2012: Online). Menurut Ketua Komnas Perlindungan Anak (Priliawito & Rimadi, 2012: Online) sebanyak 21 remaja putri di Indonesia menjadi korban eksploitasi (satu korban meninggal dunia) akibat berinteraksi melalui jejaring sosial seperti Facebook. Selain itu, seorang remaja putri di Semarang hilang dari rumahnya setelah mengenal pria melalui Facebook (Parwito, 2013). Penelitian Nurhusni (2012: 90) kepada 321 peserta didik SMP Negeri 15 Bandung menunjukkan 66% atau 212 peserta didik masuk ke dalam kategori adiksi Facebook sedang, 53 orang lainnya atau 16,5% tergolong pada kategori adiksi rendah. Adapun sisanya sebanyak 56 orang atau 17,4% tergolong pada kategori adiksi tinggi. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan kepada 38 peserta didik kelas XI IPA 2 SMA Negeri 4 Bandung menunjukkan 65,8% atau 25 peserta didik masuk ke dalam kategori kecenderungan adiksi situs jejaring sosial sedang. 18,4% atau tujuh peserta didik masuk ke dalam kategori kecenderungan adiksi rendah sedangkan 15,8% atau enam peserta didik masuk ke Arihdya Caesar Pratikta,2013 Efektivitas Problem Solving Training Untuk Mereduksi Kecenderungan Adiksi Situs Jejaring Sosial Pada Peserta Didik (Penelitian Eksperimen Kuasi Terhadap Tiga Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 4 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4
dalam kategori kecenderungan adiksi tinggi. Penelitian Nurhusni dan hasil studi pendahuluan menunjukkan adanya kasus kecenderungan adiksi situs jejaring sosial pada usia remaja di kota Bandung. Berdasarkan hasil pretest yang dilakukan kepada 255 peserta didik (98 laki-laki dan 157 perempuan) kelas XI SMA Negeri 4 Bandung dengan rata-rata usia 16 tahun menunjukkan 87,84% atau 224 peserta didik masuk ke dalam kategori kecenderungan adiksi situs jejaring sosial sedang. 5,88% atau 15 peserta didik masuk ke dalam kategori kecenderungan adiksi rendah sedangkan 2,35% atau enam peserta didik masuk ke dalam kategori kecenderungan adiksi tinggi. Berdasarkan situs jejaring sosial yang digunakan, terdapat 17 atau 6,67% peserta didik (7 laki-laki dan 10 perempuan) pengguna Facebook dan 14 atau 5,49% peserta didik (5 laki-laki dan 9 perempuan) pengguna Twitter. Selanjutnya terdapat 175 atau 68,63% peserta didik (79 laki-laki dan 96 perempuan) pengguna Facebook dan Twitter, 27 atau 10,59% peserta didik (2 laki-laki dan 25 perempuan) pengguna Facebook, Twitter, dan Instagram, 9 atau 3,53% peserta didik (2 laki-laki dan 7 perempuan) pengguna Facebook, Twitter, Instagram, dan Path, 7 atau 2,74% peserta didik (2 laki-laki dan 5 perempuan) pengguna Facebook, Twitter, dan Tumblr, serta 6 atau 2,35% peserta didik (1 laki-laki dan 5 perempuan) pengguna Facebook, Twitter, Instagram, dan Tumblr. Berdasarkan perangkat yang digunakan, 12 atau 4,7% peserta didik (7 laki-laki dan 5 perempuan) hanya menggunakan Smartphone, 9 atau 3,53% peserta didik (4 laki-laki dan 5 perempuan) hanya menggunakan Laptop/Netbook, 7 atau 2,74% peserta didik (3 laki-laki dan 4 perempuan) hanya menggunakan Handphone, dan 5 atau 1,96% peserta didik (4 laki-laki dan 1 perempuan) hanya menggunakan PC untuk online situs jejaring sosial. Selanjutnya terdapat 40 atau 15,68% peserta didik (8 laki-laki dan 32 perempuan) menggunakan kombinasi Laptop/Netbook dan Smartphone, 24 atau 9,41% peserta didik (12 laki-laki dan 12 perempuan) menggunakan kombinasi PC, Laptop/Netbook, dan Smartphone, 21 atau 8,23% peserta didik (9 laki-laki dan 12 perempuan) menggunakan kombinasi Arihdya Caesar Pratikta,2013 Efektivitas Problem Solving Training Untuk Mereduksi Kecenderungan Adiksi Situs Jejaring Sosial Pada Peserta Didik (Penelitian Eksperimen Kuasi Terhadap Tiga Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 4 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5
PC, Laptop/Netbook, Handphone, Smartphone, dan Tablet, serta 20 atau 7,84% peserta didik (12 laki-laki dan 8 perempuan) menggunakan kombinasi PC, Laptop/Netbook, Handphone, dan Smartphone untuk online situs jejaring sosial. Sementara itu 117 atau 45,88% peserta didik (39 laki-laki dan 78 perempuan) menggunakan 19 jenis kombinasi perangkat untuk online situs jejaring sosial lainnya dengan jumlah dan persentase yang lebih kecil. Young (1996: 10) membagi adiksi internet menjadi tiga tingkatan, yaitu: mild (rendah)—individu yang menggunakan internet dalam waktu yang lama, tetapi memiliki kontrol dalam penggunaannya, moderate (sedang)—individu yang menganggap internet merupakan hal yang penting tetapi tidak selalu menjadi yang utama dalam kehidupannya, severe (tinggi)—individu yang menganggap internet merupakan hal yang paling utama sehingga mengabaikan kepentingankepentingan lainnya. Individu dapat dikatakan mengalami adiksi situs jejaring sosial apabila memenuhi tiga atau setengah dari enam aspek yang dinyatakan oleh Griffiths (Grusser et al., 2007: 291; Cabral, 2011: 11). Griffiths (2000: 211) menyatakan aspek adiksi situs jejaring sosial, yaitu: salience (dominasi situs jejaring sosial dalam pikiran dan tingkah laku peserta didik), mood modification (peserta didik mendapatkan kesenangan dari aktivitas mengakses situs jejaring sosial), tolerance (aktivitas mengakses situs jejaring sosial mengalami peningkatan secara progresif selama rentang periode untuk mendapatkan efek kepuasan), withdrawal (perasaan tidak menyenangkan pada saat peserta didik tidak melakukan aktivitas mengakses situs jejaring sosial), conflict (pertentangan yang muncul dari dirinya sendiri tentang tingkat kegemarannya mengakses situs jejaring sosial yang berlebihan maupun konflik yang terjadi antara remaja dengan orang lain sebagai akibat perilakunya mengakses situs jejaring sosial), dan relapse (kecenderungan perilaku peserta didik untuk mengulangi pola yang sempat dilakukan pada awal mengenal situs jejaring sosial meskipun telah mencoba melakukan kontrol atas dirinya).
Arihdya Caesar Pratikta,2013 Efektivitas Problem Solving Training Untuk Mereduksi Kecenderungan Adiksi Situs Jejaring Sosial Pada Peserta Didik (Penelitian Eksperimen Kuasi Terhadap Tiga Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 4 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6
Gejala individu yang mengalami adiksi situs jejaring sosial dapat dilihat dari aspek perilaku, emosi, fisik, dan kognisinya. Gejala yang berkaitan dengan perilaku diantaranya: menarik diri dari aktivitas sosial, mengabaikan hubungan sosial dengan teman, susah mengatur kehidupannya, penurunan kebiasaan belajar, tidak masuk sekolah, dan penurunan prestasi sekolah (Young, 2006: 3). Gejala yang berkaitan dengan emosi diantaranya: ketika online merasa puas dan senang, menghalangi perasaan sakit hati, merasa tidak pasti atau tidak nyaman (Caldwell & Cunningham, 2010: Online), dan kesepian (Caplan, 2005: 722). Gejala yang berkaitan dengan fisik diantaranya: terlihat lelah dan tertidur di dalam kelas, sakit punggung, dan mata tegang (Young, 1999: 4). Gejala yang berkaitan dengan kognisi diantaranya: keyakinan akan lebih aman, lebih bermanfaat, lebih percaya diri, dan lebih nyaman ketika berinteraksi sosial secara online daripada kegiatan sosial di dunia nyata (Caplan, 2003: 629), merenung, meragukan diri sendiri, selfefficacy rendah, penilaian diri yang negatif (Kwon, 2011: 230), rendahnya selfesteem, dan well being yang rendah (Valkenburg et al., 2006: 584). Menurut Young et al. (Nurhusni, 2012: 26), laki-laki lebih sering mengalami adiksi terhadap game online, situs porno, dan perjudian online, sedangkan perempuan lebih sering mengalami adiksi terhadap chatting dan berbelanja secara online. Adiksi internet juga dapat ditimbulkan akibat masalahmasalah emosional seperti depresi dan gangguan kecemasan dan sering menggunakan dunia fantasi di internet sebagai pengalihan secara psikologis terhadap perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan atau situasi yang menimbulkan stres. Penelitian Kuss & Griffiths (2011b: 69) telah menyoroti dampak negatif dari adiksi situs jejaring sosial, antara lain: menjadi seorang prokrastinator, distraction, dan memiliki manajemen waktu yang buruk. Young (1999: 5) mengemukakan individu yang mengalami adiksi internet akan mengalami kesulitan dalam membagi waktu antara mengakses internet, menyelesaikan tugas rumahnya, belajar untuk ujian, dan waktu untuk tidur sehingga mengganggu Arihdya Caesar Pratikta,2013 Efektivitas Problem Solving Training Untuk Mereduksi Kecenderungan Adiksi Situs Jejaring Sosial Pada Peserta Didik (Penelitian Eksperimen Kuasi Terhadap Tiga Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 4 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
7
aktivitas sekolah. Selain itu, individu yang mengalami adiksi internet akan lebih banyak berkomunikasi melalui dunia maya sehingga kurang perhatian terhadap keluarga dan teman-teman di sekitarnya. Beberapa peneliti meneliti berbagai pendekatan atau teknik dalam konseling yang efektif digunakan untuk mereduksi adiksi internet. Motivational Enchancement Therapy terbukti sukses untuk mereduksi adiksi internet. Motivational Enchancement Therapy menekankan pada upaya kolaboratif dan non-konfrontasi terhadap konseli dalam memandang adiksi internet dan konselor membuat rencana treatment individual serta tujuan yang akan diraih (Chou et al., 2005: 383). Hur (2006: 514) merekomendasikan pendekatan multimodal sebagai upaya untuk mereduksi adiksi internet. Menurut Palmer (2011: 247), pendekatan multimodal adalah pendekatan yang sistematik secara teknis bersifat eklektik karena menggunakan teknik yang diambil dari berbagai sistem dan teori psikologi, tanpa perlu terpaku pada validitas prinsip-prinsip teoretis yang menekankan pada pendekatan-pendekatan berbeda yang menjadi sumber teknik dan metodenya. Terapi realitas juga digunakan sebagai sebuah strategi dalam menangani berbagai macam adiksi seperti adiksi obat-obatan, seks, makanan dan juga adiksi internet. Terapi realitas membantu konseli membuat pilihan yang memungkinkan untuk mengontrol perilaku konseli ketika adiksinya kambuh. Terapi realitas menekankan faktor universalitas, dukungan, konfrontasi, dan wawasan dalam konseling kelompok (Kim, 2007: 3). Young (2007: 677) menganjurkan konselor menggunakan Cognitive Behavior Therapy (CBT) untuk mereduksi adiksi internet. Penelitian yang dilakukan terhadap 114 konseli menunjukkan CBT terbukti efektif memperbaiki gejala umum adiksi internet, seperti: motivasi untuk berhenti, online time management, social isolation, disfungsi seksual, dan menjauhi aplikasi-aplikasi yang bermasalah ketika online. Setelah dilakukan treatment, konseli terbukti
Arihdya Caesar Pratikta,2013 Efektivitas Problem Solving Training Untuk Mereduksi Kecenderungan Adiksi Situs Jejaring Sosial Pada Peserta Didik (Penelitian Eksperimen Kuasi Terhadap Tiga Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 4 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
mampu memperbaiki gejala-gejala yang muncul dan secara terus-menerus menunjukkan pemulihan pada dirinya. CBT memiliki tiga asumsi dasar yaitu: (1) aktivitas kognitif akan berakibat terhadap perilaku, (2) aktivitas kognitif dapat diidentifikasi dan diubah, dan (3) perubahan perilaku yang diinginkan disebabkan oleh perubahan kognitif (Dobson & Dozois, 2010: 3). Berdasarkan hasil studi pendahuluan menunjukkan para peserta didik yang masuk ke dalam kategori adiksi tinggi memiliki pemikiran yang salah suai terhadap situs jejaring sosial. Para peserta didik berpikir dengan situs jejaring sosial akan merasa nyaman dan membuat dirinya senang, maka adiksi situs jejaring sosial yang para peserta didik alami merupakan salah satu bentuk distorsi kognitif yang diakibatkan oleh pikiran negatif peserta didik terhadap peran situs jejaring sosial dalam kehidupannya. Keunggulan CBT dibandingkan dengan pendekatan lainnya menurut Kim (Caldwell & Cunningham, 2010: 5) adalah CBT secara empiris terbukti efektif dan fleksibel diterapkan di berbagai budaya dan populasi. Menurut Caldwell & Cunningham (2010: 5) CBT merupakan salah satu pendekatan yang layak digunakan oleh konselor untuk membantu peserta didik yang mengalami adiksi internet. Selain itu, beberapa ahli (Davis, 2001: 187; Wieland, 2005: 158; Young et al., 2011: 3; Abreu & Goes, 2011: 168; Beard, 2011: 183; Kwon, 2011: 229) menganjurkan pendekatan CBT untuk mereduksi adiksi internet karena efektif mereduksi adiksi internet. Oleh karena itu, pendekatan yang dirasa tepat dan efektif untuk mereduksi kecenderungan adiksi situs jejaring sosial adalah Cognitive Behavior Therapy.
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Salah satu akibat dari adiksi internet adalah sering kali terjadi distorsi waktu. Menurut penelitian Greenfield (Young, 2007: 672), individu yang mengalami adiksi online merasakan perpindahan (a sense of displacement) ketika Arihdya Caesar Pratikta,2013 Efektivitas Problem Solving Training Untuk Mereduksi Kecenderungan Adiksi Situs Jejaring Sosial Pada Peserta Didik (Penelitian Eksperimen Kuasi Terhadap Tiga Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 4 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9
online dan tidak dapat mengatur kehidupannya karena keasikan online. Individu yang mengalami adiksi situs jejaring sosial mulai meninggalkan tugas-tugasnya, mengurangi waktunya untuk berkumpul bersama keluarga, dan secara perlahan menarik diri dari rutinitas kehidupan normalnya. Individu yang mengalami adiksi situs jejaring sosial mengabaikan hubungan sosial dengan teman-teman dan komunitasnya, serta pada akhirnya kehidupan individu tidak dapat diatur dengan baik karena internet. Pada perkembanganya, individu yang mengalami adiksi internet mulai menghabiskan waktunya dengan aktivitas internet, menyukai game online, chatting dengan temannya, atau berjudi di dalam internet, dan secara berangsur-angsur mengabaikan keluarga dan teman-temannya demi menyendiri di depan komputer. Timbulnya adiksi situs jejaring sosial dapat disebabkan oleh adanya berkembangnya teknologi yang begitu pesat sehingga menghasilkan alat komunikasi berukuran kecil tetapi dapat mengakses situs jejaring sosial kapanpun dan dimanapun. Contoh alat komunikasi berukuran kecil yang dimaksud antara lain: komputer saku, laptop, iPads, dan bahkan telepon genggam (yang mendukung layanan internet) (Tariq, 2012: 409; Ishak, 2010: 50). Kemudahan mengakses situs jejaring sosial dapat menjadi kebiasaan di dalam kehidupan sehari-hari (Cabral, 2011: 5). Kebiasaan mengakses situs jejaring sosial karena kemudahannya inilah yang dapat menyebabkan individu atau peserta didik mengalami adiksi situs jejaring sosial (Tariq, 2012: 409; Young et al., 2011: 4). Adiksi internet menjadi salah satu penghambat perkembangan peserta didik dalam bidang pribadi, sosial, belajar, dan karier (Caldwell & Cunningham, 2010: 1). Upaya pengentasan masalah-masalah konseli (peserta didik) menjadi salah satu tugas konselor sekolah. Menurut DEPDIKNAS (2008: 219), orientasi layanan bimbingan dan konseling tidak
hanya
pada perangkat
tugas
perkembangan (kompetensi/kecakapan hidup, nilai dan moral peserta didik) dan tataran tujuan bimbingan dan konseling (penyadaran, akomodasi, tindakan), tetapi juga berorientasi pada permasalahan yang perlu dientaskan/diselesaikan. Oleh Arihdya Caesar Pratikta,2013 Efektivitas Problem Solving Training Untuk Mereduksi Kecenderungan Adiksi Situs Jejaring Sosial Pada Peserta Didik (Penelitian Eksperimen Kuasi Terhadap Tiga Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 4 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
10
karena itu, permasalahan kecenderungan adiksi situs jejaring sosial pada peserta didik merupakan tugas konselor untuk membantu mengentaskan peserta didik dari adiksi situs jejaring sosial. Upaya bantuan yang dilakukan konselor untuk mengintervensi masalahmasalah atau kepedulian pribadi konseli (peserta didik) yang muncul segera dan dirasakan saat itu berkaitan dengan masalah pribadi, sosial, belajar, dan karier adalah layanan responsif. Layanan responsif merupakan layanan bantuan kepada peserta didik yang menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera. Layanan responsif bertujuan membantu peserta didik agar dapat memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah yang dialami peserta didik atau membantu konseli yang mengalami hambatan dan kegagalan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Strategi yang digunakan dalam layanan responsif yaitu: konseling individual, konseling krisis, konsultasi dengan orang tua, guru, dan alih tangan kepada ahli lain (DEPDIKNAS, 2008: 209). Salah satu pendekatan konseling yang terbukti efektif untuk mereduksi adiksi internet adalah Cognitive Behavior Therapy (CBT) (Young, 2007: 677). Pada CBT, konseli dilatih untuk memantau pikirannya dan mengidentifikasi afeksi dan keadaan yang dapat memicu munculnya perilaku adiksi situs jejaring sosial (Young, 2007: 673). Fokus utama dari intervensi adiksi internet adalah menyeimbangkan kehidupan nyata agar sama baiknya dengan kehidupan di dunia maya, kognisi, serta perilakunya (Khazaal et al., 2012: 32). Mahoney dan Arnkoff (Dobson & Dozois, 2010: 11) menyatakan CBT dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu: (1) Restrukturisasi Kognitif, (2) Coping Skills, (3) Problem Solving. Restrukturisasi kognitif berasumsi adanya tekanan emosional merupakan hasil dari pikiran yang maladaptif sehingga tujuan dari restrukturisasi kognitif adalah untuk menguji dan menantang pola pikir yang maladaptif, dan membuat pola pikir yang lebih maladaptif. Berbeda dengan coping skills yang berfokus pada pengembangan daftar kemampuan yang didesain untuk membantu konseli menyelesaikan beberapa situasi yang membuat stres. Arihdya Caesar Pratikta,2013 Efektivitas Problem Solving Training Untuk Mereduksi Kecenderungan Adiksi Situs Jejaring Sosial Pada Peserta Didik (Penelitian Eksperimen Kuasi Terhadap Tiga Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 4 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
11
Problem solving sendiri merupakan suatu metode yang mengombinasikan antara restrukturisasi kognitif dan coping skills. Problem solving menekankan pada pengembangan strategi untuk menghadapi berbagai macam masalah pribadi dan stres serta menekankan pada kolaborasi aktif antara konseli dan konselor dalam merencakanan program intervensi. Menurut D’Zurilla & Goldfried (D’Zurilla et al., 2004: 12), problem solving didefinisikan sebagai proses kognitif perilaku yang bersifat langsung kepada individu, pasangan suami istri, atau kelompok agar berusaha mengidentifikasi atau menemukan solusi efektif untuk menghadapi masalah yang spesifik dalam kehidupan sehari-harinya. Proses kognitif perilaku yang dimaksud yaitu (1) membuat beberapa solusi efektif untuk masalah tertentu dan (2) meningkatkan kemungkinan dalam memilih solusi yang paling efektif diantara beberapa alternatif. D’Zurilla & Goldfried (Hecker & Thorpe, 2005: 397) mengatakan, problem solving efektif untuk diaplikasikan dalam berbagai permasalahan konseli karena problem solving mendorong konseli untuk bersikap aktif di dalam permasalahan kehidupannya sehingga konseli dapat memikirkan permasalahannya, mendefinisikan, memunculkan solusi alternatif, membuat keputusan, dan mempraktikkan solusi yang telah dibuatnya.
2. Rumusan Masalah Secara operasional permasalahan dijabarkan ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut: Apakah problem solving training efektif untuk mereduksi kecenderungan adiksi situs jejaring sosial pada peserta didik?
C. Tujuan Penelitian Arihdya Caesar Pratikta,2013 Efektivitas Problem Solving Training Untuk Mereduksi Kecenderungan Adiksi Situs Jejaring Sosial Pada Peserta Didik (Penelitian Eksperimen Kuasi Terhadap Tiga Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 4 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
12
Tujuan dari penelitian memperoleh gambaran empirik mengenai efektivitas problem solving training dalam mereduksi kecenderungan adiksi situs jejaring sosial pada peserta didik.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan menjadi pedoman bagi praktisi yang berkecimpung dalam perkembangan remaja untuk menggunakan problem solving training dalam mereduksi kecenderungan adiksi situs jejaring sosial pada peserta didik. Secara spesifik, hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan masukan bagi konselor/guru BK untuk membantu mereduksi kecenderungan adiksi peserta didik melalui implementasi problem solving training dan bekerjasama dengan orang tua serta konselor teman sebaya.
E. Struktur Organisasi Skripsi Pada bab 1 dibahas mengenai latar belakang penelitian, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, struktur organisasi skripsi. Pada bab 2 dibahas mengenai kajian pustaka, kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian. Pada bab 3 dibahas mengenai metode penelitian. Pada bab 4 dibahas mengenai hasil penelitian dan pembahasan. Pada bab 5 dibahas mengenai kesimpulan dan saran.
Arihdya Caesar Pratikta,2013 Efektivitas Problem Solving Training Untuk Mereduksi Kecenderungan Adiksi Situs Jejaring Sosial Pada Peserta Didik (Penelitian Eksperimen Kuasi Terhadap Tiga Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 4 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu