BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sediaan tablet merupakan sediaan yang disukai dalam pengobatan penyakit kronis. Hal ini disebabkan bentuk sediaan tablet mudah digunakan dan praktis dalam penyimpanan. Akan tetapi obat yang bersifat lipofil dalam bentuk tablet mempuyai bioavailabilitas oral yang rendah karena kelarutan dalam air yang rendah. Karena disolusi obat adalah rate limiting step pada absorbsi gastrointestinal obat sukar larut air, maka diperlukan metode untuk meningkatkan kelarutan obat. Berbagai teknik telah digunakan untuk membuat sistem penghantaran obat yang mampu memperbaiki profil disolusi dan efisiensi absorbsi obat sukar larut air. Mikronisasi, dispersi padat, kopresipitasi, liofilisasi, mikroenkapsulasi dan kapsul gelatin lunak berisi cairan obat merupakan beberapa teknik formulasi yang banyak diterapkan pada obat yang sukar larut air (Spireas, 2002). Kekurangan teknik tersebut adalah biaya produksi yang tinggi dan membutuhkan teknologi yang canggih. Teknik formulasi baru yang sederhana dan tidak membutuhkan biaya tinggi yaitu teknik likuisolid terbukti mampu meningkatkan disolusi obat dengan kelarutan dalam air yang rendah. Teknik likuisolid dibuat dengan melarutkan bahan aktif yang lipofil atau sukar larut dalam air dalam pelarut non volatile seperti propilen glikol, polietilen glikol (PEG) 200 dan 400, gliserin, dan polisorbat 80 menjadi suspensi atau bentuk cair yang kemudian diubah menjadi bentuk serbuk yang mudah mengalir, non-adherent dan siap dikompresi setelah 1
2
penambahan bahan pembawa (carrier) dan bahan coating (Gubbi dan Jarag, 2009). Teknik likuisolid memberikan bentuk sediaan padat tetapi obat telah berada dalam keadaan terlarut di dalam cairan pembawa sehingga meningkatkan wetting properties obat dan meningkatkan disolusi obat. Glibenklamid merupakan obat antidiabetes golongan sulfonil urea generasi kedua yang mempunyai mekanisme meningkatkan jumlah insulin yang disekresi oleh pankreas. Glibenklamid banyak digunakan di Indonesia sebagai obat anti diabetes untuk pasien diabetes melitus tipe II (tipe tak tergantung insulin). Glibenklamid memiliki kelemahan yaitu kelarutan dalam air yang rendah sebesar 4 mg/L (Yalkowsky dan Dannenfelser, 1992). Kelarutan glibenklamid dalam air yang rendah dan permeabilitas yang tinggi (BCS kelas II) membuat glibenklamid memiliki kecepatan absorbsi per oral yang sangat dipengaruhi oleh kecepatan disolusi di saluran gastrointestinal (Sirisha dkk, 2012). Upaya meningkatkan kecepatan
disolusi
glibenklamid
membutuhkan
sediaan
yang
mampu
meningkatkan laju disolusi glibenklamid sehingga pada penelitian ini dibuat sediaan tablet likuisolid glibenklamid. Pada pembuatan tablet likuisolid, bahan tambahan berupa bahan pembawa dan pelarut non volatile diperlukan untuk dapat membuat serbuk yang dapat dikempa. Pelarut non volatile berfungsi melarutkan obat hingga terdispersi molekuler. Polietilen glikol 400 (PEG 400) digunakan sebagai pelarut non volatile karena memiliki sifat inert, mempunyai titik didih yang tinggi, campur dengan air dan bukan pelarut organik yang kental. Avicel PH 102 digunakan sebagai bahan
3
pembawa karena dapat memperbaiki kompaktibilitas, berbentuk padat, dan merupakan partikel yang berpori sehingga memudahkan absorbsi larutan. B. Rumusan Masalah 1. Apakah variasi kombinasi proporsi Avicel PH 102 dan PEG 400 berpengaruh terhadap sifat fisik tablet likuisolid glibenklamid? 2. Berapa proporsi PEG 400 dan Avicel PH 102 untuk menghasilkan formula tablet likuisolid glibenklamid yang memiliki kecepatan alir, kekerasan dan disolusi yang baik?
C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh variasi kombinasi proporsi Avicel PH 102 dan PEG 400 terhadap sifat fisik tablet likuisolid glibenklamid. 2. Mengetahui proporsi PEG 400 dan Avicel PH 102 untuk menghasilkan formula tablet likuisolid glibenklamid yang yang memiliki kecepatan alir, kekerasan dan disolusi yang baik. D. Tinjauan Pustaka 1. Glibenklamid Glibenklamid merupakan obat antidiabetes golongan sulfonil urea yang memiliki efek hipoglikemik atau menurunkan kadar gula darah. Mekanisme utama glibenklamid adalah merangsang sekresi insulin dari sel beta pankreas sehingga digunakan pada pasien diabetes melitus tipe II (tidak tergantung insulin). Glibenklamid memiliki kelemahan yaitu kelarutan dalam air yang rendah yaitu 4 mg/L (Yalkowsky dan Dannenfelser, 1992). Dengan kelarutan dalam air yang
4
rendah dan permeabilitas yang tinggi (Biopharmaceutical Classification System kelas II) maka glibenklamid memiliki kecepatan absorbsi per oral yang sangat dipengaruhi oleh kecepatan disolusi di saluran gastrointestinal (Sirisha dkk, 2012). Glibenklamid (gambar 1) berbentuk serbuk hablur putih atau hampir putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau. Glibenklamid praktis tidak larut dalam air dan dalam eter, sukar larut dalam etanol dan dalam metanol, larut sebagian dalam kloroform (Departemen Kesehatan, 2014).
Gambar 1. Struktur molekul glibenklamid
2. Tablet likuisolid a. Definisi Tablet likuisolid adalah konsep yang baru dimana cairan diubah menjadi serbuk yang free flowing, mudah dikempa dan serbuk kering yang dicampur dengan bahan pembawa (carrier) dan bahan penyalut (coating). Fase cair yang dapat berupa cairan obat, suspensi obat atau larutan obat dalam pelarut non
5
volatile dimasukkan ke dalam bahan pembawa yang menyerap. Solven organik dengan titik didih yang tinggi seperti PEG, propilen glikol dan gliserin merupakan cairan pembawa yang paling baik. Bahan pembawa yang telah jenuh oleh larutan akan membuat lapisan cairan terbentuk pada permukaan dan mengadsorbsi partikel penyalut. Tablet likuisolid adalah bentuk serbuk dari cairan obat yang dapat mengalir dan dikempa. Cairan obat di sini maksudnya adalah obat yang tidak larut dalam air atau obat yang berbentuk minyak yang dilarutkan pada pelarut yang campur dengan air, tidak mudah menguap (non volatile) yang disebut cairan pembawa. (Syed dan Pavani, 2012) Obat pada tablet likuisolid meskipun dibuat menjadi bentuk sediaan padat, tetapi obat berada dalam keadaan terlarut atau terdispersi molekular pada cairan pembawa. Hal ini meningkatkan wetting properties dan luas area untuk disolusi sehingga pelepasan obat dan biolavailabilitasnya meningkat. Teknik likuisolid ini didasarkan pada pencampuran obat dalam cairan pembawa, bahan pembawa (carrier) dan bahan penyalut (coating) yang sesuai. Pemilihan bahan eksipien tergantung dari sifat bahan aktif obat. Obat yang sulit larut dalam air dengan dosis kecil lebih mudah untuk diformulasi menjadi tablet likuisolid. Kecepatan disintegrasi tablet likuisolid lebih cepat bila dibandingkan dengan tablet konvensional. Juga tablet likuisolid menunjukkan kecepatan pelepasan obat dan bioavailabilitas yang lebih baik dibanding dengan tablet konvensional.
6
Keuntungan tablet likuisolid antara lain: 1). Banyak obat yang masuk dalam BCS kelas II (permeabilitas tinggi, kelarutan rendah) dapat diformulasi menjadi tablet likuisolid. 2). Meningkatkan bioavailabilitas obat sukar larut air yang digunakan per oral. 3). Biaya produksi lebih rendah dibanding kapsul lunak gelatin. 4). Obat berada dalam bentuk terlarut sehingga meningkatkan wetting properties dan bioavailabilitas. 5). Luas area obat yang kontak dengan medium disolusi lebih besar. 6). Dapat dibuat menjadi sediaan konvensional (immediate release) atau sediaan lepas lambat (susteined release). 7). Obat terdispersi molekuler dalam formula. 8). Dapat diproduksi dalam skala industri. Kekurangan tablet likuisolid antara lain: 1). Sulit memformulasi obat lipofilik dengan dosis tinggi. 2). Untuk mendapatkan sifat alir dan kompaktibilitas yang baik maka diperlukan penambahan bahan pembawa (carrier) dan bahan penyalut (coating) dalam jumlah banyak. Hal ini akan meningkatkan bobot tablet menjadi lebih dari satu gram sehingga tablet menjadi sulit ditelan (Syed dan Pavani, 2012).
7
b. Metode pembuatan Metode pembuatan tablet likuisolid dapat dilakukan dengan metode kempa langsung. Metode kempa langsung menurut Gohel and Jogani (2002) merupakan proses dimana serbuk yang merupakan campuran bahan aktif dan bahan tambahan yang sesuai dikempa langsung menjadi tablet. Metode ini dilakukan pada bahanbahan (baik bahan obat maupun bahan tambahan) yang mempunyai sifat mudah mengalir dan memiliki sifat-sifat kohesif yang memungkinkan untuk langsung dikompresi dengan mesin tablet tanpa memerlukan granulasi. Keuntungan metode ini adalah: 1). Lebih ekonomis karena membutuhkan unit operasi yang sedikit 2). Cocok digunakan untuk bahan aktif yang tidak stabil terhadap panas dan kelembaban tinggi 3). Tablet yang dibuat dengan kempa langsung menunjukkan disolusi yang lebih cepat dibanding yang dibuat dengan granulasi basah 4). Kontaminasi karena mikroba lebih rendah Kekurangan metode kempa langsung antara lain: 1). Kecenderungan terjadi segregasi antara bahan aktif dengan eksipien karena perbedaan densitas dan muatan statis yang terjadi saat pencampuran 2). Bahan baku untuk kempa langsung umumnya lebih mahal 3). Bahan aktif yang mempunyai flowability rendah sulit ditablet dengan kempa langsung (Gohel and Jogani, 2002).
8
c. Kontrol kualitas 1). Sifat Alir a). Waktu Alir Waktu alir merupakan waktu yang digunakan untuk mengalir dari sejumlah granul atau serbuk pada alat yang dipakai. Mudah atau tidaknya serbuk mengalir dipengaruhi oleh bentuk serbuk, sifat permukaan granul, density dan kelembaban granul. Pada umumnya untuk 100 gram serbuk dengan waktu alir kurang dari 10 detik maka dikatakan mempunyai waktu alir yang baik dan mudah untuk dilakukan pentabletan (Santoso, 2006). b). Sudut Diam Sudut diam adalah sudut tetap yang terjadi antara timbunan partikel bentuk kerucut dengan bidang horizontal, jika sejumlah serbuk atau granul dituang ke dalam alat pengukur. Sudut diam yang semakin kecil membuat serbuk memiliki sifat alir yang baik, granul dapat mengalir dengan baik saat memasuki ruang cetak pada proses kompresi tablet sehingga akan diperoleh keseragaman dalam pengisian yang akan menjamin keseragaman kandungan (Pratiwi dan Hadisoewignyo, 2010). 2). Keseragaman bobot Keseragaman bobot ditentukan berdasarkan nilai penerimaan (NP). Nilai penerimaan dihitung dari persen bobot klaim, rata rata dan deviasi standar. Nilai penerimaan untuk tablet tidak bersalut adalah kurang dari 15%. Semakin kecil nilai penerimaan, maka semakin baik keseragaman bobot yang dimiliki.
9
3). Kekerasan Kekerasan tablet menggambarkan ketahanan tablet terhadap tekanan, goncangan maupun pengikisan selama proses produksi, pengemasan transportasi ataupun distribusi (Pratiwi dan Hadisoewignyo, 2010). Nilai kekerasan tablet yang semakin besar maka semakin besar kemampuan untuk bertahan (Yanuar dkk, 2015). 4). Kerapuhan Kerapuhan menggambarkan kekuatan tablet yang berhubungan dengan kekuatan ikatan partikel pada bagian tepi atau permukaan tablet (Pratiwi dan Hadisoewignyo, 2010). Kerapuhan dinyatakan dalam presentasi bobot yang hilang selama uji kerapuhan. Kehilangan berat kurang dari 0,5%-1% masih dapat dibenarkan. 5). Waktu hancur Uji ini dimaksudkan untuk menentukan batas waktu hancur suatu sediaan seberapa lama tetapi tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna. Sediaan yang dinyatakan hancur apabila sisa sediaan yang tertinggal pada kassa alat uji merupakan massa lunak kecuali bagian dari penyalut atau cangkang kapsul yang tidak larut (Departemen Kesehatan, 2014). 6). Uji disolusi Cara pengujian masing-masing tablet dinyatakan dalam masingmasing monografi obat dalam USP. Pengujian disolusi dilakukan dengan
10
memasukkan satu tablet pada media yang menyerupai cairan fisiologis dan pegaduk diputar sesuai kecepatan pada monografi. Pada waktu-waktu tertentu, media disampling untuk analisis kimia bagian obat yang terlarut. Tablet harus memenuhi persyaratan seperti pada monografi untuk kecepatan disolusi (Ansel, 2008). 3. Bahan tambahan tablet a. Larutan non volatile Larutan non volatile berfungsi untuk melarutkan obat hingga terdispersi molekuler. Larutan volatil mempunyai syarat inert, mempunyai titik didih yang tinggi, idealnya campur dengan air dan bukan pelarut organik yang kental. Contoh pelarut non volatile antara lain propilen glikol, polisorbat, gliserin, N, N-dimetilasetamida (Peddi, 2013). b. Bahan pembawa Bahan pembawa berfungsi untuk mengabsorbsi dan mengadsorbsi larutan nonvolatil yang mengandung obat. Bahan pembawa bersifat memperbaiki kompaktibilitas, padat, partikel yang berpori sehingga memudahkan absorbsi larutan. Contoh bahan pembawa adalah variasi poliosa, starch22, laktosa25, sorbitol26 (Peddi, 2013). c. Bahan penyalut Bahan penyalut berfungsi untuk membuat campuran bahan menjadi kering dan mempunyai kompresibilitas yang baik. Bahan penyalut memiliki sifat mudah mengalir, kurang halus (diameter antara 10 nm sampai 5000 nm), misalnya berbagai jenis silika misal Cab-O-Sil M5, Aerosil 200,
11
Syloid244FP. Bahan penyalut mengelilingi partikel bahan pembawa yang basah dan menjadikan serbuk tampak kering dengan mengambil kelebihan cairan (Peddi, 2013). d. Bahan penghancur Bahan penghancur ditambahkan untuk memudahkan pecahnya atau hancurnya tablet ketika kontak dengan cairan saluran pencernaan. Bahan penghancur dapat berfungsi menarik air ke dalam tablet, mengembang dan menyebabkan tablet pecah menjadi bagian-bagian. Fragmen-fragmen tablet itu mungkin sangat menentukan kelarutan selanjutnya dari obat dan tercapainya bioavailabilitas yang diharapkan. Kanji USP dan jenis-jenis lainnya adalah jenis-jenis bahan penghancur yang paling umum dipakai dan harganya juga murah. Bahan penghancur biasanya digunakan dengan konsentrasi 5-20% dari berat tablet (Lachman dkk, 2008). e. Bahan pelicin Bahan pelicin terdiri dari tiga jenis yang fungsinya saling tumpangtindih yaitu pelincir (lubrikan), anti lekat (anti adheren) dan pelicin (glidan). Perbedaannya
adalah
sebagai
berikut:
pelincir
diharapkan
mampu
mengurangi gesekan antara dinding tablet dengan dinding die pada saat tablet ditekan keluat. Anti lekat bertujuan untuk mengurangi melengket atau adhesi bubuk atau granul pada permukaan punch atau dinding die. Pelicin ditujukan untuk memacu aliran serbuk atau granul dengan jalan mengurangi gesekan di antara partikel-partikel (Lachman dkk, 2008).
12
4. Simplex lattice design Simplex Lattice design merupakan cara untuk menentukan optimasi pada berbagai perbedaan jumlah komposisi bahan yang dinyatakan dalam beberapa bagian. Simplex lattice design dapat digunakan untuk mengoptimasi kadar komponen suatu formula sediaan tablet. Suatu formula merupakan campuran yang terdiri dari beberapa komponen baik dari sisi kualitatif maupun kuantitatifnya. Setiap perubahan fraksi dari salah satu komponen dalam campuran akan merubah satu atau lebih banyak fraksi eksipien lain. Jika Xi adalah fraksi dari komponen ini dalam campuran maka: 0≤Xi≤1
i=1,2,3, ..., ................................................................................. (1)
Formula akan mengandung sedikitnya satu komponen dan jumlah fraksi semua komponennya adalah X1+X2+...+Xq=1 ............................................................................................... (2) Area yang menyatakan semua kemungkinan kombinasi dari komponenkomponen yang dapat dinyatakan dalam interior dan garis batas dari suatu gambaran dengan titik q titik sudut dan q-1 dimensi. Jika 2 komponen berarti menunjukkan adanya 2 titik dan 1 dimensi (sebagai garis lurus) (Bolton, 1997). Profil sifat campuran biner didapatkan dengan memplotkan persamaan yang diperoleh berdasarkan simplex lattice design. Persamaan untuk dua campuran berbeda (A dan B) yaitu:
13
Y = X1(A) + X2(B) + X1,2(A)(B) ..................................................................... (3) Keterangan:
Y (A),(B) X1, X2, X1,2
= respon hasil percobaan = besarnya bagian komponen A dan B = koefisien yang dihitung dari percobaan
Besarnya masing-masing koefisien, bila campuran terdiri dari dua komponen (A dan B), didapat dengan melakukan tiga percobaan, yaitu: 1. Percobaan menggunakan satu bagian A, berarti 100% A dan 0% B 2. Percobaan menggunakan satu bagian B, berarti 0% A dan 100% B 3. Percobaan menggunakan ½ bagian A dan ½ bagian B, berarti 50% A dan 50% B Dengan demikian dengan metode SLD ini, dapat diketahui respon pada campuran berapapun sepanjang bila dijumlahkan merupakan satu bagian. 5. Monografi bahan a. Glibenklamid Glibenklamid merupakan serbuk hablur, putih atau hampir putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau. Kelarutan glibenkklamid dalam air adalah 4 mg/L (Yalkowsky dan Dannenfelser, 1992). Glibenklamid bersifat praktis tidak larut dalam air dan dalam eter, sukar larut dalam etanol dan dalam metanol, larut sebagian dalam kloroform. Suhu lebur glibenklamid adalah 1720C sampai 1740C. Glibenlamid memiliki bobot molekul 494,0 gram/mol (Departemen Kesehatan, 2014).
14
b. PEG 400 Polietilen glikol adalah suatu polimer tambahan dari etilen oksida dan air, dinyatakan dengan rumus H(OCH2CH2)nOH . Nilai n adalah jumlah rata-rata gugus oksietilen, dimana PEG 400 memiliki nilai n sebesar 8,7. Polietilen glikol umumnya ditentukan dengan bilangan yang menunjukkan bobot molekul rata-rata. Bobot molekul rata-rata menambah kelarutan dalam air, tekanan uap, higroskopisitas, dan mengurangi kelarutan dalam pelarut organik, suhu beku, berat jenis, suhu nyala dan naiknya kekentalan. PEG 400 memiliki bobot molekul rata-rata 380-420. PEG 400 memiliki suhu beku rata-rata 60C sehingga dalam suhu kamar berada dalam bentuk cair. PEG 400 berbentuk cairan kental jernih, tidak berwarna atau praktis tidak berwarna, agak higroskopik, bau khas lemah, bobot jenis 1,110 sampai 1,140 (Departemen Kesehatan, 2014). c. Avicel PH 102
110 Gambar 2. Struktur molekul Avicel PH 102
15
Avicel PH 102 (gambar 2) merupakan serbuk atau kristal berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa, sangat sukar larut dalam air, larut dalam campuran H2SO4 dan HNO3. Avicel PH 102 mempunyai bulk density 0,783-0,838 g/cm3. Distribusi ukuran partikel Avicel PH 102 terutama terletak antara75 dan 420 µm, dengan ukuran partikel rata-rata sekitar 130 µm. Partikel inti dari agregat dalam Avicel PH 102 berbentuk seperti piring dengan ukuran rata-rata 2,8 µm. Selama pengempaan, Avicel mengaami fragmentasi sehingga kecil atau tidak sensitif terhadap lubrikan (Boylan dkk, 1986; Bolhuis dan Chowhan, 1996). d. Primojel Primojel merupakan salah satu nama dagang dari sodium starch glycolate. Sodium starch glycolate adalah garam dari carboxymethylcelulose eter pati yang sangat halus, putih, dan tidak berbau. Sodium starch glycolate digunakan dalam farmaseutikal oral sebagai bahan penghancur dalam formula kapsul dan tablet. Konsentrasi dalam formula antara 2–8% dengan konsentrasi optimal 4% meskipun dalam banyak formula menggunakan konsentrasi 2% sudah cukup memadai. Kelarutan: praktis tidak larut dalam air dan tidak dapat dicairkan pada pelarut organik. Sodium starch glycolate memiliki berat molekul 500.000-1.000.000, terdiri dari granul bulat atau lonjong dengan diameter 30–100 μm (Kibbe, 2000). e. Talk Talk adalah magnesium silikat hidrat alam, kadang-kadang mengandung sedikit aluminium silikat. Talk berupa serbuk hablur sangat halus, putih atau
16
putih kelabu, berkilat, mudah melekat pada kulit dan bebas dari butiran (Departemen Kesehatan, 1995). E. LANDASAN TEORI Glibenklamid merupakan obat antidiabetes golongan sulfonil urea yang memiliki efek hipoglikemik atau menurunkan kadar gula darah. Glibenklamid memiliki kelarutan dalam air sebesar 4 mg/L (Yalkowsky dan Dannenfelser, 1992) sehingga tergolong dalam obat yang sukar larut dalam air. Spireas (2002) telah menemukan teknik formulasi yang sederhana dalam memformulasi obat tidak larut air yaitu teknik likuisolid. Beberapa obat tidak larut air seperti gemfibrosil, hidrokortison, prednisolon dan prednison yang dibuat menjadi tablet likuisolid menunjukkan kecepatan disolusi yang lebih besar dan bioavailabilitas yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan tablet konvensional. Jabbar dan Hussein (2013) telah membuat tablet likuisolid piroksikam dengan pelarut polietilen glikol 400 dan pembawa Avicel PH 102. Adanya PEG 400 mempengaruhi kelarutan dan waktu hancur tablet likuisolid glibenklamid (Jabbar dan Hussein, 2013). Kumar dkk (2013) menunjukkan bahwa polietilen glikol dapat mempengaruhi kompaktibilitas tablet. Review oleh Peddi (2013) menunjukkan bahwa carrier seperti Avicel PH 102 dapat meningkatkan kompaktibilitas dan memperbaiki sifat alir dalam pembuatan tablet likuisolid. Polietilen glikol 400 (PEG 400) digunakan sebagai pelarut non volatile karena memiliki sifat inert, mempunyai titik didih yang tinggi, idealnya campur dengan air dan bukan pelarut organik yang kental. Avicel PH 102 digunakan
17
sebagai bahan pembawa karena dapat memperbaiki kompaktibilitas, berbentuk padat, dan merupakan partikel yang berpori sehingga memudahkan absorbsi larutan. PEG 400 berperan penting dalam meningkatkan disolusi obat, sedangkan Avicel PH 102 berpengaruh pada sifat alir dan kompaktibilitas campuran bahan. Semakin kering massa yang terbentuk maka sifat alir campuran bahan makin baik. F. HIPOTESIS 1. Variasi kombinasi proporsi Avicel PH 102 dan PEG 400 berpengaruh terhadap sifat fisik tablet likuisolid glibenklamid. 2. Proporsi tertentu dari PEG 400 dan Avicel PH 102 menghasilkan formula tablet likuisolid glibenklamid yang memberikan sifat fisik kecepatan alir, kekerasan dan disolusi yang optimal.