BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Majelis Ulama Indonsia (MUI) didirikan di Jakarta pada tanggal 17 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 Masehi dalam pertemuan alim ulama yang dihadiri oleh Majelis Ulama Daerah, Pimpinan Ormas Islam Tingkat Nasional, pembina kerohanian dari empat angkatan, serta beberapa tokoh Islam yang hadir sebagai pribadi.1 Majelis Ulama Indonesia (MUI) hadir ke pentas sejarah ketika bangsa Indonesia tengah berada di fase kebangkitan kembali, setelah selama tiga puluh tahun sejak kemerdekaan energi bangsa terserap dalam perjuangan politik, baik di dalam negeri maupun di dalam forum internasional, sehingga kurang mempunyai kesempatan untuk membangun menjadi bangsa yang maju dan berakhlak mulia.2 Pertemuan alim ulama yang melahirkan MUI tersebut ditetapkan sebagai Munas (Musyawarah Nasional) MUI Pertama. Dengan demikian, sebelum adanya MUI Pusat, terlebih dahulu di daerah-daerah telah terbentuk Majelis Ulama, termasuk Majelis Ulama Indonesia Provinsi Sumatera Utara yang berdiri tanggal 11 Januari 1975 Masehi bertepatan dengan 28 Zulhijjah 1394 Hijriah.3
1
Profil Majelis Ulama Indonesia (Pusat dan Sumatera Utara), Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Sumatera Utara, 2006, hal. 1. 2 Pedoman Penyelenggaraan Organisasi Majelis Ulama Indonesia Edisi Revisi 2011 Hasil Rakernas MUI Tahun 2011), Diterbitkan oleh Sekretariat Majelis Ulama Indonesia Pusat, 2011, hal. 4. 3 Profil Majelis Ulama Indonesia (Pusat dan Sumatera Utara), Op. Cit., hal. 2.
1
Universitas Sumatera Utara
2
Lahirnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak terlepas dari faktor intern dan ekstern. Faktor intern ialah kondisi umat Islam dan bangsa Indonesia seperti rendahnya pemahaman dan pengalaman agama. Lebih daripada itu, kemajemukan dan keragaman umat Islam dalam alam pikiran keagamaan, organisasi sosial, dan kecendrungan aliran dan aspirasi politik selain dapat merupakan kekuatan, tetapi sering juga menjelma menjadi kelemahan dan sumber pertentangan di kalangan umat Islam sendiri.4 Sedangkan faktor ekstern ialah suasana yang mengintari umat Islam dan bangsa Indonesia yang menghadapi tantangan global yang sangat berat.5 Beberapa alasan atau latar belakang didirikannya Majelis Ulama Indonesia (MUI) antara lain adalah : 1. Diberbagai negara, terutama Asia Tenggara, ketika itu telah dibentuk Dewan Ulama atau Majelis Ulama atau Mufti selaku penasehat tertinggi dibidang keagamaan yang memiliki peran tertinggi. 2. Sebagai lembaga atau “alamat” yang mewakili umat Islam Indonesia kalau ada pertemuan-pertemuan ulama Internasional, atau lebih ada tamu dari luar negeri yang ingin bertukar pikiran dengan ulama Indonesia. 3. Untuk membantu pemerintah dalam memberikan pertimbangan keagamaan dalam pelaksanaan pembangunan, serta sebagai jembatan penghubung serta penterjemah komunikasi antara ulama, dan umat Islam. 4. Sebagai wadah pertemuan dan silaturahim para ulama seluruh Indonesia untuk mewujudkan Ukhuwwah Islamiyah. 5. Sebagai wadah musyawarah bagi para ulama, zuama dan cendikiawan muslim Indonesia untuk membicarakan permasalahn umat. Majelis Ulama Indonesia mempunyai lima peran utama yang saling terkait, yaitu : 1. Sebagai pewaris tugas para Nabi (Waratsat al-anbiya)
4 5
Ibid., hal. 8. Ibid., hal. 9.
Universitas Sumatera Utara
3
2. Sebagai pemberi fatwa (Mufti) 3. Sebagai Pembimbing dan pelayan umat (Ra’iy wa khadim al ummah) 4. Sebagai penegak amar makruf dan nahyi munkar 5. Sebagai pelopor gerakan tajdid 6. Sebagai pelopor gerakan perbaikan umat (Ishlah al ummah) 7. Sebagai pengemban kepemimpinan umat (Qiyadah al ummah) Sampai dengan sekarang, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat maupun daerah telah banyak mengeluarkan fatwa. Diantaranya fatwa Nomor 4 tahun 2005 tentang aborsi. Sebelum membicarakan tentang aborsi, alangkah baiknya memberi gambaran umum tentang awal kehidupan manusia berdasarkan dalil-dalil syariat dan ijtihad-ijtihad yang muncul berdasarkan dalil-dalil tersebut adalah bahwa kehidupan manusia bermula setelah janin berusia empat bulan di dalam kandungan ibunya, adapun kehidupan sebelum itu tidak disebut sebagai kehidupan manusia walaupun di dalamnya ada tanda-tanda kehidupan manusia walaupun di dalamnya ada tanda-tanda kehidupan secara mutlak seperti perkembangan, pembentukan, gerakan dan aktivitasakivitas kehidupan lainnya yang ditemukan oleh ilmu kedokteran modern melalui alat-alat modern yang canggih.6 Hadits Ibnu Mas’ud : Abdullah bin Mas’ud berkata, Rasulullah bersabda, yang artinya :
6
Muhammad Nu’aim Yasin, Fikih Kedokteran, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2001, hal. 26.
Universitas Sumatera Utara
4
Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nutfah, kemudian menjadi 'Alaqoh (segumpal darah) selama itu juga lalu menjadi Mudhghoh (segumpal daging) selama itu juga, kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya lalu diperintahkan untuk menuliskan 4 kata : Rizki, Ajal, Amal dan Celaka/bahagianya. maka demi Alloh yang tiada Tuhan selainnya, ada seseorang diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. Ada diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli neraka sehingga tidak ada lagi jarak antara dirinya dan neraka kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli surga dan ia masuk surga. Pada hadist di atas dijelaskan tentang tahap-tahap penciptaan manusia, walaupun tidak dijelaskan secara rinci tiap tahap-tahap tersebut. Namun faedah yang dapat di ambil sesuai dengan masalah yang di bahas tentang awal kehidupan manusia adalah penetapan waktu yang disebutkan di dalam hadist tersebut untuk dua hal : Pertama, penetapan takdir manusia yang diciptakan, yang berkaitan dengan rezeki, ajal, amal, kebahagiaan dan kesengsaraannya. Kedua, peniupan roh di dalamnya. Hadist di atas menunjukkan bahwa masalah di atas ditetapkan setalah janin berusia seratus dua puluh hari. Penetapan waktu seperti ini menunjukkan bahwa sifat-sifat kemanusian tidak diberikan oleh Allah SWT kepada makhluk yang diciptakan di dalam perut seorang ibu sebelum memasuki usia tersebut. Hadist itu juga menunjukkan bahwa maksud dari peniupan roh itu adalah masa-masa transisi di mana Allah SWT meningkatkan kualitas kehidupan janin tersebut dari masa kehidupan hewani kepada masa kehidupan yang memiliki sifat-sifat kemanusiaan.7
7
Ibid., hal 27.
Universitas Sumatera Utara
5
Makna janin secara bahasa adalah anak yang ada di dalam perut, jamaknya adalah ajinnah dan ajnan, yang diambil dari kata janna yang artinya menutupi diri. Dinamakan janin, ia ditutupi oleh perut ibunya. Janin manusia adalah makhluk yang tercipta di dalam rahim seorang wanita dari hasil pertemuan antara sel telur dengan sel sperma yang berasal dari air mani seorang lelaki. Nama janin diberikan kepada makhluk ini selama masih ada di dalam perut ibunya karena dia masih tertutupi dan nama ini akan tetap disandangnya sejak fase perkembangan pertama hingga waktu melahirkan.8 Secara etimologi kata janin terambil dari kata Janna Syaiin, artinya tertutup sesuatu atau tersembunyi. Sedangkan menurut istilah, janin dapat didefinisikan sebagai jabang bayi yang berada dalam perut sang ibu. Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan, janin adalah bayi yang masih berada di dalam kandungan sang ibu, disebut demikian karena dia tersembunyi di dalamnya, jika lahir dalam keadaan hidup maka janin itu disebut bayi (atau anak), jika keluar dan mati berarti keguguran.9 Secara teknis, sains mengatakan bahwa janin terbentuk ketika kehamilan berusia delapan minggu sampai saat kelahiran. Pada tahap delapan minggu ini janin akan memiliki semua karateristik penting manusia. Secara hukum, terdapat sekitar tiga pendapat. Satu pendapat mengatakan bahwa janin artinya adalah sesuatu berada dalam rahim. Pendapat lain berasal dari Imam Al-Syafi’i yang mengatakan bahwa tahap (dalam rahim) yang dapat disebut dalam janin adalah ketika tahap mudghah 8
Ibid., hal. 73. Abu Abdurrahman Adil Bin Yusuf Al-Azazi, Janin Pandangan Al-quran Dan Ilmu Kedokteran, Pustaka Rahmat, Bandung, 2009, hal. 1. 9
Universitas Sumatera Utara
6
(segumpal daging) dan alaqah (sesuatu yang melekat) telah dapat dibedakan. Pendapat ketiga adalah dari Al-Nuwayri yang mengatakan bahwa istilah janin digunakan bagi sesuatu (terdapat dalam rahim) yang telah dihembuskan ruh (nyawa) padanya.10 Islam menjamin keselamatan janin secara menyeluruh. Di antaranya, adanya larangan menganiaya janin, menjaga hak warisnya dan sebagainya. Sebuah hadis dalam Shahih Bukhari Muslim, dari Abu Hurairah ra. berkata : “ada 2 orang wanita dari suku Hudzail terlibat pembunuhan. Salah seorang mereka melempar batu (tanpa kesengajaan) kepada yang lain hingga rekannya meninggal dunia berikut juga janin yang dikandungnya. Kemudian, suku itu mengadukan kasus ini kepada Rasulullah SAW. Lantas, Nabi memutuskan bahwa diyat (denda) atas pembunuhan janin adalah membebaskan
ghurrah
(budak
laki-laki/perempuan),
sedangkan
diyat
atas
pembunuhan wanita itu dibebankan kepada keluarga pembunuh.” Hadis ini menjelaskan bahwa denda (diyat) yang telah ditetapkan nabi untuk pembunuhan janin adalah pembebasan budak (laki-laki/perempuan). 11 Menggugurkan kandungan yang dalam bahasa Arabnya ijhaadh, merupakan bentuk mashdar dari ajhadha, yang artinya, wanita yang melahirkan anaknya secara paksa dalam keadaan belum sempurna penciptaannya. Atau secara bahasa juga bisa
10
Abul Fadl Mohsin Ebrahim, Aborsi Kontrasepsi, Dan Mengatasi Kemandulan Isu-isu Biomedis Dalam Perspektif Islam, Penerbit Mizan, Bandung, 1997, hal. 136. 11 Adil Yusuf Al-Izazy, Fiqh Kehamilan Panduan Hukum Islam Seputar Kehamilan, Janin, Aborsi Dan Perawatan Bayi, Hilal Pustaka, Pasuruan, 2007, hal. 65.
Universitas Sumatera Utara
7
dikatakan, lahirnya janin karena dipaksa atau karana lahir dengan sendirinya. 12 Tidak sedikit perempuan berusaha menggugurkan kandungan supaya mereka tidak merasakan sakit saat mengandung, melahirkan, dan seterusnya. Mereka lupa bahwa janin yang dikandung merupakan takdir dan kehendak sang Pencipta.13 Agama Islam mengizinkan wanita mencegah kehamilan karena sesuatu sebab, tetapi melarangnya mengakhiri kehamilan dengan cara abortus. Dari sisi pandang Islam, ketidaksahan abortus (menggugurkan kandungan) tidak bergantung kepada masalah, apakah janin itu berstatus manusia (sudah bernyawa) atau tidak.14 Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu : 1. Aborsi spontan / alamiah Aborsi ini berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.15 Aborsi ini terjadi dengan sendirinya, tidak disengaja dan tanpa pengaruh dari luar atau tanpa tindakan. Abortus spontan bisa terjadi karena kecelakaan, penyakit syphilis, dan sebagainya.16 Aborsi ini tidak menimbulkan dampak hukum, karena hal itu terjadi diluar kehendak dan kuasa manusia. 2. Aborsi buatan / sengaja
12
Muhammad Nu’aim Yasin, Op. Cit., hal. 229. Abd al-Qadir Manshur, Buku Pintar Fikih Wanita : Segala hal yang ingin Anda Ketahui tentang Perempuan dalam Hukum Islam, Penerbit Zaman, Jakarta, 2009, hal. 106. 14 Iman Jauhari, Kapita Selekta Hukum Islam Jilid II, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2007, hal. 51. 15 Hasballah Thaib dan Zamakhsyari Hasballah, 20 Kasus Kedokteran Kontemporer Dalam Perspektif Islam, Perdana Publishing, Medan, 2011, hal. 26. 16 Istibsjaroh, Aborsi dan Hak-hak Reproduksi Dalam Islam, LKiS, Yogyakarta, 2012, hal.21. 13
Universitas Sumatera Utara
8
Aborsi ini adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan, atau dukun beranak).17 3. Aborsi terapeutik Aborsi ini dilakukan atas indikasi medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya.18 Aborsi buatan / sengaja sering disebut dengan aborsi ilegal dan diancam hukuman, baik pidana maupun hukum Islam. Sementara itu, untuk dua macam aborsi lain (aborsi spontan / alamiah dan aborsi terapeutik), baik hukum pidana maupun hukum Islam memberikan kualifikasi dan ketentuan yang berbeda-beda menurut faktor penyebabnya, ringan dan beratnya serta jenis dan sifatnya. Perdebatan mengenai aborsi di Indonesia akhir-akhir ini juga semakin ramai, karana dipicu oleh berbagai peristiwa ramai, karena dipicu oleh berbagai peristiwa yang mengguncang sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Sementara itu berita-berita mengenai aborsi sering menghiasi koran-koran yang memberitakan potongan-potongan janin hasil aborsi yang dibungkus dalam kantong plastik dan dibuang di kotak sampah. Sudah bukan rahasia lagi bahwa masyarakat mengetahui
17 18
Hasballah Thaib dan Zamakhsyari Hasballah, Op. Cit. Ibid
Universitas Sumatera Utara
9
adanya dokter-dokter tertentu atau klinik-klinik tertentu yang sering melakukan aborsi. Oleh karena sering melakukan aborsi maka mereka dianggap sebagai para pelaksana aborsi yang sah. Di Indonesia aborsi belum dilegalisasi, tetapi sering terdengar usulan agar disini pun aborsi dapat diizinkan menurut hukum dan syaratsyarat tertentu.19 Sampai sekarang di kalangan medis belum ada kesepakatan tentang kapan sebenarnya kehidupan manusia dimulai. Masalah inilah yang membuat perdebatan antara yang menyetujui dan menolak aborsi yang aman tidak kunjung berakhir. Dalam hal ini maka kebanyakan pemerintah banyak mengambil sikap yang secara politis aman. Indonesia misalnya, seperti tersirat dalam Pasal 75 undangundang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa :20 “Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu.” Masalah aborsi adalah masalah sepanjang masa yang pada akhir-akhir ini intensitasnya menjadi semakin marak oleh karena dampak langsung maupun tidak langsung dari kemajuan teknologi. Ada beberapa kemajuan teknologi yang secara langsung berpengaruh bagi perubahan perilaku orang terhadap aborsi. Pertama, soal bahaya fisik aborsi. Dulu aborsi bisa sangat bahaya dan bisa mengakibatkan penderitaan fisik yang tak berkesudahan, cacat fisik atau bahkan kematian ibu. Akan tetapi oleh karena adanya alat-alat kedokteran canggih, maka aborsi bisa dilakukan 19
K. Bertens, Aborsi Sebagai Masalah Etika, PT Grasindo, Jakarta, 2002, hal. viii. Kartono Mohammad, Kontradiksi dalam Kesehatan reproduksi, Pustaka Sinar Harapan bekerja sama dengan PT Citra Putra Bangsa dan The Ford Foundation, Jakarta, 1998, hal. 65. 20
Universitas Sumatera Utara
10
tanpa beresiko tinggi atau kematian ibu. Kedua, ada beberapa tenaga medis yang melupakan sumpahnya untuk tidak melakukan pengguguran kandungan. Ada tempattempat tertentu yang menyediakan jasa semacam ini, meskipun secara resmi aborsi di Indonesia dilarang.21 Di Indonesia permasalahannya memang sedikit berbeda, meskipun pada dasarnya sama saja. Permasalahan aborsi lebih banyak berhubungan dengan keadaan ekonomi dan sikap hedonisme yang mulai merasuki warga yang menempatkan kesenangan sebagai nilai tertinggi yang ingin dicapai dengan berbagai cara.22 Setiap tahunnya di Indonesia, berjuta-juta perempuan mengalami kehamilan yang tidak direncanakan, dan sebagian besar dari perempuan tersebut memilih untuk mengakhiri kehamilan mereka, walaupun dalam kenyataanya aborsi secara umum adalah ilegal. Seperti di negara-negara berkembang lainnya dimana terdapat stigma dan pembatasan yang ketat terhadap aborsi, perempuan Indonesia sering kali mencari bantuan untuk aborsi melalui tenaga-tenaga nonmedis yang menggunakan cara-cara antara lain dengan meminum ramuan-ramuan yang berbahaya dan melakukan pemijatan penguguran kandungan yang membahayakan. Banyak yang mengira bahwa Undang-undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 seakan memberi keleluasaan untuk tindak aborsi, padahal sebenarnya tidak demikian adanya. Dalam Pasal 75 Undang-undang Kesehatan tersebut juga ditetapkan tentang kehamilan yang boleh di aborsi, sekaligus syarat-syarat yang 21
C.B Kusmaryanto, Tolak Aborsi Budaya Kehidupan Versus Budaya Kematian, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2005, hal. 155. 22 CB. Kusmaryanto, Kontroversi Aborsi, PT Grasindo, Jakarta, 2002, hal. xiv.
Universitas Sumatera Utara
11
sangat berat. Bagi yang tidak memenuhi ketentuan-ketentuan Pasal 75 Undangundang Kesehatan ini, ditetapkan sanksi berat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 194 mempidana penjara atau denda, undang-undang kesehatan memberikan sanksi pidana penjara dan/atau denda sekaligus.23 Di Indonesia saat ini hukum tentang aborsi didasarkan pada hukum kesehatan tahun 2009. Walaupun bahasa yang digunakan untuk aborsi adalah samar-samar, secara umum hukum tersebut mengizinkan aborsi bila perempuan yang akan melakukan aborsi mempunyai surat dokter yang mengatakan bahwa kehamilannya membahayakan kehidupannya, surat dari suami atau anggota keluarga yang mengijinkan penguguran kandungannya, test laboratorium yang menyatakan perempuan tersebut positif dan pernyataan yang menjamin bahwa setelah melakukan aborsi perempuan tersebut akan menggunakan kontrasepsi.24 Laporan WHO memperlihatkan dalam hitungan satu tahun angka aborsi mencapai sekitar 4,2 juta kasus untuk wilayah Asia Tenggara. Di Indonesia sendiri menempati angka 750.000 hingga 1.500.000 kasus yang tejadi, atau dapat dikatakan hampir 50 persennya terjadi di Indonesia, dengan jumlah sekitar 2.500 aborsi yang mengakibatkan kematian. Lebih lanjut data terakhir dari WHO yang diperoleh sekitar tahun 1999 menyebutkan satu penelitian yang melibatkan 579 responden di empat provinsi Indonesia diantaranya Sumatera Utara, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, dan
23
Chrisdiono M. Achadiat, Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran Dalam Tantangan Zaman, Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2004, hal. 171. 24 Guttmacher Institute, http://www.guttmacher.org/pubs/2008/10/15/Aborsi_di_Indonesia.pdf, diakses tanggal 17 Maret 2012.
Universitas Sumatera Utara
12
Sulawesi Utara menunjukkan angka 2,3 juta kasus aborsi yang terjadi dengan kategori 600.000 karena kasus gagalnya alat KB, 700.000 karena kondisi ekonomi yang rendah, 1.000.000 karena keguguran.25 Suatu aspek lain dari permasalahan aborsi sekarang semakin disadari pentingnya. Jika aborsi dilarang keras, perempuan sering menjadi korban. Secara biologis, hanya perempuan yang mengandung, melahirkan, dan menyusui.26 Sampai saat ini pelayanan aborsi yang aman, belum pernah diakomodir secara tuntas, sementara itu angka-angka perempuan yang melakukan aborsi sangat tinggi. Tidak ada angka yang pasti tentang jumlah aborsi per tahun di Indonesia. 27 Dalam penelitian ini dan sebagaimana yang difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan difokuskan pada jenis aborsi buatan / sengaja dan aborsi terapeutik. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut penulis tertarik untuk menelaah lebih lanjut mengenai aborsi. Penelaahan ini nantinya akan dilakukan melalui suatu penelitian dengan judul “Tinjauan Terhadap Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 4 Tahun 2005 tentang Aborsi Dalam Perspektif Hukum Islam”. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 4 Tahun 2005 tentang aborsi menetapkan yang pertama sebagai ketentuan umum, bahwa : 1. Darurat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan mati atau hampir mati.
25 Maria Ulfah Anshor, Fikih Aborsi : Wacana Penguatan Hak Reproduksi Perempuan, PT Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2006, hal. 42. 26 K. Bertens, Op. Cit., hal. 62. 27 Sulistyowati Irianto, Perempuan Dan Hukum Menuju Hukum Yang Berspektif Kesetaraan Dan Keadilan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2006, hal.521.
Universitas Sumatera Utara
13
2. Hajat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan mengalami kesulitan besar. Dan yang kedua sebagai ketentuan hukum, bahwa : 1. Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis28 pada dinding rahim ibu (nidasi). 2. Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat. a. Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilan yang membolehkan aborsi adalah: 1. Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut, TBC dengan caverna dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan oleh Tim Dokter. 2. Dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu. b. Keadaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan yang dapat membolehkan aborsi adalah: 1. Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetic yang kalau lahir kelak sulit disembuhkan. 2. Kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh Tim yang berwenang yang didalamnya terdapat antara lain keluarga korban, dokter, dan ulama. c. Kebolehan aborsi sebagaimana dimaksud huruf b harus dilakukan sebelum janin berusia 40 hari. 3. Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina. B. Perumusan Masalah Dari uraian di atas, dapat dirumuskan pokok permasalahan yang akan diteliti dan dibahas secara lebih mendalam pada penelitian ini. Adapun pokok permasalahan tersebut akan dikelompokkan sebagai berikut : 1.
Faktor-faktor yang bagaimana menjadi pembenaran dalam melakukan aborsi?
2.
Apakah yang menjadi pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam menetapkan fatwa tentang aborsi? 28
Implantasi adalah penempelan blastosis ke dinding rahim, yaitu pada tempatnya tertanam. Blastosis biasanya tertanam di dekat puncak rahim, pada bagian depan maupun dinding belakang. Dinding blastosis memiliki ketebalan 1 lapis sel, kecuali pada daerah tertentu terdiri dari 3-4 sel.
Universitas Sumatera Utara
14
3.
Bagaimana akibat hukum yang timbul setelah ditetapkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) terhadap pelaku aborsi?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi pembenaran dalam melakukan aborsi
2.
Untuk mengetahui pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam menetapkan fatwa tentang aborsi.
3.
Untuk mengetahui akibat hukum yang timbul setelah ditetapkan fatwa Mjelis Ulama Indonesia (MUI) terhadap pelaku aborsi.
D. Manfaat Penelitian Pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, seperti yang dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut: 1.
Secara Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbang saran dalam ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, dan hukum aborsi pada khususnya, terutama mengenai masalah aborsi dalam perspektif hukum Islam.
2.
Secara Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada para praktisi dan masyarakat, khususnya pada perempuan yang berkeinginan untuk melakukan aborsi dan agar lebih mengetahui pandangan hukum islam tentang aborsi.
Universitas Sumatera Utara
15
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran sementara dan pemeriksaan yang telah penulis lakukan baik di kepustakaan penulisan karya ilmiah Magister Hukum, maupun di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, dan sejauh yang diketahui, penelitian tentang “Tinjauan Terhadap Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 4 Tahun 2005 tentang Aborsi Dalam Persepektif Hukum Islam”, belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini adalah asli adanya. Artinya secara akademik penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kemurniannya, karena belum ada yang melakukan penelitian yang sama dengan judul penelitian ini. F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1.
Kerangka Teori Ilmu hukum dalam perkembangannya tidak terlepas dari ketergantungan pada
berbagai bidang ilmu termasuk ketergantungannya pada metodologi karena aktivitas penelitian hukum dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori. 29 Teori sebagai konsep adalah ekspresi suatu konsep tentang hakekat realitas sosial. Selanjutnya teori sebagai skema konnseptual, maka merupakan perangkat konsep yang berkait dan mencerminkan relatif sosial. Terakhir, maka teori sebagai proposisi adalah perangkat proposisi, dimana salh satu proposisi dapat diuji secara empiris. Teori tersebut mengembangkan induktif dan/atau deduktif.30 Suatu kerangka
29
Syafitri Yanti, Itsbat Nikah Dan Kaitannya Dengan Status Anak Yang Lahir Sebelum Perkawinan Disahkan, Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, Medan, 2011, hal. 11. 30 Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, IND-HIL-CO, Jakarta, 1990, hal. 66.
Universitas Sumatera Utara
16
teoritis dapat mendahului hipotesis, oleh karena seringkali pembentukan hipotesis didasarkan pada teori-teori tertentu. Menurut M. Solly Lubis yang menyatakan konsep teori yaitu : “Kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, mengenai suatu kasus ataupun permasalahan (problem) yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan teori, yang mungkin ia setuju ataupun tidak disetujuinnya, ini merupakan masukan eksternal bagi peneliti”.31 Ada asumsi yang menyatakan, bahwa bagi suatu penelitian, maka teori atau kerangka teoritis mempunyai beberapa kegunaan. Kegunaan tersebut paling sedikit mencakup hal-hal, sebagai berikut :32 1. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya. 2. Teori sangat berguna di dalam mengembangkan sistem klarifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi. 3. Teori biasanya merupakan suatu ikhtiar daripada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut obyek yang diteliti. 4. teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang. 5. teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti. Secara umum kerangka teori merupakan perspektif bagi peneliti dalam memahami konsep-konsep yang dipergunakan, mengamati, mengklarifikasikan faktafakta yang akan dikumpulkan, dan menganalisis data untuk menjawab permasalahan. Kerangka teori sering pula dikatakan sebagai “pisau analisis” bagi peneliti untuk 31
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1986, hal. 121. 32
Universitas Sumatera Utara
17
menjawab permasalahan-permasalahan yang ditetapkan. Kegunaan kerangka teoritis dalam sebuah penelitian dapat disebutkan sebagai berikut :33 a. b. c.
d.
Untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya; Untuk mengembangkan sistem klarifikasi fakta, membina struktur konsepkonsep serta memperkembangkan definisi-definisi; Memberikan kemungkinan untuk memprediksi fakta yang akan datang, karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya sebuah fenomena, sehingga kemungkinan faktor-faktor tersebut bisa muncul pada masa yang akan datang; Untuk memberikan prtunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti Jadi kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Maqasid
Al-Syariah. Teori maqasid al-syariah dikemukakan dan dikembangkan oleh Abu Ishaq al-Syathibi, yaitu tujuan akhir hukum adalah maslahah atau kebaikan dan kesejahteraan manusia. Tidak satu pun hukum Allah yang tidak mempunyai tujuan. Teori maqasid al-syariah hanya dapat dilaksanakan oleh pihak pemerintah dan masyarakat yang mengetahui dan memahami bahwa yang menciptakan manusia adalah Allah SWT. Demikian juga yang menciptakan hukum-hukum yang termuat di dalam Al-quran adalah Allah SWT. Berdasarkan pemahaman tersebut, akan muncul kesadaran bahwa Allah SWT yang paling mengetahui berkenaan hukum yang dibutuhkan oleh manusia, baik yang berhubungan dengan kehidupannya di dunia maupun di akhirat. Adapun inti dari konsep maqasid al-syariah adalah untuk mewujudkan kebaikan sekaligus menghindarkan keburukan atau menarik manfaat dan menolak
33
Mahmul Siregar, Silabus Perkuliahan Metode Penelitian Hukum, Diperkuliahkan Pada Semester VI Di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara , hal. 72.
Universitas Sumatera Utara
18
mudarat, istilah yang sepadan dengan inti dari maqasid al-syari'ah tersebut adalah maslahat, karena penetapan hukum dalam Islam harus bermuara kepada maslahat.34 Mengenai akibat hukum aborsi dalam berbagai bentuknya, yang semuanya itu dimaksudkan untuk mencegah meluasnya aborsi, memberikan efek jera kepada si pelaku, serta melindungi kehidupan dan moralitas masyarakat dalam kerangka menjamin terealisasinya maqashid al-syariah.35 Teori Kemaslahatan diartikan sebagai sesuatu yang baik atau sesuatu yang bermanfaat. Misalnya, menuntut ilmu dalam Islam itu mengandung suatu kemaslahatan,
maka hal ini berarti
menuntut ilmu itu
merupakan penyebab
diperolehnya manfaat secara lahir dan batin. Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan dari pada kedatangan hukum Islam adalah untuk memperoleh kemashlahatan serta menghindarkan kemudharatan. Hukum Islam memelihara 3 hal, yaitu :36 a. Memelihara yang paling penting, bila hal itu diabaikan maka akan terjadi kekacauan dalam masyarakat. Ketentuan yang paling penting ini ada 6 macam: 1) Memelihara jiwa Islam sangat melindungi jiwa seseorang, jiwa seseorang tidak boleh direnggut begitu saja karena jiwa tidak dapat dinilai dengan benda apapun.
34
Ahmad zaenal fanani, http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/WACANA%20HUKUM%20ISLAM/TEORI%20KEADILAN %20PERSPEKTIF%20FILSAFAT%20HUKUM%20ISLAM.pdf, hal. 11., diakses tanggal 17 Maret 2012. 35 Istibsjaroh, Op. Cit., hal. 28. 36 Hasballah Thaib, Falsafah Hukum Islam, Fakultas Hukum Universitas Darmawangsa, Medan, 1993, hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
19
2) Memelihara akal Sehubungan dengan memelihara akal, hukum Islam menetapkan hukum dera (dipukul 40 kali) bagi orang yang merusakkan akalnya. 3) Memelihara agama Yang dimaksud dengan memelihara agama ialah memelihara keimanan. Iman adalah suatu hal yang sangat mulia, sehingga dengan bermodalkan iman sesorang tidak akan kekal dalam neraka. 4) Memelihara Kehormatan Islam sangat memelihara kehormatan seorang muslim. Islam tidak membenarkan menuduh orang lain melakukan kejahatan tanpa adanya suatu bukti yang benar, tuduhan tanpa alasan berarti penghinaan. 5) Memelihara harta Untuk memelihara harta (hak milik) ini ditetapkan hukum hukum jual beli, hutang piutang, dan lain-lain. Islam melarang perampasan harta, pembinasaan harta, dan cara-cara lain yang tidak sah. 6) Memelihara keturunan Islam menganjurkan untuk memelihara keturunan, bahkan salah satu dari pada hikmah perkawinan adalah untuk mendapatkan keturunan. b. Memelihara yang diperlukan bila hal ini tidak dilaksanakan akan membawa kesulitan dalam pelaksanaannya; c. Memelihara yang dianggap baik, bila hal ini tidak diatur maka nampaklah kerendahan Islam.
Universitas Sumatera Utara
20
Menurut Imam Al-Ghazali, suatu kemaslahatan harus seiring dengan tujuan syara’, meskipun bertentangan dengan tujuan-tujuan manusia. Atas dasar ini, yang menjadi tolok ukur dari maslahat itu adalah tujuan dan kehendak syara’, bukan didasarkan pada kehendak hawa nafsu manusia. Tujuan syara’ dalam menetapkan hukum itu pada prinsipnya mengacu pada aspek perwujudan kemaslahatan dalam kehidupan manusia. Muatan maslahat itu mencakup kemaslahatan hidup di dunia maupun kemaslahatan hidup di akhirat. Atas dasar ini, kemaslahatan bukan hanya didasarkan pada pertimbangan akal dalam memberikan penilaian terhadap sesuatu itu baik atau buruk, tetapi lebih jauh dari itu ialah sesuatu yang baik secara rasional juga harus sesuai dengan tujuan syara’.37 Dalam penelitian ini juga menggunakan teori darurat. Kata darurat berasal dari bahasa Arab “Adh-Dharurat” yaitu musibah yang tidak dapat dihindari. Menurut sebagian ulama Syafi’i darurat adalah rasa kuatir akan terjadinya kematian atau sakit yang menakutkan atau menjadi semakin parahnya penyakit ataupun membuat semakin lamanya sakit, atau terpisahnya dengan rombongan seperjalanan, atau kuatir melemahnya kemampuan berjalan atau mengendarai jika ia tidka makan, yang ada hanya yang haram, maka di kala itu ia mesti makan yang haram itu.38 Al-Zuhaili, pakar hukum Islam mendefinisikan darurat adalah datangnya kondisi bahaya atau kesulitan yang amat berat kepada diri manusia, yang membuat dia khawatir akan 37 Efrinaldi, http://efrinaldi.multiply.com/journal/item/6?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem., diakses tanggal 24 Maret 2012. 38 Zuhroni, dkk., Islam Untuk Ilmu Kesehatan dan Kedokteran 2 (Fiqh Kontemporer), Departemen Agama RI Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, Jakarta, 2003, hal. 105.
Universitas Sumatera Utara
21
terjadi kerusakan atau sesuatu yang menyakiti jiwa, anggota tubuh, kehormatan, akal, harta, yang bertalian dengannya. Dalam keadaan demikian, seseorang boleh atau tak dapat tidak harus mengerjakan yang diharamkan, atau meninggalkan yang diwajibkan atau menunda waktu pelaksanannya guna menghindari kemudaratan yang diperkirakannya dapat menimpa dirinya selama tidak keluar dari syarat-syarat yang ditentukan oleh syara’.39 Definisi ini bersifat umum, menjangkau semua jenis kemudaratan, berhubungan dengan makanan, pengobatan, memanfaatkan harta orang lain, memelihara prinsip keseimbangan akaddalam berbagai transaksi, melakukan sesuatu di bawah tekanan atau paksaan, mempertahankan jiwa atau harta dan sebagainya, meninggalkan kewajiban agama, dan lain-lain. Dalam definisi di atas juga dipersyaratkan tidak bertentangan dengan prinsip syara’. Jika bertentangan, maka dalam keadaan apapun tidak boleh dilakukan seperti terpaksa berzina, terpaksa syirik, dan sebagainya.40 Hal ini berdasarkan adanya kondisi darurat yang mengharuskan memilih salah satu dari dua perkara berbahaya yang lebih ringan dosanya. Para fuqaha mengekspresikan prinsip darurat dengan kaidah umum yang populer, “Darurat itu memperbolehkan barang yang terlarang”.41 Inti dari konsep darurat bahwa dalam keadan apapun kemudharatan harus dihindari sehingga tercipta kemashlahatan.42
39
Ibid. Ibid., hal. 106. 41 Abdul Aziz, Chiefdom Madinah : Salah Paham Negara Islam, Pustaka Alvabet, Jakarta, 2011, hal. 587. 42 Zuhroni, Op. Cit., hal. 113. 40
Universitas Sumatera Utara
22
2.
Konsepsi Suatu kerangka konsepsionil, merupakan kerangka yang menggambarkan
hubungan antara konsep-konsep khusus, yang ingin atau akan diteliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu sendiri biasanya dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan dalam fakta-fakta tersebut.43 Kerangka konseptual adalah penggambaran antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dalam arti yang berkaitan, dengan istilah yang akan diteliti dan/atau diuraikan dalam karya ilmiah.44 Untuk lebih menjelaskannya, maka di dalam penelitian biasanya dibedakan antara tiga hal, yakni :45 1.
2. 3.
Referens atau acuan, yakni hal aktual yang menjadi ruang lingkup penelitian. Referens atau acuan tersebut mungkin merupakan benda prilaku atau peristiwa, ide, kualitas, dan lain sebagainya. Simbol atau kata atau istilah, yaitu sesuatu yang dipergunakan untuk mengidentifikasikan referens atau acuan. Konsep yang merupakan kumpulan arti-arti yang berkaitan dengan istilah. Dengan demikian, maka konsep sangat penting bagi cara pemikiran maupun komunikasi dalam penelitian. Penulisan kerangka konsep tersebut, dapat diuraikan semuanya dalam tulisan
karya ilmiah dan/atau hanya salah satunya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, dirumuskan serangkaian kerangka konsepsi atau definisi operasional sebagai berikut : 1.
Tinjauan artinya hasil meninjau; pandangan; pendapat (sesudah menyelidiki, mempelajari, dan sebagainya).
43
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Op. Cit., hal 132. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 96. 45 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Loc. Cit.
44
Universitas Sumatera Utara
23
2.
Secara bahasa fatwa berarti petuah, nasihat, jawaban pertanyaan hukum. Menurut Ensiklopedi Islam, fatwa dapat didefinisikan sebagai pendapat mengenai suatu hukum dalam Islam yang merupakan tanggapan atau jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa dan tidak mempunyai daya ikat. Disebutkan dalam Ensiklopedia Islam bahwa si peminta fatwa baik perorangan, lembaga maupun masyarakat luas tidak harus mengikuti isi fatwa atau hukum yang diberikan kepadanya. Hal itu, disebabkan fatwa seorang ulama di suatu tempat bias saja berbeda dari fatwa ulama lain di tempat yang sama. Tindakan memberi fatwa disebut futya. Ada beberapa persyaratan untuk menjadi futya : Pertama beragama Islam, Kedua mempunyai integritas pribadi, Ketiga ahli ijtihad atau memiliki kesanggupan untuk memecahkan masalah melalui penalaran pribadi. Keperluan terhadap fatwa sudah terasa sejak awal perkembangan Islam. Dengan meningkatnya jumlah pemeluk Islam, maka setiap persoalan yang muncul memerlukan jawaban. Untuk menjawab persoalan tersebut diperlukan bantuan dari orang-orang yang berkompeten di bidang tersebut.
3.
Ulama adalah pemuka agama atau pemimpin agama yang bertugas untuk mengayomi, membina dan membimbing umat Islam baik dalam masalahmasalah agama maupum masalah sehari hari yang diperlukan baik dari sisi keagamaan maupun sosial kemasyarakatan.
4.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah wadah atau majelis yang menghimpun para ulama, zuama dan cendikiawan muslim Indonesia untuk menyatukan gerak
Universitas Sumatera Utara
24
dan langkah-langkah umat Islam Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bersama. Majelis Ulama Indonesia (MUI) berdiri pada tanggal 7 Rajab 1395 H, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, cendikiawan dan zuama yang datang dari berbagai penjuru tanah air. Dari musyawarah tersebut, dihasilkan adalah sebuah kesepakatan untuk membentuk wadah tempat bermusyawarahnya para ulama. 5.
Aborsi dalam bahasa Arab adalah ijhaadh (bentuk mashdar dari ajhadha), yang artinya perempuan yang melahirkan anaknya secara paksa dalam keadaan belum sempurna penciptaannya.46 Aborsi adalah berakhirnya kehamilan dapat terjadi secara spontan akibat kelainan fisik wanita atau akibat penyakit biomedis internal atau mungkin disengaja melalui campur tangan manusia. Hal ini bisa dilakukan dengan cara meminum obat-obatan tertentu dengan tujuan mengakhiri kehamilan atau mengunjungi dokter dengan tujuan meminta pertolongannya untuk mengakhiri kehamilan baik mengosongkan isi rahim melalui proses penyedotan atau dengan melebarkan leher rahim dan menguret isinya. Tetapi, bila kehamilan telah berada dalam tahap lanjut, maka digunakan metode lain. Contohnya, cairan amniotik yang membalut janin disedot dengan suatu larutan garam dan air dimasukkan ke dalamnya, sehingga menyebabkan keguguran.47
46
M. Jusuf Hanafiah, Etika Kedokteran Dan Ajaran Islam, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2008, hal. 125. 47 Abul Fadl Mohsin Ebrahim, Op. Cit., hal. 125.
Universitas Sumatera Utara
25
6.
Ensiklopedi Indonesia memberikan pengertian pengguguran kandungan, yaitu pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat 1000 gram.48
7.
Janin secara harfiah dalam bahasa Arab berarti sesuatu yang diselubungi atau ditutupi. Dari pengertian bahasa ini kemudian didefinisikan, janin berarti sesuatu yang akan terbentuk dalam rahim wanita dari saat pembuahan sampai kelahirannya. Kehidupan janin menurut ajaran Islam merupakan kehidupan yang harus dihormati, dan menganggapnya sebagai suatu wujud yang wajib dijaga.49
8.
Pelaku aborsi adalah orang-orang teledor dan abai terhadap nilai dan tuntutantuntutan agama. Murka dan kemarahan Tuhan kepada pelaku, keluarga, dokter, bidan, dan dukun yang memfasilitasi tindak aborsi.50
9.
Kata ‘Islam’ artinya kepatuhan atau penyerahan diri. Kepatuhan atau penyerahan diri yang dimaksud adalah kepada Allah. Segala kehendak Allah yang wajib dipatuhi itu merupakan keseluruhan perintah-Nya. Seluruh perintah sebagai satu kesatuan yang terdiri atas bermacam-macam perintah merupakan hal-hal yang perlu dilakukan atau yang perlu dijauhi. Dan setiap perintah itu dinamakan ‘hukm’ yang lazim di dalam bahasa Indonesia dinamakan ketentuan, keputusan, undang-undang atau peraturan. Hal inilah kemudian lama kelamaan dinamakan ‘hukum’ jadi kalau dilihat dari pengertian-pengertian ini, maka hukum islam 48
Wila Chandrawila Supriadi, Hukum Kedokteran, Mandar Maju, Bandung, 2001, hal. 75. Zuhroni, dkk., Islam Untuk Ilmu Kesehatan dan Kedokteran 2 (Fiqh Kontemporer), Departemen Agama RI Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, Jakarta, 2003, hal. 157. 50 Muhammad Monib dan islah Bahrawi, Islam & Hak Asasi Manusia Dalam Pandangan Nurcholish Madjid, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2011. 49
Universitas Sumatera Utara
26
berarti keseluruhan ketentuan perintah Allah yang wajib dituruti (ditaati) oleh seorang muslim.51 Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian agama Islam.52 Jika berbicara tentang hukum, secara sederhana segera terlintas dalam pikiran kita peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maupun peraturan atau morma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa. Di samping itu, ada konsepsi diantaranya adalah konsepsi hukum Islam. Dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah, tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan-hubungan lainnya, karena manusia yang hidup dalam masyarakat itu mempunyai berbagai hubungan.53 G. Metode Penelitian 1.
Sifat dan Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analisis. Penelitian deskriptif bertujuan
menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk
51 R. Abdul Djamali, Hukum Islam Berdasarkan Kurikulum Konsorsium Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 1997, hal. 10. 52 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Islam Di Indonesia, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 42. 53 Ibid., hal. 43.
Universitas Sumatera Utara
27
menentukan ada tidaknya hubungan antar suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.54 Jenis penelitian tesis ini menggunakan penelitian pendekatan yuridis normatif yaitu sebagai penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum, yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijak normatif yang berawal dari premis umum kemudian berakhir pada suatu kesimpulan khusus. Hal ini dimaksudkan untuk menemukan kebenaran-kebenaran baru (suatu tesis) dan kebenaran-kebenaran induk (teoritis). Pendekatan yuridis normatif disebut demikian karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau penelitian dokumen yang ditujukan atau dilakukan hanya pada peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan yang diteliti atau dengan perkataan lain melihat hukum dari aspek normatif yang kemudian dihubungkan dengan data dan kebiasaan yang hidup di tengah-tengah masyarakat. 2.
Sumber Data Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber
penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tersier. Dalam penelitian ini, bahan hukum yang dijadikan rujukan adalah menggunakan data sekunder yang dilakukan dengan menghimpun data-data berupa :
54
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hal. 25.
Universitas Sumatera Utara
28
a.
Bahan hukum primer, yaitu yang terdiri dari : 1. Al-Quran dan Hadist 2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan 3. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu Pasal 346, 347, 348, 349 4. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2005 tentang aborsi
b.
Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan untuk membantu menganalisis dan memahami sumber hukum primer berupa buku-buku, makalah-makalah, tesis dan sumber-sumber lain yang berhubungan dengan penelitian ini.
c.
Bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan yang memberi penjelasan terhadap sumber hukum primer dan sekunder, yaitu berupa artikel, jurnal ilmiah, internet, dan sumber-sumber lain yang berhubungan dengan penelitian ini.
3.
Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data akan sangat menentukan hasil penelitian sehingga apa
yang menjadi tujuan penelitian ini dapat tercapai. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya. Maka dalam penelitian akan dipergunakan alat pengumpulan data. Alat pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini yaitu dengan studi dokumen atau penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder, yaitu pengumpulan data sekunder baik berupa peraturan perundnag-undangan yang berlaku, buku-buku, hasil penelitian dan dokumen lain yang berhubungan dengan permasalahan.
Universitas Sumatera Utara
29
4.
Analisis Data Di satu pihak, kadang-kadang penyajian hasil penelitian disatukan dengan
analisis data, yang pada hakikatnya merupakan analisis terhadap hasil-hasil penelitian. Di lain pihak ada kalanya kedua hal tersebut diatas dipisahkan, sehingga penyajian hasil penelitian sifatnya adalah semata-mata deskriptif. Dalam hal ini ada suatu kemutlakan untuk memakai salah satu cara, atas dasar bahwa cara tersebut lebih baik daripada cara lainnya, bahkan adanya sponsor penelitian secara tegas menghendaki suatu format penyajian hasil penelitian dana analisis data.55 Pada penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Maka analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif, yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angkaangka tetapi berdasarkan peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan nara sumber hingga dapat menjawab permasalahan dalam penelitian ini.
55
Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, Op. Cit., hal. 136.
Universitas Sumatera Utara