BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi karies gigi dan penyakit periodontal pada anak usia 12-15 tahun di Indonesia cenderung meningkat dari 76,25% pada tahun 1998 menjadi 78,65% pada tahun 2004. Hal ini dapat menunjukkan bahwa kesadaran penduduk Indonesia terhadap arti pentingnya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut masih rendah (Depkes RI, 2005). Anak yang memasuki usia sekolah yaitu pada usia 6-12 tahun memerlukan perawatan lebih intensif karena pada usia tersebut terjadi pergantian gigi dan tumbuhnya gigi baru. Diperlukan pula tindakan yang baik untuk pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut (Sucjipto dkk., 2013). Salah satu kebiasaan anak adalah senang dengan berbagai macam jajanan di sekolah karena bentuk dan rasanya yang menarik sehingga cenderung untuk membelinya. Banyaknya jajanan yang ada di sekolah dengan jenis makanan dan minuman yang manis tersebut bersifat kariogenik, yaitu mendukung terjadinya karies gigi. Makanan yang manis dan lengket akan melekat pada permukaan gigi dan terselip di antara celah-celah gigi (Paula, 2004). Makanan yang tersisa di dalam rongga mulut apabila tidak segera dibersihkan akan mengalami proses kimia bersama dengan saliva dan bakteri yang dapat menciptakan suasana asam sehingga dapat merusak email gigi (Moestopo, 1993 sit Machfoedz dkk., 2005). Derajat keasaman (pH) saliva rata-rata adalah 6,8 (Roukema, 1993). Derajat keasaman saliva selalu dipengaruhi oleh perubahan-perubahan salah satunya diet. Diet kaya karbohidrat menurunkan pH saliva, sedangkan diet kaya
sayuran dan buah-buahan serta kaya protein mempunyai efek meningkatkan pH saliva. Suatu proses untuk menetralisir pH dinamakan sistem buffer. Kapasitas buffer saliva yang dirangsang terutama ditentukan oleh konsentrasi bikarbonat, konsentrasi fosfat dan protein saliva. Kalsium, fosfat, dan protein berperan dalam meningkatkan dan menstabilkan pH saliva melalui sistem buffernya (Amerongen, 1991). Sistem bikarbonat sangat efektif dalam menetralisir asam dan berbanding lurus dengan kecepatan sekresi saliva. Hal ini mempunyai akibat bahwa pada kenaikan kecepatan sekresi, konsentrasi bikarbonat menjadi lebih tinggi dan pH saliva juga menjadi lebih tinggi. Aliran saliva dapat meningkat dengan aktivitas berkumur karena pengaruh bekerjanya otot-otot pengunyahan dan pengecapan secara serentak sehingga pH saliva meningkat (Amerongen, 1991). Biskuit coklat merupakan salah satu makanan kariogenik yang disukai anak-anak dan kaya karbohidrat. Makanan yang mengandung karbohidrat dapat menurunkan kapasitas buffer saliva sehingga berpengaruh terhadap perubahan pH saliva. Proses glikolisis yang berlangsung setelah mengonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat menyebabkan pH saliva menjadi turun (Amerongen, 1991). Substrat seperti karbohidrat akan menghasilkan asam organik berupa laktat, format, dan piruvat yang dapat menurunkan pH saliva (Llop dkk., 2011). Setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat, asam akan terbentuk sehingga menyebabkan penurunan pH (Dawes, 1996). Penurunan pH saliva yang terjadi tidak mencapai keadaan pH kritis saliva yaitu 4,5-5,5 (Soesilo dkk., 2005). Hal ini disebabkan karena kandungan bikarbonat, fosfat dan
protein dalam saliva yang berperan dalam mempertahankan pH normal saliva (Kidd dkk., 1992). Ketika pH mengalami penurunan, konsentrasi kalsium dan fosfat meningkat (Dawes, 1996). Pencegahan terhadap ketidakseimbangan asam pada saliva dapat dilakukan secara mekanis maupun kimiawi (Haroen, 2001). Pencegahan secara kimiawi antara lain dengan menggunakan intervensi obat dalam berbagai cara antara lain obat topikal dan larutan kumur. Penggunaan larutan kumur adalah salah satu cara yang dianggap cukup berhasil dalam menjaga kebersihan rongga mulut (Darout, 2003 sit Goyal, 2011). Terdapat produk larutan kumur yang banyak beredar di pasaran yang mengandung kalsium dan fluoride dan berfungsi menetralkan asam di mulut penyebab kerusakan gigi (Lubis, 2014). Selain mahal, berkumur dengan larutan kumur yang beredar di pasaran dapat mengiritasi mukosa mulut, membuat sensasi terbakar, dan perubahan persepsi rasa (Gurgan dkk., 2005). Adapun larutan kumur yang dinilai lebih murah, efisien, ramah lingkungan, serta memiliki efek samping minimal adalah larutan kumur dari bahan alami (Houwink, 1993 sit. El Rahman, 2002). Larutan kumur dapat dibuat sendiri di rumah sebagai pengobatan alternatif jika diperlukan, salah satunya dapat dibuat dari jus buah. Menurut Ramu (2014) buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) mengandung kalsium, fosfat, dan protein yang bermanfaat sebagai pelindung kesehatan mulut. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Tambunan (2014) membandingkan kadar kalsium dan fosfor antara buah naga daging merah dan buah naga daging putih didapatkan hasil bahwa kadar kalsium pada buah naga
daging merah lebih tinggi dari kadar kalsium pada buah naga daging putih dan kadar fosfor pada buah naga daging merah lebih rendah dari kadar fosfor pada buah naga daging putih. Protein dalam saliva mengikat ion-ion kalsium dan fosfat untuk menetralkan asam sehingga pH saliva meningkat (Amerongen, 1991). Aktivitas berkumur jus buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) diharapkan mampu merangsang kenaikan sekresi saliva dan konsentrasi bikarbonat menjadi lebih tinggi sehingga pH saliva meningkat. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut “bagaimanakah pengaruh berkumur jus buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) setelah makan biskuit coklat terhadap perubahan derajat keasaman (pH) saliva pada anak umur 12-14 tahun?” C. Keaslian Penelitian Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya adalah “Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Etanol Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) Terhadap Daya Hambat Pertumbuhan dan Perlekatan Bakteri Streptococcus mutans Isolasi Rongga Mulut Anak (Kajian In Vitro)” oleh Sri Rumayanti, 2015. Persamaan dengan penelitian sebelumnya adalah variabel pengaruh, yaitu menggunakan buah naga merah. Perbedaannya yaitu variabel terpengaruh. Variabel terpengaruh penelitian sebelumnya adalah daya hambat pertumbuhan dan perlekatan bakteri sedangkan penelitian ini adalah perubahan pH saliva.
Penelitian tentang kandungan buah naga juga telah dilakukan oleh Tambunan tahun 2014 dengan judul “Penetapan Kadar Kalsium dan Fosfor Dalam Buah Naga Daging Merah (Hylocereus costaricensis) dan Buah Naga Daging Putih (Hylocereus undatus).” Dari penelitian tersebut didapat hasil bahwa kadar kalsium pada buah naga daging merah (Hylocereus costaricensis) lebih tinggi dari kadar kalsium pada buah naga daging putih (Hylocereus undatus) dan kadar fosfor pada buah naga daging merah (Hylocereus costaricensis) lebih rendah dari kadar fosfor pada buah naga daging putih (Hylocereus undatus). Menurut pengetahuan penulis, penelitian tentang pengaruh berkumur jus buah naga merah setelah makan biskuit coklat terhadap perubahan derajat keasaman (pH) saliva pada anak umur 12-14 tahun belum pernah dilakukan. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berkumur jus buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) setelah makan biskuit coklat terhadap perubahan derajat keasaman (pH) saliva pada anak umur 12-14 tahun. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan antara lain: 1. Bagi Ilmu Pengetahuan a. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumbangan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu kedokteran gigi anak pencegahan, khususnya memberi
informasi manfaat buah naga merah dan efek biskuit coklat yang dapat mempengaruhi pH saliva. b. Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pikiran bagi peneliti lainnya dalam melakukan penelitian sejenis lebih lanjut. 2. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang pengaruh pemberian larutan kumur buah naga merah terhadap perubahan pH saliva, yang merupakan salah satu faktor yang berkorelasi dengan karies gigi.