BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) atau Children with Special Needs, setakat kini mudah dijumpai. ABK adalah anak yang mengalami gangguan secara fisik, mental/intelektual/emosional, dan sosial atau indranya mengalami kelainan yang sedemikian rupa sehingga untuk mengembangkan potensinya secara optimal membutuhkan Pendidikan Khusus atau Special Education, seperti didefinisikan dalam Hukum Publik 94-142, termasuk pembelajaran dalam Pendidikan Jasmani Adaptif (disingkat Penjas Adaptif =terjemahan Adapted Physical Education =APE) (www.PACER.org, 1995; APENS, 2008). Program dan layanan yang berkaitan dengan Pendidikan Khusus, dapat diselenggarakaan di Sekolah Luar Biasa (SLB). Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar (PBM) kelompok mata pelajaran bagi ABK di SLB (SDLB, SMPLB, dan SMALB) umumnya masih dikelola secara klasikal dan belum secara individual. Demikian halnya pada mata pelajaran Penjas Adaptif bagi ABK, tidak terkecuali untuk anak Cerebral Palsy (Cerebral=brain; Palsy=disordered movement and posture = CP) di SLB Surakarta. Anak CP termasuk dalam ABK yang menyandang kelumpuhan otak. CP digambarkan sebagai suatu gangguan motorik dan postur yang disebabkan oleh kerusakan jaringan otak. CP merupakan suatu kelainan gerakan dan postur tubuh yang nonprogresif, disebabkan oleh gangguan sel-sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya. CP adalah gejala yang kompleks, yang terdiri atas berbagai jenis dan tingkat kelainan motorik. Kelainannya sebagai gejala awal dalam hidup dan sifatnya nonprogresif, dan boleh jadi kelainannya secara permanen karena kerusakan pada area motor kontrol otak (Conte & Lupo, 2012). Kelainan motorik ini biasanya disertai dengan kepekaan dalam berpikir, berkomunikasi dan berperilaku. CP adalah suatu kondisi fisik kronis yang memengaruhi pergerakan tubuh. Efek ini menyebabkan otot tidak dapat bekerja dengan baik sehingga anggota tubuh tidak dapat melakukan fungsinya. Manifestasinya dapat berupa abnormalitas kedudukan dan gerakan yang dapat berubah sebagai akibat dari pematangan, adaptasi maupun pengobatan. Sebagian besar anak CP memiliki kelainan ganda, yang berupa gangguan kecerdasan, lumpuh berat maupun ringan, komunikasi, koordinasi, keseimbangan, pengelihatan, pendengaran, bicara, sensitibilitas, dan biasanya anak CP juga mengalami keterbelakangan mental. 1
Conte dan Lupo (2012) mengklasifikasikan CP ke dalam 3 (tiga) tipe umum, berdasarkan: (1) topographical, (2) neuromotor, dan (3) funcional. Detail dari tiga klasifikasi tersebut masih dirinci lebih khusus menurut perspektif tertentu. Gejala (symptoms) CP mulai terlihat pada anak berumur 12 s.d. 18 bulan. Pada masa itu, terlihat ketika anak gagal menjangkau benda disekitarnya. Meskipun anak CP sebagian besar berkelainan ganda, mereka tetap memiliki potensi yang dapat dikembangkan melaui berbagai cara atau media. Pengembangan potensi anak CP di SLB di Indonesia dikelola pada kelompok D (Tunadaksa). Dua diantara cara atau media yang memungkinkan untuk mengembangkan potensi anak CP di lingkungan SLB-D1 adalah: (1) melalui Bina Diri dan Bina Gerak (Program Khusus untuk Tunadaksa), dan (2) melalui Penjas Adaptif . Bina Diri dan Bina Gerak bukan sebagai mata pelajaran di SLB-D1, melainkan sebagai serangkaian program kegiatan dan latihan yang dilakukan secara kontinu selama 6 tahun. Program khusus ini merupakan suatu program pembinaan yang kontinu agar pembelajar (siswa/anak) dapat mengembangkan potensinya seoptimal mungkin (Ditjen Mandikdasmen Direktorat Pembinaan SLB dan BSNP, 2007). Sedangkan Penjas Adaptif adalah sebuah program yang bersifat individual yang meliputi kebugaran fisik dan motorik, pola dan keterampilan gerak dasar, keterampilan akuatik dan menari, serta permainan dan olahraga baik individu maupun beregu yang dirancang bagi ABK (Winnick, 2005; APENS, 2008). Penjas Adaptif merupakan subdisiplin ilmu Pendidikan Jasmani (Physical Education=PE) yang diharapkan dapat memberi rasa aman, dapat memupuk kepribadian, dan memberi pengalaman penuh kepada siswa yang berkebutuhan khusus (Winnick, 2005). Ironisnya di Indonesia, implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diterapkan di SLB-D1 adalah serupa atau sama dengan yang dilaksanakan di SD/MI umum sebagai mata pelajaran wajib, akibatnya terjadi ketimpangan dalam pelaksanaan pembelajaran Penjas Adaptif di SLB-D1. Setakat kini pembelajaran mata pelajaran Penjas Adaptif diakui tidak proporsional dan efektif. Selain itu, pengelolaannya juga tidak profesional (Hasil Survei Awal, 2012). Semestinya Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam KTSP di SLB-D1 tidak disamakan. Kualifikasi guru Penjas Adaptif perlu distandardisasi dan standar minimal sarana-prasarana pembelajaran segera direalisasikan. 2
Penjas Adaptif adalah suatu sistem pemberian program pembelajaran yang bersifat komprehensif, dirancang untuk mengetahui, menemukan, dan memecahkan masalah dalam ranah psikomotor/biomotor. Penjas Adaptif merupakan proses pembelajaran untuk memberdayakan, mengoreksi dan mengembangkan semua potensi ABK, khususnya untuk anak CP, baik mengenai potensi akademiknya (kognitif, afektif, psikomotor), potensi kepribadiannya, potensi sosialnya, maupun potensi vokasionalnya sehingga anak CP dapat berkembang secara optimal. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pelaksanaan Penjas Adaptif di enam SLB Surakarta masih dikelola secara klasikal berdasarkan jenis-jenis gangguan/ kelainan/ketunaan yang disandang siswa. Di setiap SLB belum memiliki guru Penjas Adaptif secara spesifik, guru yang mengajar adalah guru kelas; akibatnya keprofesionalannya dalam mengelola proses pembelajaran tidak merata, individualistis, dan sangat beragam karena latar pendidikan, motivasi serta kecintaan guru yang berbeda (Hasil Survei Awal, 2012). Proses pembelajaran Penjas Adaptif di SLB-D1Surakarta cenderung konvensional, yang terjadi di kelas (lapangan, ruang kelas, dan laboratorium) masih dilaksanakan sesuai dengan kemampuan dan selera guru, khususnya dalam pembelajaran Pola dan Keterampilan Gerak Dasar (disingkat KGD, terjemahan dari Fundamental Motor Skills and Patterns = FMS) pada pokok bahasan/pembelajaran permainan dan olahraga. Proses pembelajarannya kental dengan praktik pembelajaran konvensional, yakni masih berorientasi ke penguasaan teknik dasar permainan dan olahraga, dan belum berubah atau bergeser ke arah proses bagaimana masalah taktik bermain dan berolahraga itu dibelajarkan. Praktik yang mencolok adalah beberapa guru di SLB mengelola kelas besar secara gabungan, terdiri atas siswa pada jenjang pendidikan yang berbeda (SDLB, SMPLB, dan SMALB), sehingga program dan layanan individual dalam pembelajaran tidak efektif, efisien dan menarik. Guru Penjas Adaptif di SLB Surakarta telah menerapkan KTSP, namun: (1) belum mengelaborasinya secara benar, (2) belum menggunakan model pembelajaran terpadu dengan pendekatan tematik; meskipun telah diamanatkan dalam KTSP, (3) belum mengadaptasikan kaidah DAP, struktur materi pembelajaran, dan media pembelajaran yang menarik, (4) belum mempertimbangkan setiap jenis ABK ke dalam rekayasa pengembangan pembelajaran yang dirancangnya, dan (5) belum melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa sesuai standar BSNP Thn. 2007. 3
Adaptasi kaidah DAP (Developmentally Appropriate Practice) yang dituju adalah pembelajaran yang layak dan menyenangkan (NAEYC, 2009), dengan aksioma pembelajaran dan matra DAP yang: (1) layak menurut umur, (2) layak menurut lingkungan sosial budaya, dan (3) layak secara individual (Kostelnik et al, 2011). Sedangkan adaptasi model pembelajaran tematik yang dimaksud adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema tertentu. Fungsi tema adalah untuk memadukan pokok pikiran atau ide utama secara lintas-/antarmata pelajaran atau secara intramata pelajaran (interaksi tema keterampilan dan konsep gerak) dalam Penjas Adaptif sehingga meberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa. Guru Penjas Adaptif di SLB-D1 dapat menggunakan tema untuk kepentingan: (1) analisis tematik, (2) rancangan tematik, (3) pembelajaran tematik, dan (4) pendekatan tematik (Graham et al, 2012). Beberapa hasil penelitian relevan yang berkaitan dengan pengembangan model pembelajaran Penjas Adaptif untuk meningkatkan KGD ABK dan untuk anak CP khususnya perlu dikemukakan. Sekadar untuk menunjukkan bahwa kedudukan masalah Penelitian dan Pengembangan (R&D) yang diajukan berbeda dengan masalah R&D sebelumnya, dan sekaligus untuk membangun dasar teori/konsep tentang pembelajaran Penjas Adaptif untuk anak CP di SLB-D1. Satu-satunya R&D yang relevan sejenis telah dilakukan oleh Sumaryanti dan sejawatnya (2010) dengan judul „Pengembangan Model Pembelajaran Jasmani Adaptif untuk Optimalisasi Otak Anak Tunagrahita‟ di SLB DIY patut dikemukakan, meskipun berbeda subjek dan substansi yang diteliti. Tujuan R&D ini adalah untuk menyusun model pembelajaran jasmani adaptif anak tunagrahita dalam bentuk CD dan Buku Pedoman. Tujuan tersebut dicapai dalam dua tahap (selama dua tahun) dengan menggunakan prosedur R&D sebagai berikut. 1. Melakukan kajian pustaka dan observasi lapangan tentang anak tunagrahita, pembelajaran jasmani adaptif, dan terapi gerak untuk otak. 2. Menyusun draf model pembelajaran jasmani adaptif berdasarkan hasil pada langkah pertama. 3. Menguji coba draf I pada 15 anak tunagrahita ringan. 4. Merevisi produk menjadi draf II dengan mempertimbangkan hasil uji coba. 5. Menguji coba draf II pada 15 anak tunagrahita ringan. 6. Merevisi produk menjadi draf III berdasarkan hasil evaluasi pada uji coba. 7. Menguji coba draf III pada 13 anak tunagrahita ringan dan hasilnya dinyatakan sudah memenuhi syarat kelayakan yaitu keberterimaan, keamanan, dan kemanfaatan.
4
8. Setelah mendapat masukan dari ahli pembelajaran jasmani adaptif dan ahli media, kemudian hasilnya dicetak dalam bentuk CD pembelajaran jasmani adaptif untuk anak tunagrahita. Selanjutnya draf perlu divalidasi dan dicobakan kembali dalam skala luas untuk kemudian dikemas dalam bentuk CD dan Buku Panduan pada penelitian tahap II (Sumariyanti et al, 2010)
Hasil penelitian tahap I berupa draf model pembelajaran jasmani adaptif yang berupa program pembelajaran, dengan format sistematika dan isi sebagai berikut. 1. Bagian Awal 2. Bagian Inti
3. Bagian Akhir
: Berisi informasi, aktivitas gerak dan lagu senam selama 9 menit. : Berisi aktivitas sirkuit yang terdiri atas 6 pos selama 22 menit Pos 1: Meloncat di trampoline Pos 2: Meniti balok Pos 3: Tengkurap di bola medecine Pos 4: Merayap di lorong Pos 5: Merangkak dengan kaki dan tangan sebelah diangkat Pos 6: Berlari/berjalan di tanjakan : Berisi aktivitas gerak dan lagu senam selama 9 menit
Model pembelajaran jasmani adaptif hasil penelitian tahap I ditindaklanjuti pada tahap II dengan melakukan Penelitian Tindakan dalam 2 siklus selama 6 minggu dengan melibatkan beberapa guru SLB di DIY. Hasil penelitian tahap II menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar yang signifikan p < 0.05 pada fungsi otak yang terdiri atas fungsi kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari beberapa reviu literatur lain (Ulrich, 2000; Wiart & Darrah, 2001; Cools at al, 2009; Staples & Reid, 2009; Chrysagis et al, 2009; Cools at al, 2010; Elhafes & Ghaly, 2010; Shih-Heng Sun et al, 2011; Zuvela et al, 2011; Hilderley & Rhind, (2012); Li & Chen, 2012; Getz et al, 2012; Rad et al, 2012) yang telah dikaji secara mendalam diperoleh informasi bahwa instrumen untuk mengukur KGD ABK dan anak CP adalah menggunakan Test of Gross Motor Development-2 (Ulrich, 2000). Tes baku ini dinyatakan valid dan reliabel untuk tujuan R&D (Shih-Heng Sun et al, 2011; Zuvela et al, 2011). Di sisi lain, kajian tentang berbagai jenis permainan sederhana dan/atau aktivitas jasmani yang dicobakan untuk meningkatkan KGD dalam R&D mengacu pada (Fait & Dunn, 1984; Gallahue & Donnelly, 2003; ACHPER, 2009; Sport New Zealand: www.sportnz.org.nz, 2012), sementara itu, model pembelajaran tematik intra dipilih untuk R&D karena ada dasar rasionalnya (BSNP, 2006; Ditjen Mandikdasmen Direktorat Pembinaan SLB, 2006; Graham et al, 2012; PJKR JPOK:
[email protected], 2012). 5
Penjas Adaptif yang didesain atau dirancang dengan mendasarkan pada kaidah DAP dan karakteristik anak CP diyakini dapat meningkatkan potensipotensi anak CP secara optimal. Apabila program dan layanan Penjas Adaptif dilakukan dengan benar dapat membantu anak CP melakukan penyesuaian sosial dan mengembangkan kepercayaan diri. Adanya kepercayaan diri ini akan mengkonstruksi perilaku anak dalam berpikir, bersikap dan bertindak sebagai subjek yang utuh dan bukan sebagai objek di lingkungannya. Hal ini dijaminkan karena: (1) Program dan layanan Penjas Adaptif dilaksanakan dengan mempertimbangkan jenis dan karakteristik gangguan yang disandang anak CP. Pertimbangan ini digagas agar kesempatan dan motivasi anak CP terpicu dan akhirnya berpartisipasi secara aktif dalam proses pembelajaran, serta terjadi dalam kondisi yang aman, menarik, memuaskan dan sukses, (2) Penjas Adaptif membantu dan menolong anak CP memahami keterbatasan kemampuan fisik, motorik dan mentalnya, (3) Penjas Adaptif membantu dan mengkoreksi gangguan yang disandang anak CP, (4) Penjas Adaptif membantu anak CP melindungi diri sendiri dari kondisi yang memperburuk keadaanya, dan (5) Penjas Adaptif mengembangkan dan meningkatkan kemampuan fisik/jasmani anak CP (Thomas et al, 1988; Dunn & Leitschuh, 2010; Kelly, 2011) Fakta menunjukkkan, hingga kini belum ada model pembelajaran Penjas Adaptif untuk meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta. Dalam konteks inilah urgensi R&D yang menghasilkan model pembelajaran Penjas Adaptif tematik intra untuk meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta diperlukan. Hasil R&D ini akan memberikan manfaat yang sangat berharga dalam upaya mengembangkan potensi anak CP secara optimal, meningkatkan kompetensi profesional guru Penjas Adaptif, serta memberi masukan kepada orang tua tentang bagaimana mengembangkan potensi anak CP yang dapat dikerjakan di rumah. B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, ternyata belum ditemukan model pembelajaran Penjas Adaptif untuk meningkatkan KGD anak CP. Oleh karena itu, yang menjadi masalah dalam R&D ini adalah: Model Pembelajaran Penjas Adaptif Seperti Apakah yang Sesuai untuk Meningkatkan KGD Anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta? 6
Mengacu pada rumusan masalah tersebut di atas, secara khusus dijabarkan ke dalam pertanyaan R&D sebagai berikut: 1. Bagaimanakah profil dan praktik guru dalam pembelajaran Penjas Adaptif untuk meningkatkan KGD anak CP secara empiris di SLB-D1 YPAC Surakarta? 2. Model pembelajaran Penjas Adaptif tematik intra hasil pengembangan seperti apakah yang sesuai untuk meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta? 3. Bagaimanakah tingkat keterterapan model pembelajaran Penjas Adaptif tematik intra yang dihasilkan ditinjau dari aspek: peningkatan KGD anak CP; dukungan terhadap pelaksanaan tugas guru Penjas Adaptif dalam menyiapkan perangkat pembelajaran; substansi dan fleksibilitas struktur model pembelajaran Penjas Adaptif; kesesuaian dengan dukungan alat dan media pembelajaran; dan potensi dukungan dari pemangku kepentingan di SLB-D1 YPAC Surakarta? 4. Bagaimanakah dampak penerapan model pembelajaran Penjas Adaptif tematik intra yang dihasilkan terhadap aspek: peningkatan KGD anak CP; dan dukungan terhadap pelaksanaan tugas guru Penjas Adaptif, khususnya dalam menyusun rencana pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan mengevaluasi hasil belajar anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta? C. Ruang Lingkup Penelitian Beberapa istilah dan permasalahan dalam ruang lingkup R&D kali ini perlu dijelaskan agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda. 1. Model adalah sesuatu yang mendeskripsikan adanya pola berpikir dan analogi dari suatu konsep digambarkan dalam bentuk bagan alir atau grafis (Pribadi, 2011). Di komunitas persekolahan, proses dan fungsi pendidikan dan pembelajaran tidak dapat dipisahkan. Terkait dengan model, dalam konteks pendidikan umumnya dan pembelajaran motorik khususnya, model pembelajaran yang dimaksud merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar (Rusman & Dewi, 2011; Rahyubi, 2012). Model pembelajaran cenderung preskriptif (memberi petunjuk dan bersifat menentukan), yang relatif sulit dibedakan dengan strategi pembelajaran. 7
2. Pendidikan Jasmani Adaptif disingkat Penjas Adaptif adalah sebuah program yang bersifat individual yang meliputi kebugaran fisik dan gerak, pola dan keterampilan gerak dasar (KGD), keterampilan akuatik dan menari, serta permainan dan olahraga baik individu maupun beregu yang desain untuk anak berkebutuhan khusus (ABK) (Winnick, 2005; APENS, 2008). 3. CP adalah suatu gangguan gerakan dan postur tubuh yang nonprogresif, akibat kerusakan di daerah otak yang mengendalikan fungsi motorik (Smith, 2006). Anak CP merupakan bagian dari ABK yang memiliki hak yang sama dengan anak normal di segala bidang kehidupan, termasuk dalam hal memperoleh kesempatan dan pelayanan pendidikan. Mereka mengalami gangguan sedemikian rupa sehingga membutuhkan pendidikan khusus, termasuk dalam pembelajaran Penjas Adaptif (www.PACER.org, 1995). Secara yuridis di Indonesia, hak-hak mereka untuk memperoleh kesempatan dan pelayanan yang sama di bidang pendidikan termaktub dalam: (1) UUD 1945 (Amandemen), (2) UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, (3) UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan (4) PP No. 19 tahun 2005: tentang Standar Nasional Pendidikan. 4. Setakat kini, di Indonesia berdasarkan kondisi anak CP khususnya belum terdata secara akurat dan spesifik, sehingga belum dapat dikaji secara pasti. Hingga akhir tahun 2007, salah satu Instansi Kesehatan Indonesia, yakni YPAC Cabang Surakarta atas dasar angka kejadian, mendata dan melaporkan bahwa jumlah anak CP pada tahun 2001 sebanyak 313 anak, tahun 2002 sebanyak 242, tahun 2003 sebanyak 265, tahun 2004 sebanyak 239 anak, tahun 2005 sebanyak 118, tahun 2006 sebanyak 112 anak, dan tahun 2007 s.d. bulan desember sebanyak 198 anak CP (Dokumentasi pada Observasi Awal, 2012). Adapun jumlah anak CP yang sekolah di SLB-D1 YPAC Surakarta berdasarkan klasifikasi jenis CP, yakni: (1) CP Spastik sebanyak 20 anak, (2) CP Athetoid sebanyak 8 anak, (3) CP Ataksia sebanyak 5 anak, dan (4) CP Ganda sebanyak 20 anak (Dokumentasi pada Survei Awal, 2012; BP-DIKSUS, 2012).
8
5. Mempertimbangkan jumlah kondisi riil anak CP di enam SLB Surakarta sangat terbatas dan jumlah anak CP yang tidak sekolah juga tidak terdata secara pasti, maka sampel dalam R&D ini hanya terfokus di SLB-D1 YPAC Surakarta. Kelima SLB lainnya tidak menyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran untuk anak CP. Fakta inilah yang akhirnya menjadi kendala metodologis dan sekaligus merupakan kelemahan utama dalam pelaksanaan R&D secara keseluruhan. Desain dan skema model R&D yang telah direncanakan semula tidak terwujud, namun demikian R&D tetap dilaksanakan dengan memodifikasi desain penelitian yang digunakan. Rencana semula pada tahap pengembangan produk menggunakan klasifikasi ragam SLB, tetapi sekarang menggunakan klasifikasi ragam CP yang dikelola di SLB-D1 YPAC Surakarta. 6. Di sisi lain, fakta di lapangan menunjukkan bahwa guru yang mengajar Penjas Adaptif di SLB-D1 YPAC Surakarta adalah guru kelas. Guru kelas tersebut terpaksa mengajar Penjas Adaptif, sehingga mereka mengalami banyak kendala ketika harus melaksanakan proses belajar mengajar di luar bidangnya. Jarang mendesain perangkat pembejaran sesuai kaidah DAP dan BSNP. Kondisi tersebut patut disayangkan dan sesegera mungkin diringankan dengan membantu mereka melalui Workshop, pemberian CD dan Buku Panduan pembelajaran Penjas Adaptif tematik intra untuk meningkatkan KGD Anak CP. Dengan ketiga cara itu memungkinkan mereka mengetahui lebih rinci tentang hakikat pembelajaran Penjas Adaptif, termasuk konsep/teori yang melatari mengapa model pembelajaran tematik intra yang dipilih. CD dan Buku Panduan yang disusun perlu dikembangkan dan divalidasi sebelum disosialisasi dan diterapkan oleh pihak pemangku kepentingan (stakeholder).
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Anak Berkebutuhan Khusus dan Cerebral Palsy a. Anak Berkebutuhan Khusus dan Masalahnya Anak berkebutuhan khusus (ABK), adalah anak yang memiliki gangguan pada fisik, mental/intelektual/emosional, dan sosial atau kombinasi diantara ketiganya sedemikian rupa sehingga untuk mengembangkan potensi secara optimal membutuhkan Pendidikan Khusus (Special Education), seperti didefinisikan dalam Hukum Publik 94-142, termasuk dalam pendidikan dan pembelajaran Pendidikan Jasmani Adaptif, disingkat Penjas Adaptif = terjemahan dari Adapted Physical Education (APENS, 2008). ABK memiliki hak yang sama dengan anak yang normal dalam segala bidang kehidupan, termasuk di dalamnya memperoleh kesempatan dan pelayanan pendidikan. Yang membedakan ABK dan anak normal adalah adanya gangguan/kelainan/ketunaan yang disandangnya. Gangguan bisa terletak pada fisik, mental, sosial atau perpaduan ketiganya. Mereka mengalami gangguan sedemikian rupa sehingga membutuhkan pendidikan jasmani adaptif. Secara yuridis, hak-hak mereka untuk memperoleh kesempatan dan pelayanan yang sama dalam bidang pendidikan tercantum dalam: (1) UUD 1945 (amandemen): pasal 31 ayat 1 dan ayat 2, (2) UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan: pasal 3, pasal 5 ayat 1,2,3, dan 4. Pasal 32 ayat 1, dan 2, (3) UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak: pasal 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, (4) UU No. 4 tahun 1997: tentang Penyandang CACAT, (5) PP No. 19 tahun 2005: tentang Standar Nasional Pendidikan: pasal 2, (6) Deklarasi Bandung (Nasional) ―Indonesia Menuju Pendidikan Inklusif ‖ 8-14 Agustus 2004: butir 1, 2 3, dan (7) Deklarasi Bukit Tinggi (Internasional): butir 6. Jumlah ABK usia sekolah di Indonesia tidak sedikit. Menurut data BPS, Jumlah penduduk Indonesia tahun 2005 sekitar 220 juta, jumlah penyandang cacatnya 1,54 juta (0,7%) Sedangkan jumlah penyandang cacat usia sekolah sebanyak 330 ribu (Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, 2006). Fakta 10
yang ada saat ini, ABK belum mendapatkan hak dalam pendidikan seperti yang seharusnya. Hal ini dapat dipahami bila kita menyimak kenyataan bahwa ratarata guru pada sekolah reguler tidak cukup mengenal karakteristik ABK, dan bagaimana cara memberikan layanan pendidikan secara proporsional dengan menerapkan metode yang sesuai dengan karakteristik dan tingkat kemampuan anak (Kepala Dinas P dan K Jateng, 2006). Untuk keperluan pendidikan dan pembelajaran, ABK dapat dibagi kedalam 2 (dua) kelompok yaitu: (a) ABK dengan masalah dalam sensorimotor, dan (b) ABK dengan masalah dalam belajar dan tingkah laku.
1). Masalah dalam Sensorimotor Anak yang mengalami masalah sensorimotor adalah anak yang mengalami
gangguan
dan
berefek
terhadap
kemampuan
melihat,
mendengar, dan kemampuan bergeraknya. Kelainan sensorimotor biasanya secara umum lebih mudah diidentifikasi, kemudahan ini tidak berarti selalu lebih mudah dalam menemukan kebutuhannya dalam pendidikan dan pembelajaran. Kelainan sensorimotor tidak selalu berakibat masalah pada kemampuan intelektualnya. Sebagian besar anak yang mengalami masalah dalam sensorimotor dapat belajar dan bersekolah dengan baik seperti anak yang tidak mengalami gangguan. Ada tiga jenis kelainan yang termasuk masalah dalam sensorimotor yaitu: kelainan pendengaran, kelainan penglihatan, kelainan fisik.
2). Masalah dalam Belajar dan Perilaku Kelompok ABK yang mengalami masalah belajar dan tingkah laku adalah: (1)
keterbelakangan mental, (2) ketidakmampuan belajar atau
kesulitan belajar khusus, (3) anak nakal, (4) anak berbakat, (5) cacat lebih dari satu. Problem dalam sensorimotor dan problem dalam belajar dan tingkah laku menimbulkan masalah yang berbeda-beda pada ABK (gambar 2.1) dan menimbulkan gangguan yang berbeda pula (gambar 2.2).
11
Emosi Fisik
Mobilitas
Masalah ABK
Bahasa dan Komunikasi
Kognisi dan intelektual
Vokasional
Kemandirian
Gambar 2.1: Masalah yang Dialami ABK
Anak
Lambat
Belajar Anak Berbakat
Anak
Berkesulitan
Belajar
Anak
Anak dengan
Majemuk
Penglihatan
Berkelainan
Gangguan
Anak Berkebutuhan Khusus Anak dengan Gangguan Autistik
Anak dengan Gangguan Pendengaran Anak dengan Gangguan Mental
Anak dengan Gangguan Motorik
Anak dengan Gangguan Emosi & Perilaku
Gambar 2.2: Gangguan yang Dialami ABK
12
b. Cerebral Palsy dan Kebutuhannya 1). Pengertian CP Cerebral Palsy (CP) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sekelompok kondisi kronis yang memengaruhi gerakan dan postur tubuh, serta koordinasi otot. Hal ini disebabkan oleh kerusakan satu atau lebih area otak tertentu, biasanya perjadi selama masa perkembangan janin; sebelum, selama, atau segera setelah lahir atau selama masa bayi. Cerebral mengacu pada otak, dan Palsy pada kelemahan otot atau kontrol yang jelek (Conte & Lupo, 2012). CP itu sendiri tidak progresif (tidak menjadi lebih buruk), namun konsidi sekunder dapat berkembang dan dapat menjadi lebih baik dari waktu ke waktu, menjadi lebih buruk, atau tetap sama. CP tidak menular, bukan penyakit, dan tidak boleh disebut sebagai penyakit (Smith, 2006). Walaupun CP tidak dapat disembuhkan, namun latihan dan terapi dapat meningkatkan fungsi fisiknya. McBurney et al, (2003) menganalisis secara kualitatif dan mendeskripsikan tentang faktor-faktor yang berkontribusi terhadap persepsi manfaat latihan/aktivitas fisik bagi anak CP seperti nampak pada gambar 2.3 berikut. Health Condition Cerebral Palsy (Spastic Diplegia) Outcomes Flexibility
Muscle Strength
Standing Posture Squat Squat Squat
Body Function and Structure Standing Balance
Walk
Steps
School
Activities
Family
Participation
Jump
Run
Leisure
Circulation Psychological
Hop
Get Up from Floor
Contextual Factors Environmental Factors Equipment Setting (home, gym, school)
Personal Factors Enjoyment Parental assistance Time
Gambar 2.3: Faktor-faktor yang Berkontribusi terhadap Persepsi Manfaat Latihan/Aktivitas Fisik 13
Social
2). Tipe CP CP merupakan suatu kelainan gerakan dan postur tubuh yang nonprogresif, disebabkan oleh gangguan sel-sel motorik pada susunan saraf pusat. Gangguan ini dapat terjadi ketika prenatal, perinatal, maupun postnatal, sehingga menghambat perkembangan otak dan mengakibatkan abnormalitas fungsi otak. Ditinjau dari jumlah anggota gerak yang mengalami gangguan, CP dikelompokkan ke dalam: (1) Monoplegia: kelumpuhan pada salah satu anggota gerak; salah satu lengan atau salah satu tungkai, (2) Hemiplegia: kelumpuhan pada sisi tubuh; satu sisi tubuh lengan atau tungkai bisa bagian kanan atau bagian kiri, (3) Paraplegia: kelumpulan pada kedua tungkai. Apabila kelumpuhan terjadi secara vertikal, tungkai kiri-lengan kiri atau tungkai kanan-lengan kanan disebut Hetoplegia, (4) Triplegia: tiga anggota gerak tubuh mengalami kelumpuhan (paling sering dua tungkai dan satu lengan), dan (5) Quadraplegia: semua anggota gerak tubuh mengalami kelumpuhan, dan bila lebih pada tungkai disebut Diplegia (Smith, 2006). Kotak 2.1 dan gambar 2.4 mendeskripsikan dua dimensi mengenai tipe CP.
Kotak: 2.1 Cerebral Palsy: Ketidakteraturan Gerakan Spastisity. Kontraksi otot yang tiba-tiba, gerakan disengaja yang sulit dan kaku, kekuatan otot secara umum; juga disebut hypertonia; Athetosis. Gerakan tidak disengaja yang tidak teratur, gerakan ini menjadi lebih nampak dalam keadaan stress; juga disebut gangguan gerakan (dyskinesia); Ataxia. Keseimbangan yang buruk; gaya berjalan tidak kokoh dan tersentak-sentak, kontrol gerakan motoric halus yang buruk. Rigidity. Gerakan sangat kaku pada tungkai dan lengan, kemampuan gerak dapat hilang; Tremor. Getaran terus-menerus pada tungkai dan lengan, ritme gerakan diulang-ulang; dan Gangguan gerak campuran dari gangguan-gangguan di atas.
14
Gambar 2.4: Demensi Tipe CP Berdasarkan Area Tubuh yang Lumpuh Karena sumber kerusakannya pada otak, maka umumnya anak CP mengalami gangguan ganda. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Schonell (1989) men-dasarkan pada kelainan gerak otot, bahwa rata-rata tingkat kecerdasan mereka 65.3, mereka dapat membaca dengan berbagai kadar reading quotient 31.92% , dan sebesar 68.08% mereka tidak dapat membaca. Selain itu anak CP juga mengalami gangguan pendengaran dan pengelihatan. Walaupun anak CP sebagian besar memiliki kelainan ganda, namun mereka tetap memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Potensi yang dimiliki anak CP berbeda-beda bergantung pada tingkat kelainan atau gangguan yang disandang atau dideritanya. Dua cara untuk meningkankan potensi mereka adalah: (1) melalui Bina Diri dan Bina Gerak, dan (2) melalui Penjas Adaptif (Ditjen Mandikdasmen Direktorat Pembinaan SLB dan BSNP, 2007; APENS, 2008). 15
2. Pendidikan Jasmani Adaptif untuk Anak CP Anak CP termasuk dalam bagian ABK, yang menyandang kelumpuhan otak. CP dideskripsikan sebagai suatu gangguan motorik dan postur tubuh yang disebabkan oleh kerusakan jaringan otak. Membahas pendidikan dan pembelajaran Penjas adaptif untuk anak CP secara khusus tidak terlepas dari pembahasan Penjas Adaptif untuk ABK. Penjas Adaptif adalah sebuah program yang bersifat individual yang meliputi kebugaran fisik dan motorik, pola dan keterampilan gerak dasar, keterampilan dalam akuatik dan menari, serta permainan dan olahraga baik individu maupun beregu yang didesain untuk ABK. Penjas Adaptif merupakan kegiatan yang didesain untuk memperbaiki, merehabilitasi kehidupan penyandang gangguan khusus. Penjas Adaptif dipandang sebagai bagian dari disiplin ilmu Pendidikan Jasmani (Physical Education) yang diharapkan dapat memberi rasa aman, dapat memupuk kepribadian, dan memberi pengalaman penuh kepada siswa yang memiliki kebutuhan khusus (Winnick, 2005). Gambar di bawah ini meliputi tujuan dan isi program dan layanan Penjas Adaptif untuk ABK dan Anak CP Statement of Purpose
Self-actualization
Physically Educated Individual
Aim of Physical Education (Program Aim) Program Goal
Psychomotor Cognitive
Affective
Content Goals
Physical Fitness
Rhythm and Dance
Motor Development
Aquatics
Games and Sport
Gambar 2.5: Tujuan dan Sasaran Program Penjas Adaptif untuk ABK dan Anak CP (Winnick, 2005) 16
Penjas Adaptif adalah suatu sistem pemberian program dan layanan yang bersifat komprehensif, dirancang untuk mengetahui, menemukan, dan memecahkan masalah dalam ranah psikomotor/biomotor. Kualitas proses pembelajaran Penjas Adaptif untuk ABK dan anak CP bergantung pada tiga unsur, yaitu: (1) tingkat partisipasi dan jenis kegiatan belajar yang dihayati oleh ABK dan anak CP sebagai pembelajar, (2) mutu fasilitas pembelajaran dan suasana waktu belajar, dan (3) peran guru Penjas Adaptif dalam proses pembelajaran. Pembelajaran Penjas Adaptif adalah proses untuk memberdayakan, mengoreksi dan mengembangkan semua potensi untuk ABK dan anak CP, baik potensi akademik (kognitif, afektif, psikomotor), potensi kepribadian, potensi sosial, dan potensi vokasional ke arah yang lebih baik menuju kedewasaan. Dalam menentukan aktivitas program pembelajaran Penjas Adaptif untuk anak CP harus: (1) mendasarkan pada hasil identifikasi dan observasi pada kebutuhan individu, (2) dirancang secara khusus, bersifat individual, kelompok kecil, dan berjenjang sesuai dengan kebutuhan anak CP, (3) dilaksanakan dengan pendekatan yang berorientasi pada kebutuhan anak CP dan menggunakan metode bagian dan keseluruhan, atau dengan metode kombinasi bagian-keseluruhan; yang di dalamnya menggunakan beberapa teknik modifikasi, dan (4) teknik-teknik modifikasi dapat dilakukan dengan cara memodifikasi fasilitas dan peralatan, memodifikasi aturan main dan jenis kegiatan, memodifikasi keterampilan dan teknik pelaksanaan gerak, dan memodifikasi teknik. Jenis gangguan ABK dan anak CP sebagian besar bermasalah dalam domain psikomotor/biomotor, dan sebagian lagi dalam domain kognitif dan afektif. Untuk itu, agar pemberian program dan layanan pembelajaran Penjas Adaptif mudah dilaksanakan, maka masalah ABK dan anak CP khususnya perlu diklasifikasi, yakni: (1) untuk ABK dan anak CP yang bermasalah dalam sensorimotor, dan (2) untuk ABK dan anak CP yang bermasalah dalam belajar dan perilaku. Klasifikasi ini akan mempermudah dalam aplikasi model pembelajaran penjas adaptif yang tepat dan efektif. Berikut dikemukakan bagan alir tentang peran dan fungsi Penjas Adaptif terhadap masalah ABK dan/atau anak CP. 17
PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF PENJAS ADAPTIF
DALAM PROGRAM
DIRANCANG UNTUK MEMENUHI PENJAS KHUSUS SESUAI KEBUTUHAN INDIVIDUAL
DALAM LAYANAN
UNTUK MEMENUHI ABK ATAU ANAK CP LEBIH DARI 30 HARI BERKELAINAN KE ATAS – KE BAWAH POSITIF – NEGATIF FISIK 1. TUNANETRA 2. TUNARUNGU 3. TUNADAKSA
MENTAL/INTELEKTUAL/EMOSIONAL 7. DOWN SYNDROM 8. KETIDAKAMPUAN BELAJAR 9. BERBAKAT
4. TUNAGRAHITA 5. TUNAGANDA 6. AUTIS
SOSIAL 10. TUNALARAS (ANAK NAKAL)
PERMASALAHAN DALAM PERILAKU
MEMBUTUHKAN PENJAS ADAPTIF
ABK-(Anak Berkebutuhan Khusus)
ABK ATAU ANAK CP MENCAPAI POTENSI SDM OPTIMAL
Gambar 2.6: Bagan Alir Peran dan Fungsi Penjas Adaptif terhadap Masalah ABK dan Anak CP Aktivitas Penjas Adaptif yang efektif untuk meningkatkan potensi gerak anak CP adalah aktivitas yang memadukan antara penafsiran sensori dan tugas motorik dengan perkembangan kesadaran (Koesyanto, 2000). Aktivitas yang dilakukan adalah untuk meningkatkan: 1. Kinestika yang diperoleh lewat partisipasi pengalaman motorik terutama aktivitas yang melibatkan gerak otot besar seperti berjalan. Persepsi kinestik atau kebenaran hasil persepsi dari posisi dan gerak tubuh memberikan
18
kemungkinan yang lebih besar untuk membuat penyesuaian-penyesuaian dari posisi dan gerakan tubuh terhadap kebenaran tugas gerak yang harus dilakukan. 2. Visual terjadi lewat perkembangan pengelolaan arcular terhadap objek tertentu dalam ruang tempat tertentu termasuk penerimaan dan proyeksinya seperti koordinasi antara bola dan mata terhadap tangan dalam latihan menangkap. 3. Auditif melalui program yang berirama. 4. Perkembangan persepsi yang kompleks dengan lebih terpadunya melibatkan indera dan respon gerak seperti gerakan visual kinestetis dalam menangkap atau memukul yang diperlukan aplikasi tenaga dan posisi tungkai serta mata untuk menangkap objek yang meliputi jarak dan waktunya. Salah satu tujuan program motorik bagi tunadaksa yaitu membantu menafsirkan informasi sensori bagi respon gerak yang lebih baik sehingga meningkatkan kemampuan dalam belajar keterampilan gerak dasar. Di sisi lain, guru Penjas Adaptif yang profesional lebih diperlukan dan bernilai daripada praktisi yang hanya tahu beberapa metode dan pengetahuan tentang anak CP secara mendalam, tetapi tidak pernah dipraktikkan. Dalam praktik pembelajaran, guru Penjas Adaptif untuk anak CP harus: 1. Realistis, menghadapi setiap siswa dalam kelas adalah tanggung jawabnya. 2. Fleksibel, bersedia mengakomodir atau menyesuaikan kurikulum dan materi pembelajarannya, dan menulis ulang tujuan untuk masing-masing kebutuhan siswa siswa CP. 3. Bekerja keras dalam kelompok. 4. Menjadi penyelesai masalah (problem solver). 5. Percaya pada kemampuan belajar siswa, meskipun siswa CP mungkin tidak dapat berbicara atau tidak dapat bergerak dengan lancar, mungkin mereka berbakat. 6. Memahami dan menyadari sedapat mungkin bahwa siswa CP tidak pernah sepenuhnya mampu melakukan keterampilan secara konvensional, hal tersebut masih berharga bagi mereka untuk mempelajari suatu keterampilan. 7. Memahami bahwa siswa CP memiliki tingkat frustasi yang tinggi, karena tidak mampu berkomunikasi, dan sering disalahpahami. 19
8. Ingat bahwa motivasi dan sikap siswa CP untuk belajar sangat penting dan harus mencoba untuk belajar, karena itu kelas harus menyenangkan dan menantang. 9. Mampu membedakan perilaku buruk dan ekspresi ketunaan siswa. 10. Menggunakan berbagai sumber daya, mendapatkan informasi, melihat video, memba buku-buku, berkomunikasi dengan sejawat seprofesi lain yang sudah berpengalaman mengajar CP. 3. Pentingnya Dasar Psikologis Pendidikan Jasmani Adaptif untuk Anak CP Dalam proses pembelajaran Penjas Adaptif di sekolah, peserta didik; anak CP dalam hal ini merupakan subjek dan sekaligus sebagai fokus atau titik sentral yang harus mendapatkan perhatian serius. Sebagai subjek atau pribadi, anak CP terlibat secara total, baik secara fisik maupun psikis dalam proses kegiatan pembelajaran. Karena itulah, pembelajaran Penjas Adaptif di sekolah harus mengupayakan pembinaan kedua aspek tersebut secara simultan, kontinu dan sungguh-sungguh. Kondisi perilaku anak CP sangat beragam, jenis kelainan/gangguan/ ketunaan yang mereka sandang akan mewarnai dalam perilakunya. Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan fisik-psikis-sosial anak tunanetra cenderung berbeda dibanding dengan ciri khas pada anak tunarungu, anak tunagrahita, anak tunadaksa, ataupun anak tunalaras. a. Prinsip Pertumbuhan, Perkembangan, dan Kematangan Individu Bertalian dengan proses pembelajaran Penjas Adaptif untuk ABK dan anak CP, eksistensi manusia sebagai insan pembelajar, dari aspek fisik-psikis tidak dapat terlepas dari prinsip pertumbuhan, perkembangan, dan kematangan. Secara umum, menurut Ibrahim (2005) bahwa proses pertumbuhan, perkembangan, dan kematangan yang terjadi pada pribadi ABK dan anak CP mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut: 1) Pertumbuhan dan perkembangan itu berlangsung secara bertahap, progresif, dan bersinambung.
20
2) Pertumbuhan dan perkembangan itu berlangsung dalam urutan yang terpola, artinya bahwa pertumbuhan dan perkembangan mengikuti pola-pola tertentu. 3) Terdapat variasi irama dan tempo perkembangan antar individual dan kelompok tertentu, menurut latar belakang, jenis, geografis dan kultural. 4) Perkembangan berlangssung dari yang umum menuju ke khusus. 5) Hasil proses pembelajaran akan sangat tergantung pada tingkat kematangan yang dicapai seseorang. 6) Proses perkembangan pada tahap awalnya lebih bersifat diferensiasi dan pada akhirnya lebih bersifat integrasi antara bagian dan fungsi organisme. 7) Faktor pembawaan atau hereditas, lingkungan dan kematangan berpengaruh terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan. 8) Dalam batas-batas tertentu, pertumbuhan dan perkembangan dapat dipercepat dan diperlambat oleh kondisi lingkungan. 9) Pada usia-usia tertentu terdapat perbedaan pertumbuhan dan perkembangan antara anak pria dan wanita. 10) Setiap bagian dari fungsi-fungsi organisme dan sifat-sifat individu dalam pertumbuhan dan perkembangannya saling berkorelasi secara positif, dan memiliki garis perkembangan dan tingkat kematangan masing-masing. 11) Setiap individu yang normal akan melewati segenap fase pertumbuhan, perkembangan, dan kematangan. 12) Laju pertumbuhan dan perkembangan anak berlangsung lebih pesat pada periode kanak-kanak daripada periode berikutnya. b. Prinsip Perbedaan Individu Pada hakikatnya individu berbeda antara satu dengan lainnya, eksistensi setiap individu berbeda dan beragam dalam aspek kemampuan dan kepribadian. Perbedaan tersebut berkaitan dengan aspek kemampuan riil yang tersandang. Inilah yang menyebabkan individu disebut unik, artinya kualitas perilaku individu itu bersifat khas sehingga dapat dibedakan antara individu yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, tak ada kepribadian seseorang yang sama persis dengan yang lainnya, sekalipun individu tersebut lahir kembar. 21
Keunikannya itu didukung oleh struktur organisasi dan ciri-ciri fisikpsikisnya yang terbentuk secara dinamis. Yang dimaksud ciri-ciri fisik-psikis, misalnya, konstitusi dan kondisi tubuh, tampang dan penampilan, proporsi dan kondisi hormon, darah dan cairan tubuh lainnya, segi-segi kognitif, afektif, dan motorik. Ciri-ciri fisik-psikis tersebut saling berpengaruh dan bertalian satu sama lainnya. Dengan demikian, upaya untuk mewujudkan suatu tujuan Penjas Adaptif memerlukan pemahaman dan tindakan sesuai dengan ciri khas individu yang bersangkutan. Beberapa faktor yang memengaruhi timbulnya perbedaan dan keragaman dalam aspek kemampuan dan kepribadian, antara lain adalah faktor hereditas, interaksi dengan lingkungan, dan faktor waktu perkembangan serta kematangan individu yang bersangkutan. c. Prinsip Developmentally Appropriate Practice (DAP) Prinsip „Developmentally Approriate Practice‟ (DAP) mutlak diterapkan dalam proses pembelajaran Penjas Adaptif untuk ABK dan anak CP. Dalam meran-cang program dan layanan pembelajaran guru perlu mempertimbangkan aspek-aspek pertumbuhan, perkembangan, dan kematangan ABK dan anak CP. Misalnya, ketika guru Penjas Adaptif memilih kegiatan olahraga sebagai permainan, hendaknya disesuaikan dengan realitas ABK dan anak CP, jangan sampai program kegiatan pembelajaran yang dilayankan itu terlalu berat bagi ABK dan anak CP. Bagi para guru yang ingin memanfaatkan prinsip DAP dalam proses pembelajarannya, tentu diharapkan dapat membuat keputusan yang tepat tentang wellness (Anspaugh et al, 1994) dalam pembelajaran Penjas Adaptif bagi ABK dan anak CP. Keputusan itu harus didasarkan atas tiga prinsip, yaitu: (1) age appropriateness, (2) individual appropriateness, dan (3) social and cultural appropriateness (Kostelnik et al, 2011). 4. Model Pembelajaran Tematik Penjasorkes di Sekolah Dasar a. Latar Belakang Pembelajaran Tematik Perubahan paradigma manajemen pendidikan dari sentralisasi ke desentralisasi mendorong terjadinya perubahan dan inovasi pada beberapa aspek pendidikan dan pembelajaran, termasuk kurikulum. Dalam kaitan ini kurikulum 22
Sekolah Dasar pun menjadi perhatian dan pemikiran-pemikiran baru, sehingga mengalami perubahan-perubahan kebijakan. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Sukirman &Asra, 2011). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36 Ayat (2) ditegaskan bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik atau siswa. Peserta didik pada Sekolah Dasar (SD) yang duduk di kelas-kelas awal (kelas I, II & III) khususnya, berada dalam rentangan usia dini. Pada usia ini, seluruh aspek perkembangan kecerdasan anak (IQ, EQ dan SQ) tumbuh dan berkembang luar biasa cepat sehingga usia ini sering disebut usia emas (golden age) dalam perkembangan anak. Menurut Kusuma (2004) tumbuh kembang anak dan remaja berubah dan beradaptasi melalui perkembangan fisik, perkembangan kepribadian, perkembangan bahasa, perkembangan sosioemosional, dan perkembangan kognitif. Kemampuan berkonsentrasi terhadap suatu rangsang dari luar, memecahkan masalah, memanggil kembali dari memorinya suatu kejadian yang telah lalu, mengingat, memahami lingkungan sosial dan dirinya sendiri termasuk proses kognitif. Kognitif dalam konteks psikologis acap didefinisikan secara luas mengenai kemampuan berpikir dan mengamati,
suatu
perilaku
yang
mengakibatkan
seseorang/individu
memperoleh pengertian atau yang dibutuhkan untuk menggunakan pengertian. Piaget, salah satu ahli psikologi dari Swiss membedakan empat tahap perkembangan kognitif individu, yaitu: (1) tahap sensori motor (0-2 tahun), (2) tahap praoperasional (2-7 tahun), (3) tahap operasional konkret (7-11 tahun), dan (4) tahap operasional formal (11-15 tahun) (Rahyubi, 2012). Pada tahap perkembangan kognitif yang lebih rendah (sensori motor dan praoperasional) anak belum dapat menangkap ide-ide dari lingkungan sosial atau komunitas. Pada tahap perkembangan kognitif yang lebih tinggi (operasional konkret, terlebih operasional formal) pengaruh lingkungan sosial menjadi lebih permanen. Karena itu, dalam perkembangan kognitif diperlukan keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Asimilasi yang dimaksud adalah proses mendapatkan informasi dan pengalaman baru yang langsung menyatu dengan 23
struktur mental yang sudah dimiliki individu, sedangkan akomodasi yang dimaksud adalah proses menstrukturkan kembali mental sebagai akibat adanya informasi dan pengalaman baru. Ketidakseimbangan akan muncul jika perbedaan antara pengetahuan kognitif saat ini dengan pengalaman baru. Bila terjadi ketidakseimbangan, maka individu dipacu untuk mencari keseimbangan dengan mengadakan asimilasi dan akomodasi. Proses inilah yang melahirkan adanya teori konstruktivis yang akhir-akhir ini gencar diaplikasikan ke dalam pendidikan dan pembelajaran (Yulaelawati, 2009; Riyanto, 2010). Dalam aspek perkembangan kognitif, anak usia dini berada pada tahap transisi dari tahap praoperasional ke tahap operasi konkret. Piaget menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya. Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut ―skema‖ (schema = potensi untuk melakukan sesuatu dalam cara tertentu dinamakan skema, jamaknya skemata), yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap berbagai objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikirannya) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua proses tersebut jika berlangsung terusmenerus tidak terputus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Diyakini bahwa individu yang telah melakukan generalisasi ide (skema) mengenai bagaimana kejadian tersebut dapat terjadi dan menggunakannya untuk mengorganisir dan mengonstruksi memori (Putra, 2008). Dan pada akhirnya individu akan menjadi cerdas, cerdik, cergas dan cermat dalam menganalisis dan mengaplikasikan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, metakognitif dan kecerdasan jamak (Anderson & Krathwohl, 2010; Yaumi, 2012). Proses belajar anak tidak sekadar menghafal konsep-konsep dan faktafakta, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang lebih utuh dan integratif. Belajar dimaknai sebagai proses interaksi dari anak dengan lingkungannya secara hierarkis. Anak belajar dari hal-hal yang konkret, yakni yang dapat dilihat, didengar, diraba, dibaui dan dirasakan, serta dipersepsi dengan fokus penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Hal ini sejalan dengan falsafah 24
konstruktivisme yang menyatakan bahwa manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungannya. Pengetahuan ini tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru Penjasorkes kepada anak (Samsudin, 2008). Guru Pejasorkes perlu membedakan antara kegiatan pembejalaran dan manajemen kelas. Kegiatan pembelajaran meliputi: (1) mendiagnosis kebutuhan kelas, (2) merencanakan dan mempresentasikan informasi, (3) membuat pertanyaan, dan (4) mengevaluasi kemajuan. Sedangkan kegiatan manajemen kelas meliputi: (1) menciptakan dan memelihara kondisi kelas, (2) memberi pujian terhadap perilaku yang baik, dan (3) meningkatkan interaksi guru-siswa. Keterampilan manajemen kelas merupakan hal yang penting dalam kegiatan pembelajaran yang efektif. Praktik manajemen kelas yang efektif oleh guru Penjasorkes akan menghasilkan perkembangan keterampilan manajemen diri yang efektif pula bagi siswa. Ketika siswa telah belajar untuk mengatur diri lebih efektif, guru akan lebih mudah berkonsentrasi untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran. Peningkatan efektivitas pembelajaran dapat terwujud manakala guru Penjasorkes paham tentang struktur materi pembelajaran yang dikelolanya. Aktivitas Sepanjang Hayat Gaya Hidup Aktif
12 11
K E C A K A P A N
Olahraga Tim /Perorangan
10 9 8
Pengenalan Olahraga
7 6
Permainan dan Modifikasi Olahraga
5
H I D U P
Kecakapan Hidup di Alam Bebas
P E R S O N A L
4 3
Aktivitas Pengkondisian Fisik/Jasmani
2 1
Ritmik dan Tarian
Permainan (Games)
Akuatik (bila mungkin)
Kebugaran Jasmani 1. 2.
Sikap dan Perilaku 1. 2. 3. 4. 5.
Memercayai Menghargai Inisiatif Kerja sama Kepemimpinan/Bawahan
Pengambilan Resiko Keselamatan
Senam (kelas)
Kesadaran akan Tubuh, Gerakan dan, Keterampilan Gerak Dasar
Gambar 2.7: Struktur Materi Penjasorkes 25
Komponen Kesehatan Komponen Keterampilan
Dari gambar 2.7 di atas, maka dapat dicermati bahwa materi pembelajaran: (1) untuk TK hingga kelas 3 SD mencakup kesadaran akan tubuh dan gerakan, kecakapan gerak dasar, gerakan ritmik, permainan, akuatik (bila mungkin), senam kebugaran jasmani serta pembentukan sikap tubuh dan perilaku, (2) untuk kelas 4 hingga 6 SD adalah aktivitas pembentukan tubuh, permainan dan modifikasi olahraga, kecakapan hidup di alam bebas, dan kecakapan hidup personal (kebugaran jasmani serta pembentukan sikap dan perilaku), (3) untuk kelas 7 dan 8 SMP meliputi teknik/keterampilan dasar permainan dan olahraga, senam, aktivitas ritmik, akuatik, kecakapan hidup di alam terbuka, dan kecakapan hidup personal (kebugaran jasmani serta pembentukan sikap dan perilaku), dan (4) untuk kelas 9 SMP hingga kelas 12 SMA adalah teknik permainan dan olahraga, uji diri/senam, aktivitas ritmik, akuatik, kecakapan hidup personal (kebugaran jasmani serta pembentukan sikap dan perilaku). Setakat kini, manajemen kegiatan pembelajaran di SD untuk kelas I, II, dan III di setiap mata pelajaran masih dilakukan secara terpisah, utamanya pada mata pelajaran Pendidikan Agama, Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (Penjasorkes), serta Seni Budaya dan Keterampilan. Boleh jadi mata pelajaran yang lainnya: Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengatahuan Alam, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Ilmu Pengetahuan Sosial juga belum sepenuhnya dikelola secara terpadu dan tematik. Pembelajaran mata pelajaran di SD pada kelas-kelas tertentu, yang disajikan secara terpisah dan tidak dipadukan sebenarnya menyalahi kaidah DAP (NAEYC, 2009). Pembelajaran mata pelajaran yang terpisah dan tidak dipadukan akan menyebabkan pola pikir holistis anak kurang berkembang dan ini menyulitkan bagi anak, karena tidak searah dengan tahapan perkembangan anak. DAP (Developmentally Appropiate Practice) merupakan aksioma dalam pembelajaran yang layak dan menyenangkan. Sebagai pendekatan pembelajaran yang layak dan menyenangkan, DAP melibatkan minat anak, sesuai dengan umur, pengalaman dan kemampuan anak, serta membantu anak mengalami tantangan yang bermakna dalam mencapai tujuan belajar. Tiga matra konsep DAP adalah: (1) layak atau patut menurut umur, artinya sesuai 26
dengan tahapan-tahapan perkembangan anak, (2) layak atau sepantasnya menurut lingkungan sosial dan budaya, yakni sesuai dengan pengalaman belajar yang bermakna, relevan dengan kondisi sosial budaya, dan (3) layak secara individual, yaitu sesuai dengan pertumbuhan dan karakteristik anak, kelebihannya, ketertarikannya dan berbagai pengalaman pribadinya. Atas dasar pemikiran di atas dan dalam rangka implementasi Standar Isi sebagaimana termuat dalam Standar Nasional Pendidikan, maka pembelajaran pada kelas awal SD yakni kelas satu, dua, dan tiga lebih sesuai bila dikelola dalam pembelajaran terpadu melalui pendekatan tematik (Permendiknas, 2006; BSNP, 2006), baik secara lintas/antar mata pelajaran ataupun intra mata pelajaran, tidak terkecuali mata pelajaran Penjasorkes (Graham et al, 2012). b. Pengertian dan Karakteristik Pembelajaran Tematik. Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran dan/atau mata keterampilan gerak yang digunakan dalam olahraga (interaksi konsep gerakan dan tema keterampilan) sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (Samsudin, 2008; Graham et al, 1980). Bermakna dalam arti bahwa siswa belajar berbagai konsep melalui pengalaman langsung dan riil. Jika dibandingkan dengan pendekatan konvensional, maka pembelajaran tematik tampak lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam belajar, sehingga siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran untuk membuat keputusan. Tema yang dimaksud adalah pokok pikiran atau ide utama yang menjadi fokus pemaduan. Dengan tema diharapkan akan
memberikan banyak
keuntungan, diantaranya: (1) siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu, (2) siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar-/lintas- dan intra- mata pelajaran dalam tema yang sama, (3) pe-mahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan, (4) kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain sesuai dengan pengalaman pribadi siswa, (5) siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas, (6) siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu 27
kemampuan dan keterampilan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari mata pelajaran lain, (7) guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua, tiga, atau empat pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan, dan (8) budi pekerti dan moral anak dapat ditumbuhkan dengan mengangkat sejumlah nilai budi pekerti sesuai dengan situasi dan kondisi. Tematik mengacu pada pilihan dan kepemilikan, atau terkait dengan subjek materi, topik, ide, tema atau proposal tertentu. Guru Penjasorkes menggunakannya untuk kepentingan analisis tematik, ajaran tematik, pendekatan tematik dan perencanaan tematik (Graham et al, 2012). Jadi, model pembelajaran tematik Penjasorkes, khususnya untuk siswa kelas I, II, dan III di SD dapat dilaksanakan dalam 2 (dua) alternatif yakni secara lintas/antar dan intra mata pelajaran. Sebagai salah satu model pembelajaran, pembelajaran tematik Penjasorkes memiliki sejumlah karakteristik, yaitu: 1). Berpusat pada siswa. Pembelajaran tematik berpusat pada siswa, hal ini sesuai dengan pendekatan modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar, sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator, yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar. 2). Memberikan pengalaman langsung. Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa. Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang konkret (riil) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak. 3). Menyajikan konsep dari beberapa mata pelajaran atau mata keterampilan gerak yang digunakan dalam olahraga (interaksi konsep gerakan dan tema keterampilan). Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran atau mata keterampilan gerak yang digunakan dalam olahraga dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk 28
membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. 4). Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas bila lintas/antar mata pelajaran dan jelas terpisah bila intra mata pelajaran, karena merujuk pada keterampilan gerak yang digunakan dalam olahraga (interaksi konsep gerakan dan tema keterampilan). Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat bertalian dengan kehidupan siswa. 5). Bersifat fleksibel. Pembelajaran tematik bersifat fleksibel. Guru Penjasorkes dapat mengaitkan materi ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain (secara lintas/antar), atau mengaitkan materi ajar mata keterampil-an gerak yang digunakan
dalam
olahraga
(interaksi
konsep
gerakan
dan
tema
keterampilan) dengan aktivitas fisik, permainan, olahraga, tari, dan rekreasi (secara intra), bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan di mana sekolah dan siswa berada. 6). Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan. Frasa ―belajar sambil bermain‖, artinya belajar dibarengi bermain, atau sebaliknya ―bermain sambil belajar‖, artinya bermain dibarengi belajar (Wardani, 2009). Titik tekan dari keduanya adalah belajar yang menyenangkan. Proses ini dipandang tepat bagi banyak kalangan dan dianggap menjadi suatu rumus baku untuk menggambarkan belajar yang efektif karena dibarengi dengan prinsip bermain. 7). Hasil pembelajaran sesuai dengan minat,kebutuhan, dan karakter siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat, kebutuhan, dan karakternya (Elfindri et al, 2012) c. Rambu-Rambu Pembelajaran Tematik Proses pembelajaran merupakan fenomena yang kompleks, guru Kelas dan guru Mata Pelajaran lebih banyak berhubungan dengan pola pikir siswa. Setiap siswa, siapapun, kapanpun, dan di manapun memiliki berbagai ragam kata, pikiran, sikap, dan tindakan yang dapat mengubah lingkungan, baik di keluarga, di sekolah, di tempat bermain, maupun di masyarakat. Pembelajaran terpadu yang saat ini telah disosialisasikan khususnya untuk siswa SD kelas 29
awal (kelas I, II, dan III) adalah dengan pendekatan tematik. Begitu nuansa tematik tersebut dilansir kepada guru dan kepala sekolah, maka sepertinya terjadi suatu ―kehebohan‖ (Depdiknas, 2009). Guru Kelas dan guru Penjasorkes khususnya, mulai terusik, berpikir dan bertanya-tanya, apakah selama ini pembelajaran yang rasanya sudah menghasilkan lulusan siswa-siswa berprestasi dianggap kurang berhasil?. Pemikiran-pemikiran semacam inilah yang boleh jadi akan menghambat terjadinya suatu inovasi di bidang pendidikan dan pembelajaran.
Model
pembelajaran
tematik
dengan
multikompetensi,
multimateri dan media, multistrategi dan metode, serta multievaluasi dan asesmen memungkinkan siswa memperoleh layanan yang sepadan dengan potensi dan tahap perkembangannya. Pemilihan dan penetapan suatu model pembelajaran yang akan diterapkan tentunya telah dipertimbangkan dari berbagai perspektif. Guru Penjasorkes, Guru Kelas dan Kepala Sekolah perlu memahami rambu-rambu pembelajaran tematik secara detail, karena model pembelajaran tematik harus dipadukan baik secara lintas/antar- atau intra- mata pelajaran. Sekadar bahan pertimbangan dalam mangelola pembelajarannya, berikut dikemukakan rambu-rambunya, yakni: 1). Tidak semua mata pelajaran harus dipadukan. 2). Dimungkinkan terjadi penggabungan kompetensi dasar (KD) lintas semester. 3). KD yang tidak dapat dipadukan, jangan dipaksakan untuk dipadukan. 4). KD yang tidak diintegrasikan, dibelajarkan secara tersendiri. 5). KD yang tidak tercakup pada tema tertentu, harus tetap diajarkan baik melalui tema lain ataupun disajikan secara tersendiri. 6). Kegiatan pembelajaran ditekankan pada kemampuan ―CALISTUNG‖ (membaca, menulis dan berhitung) dan kompetensi ―FMS‖ (fundamental motor or movement skills) serta pemahaman nilai-nilai moral. 7). Tema-tema yang dipilih disesuaikan dengan karakteristik siswa, lingkungan, dan daerah setempat. d. Jenis Tema dalam Mata Pelajaran Penjasorkes Tema adalah pokok pikiran atau ide utama yang menjadi fokus pemaduan. Penggunaan tema dimaksudkan sebagai wahana/sarana agar siswa mampu 30
1.1.1
1.1.
Rekreasi Negara
4 3 4 3 4 3 2 4 3 2 2
√ √ √ √ √ √ √ √ √ ... √
√ √ √ √ √ √ √ √ √ ... √
√ √ √ √ √ √ √ √ ... √
√
√
√
√
√
√
√
√
...
√
31
√
Keterangan: * = Diambil dari SK-KD ** = Diambil dari SK-KD *** = Merupakan analisis dan sintesis penjabaran SK-KD ke dalam Indikator Alat Komunikasi
Gejala Alam & Peristiwa
Pekejaan
Hewan & Tumbuhan
Kesehatan, Kebersihan & Keamanan
Transportasi
INDIKATOR ***
Lingkungan
Menerapkan konsep arah, waktu, dan daya dalam berjalan, berlari, dan melompat
Keluarga
Berjalan dengan lintasan gerak, objek/orang, arah, dan waktu
KOMPETENSI DASAR (KD)**
STANDAR KOMPETENSI (SK)*
Diri Sendiri
Berlari dengan waktu, lintasan gerak, dan objek/ orang ke berbagai arah
Melakukan gerak dasar lokomotor :
Mempraktikkan gerak dasar jalan, lari, dan lompat dalam permainan sederhana, serta nilai-nilai sportivitas, kejujuran, kerja sama, toleransi dan kepercayaan diri.
Permainan dan Olahraga 1. Mempraktikkan gerak dasar ke dalam permainan sederhana/aktivitas jasmani dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya
Melompat dengan level, waktu, dan daya ke berbagai arah
mengenal berbagai konsep secara lebih utuh, bermakna, holistis, mudah dan
jelas. Bila pembelajaran tematik bertujuan untuk menyajikan berbagai konsep
bidang studi secara lintas-/antarmata pelajaran atau intramata keterampilan
gerak dalam olahraga, maka terdapat beberapa tema pilihan. Menurut Samsudin
(2008) dalam konteks pembelajaran tematik Penjasorkes di SD, misalnya, untuk
siswa kelas I tersedia sebelas tema yang dapat dipilih, seperti terangkum dalam
tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1: Pemetaan SK, KD, Indikator dan Tema untuk Siswa Kelas I SD Mata Pelajaran Penjasorkes TEMA DAN WAKTU PER MINGGU
Sedangkan bila pembelajaran tematik bertujuan untuk menyajikan keteram-pilan gerak dalam olahraga atau interaksi konsep gerakan dan tema keterampilan secara lintas/antar atau antra mata keterampilan gerak, maka terdapat berbagai tema pilihan. Menurut Graham et al, (2012) dalam konteks pembelajaran Penjasorkes di SD untuk siswa kelas I, II, dan III tersedia beberapa jenis tema yang dapat dipilih. Tema-tema yang diajukan dan dicontohkan Graham dan sejawatnya perlu dipahami secara detail dan komprehensif. Oleh karena itu, guru Penjasorkes mutlak memahami isi dan pesan yang ada dalam ketiga tabel: 2.2, 2.3, 2.4, dan gambar 2.8 berikut. Tabel 2.2: Tema-tema Keterampilan yang Digunakan dalam Olahraga*
x x
x
x
x x x
x x x x x
x
x
x
x x x
x x x
x x x x
x x x x x x
x x
x
x
Volleyball
x x x x x
Ultimate Frisbee
Tumbling
x x
x
Track and Field
x x
x x x x x
x x x x x x x
Tennis
x x
Rock Climbing
x
Martial Arts
Hockey
Football
x
Softball
x
x x x x x x x x x x
Soccer
x x x
x x x x x
Golf
x
Dance
Traveling Chasing, fleeing, dodging Jumping, landing Balancing Transferring wight Rolling Kicking Punting Throwing Catching Volleying Dribbling Striking with rackets Striking with golf clubs Striking with bats Striking with hockey stick
Basketball
SKILL THEMES
Aerobics
SPORTS
x x x x x
x
x
x
x x x x
x x x
x x x
* This table is intended only to suggest how various sklill themes are applied in sports contexts
Tema-tema keterampilan merupakan ide gagasan atau pokok pikiran digunakan untuk memadukan antara jenis keterampilan gerak dasar dan konsep gerakan pada cabang olahraga yang dipelajari. Setiap cabang olahraga tertentu memerlukan pola, jenis keterampilan gerak dasar dan konsep gerakan tertentu pula. Jenis keterampilan gerak dasar itu sendiri untuk peningkatan komponen-komponennya, juga dapat dipakai sebagai tema tersendiri, misalnya menjadi tema: (1) keterampilan lokomotor, (2) keterampilan stabilitas / nonlokomotor / nonmanipulatif, dan (3) keterampilan manipulatif.
32
Tabel 2.3: Konsep Gerakan* Space Awareness (where the body moves)
Effort (how the body moves)
Relationships
Location:
Self-Space and General-Space Time: Fast/Slow Of body parts: Round (Curved), Narrow, Sudden/Sustained Wide, Twisted, Symmetrical/Nonsymmetrical
Directions:
Up/Down Forward/Backward
Force: Strong/Light
With Objects and /or People: Over/Under, On /Off.
Right/Left Clockwise/Counterclockwise
Flow:
Near/Far, in Front / Behind, Along /Through, Meeting/Parting, Surrounding, Around, Alongside
Bound/Free
Levels:
Low/Middle/High
With People: Leading /Following, Mirroring /
Pathways:
Straight/Curved Zigzag
Matching, Unison /Contrast, Alone in a Mass, Solo, Partners, Groups, Between Groups
Extension:
Large/Small Far/Near
*This table represents many of the movement concepts taught in elementary school physical education. It is not meant to be all-inclusive, but to provide examples of movement concepts.
Tabel 2.4: Tema-tema Keterampilan* Locomotor Skills: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Walking Running Hopping Skipping Galloping Sliding Chasing, Fleeing, and Dodging
Nonmanipulative Skills: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Turning Twisting Rolling Balancing Transferring weight Jumping and Landing Stretching Curling
Manipulative Skills: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Throwing Catching and Collecting Kicking Punting Dribbing Volleying Striking with rackets Striking with long -handled implement
*This table represents many of the skill themes taught in physical education. It is not meant to be all-inclusive, but to provide examples of skill themes.
33
Gambar 2.8: Kerangka Kerja Analisis Gerakan (Roda) Menggambarkan Interaksi Konsep Gerakan dan Tema Keterampilan. e. Prinsip Pemilihan Tema Pemilihan tema hendaknya memperhatikan prinsip 5K sebagai berikut: 1). Kedekatan, artinya tema dipilih mulai dari yang terdekat dari kehidup-an
siswa hingga tema yang semakin menjauh. 2). Kesederhanaan, artinya tema dipilih mulai dari yang mudah menuju ke
yang sulit, dan dari yang sederhana menuju ke yang lebih kompleks. 3). Kekonkretan, artinya tema yang dipilih bersifat konkret menuju ke yang
abstrak. 4). Kemenarikan, artinya tema yang dipilih hendaknya menarik dan memung-
kinkan terjadinya proses berpikir pada pribadi siswa, 34
5). Kesesuaian, artinya ruang lingkup tema sesuai dengan umur, minat,
kebutuhan, kemampuan, dan tingkat perkembangan siswa. Secara operasional guru Penjasorkes dalam menetapkan dan memilih tema perlu berorientasi pada hal-hal sebagai berikut: 1). Tema tidak terlalu luas, namun dapat dengan mudah dipergunakan untuk memadukan banyaknya mata pelajaran atau mata keterampilan gerak yang digunakan dalam olahraga. 2). Tema bermakna, artinya bahwa tema yang dipilih untuk dikaji harus memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya. 3). Tema harus sesuai dengan tingkat perkembangan psikologis siswa. 4). Tema yang dikembangkan harus mampu mewadahi sebagian besar minat anak di sekolah/kelas. 5). Tema yang dipilih mempertimbangkan peristiwa-peristiwa otentik yang terjadi di dalam rentang waktu belajar. 6). Mempertimbangkan kurikulum yang berlaku dan harapan masyarakat terhadap hasil belajar siswa dan mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar. f. Alokasi Waktu Pembelajaran Tematik Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus tematik merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai KD yang dibutuhkan oleh siswa yang beragam. Alokasi waktu yang tersedia untuk pembelajaran tematik adalah 35 menit untuk satu jam pelajaran tatap muka, 26-28 jam pelajaran dalam per minggu, 34-38 minggu efektif per tahun, 884-1064 waktu per tahun, dan 3094037240 menit (Permendiknas, 2006), dengan jatah waktu untuk masing-masing mata pelajaran adalah: 1). 15% untuk Pendidikan Agama 2). 50% untuk Bahasa Indonesia dan Matematika: membaca, menulis dan berhitung (Calistung) 3). 35% untuk Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Sosial, Pengetahuan Alam, Seni Budaya dan Keterampilan, serta Penjasorkes. 35
Perlu diketahui bahwa untuk siswa SD kelas I, II dan III seharusnya tidak dikenal penjadwalan mata pelajaran. Setakat kini fakta berbicara lain (ironis). Jika terdapat indikator dalam berbagai mata pelajaran yang tidak dapat dipadukan dalam tema, maka guru Kelas dan Penjasorkes dapat bekerjasama membuat tema khusus untuk indikator tersebut, atau guru Penjasorkes membuat tema sendiri berdasarkan mata keterampilan gerak dalam olahraga (interaksi konsep gerakan dan tema keterampilan). Mata pelajaran agama yang memiliki karaktristik lebih khusus (karena beragam, lebih dari satu agama) dapat diserahkan kepada guru Agama masing-masing. g. Persiapan Pelaksanaan Pembelajaran Tematik Pembalajaran tematik dikembangkan guru Penjasorkes melalui 4 (empat) tahap, yaitu: (1) guru Penjasorkes harus sudah memiliki tema untuk satu tahun dan guru melakukan analisis dan sintesis SK, KD, dan Indikator dari KTSP, (2) membuat kaitan antara KD, Indikator dengan Tema dan membuat jaringan indikator, (3) menyusun model silabus tematik, dan (4) menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) tematik. Persiapan pelaksanaan pembelajaran tematik terdiri atas beberapa tahap, antara lain:
1). Pemetaan KD. Kegiatan pemetaan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan utuh semua SK, KD, dan Indikator dari berbagai mata pelajaran atau mata keterampilan gerak dalam olahraga yang dipadukan dalam tema yang dipilih. Kegiatan yang dilakukan adalah: a). Penjabaran SK, KD ke dalam Indikator Menjabarkan SK dan KD dari setiap mata pelajaran atau mata keterampilan gerak yang digunakan dalam olahraga (interaksi konsep gerakan dan tema keterampilan) ke dalam Indikator, dengan memperhatikan hal-hal berikut : (1). Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik siswa (2). Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik mata pelajaran (3). Indikator dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan dapat diamati. 36
b). Penentuan tema, dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu : (1). Mempelajari SK dan KD yang terdapat pada masing-masing mata pelajaran atau mata keterampilan gerak yang digunakan dalam olahraga (interaksi konsep gerakan dan tema keterampilan), dilanjutkan dengan menentukan tema yang sesuai. (2). Menetapkan terlebih dahulu tema-tema pengikat keterpaduan, dilanjutkan dengan mengidentifikasi KD dari berbagai mata pelajaran atau mata keterampilan gerak yang digunakan dalam olahraga (interaksi konsep gerakan dan tema keterampilan), yang cocok dengan tema yang telah ada. Untuk menentukan tema tersebut guru Penjasorkes dapat bekerjasama dengan guru Kelas dan siswa sehingga sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. (3). Analisis dan Sintesis SK, KD dan Indikator Menganalisis, mensintesis, dan menilai untuk setiap SK, KD, dan Indikator yang cocok untuk setiap tema sehingga SK, KD, dan Indikator dari mata pelajaran dan mata keterampilan gerak yang digunakan dalam olahraga (interaksi konsep gerakan dan tema keterampilan) telah terpadu tuntas/habis. 2). Penetapan Jaringan Tema Pembuatan jaringan tema dilakukan dengan cara menghubungkan KD dan Indikator dengan tema pemersatu. Dengan jaringan tema tersebut akan terlihat kaitan antara tema, KD dan Indikator dari setiap mata pelajaran atau mata keterampilan gerak yang digunakan dalam olahraga (interaksi konsep gerakan dan tema keterampilan). Jaringan tema ini dapat dikembangkan sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia untuk setiap tema. Samsudin (2008) mencontohkan jaringan tema khusus untuk kelas I Semester 1 pada minggu III (ketiga) dengan tema lingkungan seperti pada gambar 2.9 di bawah ini.
37
BAHASA INDONESIA
JARINGAN TEMA
Melafalkan bunyi bahasa secara tepat. Menyebutkan data diri (nama, kelas, sekolah, dan tempat tinggal dengan kalimat
sederhana. Menyebutkan nama orang tua dan saudara kandung. Menanyakan data diri dan nama orang tua serta saudara teman sekelas. Mengenali huruf-huruf dan membacanya sebagai suku kata, kata dan kalimat sederhana. Membaca nyaring satu paragraph dengan lafal dan intonasi yang tepat. Memvaca teks pendek dengan lafal dan intonasi yang benar. Menebalkan berbagai bentuk gambar, lingkaran dan bentuk huruf
MATEMATIKA
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Membaca dan menulis lambang
Menyebutkan alamat tempat tinggal. Menyebutkan anggota keluarga yang
bilangan.
Membandingkan dua kumpulan benda melalui istilah lebih banyak, lebih sedikit, atau sama banyak. Menyebutkan perbedaan antara pagi dan malam hari. Menyebutkan hasil pengelompokkan bangun ruang sederhana.
tinggal dalam satu rumah.
.Menghitung jumlah anggota jumlah Tema
keluarga yang tinggal dalam lingkungan rumahnya.
LINGKUNGAN Minggu III SENI BUDAYA DAN KETERAMPILAN
Mengelompokkan berbagai jenis: bintik
PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN (PENJASORKES)
garis, bidang, warna, dan bentuk pada benda dua dan tiga dimensi di alam sekitar. Mengelompokkan berbagai ukuran: bintik, garis, bidang, warna dan bentuk pada benda dua dan tiga dimensi di alam sekitar.
Berlari dengan waktu, lintasan gerak, dan objek/orang ke berbagai arah
Melompat dengan level, waktu, dan daya ke berbagai arah.
ILMU PENGETAHUAN ALAM
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Menyebutkan kegunaan bagian-bagian
Menyebutkan jenis kelamin
tubuh.
Menyebutkan anggota gerak tubuh. Mengelompokkan benda dengan
anggota keluarga.
Menyebutkan agama-agama yang ada di Indonesia.
berbagai cara yang diketahui anak.
Gambar 2.9: Jaringan Tema Lingkungan 3). Penyusunan Model SilabusTematik Hasil seluruh proses yang dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya dijadikan dasar dalam penyusunan model silabus. Beberapa desainer kurikulum berpendapat bahwa terdapat berbagai jenis komponen silabus yang tersusun dalam suatu matriks silabus. Hal inilah yang perlu dicermati dan dipilih oleh suatu institusi dalam mengklasifikasi komponenkomponen tersebut. Setiap institusi berdasarkan kriteria atau standar yang diacu dapat menentukan sendiri komponen apa yang dipilih dan disusun pada matriks dalam menyusun silabus suatu mata pelajaran. Pada prinsipnya semakin rinci silabus akan semakin memudahkan guru Penjasorkes dalam menjabarkannya ke dalam RPP. Adapun model silabus tematik kali ini disistematisasikan dalam format tabel 2.5 sebagai berikut. 38
Tabel 2.5: Format Silabus Tematik Intra FORMAT SILABUS TEMATIK INTRA Nama Sekolah Mata Pelajaran/Tematik Kelas/Semester Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Alokasi Waktu Materi Pokok/ Pembelajaran
Indikator
: : : : : : :
... ... ... ... ... ... ...
Kegiatan/Pengalaman Belajar
Tema
Penilaian Teknik Penilaian
Bentuk Instrumen
Contoh Instrumen
Alokasi Waktu
Sumber Belajar
Catatan: Sekolah Mempertimbangkan Karakteristik Daerah Setempat.
4). Penyusunan RPP Tematik Intra Untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran, guru Penjasorkes harus menyusun RPP. Dalam hal ini, kuncinya ada di ―Desain Pembelajaran‖. RPP yang dimaksud sebagai realisasi penjabaran lebih lanjut dari silabus tematik yang berfungsi untuk mengarahkan kegiatan belajar siswa dalam upaya menguasai KD dan Indikator. RPP tematik disusun oleh guru Penjasorkes dengan prosedur atau tatalangkah sebagai berikut: a). Menulis Identitas (nama satuan pedidikan, mata pelajaran yang akan dipadukan, kelas/semester, tema, alokasi waktu dan pelaksanaannya). b). Menentukan KD dan Indikator yang akan dilaksanakan (telah terumuskan dalam jaringan tema). c). Merumuskan Tujuan Pembelajaran (operasional, lengkap, dan jelas A=Audience, B=Behavior, C=Condition, dan D=Degree-nya). d). Menentukan Materi Pembelajaran (materi pokok/ajar yang perlu dipelajari siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran). e). Menentukan Strategi Pembelajaran (aktivitas atau kegiatan pembelajaran didesain untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar siswa dengan guru, materi pokok, lingkungan dan sumber belajar lainnya untuk menguasai KD dan Indikator. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan/approach, metode/method, perilaku/ 39
behavior, dan gaya/style mengajar yang sesuai dengan strategi yang dipilih. Aktivitas ini tertuang dalam kegiatan pembelajaran; yang terdiri atas kegiatan pembukaan/pre-impact, inti/impact: set of decisions that must be made, dan penutup/post-impact (Mosston & Ashworth, 2008). f). Menetapkan Kegiatan Pembelajaran (lengkap, jelas,dan sistematis). g). Memilih Sumber Belajar (mencakup referensi, lingkungan, media, alat dan bahan yang digunakan untuk memperlancar kegiatan pembelajaran tematik sesuai dengan KD dan indikator yang harus dikuasai). h). Menentukan Penilaian dan Tindak Lanjut Pembelajaran (prosedur dan instrumen yang akan digunakan untuk menilai pencapaian hasil belajar siswa serta tindak lanjut proses dan hasil penilaian). Adapun model RPP dalam pembelajaran tematik kali ini disistematisasikan dalam format tabel 2.6 sebagai berikut. Tabel 2.6: Format Rencana Program Pembelajaran Tematik Intra FORMAT RPP TEMATIK INTRA A. Identitas Mata Pelajaran 1. Nama Sekolah 2. Mata Pelajaran 3. Kelas/Semester 4. Tema 5. Kompetensi Dasar
6. Indikator
7. Alokasi Waktu 8. Pelaksanaan B. C. D. E.
Tujuan Pembelajaran Materi Pembelajaran Metode Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran 1. Pembukaan/Pre-Impact 2. Inti/Impact 3. Penutup/Post-Impact F. Sumber Belajar G. Penilaian dan Tindak Lanjut
: : : : : : : : : : : : :
... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...
: ... : .... : .... : : ... : ... : ... : ... : ...
Mengetahui
Surakarta, Medio Agustus 2012
Kepala Sekolah,
Guru Penjasorkes,
NIP
NIP
40
h. Pelaksanaan Pembelajaran Tematik Intra Pelaksanaan pembelajaran tematik setiap hari dilakukan dengan mengguna-kan 3 (tiga) tahap kegiatan, yaitu: (1) kegiatan pembukaan/awal/preimpact, (2) kegiatan inti/impact, dan (3) kegiatan penutup/akhir/post-impact. Alokasi untuk setiap tahapan adalah kegiatan pembukaan lebih-kurang satu jam pelajaran (1x35 menit), kegiatan inti tiga jam pelajaran (3x35 menit), dan kegiatan penutup satu jam pelajaran (1x35 menit). 1). Kegiatan Pembukaan/Awal/Pre-Impact Kegiatan ini dilakukan terutama untuk menciptakan suasana awal pembelajaran untuk mendorong atau memotivasi siswa memfokuskan dirinya agar mampu mengikuti pembelajaran dengan baik. Sifat kegiatan pre-impact adalah intent-objectives dan kegiatan untuk pemanasan. Pada tahap ini dapat dilakukan penggalian terhadap pengalaman anak tentang tema yang akan disajikan. Beberapa contoh kegiatan yang dapat dilakukan adalah bercerita, kegiatan fisik/jasmani, dan menyanyi. 2). Kegiatan Inti/Impact Kegiatan inti/impact merupakan action-implementation dan difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk membangun kemampuan ―CALISTUNG‖ (membaca, menulis, dan berhitung) serta kompetensi ―FMS‖ (fundamental motor or movement skills) serta pemahaman nilai-nilai moral.
Penyajian
materi
pokok/pembelajaran
dilakukan
dengan
menggunakan berbagai strategi/metode yang bervariasi dan dapat dilakukan secara klasikal, kelompok kecil, ataupun perorangan. 3). Kegiatan Penutup/Akhir/Post-Impact Kegiatan
penutup/post-impact
merupakan
assessment-feedback
dan
berorientasi untuk menenangkan. Beberapa contoh kegiatan akhir yang dapat dilakukan adalah merangkum, menyimpulkan/mengungkapkan hasil pembelajaran yang telah dilakukan, bercerita dari buku, pantomim, pesanpesan moral, dan apresiasi musik.
41
Contoh Kegiatan: Pelaksanaan Pembelajaran per Hari Dapat Dijabarkan Menjadi seperti tertera dalam tabel 2.7 berikut: Tabel 2.7: Penjabaran Kegiatan Pelaksanaan Pembelajaran Tematik Intra Kegiatan Pembukaan/Pre-Impact
Inti/Impact
Penutup/Post-Impact
Jenis Kegiatan
Sampel Gambar
Anak berkumpul di lapangan sambil bernyanyi, atau sambil menari mengikuti irama musik. 1. Mempraktikkan berbagai jenis aktivitas untuk pengembangan jalan, misalnya: dengan permainan “Marching on the Spot” 2. Mempraktikkan berbagai jenis aktivitas untuk pengembangan lari, misalnya: dengan permainan sederhana “City Gates” 3. Mempraktikkan berbagai jenis aktivitas untuk pengembangan melompat, misalnya: dengan permainan “Jumping A Long Rope” Bercerita atau membaca cerita dari buku
Alokasi Waktu 10 menit.
15 menit.
20 menit.
15 menit.
i. Penilaian Pembelajaran Tematik 1). Pengertian dan Tujuan Penilaian. Penilaian dalam pembelajaran tematik adalah suatu usaha untuk mendapatkan berbagai informasi (data) secara berkala, kontinu, dan menyeluruh tentang proses dan hasil belajar dari pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh siswa melalui program kegiatan pembelajaran. Setidaknya dalam penilaian ada 4 (empat) hal yang perlu diperhatikan dalam menilai hasil belajar siswa pada mata pelajaran Penjasorkes. Pertama, penilaian pembelajaran tematik ditujukan untuk menilai hasil belajar siswa secara komprehensif, mencakup aspek psikomotor, kognitif, dan afektif. Informasi hasil belajar yang menyeluruh tersebut memuat berbagai bentuk sajian, yakni berupa angka prestasi, klasifikasi, dan diskripsi naratif sesuai aspek yang dinilai. Informasi data dalam bentuk angka cocok untuk menyajikan prestasi pada aspek psikomotor dan kognitif. Sajian dalam bentuk klasifikasi/kategorisasi 42
10
e n i t .
disertai dengan deskriptif-naratif cocok untuk melaporkan aspek afektif. Kedua, hasil pembelajaran dapat digunakan untuk menentukan pencapaian indikator kompetensi dan untuk melakukan pembinaan nilai sosial dan pribadi siswa. Ketiga, penilaian oleh guru Penjasorkes terutama ditujukan untuk pengembangan seluruh potensi siswa, termasuk pembinaan karakter dan prestasi. Misalnya, siswa kurang berminat terhadap mata pelajaran Penjasorkes, maka hendaknya diberi motivasi agar ia menjadi lebih berminat. Keempat, untuk memperoleh data yang lebih dapat dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan perlu digunakan banyak teknik penilaian yang dilakukan secara berulang dan berkesinambungan. Adapun
tujuan
penilaian
(evaluasi
dan
asesmen
alternatif)
pembelajaran tematik adalah untuk: (1) mengetahui pencapaian indikator yang telah ditetapkan, (2) memperoleh umpan balik bagi guru Penjasorkes, (3) mengetahui hambatan yang terjadi dalam pembelajaran maupun efektivitas pembelajaran, (4) memperoleh gambaran yang detail dan jelas mengenai perkembangan keterampilan, pengetahuan, dan sikap siswa, dan (5) sebagai acuan dalam menentukan rencana tindak lanjut (remedial, pengayaan, dan pemantapan). 2). Prinsip dan Instrumen Penilaian Prinsip
penilaian
mengacu
pada
standar
pendidikan
jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Prinsip tersebut meliputi: (1) sahih, (2) objektif, (3) adil, (4) terpadu, (5) terbuka, (6) menyeluruh dan berkesinambungan, (7) sistematis, (8) beracuan kriteria, dan (9) akuntabel (BSNP, 2007). Untuk pembelajaran tematik khususnya, 5 (lima) prinsip penilaian berikut perlu diapresiasi oleh guru Penjasorkes, yakni: (1) penilaian di kelas I, II, dan III mengikuti aturan penilaian kelompok mata pelajaran yang berlaku di SD. Mengingat bahwa siswa kelas I SD belum semuanya lancar ―CALISTUNG‖ dan tangkas ―FMS‖, maka cara penilaian di kelas I tidak ditekankan pada penilaian secara tertulis, (2) kemampuan ―CALISTUNG‖ dan kompetensi ―FMS‖ merupakan keterampilan yang harus dikuasai oleh siswa kelas I, II, dan III. Oleh karena itu, penguasaan terhadap kedua kompetensi tersebut adalah prasyarat untuk kenaikan kelas, 43
(3) penilaian dilakukan dengan mengacu pada indikator dari masing-masing KD dan hasil belajar dari mata pelajaran, (4) penilaian dilakukan secara kontinu dan selama proses belajar mengajar berlangsung, misalnya sewaktu siswa bertanya tentang apa yang dipelajari pada kegiatan awal/pre-impact, membaca teks atau melakukan gerak pada kegiatan inti/impact, dan menyanyi sambil menari pada kegiatan akhir/post-impact, dan (5) hasil karya/kerja siswa dapat digunakan sebagai bahan masukan guru Penjasorkes dalam mengambil keputusan siswa, misalnya; penggunaan angka, ejaan kata, maupun simbul gembira dan sedih, dan sebagainya. Adapun alat atau instrumen penilaian untuk pembelajaran tematik dapat berupa tes dan nontes (Hopple, 2008). Instrumen penilaian yang tergolong tes meliputi: tes praktik/kinerja/performa, tes tertulis, dan tes lisan, sedangkan yang termasuk nontes meliputi: observasi/pengamatan, catatan harian, penugasan, portofolio dan jurnal (BSNP, 2006). Dalam kegiatan pembelajaran tematik di kelas awal (I, II, dan III) penilaian yang lebih sering digunakan adalah melalui penugasan dan portofolio. Guru Penjasorkes menilai siswa melalui observasi yang dicatat pada sebuah buku bantu dan hasil tugas harian. Sedangkan tes tertulis dan tes performa/kinerja digunakan untuk menilai kemampuan menulis dan keterampilan gerak siswa seperti tertera dalam tabel 2-8 berikut. Tabel 2.8: Matriks Penilaian Pembelajaran Tematik Intra Penilaian (Asesmen Alternatif) Indikator Berlari dengan waktu, lintasan gerak, dan objek/orang ke berbagai arah: Berlari maju dan mundur serentak dengan langkah cepat dan percaya diri. Berlari ke kanan atau ke kiri mengikuti garis segi empat dengan pola gerak cepat dan saling toleran. Berlari berbelok-belok melewati rintangan teman dengan variasi gerak cepat dan bekerjasama. Berlari lurus ke depan secepat mungkin mengikuti lintasan sejauh 5 (lima) meter dengan jujur dan sportif. Mencontohkan ragam aktivitas lari. Melompat dengan level, waktu, dan daya ke berbagai arah: Melompat melewati kardus yang sama dengan lompatan cepat minimal 5 (lima) kali dan percaya diri. Melompat melewati tali pada ketinggian yang berbeda dengan lambat ke berbagai arah dan sportif. Menyebutkan jumlah lompatan yang dilakukan.
Tema
Lingkungan
Lingkungan
Teknik Penilaian
Bentuk Instrumen
Contoh Instrumen
Tes Performa dan Observasi
Demonstrasi dan Cheeklist.
Tes Performa dan Observasi
Demonstrasi dan Cheeklist.
Tes Performa dan Observasi
Demonstrasi dan Cheeklist.
Tes Performa dan Observasi
Demonstrasi dan Cheeklist.
Peragakan gerak lokomotor lari cepat sesuai aturan secara jujur dan sportif!
Penugasan individual
Pekerjaan rumah
Berilah dua contoh gerak lokomotor lari?
Tes Performa dan Observasi
Demonstrasi dan Cheeklist.
Peragakan gerak lokomotor lompat cepat sesuai aturan dengan percaya diri!
Tes Performa dan Observasi
Demonstrasi dan Cheeklist.
Peragakan gerak lokomotor lompat tali sesuai aturan secara sportif!
Tes Lisan
Daftar Pertanyaan
Berapa kali ―Amir‖ berhasil melompat cepat?
44
Peragakan gerak lokomotor lari maju-mundur cepat secara serentak dan percaya diri! Peragakan gerak lokomotor lari sesuai arah secara cepat dan saling toleran! Peragakan gerak lokomotor lari sesuai kondisi formasi secara cepat dan bekerjasama!
3). Aspek Penilaian Pada model pembelajaran tematik penilaian dilakukan untuk mengkaji atau menelaah ketercapaian kompetensi dasar dan indikator pada tiap-tiap mata pelajaran atau pada tiap mata keterampilan gerak yang digunakan dalam olahraga (interaksi konsep gerakan dan tema keterampilan) yang terdapat pada tema tersebut. Niali akhir pada laporan (rapor) dikembalikan pada kompetensi kelompok mata pelajaran yang terdapat pada kelas satu, dua, dan tiga Sekolah Dasar, yaitu Penjasorkes, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya dan Keterampilan,dan Pendidikan Agama. j. Implikasi Pembelajaran Tematik Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik di SD mempunyai berbagai implikasi yang mencakup:
1). Implikasi Bagi Guru Pembelajaran tematik memerlukan guru penjasorkes yang kreatif baik dalam menyiapkan kegiatan atau pengalaman belajar bagi anak, juga memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran atau mata keterampilan gerak yang digunakan dalam olahraga dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik, menyenangkan dan utuh. 2). Implikasi Bagi Siswa a). Siswa hendaknya siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang dalam pelaksanaannya dimungkinkan bekerja secara individual, kelompok kecil, dan klasikal. b). Siswa hendaknya siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang berragam secara aktif, misalnya, melakukan diskusi kelompok, mengadakan penelitian sederhana, dan pemecahan masalah. 3). Implikasi terhadap Sarana, Prasarana, Sumber Belajar dan Media a). Pembelajaran tematik pada hahikatnya menekankan pada siswa baik secara individual maupun kelompok untuk aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistis dan autentik. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya memerlukan berbagai sarana dan prasarana belajar. 45
b). Pembejaran tematik ini mutlak menggunakan berbagai sumber belajar, baik yang sifatnya perlu didesain secara khusus maupun yang telah tersedia di lingkungan setempat. c). Pembelajaran tematik ini juga mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran yang berragam sehingga akan membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang abstrak. d). Penerapan pembelajaran tematik di SD masih dapat menggunakan referensi yang sudah ada saat ini untuk masing-masing mata pelajaran dan dimungkinkan pula untuk menggunakan referensi saplemen khusus yang memuat materi ajar yang terintegrasi. 4). Implikasi terhadap Pengaturan Ruangan Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran tematik perlu melakukan pengaturan ruangan agar suasana belajar menyenangkan. Pengaturan ruang tersebut meliputi: a). Ruang perlu ditata disesuaikan dengan tema yang sedang dilaksanakan. b). Suasana bangku siswa atau peralatan yang digunakan dapat berubahubah disesuaikan dengan keperluan pembelajaran yang sedang berlangsung. c). Siswa tidak selalu duduk di kursi, tetapi dapat duduk di karpet atau alas yang lain. d). Kegiatan hendaknya berragam dan dapat dilaksanakan baik di dalam ruang kelas maupun di luar kelas. e). Dinding kelas dapat dimanfaatkan untuk memajang hasil karya siswa dan dimanfaatkan sebagai sumber belajar. f). Alat, sarana dan sumbel belajar hendaknya dikelola sehingga memudahkan siswa untuk menggunakan dan menyimpan kembali. 5). Implikasi terhadap Pemilihan Metode Sesuai
dengan
karakteristik
pembelajaran
tematik,
maka
dalam
pembelajaran yang dilakukan perlu disiapkan berbagai jenis kegiatan dengan menggunakan multimetode atau multigaya mengajar. Misalnya percobaan, bermain peran, bercakap-cakap, diskusi, demonstrasi, komando, latihan, resiprokal, koreksi sendiri, dan inklusi. 46
5. Keterampilan Gerak Dasar, Aktivitas, dan Pengukurannya a. Keterampilan Gerak Dasar (KGD) 1). Pengertian dan Fungsi KGD Peran Penjas Adaptif dalam kurikulum sekolah adalah untuk membantu siswa mengembangkan kompetensi dan kepercayaan yang diperlukan untuk memadukan aktivitas fisik secara teratur dalam kehidupan mereka. Melalui keterlibatan yang baik dalam program Penjas Adaptif, siswa dapat memperoleh manfaat fisik dan pribadi. Satu
bagian
yang
terpenting
dalam
Penjas
Adaptif
adalah
pembelajaran KGD, karena KGD memberikan landasan yang luas bagi kemampuan gerak yang lebih rumit, agar keterampilan yang lebih tinggi dapat dikembangkan. Tanpa memiliki KGD, kecil kemungkinannya siswa mempelajari keterampilan gerak yang terkait dengan keterampilan olahraga. Penguasaan terhadap KGD telah terbukti memengaruhi siswa dalam banyak hal. Siswa yang menguasai KGD lebih berhasil dalam berpartisipasi di banyak kegiatan olahraga serta tetap menjaga keterlibatannya selama masa kanak-kanak dan masa remaja. Keterlibatan secara teratur dalam olahraga dan aktivitas gerak memberi keuntungan dalam kebugaran jasmani yang berhubungan dengan kesehatan. Mereka dapat merasakan bagaimana dirinya dipengaruhi oleh keterampilan fisiknya. Siswa yang telah menguasai keterampilan gerak dasar ternyata mereka merasa berkompeten, diterima secara sosial dan bersikap positif terhadap aktivitas fisik. Intinya, KGD membantu menyiapkan siswa untuk bergaya hidup sehat. KGD adalah aktivitas gerak umum yang dapat diamati dalam pola gerak spesifik. Keterampilan gerak yang umumnya digunakan dalam aktivitas gerak olahraga adalah KGD tingkat lanjut (advanced). Contohnya: menangkap dalam softball dan cricket, melempar pada baseball, lempar lembing, servis tenis, melempar pada netball; merupakan keterampilan tingkat lanjut dari gerak melempar overhand. Keberadaan seluruh atau 47
sebagian dari lemparan overhand dapat dideteksi dalam pola yang digunakan dalam keterampilan gerak olahraga yang spesifik. Hubungan yang serupa dapat dideteksi di antara KGD yang lain dengan keterampilan gerak spesifik olahraga. Amati gambar 2.10 berikut.
Softball
Cricket
Voli
Badminton
Netball
Baseball
Lempar Lembing
Tenis
Gambar 2.10: Hubungan antara KGD dan Keterampilan Gerak Spesifik Olahraga (Overarm Throw).
2). Klasifikasi KGD Keterampilan keterampilan gerak dasar dan aktivitasnya dikelompokkan dalam tiga kategori (ACHPER, 2009; Online: www.sportnz.org.nz., 2012). a). Keterampilan Lokomotor, melibatkan gerak tubuh ke segala arah dari satu titik ke titik yang lain. Yang termasuk keterampilan lokomotor ini adalah berjalan, berlari, menghindar, meloncat, melompat, dan melompat-lompat. b). Keterampilan Stabilitas melibatkan baik keseimbangan statis (dalam keadaan diam) maupun dinamis (dalam keadaan bergerak), dan rotasi (putaran). c). Keterampilan Manipulatif melibatkan memegang dan mengendalikan alat dengan tangan, kaki atau menggunakan (tongkat, pemukul atau 48
raket). Yang terkategori dalam keterampilan manipulatih adalah: melempar, dan menang-kap, memukul dengan tangan, kaki dan aplikasinya (misalnya: menendang, memvoli, memukul, dan mendribel) 3). Fase Belajar KGD Setiap keterampilan gerak dibagi ke dalam tiga fase belajar yang merupakan kemajuan dari yang sederhana (discovering) menuju ke yang lebih kompleks (consolidating = penggabungan) (www.sportnz.org.nz., 2012). Setiap siswa akan berbeda pada fase yang berbeda bergantung pada pengalaman belajar dan sebelum belajar. Setiap fase belajar memiliki karakteristik berbeda. Secara rinci, karakteristik setiap fase belajar tersebut adalah: a). Pada fase penemuan (discovering), anak —sebagai pembelajar— berupaya dengan terkonsentrasi untuk mempelajari gerakan. Aktivitas pada
tahap
ini
memungkinkan
anak
untuk
mengeksplorasi
(menjelajahi=menggali) dan menemukan sendiri apa yang dibutuhkan dalam melakukan keterampilan gerak tertentu. b). Pada fase pengembangan (developing) pembelajar lebih efisien dan lebih halus dalam melakukan gerakan terampil melalui pengulangan dan latihan dalam berbagai konteks. c). Pada
fase
konsolidasi
(consolidating
=
penggabungan),
lebih
menggunakan gerakan otomatis daripada saat fase pengembangan. Mereka dapat mengaplikasikan keterampilan gerak dengan berbagai cara dan mengom-binasikannya dengan gerakan lain pada aktivitas dan permainan yang lebih kompleks. 4). Urutan Pembelajaran KGD Mengembangkan
keterampilan
gerak,
kebugaran
fisik,
dan
pengetahuan harus dimulai pada tahun-tahun awal sekolah dasar. Selama tahun-tahun ini siswa secara fisik dan intelektual bisa mendapatkan manfaat 49
dari pembelajaran Penjas Adaptif dan sangat termotivasi dan sangat antusias dalam belajar. Namun, seluruh pembelajaran Penjas Adaptif harus diberikan sesuai dengan usia siswa (NAEYC, 2009). Selama tahun-tahun awal sekolah dasar (hingga usia 3 tahun), siswa harus diberi kesempatan untuk mempelajari keterampilan gerak dasar kemudian belajar gerakan tertentu. KGD ini sering ditampilkan anak-anak saat bermain. Keterampilan-keterampilan tersebut mencakup melempar overhand, menangkap, menyepak, memendang, memukul dengan satu dan dua tangan, memantulkan bola, berlari, menghindar, dan melompat vertikal. Disarankan, pada saat ini keterampilan yang diperkenalkan dan dikuasai siswa seperti yang tertera dalam tabel 2.9 berikut. Tabel 2.9: Saran Tingkat untuk Mengenalkan dan Menguasai KGD yang Hakiki KGD
Persiapan
Tahun I
Tahun II
Tahun III
Tahun IV
Tahun V
Dikenalkan Dikenalkan
-
Menendang
-
Menguasai
-
-
-
-
Menguasai
-
-
Berlari
Dikenalkan
Lompat Tegak
Dikenalkan
-
Menguasai
-
-
-
Melempar Overhand
-
Menguasai
-
-
-
-
Dikenalkan
-
-
Menguasai
-
Memantulkan Bola
-
Dikenalkan
-
Menguasai
-
-
Melompat ke depan (leap)
-
Dikenalkan
-
Menguasai
-
-
Menghindar
-
Dikenalkan
Menguasai
-
-
Menyepak
-
-
Dikenalkan
-
Menguasai
-
Memukul Forehand
-
-
Dikenalkan
-
-
Menguasai
Memukul dengan satu dan dua tangan
-
-
Dikenalkan
-
-
Menguasai
Menangkap
Penguasaan keterampilan ini diperlukan oleh siswa jika terjadi perkembangan optimum ke tingkat yang lebih tinggi. Anak-anak yang tidak menguasai keterampilan ini kurang mampu dan sering kurang kemauan untuk bertahan dengan tugas sulit ketika mempelajari keterampilan gerak yang lebih 50
kompleks, dan akan menjauhi aktivitas yang sekiranya memaparkan kegagalan mereka. Pada akhirnya, anak-anak tersebut menghadapi hambatan keterampilan olahraga dan menolak partisipasi dalam aktivitas fisik sebagai bagian dari gaya hidup mereka (amati kaitan gambar 2.10 dan 2.11).
Javelin Throw, Baseball Pitch, Badminton Clear, Tennis Serve, Gridiron Pass, Overhand Volleyball Serve
Golf Swing, Hockey Drive, Baseball Swing, Forehand Drive, Cut Shot
Sport Specific Skills Overhand Throw
Sport Skill
Two-Hand Side-Arm Strike
Proficiency Barrier Fundamental Motor Skills
Rudimentary Movement Skills
Infant Reflexes and Reactions
Gambar 2.11: Pengaruh Pembelajaran KGD terhadap Performa Keterampilan Olahraga Khusus
Selama tahun-tahun dasar berikutnya (usia 4-6 tahun), siswa harus diajarkan gerak-gerak transisi yang mengarah atau menuju pada aktivitasaktivitas dan keterampilan gerak. Contoh keterampilan dan kegiatan dalam kelompok ini antara lain: mendribel bola basket, netball dimodifikasi, memukul tenis dan bisbol dimodifikasi. Keterampilan dan kegiatan pada tingkat ini dapat dikombinasikan atau dimodifikasi dengan berbagai cara, berlatih dengan atau tanpa peralatan dan diajarkan melalui praktik individu atau dengan memasuk-kan mereka ke dalam struktur permainan. 51
Selama anak usia sekolah menengah, siswa harus mendapat pendidikan jasmani yang memungkinkan dan mendorong mereka untuk lebih
mengem-bangkan
keterampilan
geraknya
seperti
melempar,
menangkap dan memukul, yang dipelajari sebelumnya, ke dalam gerak khusus olahraga yang lebih kompleks dan aktivitas waktu luang yang biasanya dilakukan oleh masyarakat. 5). Konsep Gerak Konsep gerak menjelaskan bagaimana suatu keterampilan gerakan dapat dilakukan (misalnya; lompat tinggi, mendarat dengan ―lembut‖ dan menendang jauh). Untuk melakukan keterampilan ini, anak-anak perlu memiliki pemahaman dasar tentang konsep gerak. Dengan memiliki pemahaman tentang konsep gerak yang benar, siswa dapat mengeksplorasi suatu gerakan dan mengembangkan pemahaman tentang bagaimana tubuh mereka bergerak dengan cara yang berbeda. Secara garis besar, konsep gerak ini tersaji dalam tabel 2.10 berikut. Tabel 2.10: Konsep Gerak Kesadaran Tubuh (apa yang dapat dilakukan tubuh)
Kesadaran Ruang (dimana tubuh bergerak)
Kualitas (bagaimana tubuh bergerak)
Perbedaan bentuk tubuh dapak melakukan (misalnya: menggeliat, meringkuk, bengkok, lebar, sempit)
Personal (ruang langsung di sekitar anak) dan umum ruang (ruang yang tersedia total)
Kecepatan bergerak (misalnya: cepat, lambat, mendadak, tetap)
Keseimbangan pada bagian tubuh yang berbeda, (misalnya: satu kaki untuk keseimbangan menyerupai bangau)
Arah gerak (ke depan, mundur, atas, bawah, jalur atau pola (misalnya: lingkaran. Zig-zag)
Daya (usaha) untuk bergerak (misalnya: kuat, ringan)
Pemindahan berat badan dari satu bagian ke bagian yang lain (misalnya: berjalan)
Tingkat/level atau lokasi bagian tubuh atau bagian tubuh bergerak (misalnya tinggi, sedang, rendah)
Alur gerak (misalnya: bebas, menantul)
(Sumber: www.sportnz.org.nz., 2012) 52
Hubungan (kepada siapa dan apa tubuh berhubungan) Dengan orang (misalnya: pencerminan, yang sesuai, membayangi, bersama, berpasangan, kelompok) Dengan benda/objek (misalnya: di bawah, di atas, di luar di antara, di depan dari atas, dari bawah)
b. Aktivitas KGD dalam Penjas Adaptif Mengembangkan KGD berarti menyediakan pilihan aktivitas yang membantu pengalaman siswa untuk belajar keterampilan gerak, konsep gerak, dan strategi yang terkait dengan berbagai jenis permainan. Setiap aktivitas yang dirancang guru Penjas Adaptif hendaknya berisi informasi menganai konsep gerak dan tema keterampilan yang dibutuhkan. Konsep gerak yang dimaksud mendeskripsikan bagaimana suatu keterampilan gerak itu dilakukan, sedangkan tema keterampilan merupakan gagasan utama atau ide pokok keterampilan gerak olahraga yang dituju (misalnya badminton). Keterampilan-keterampilan tersebut dikembangkan melalui aktivitas permainan yang memberikan kesempatan
kepada
siswa
untuk
menemu-kan,
mengembangkan,
dan
menggabungkan pemahaman tentang bagaimana tubuh mereka bergerak dengan cara yang berbeda. Gambar 2.12 di bawah ini menunjukkan skope pembelajaran Penjas Adaptif, Permainan, dan Olahraga terkait dengan peningkatan KGD dan pola geraknya.
Athletic Motor Skills
Ball Handling
Gymnastics
Aquatics
Fundamental Motor Skill (FMS = KGD)
Dance
Physical Fitness
Autdor Adventure Activities
Games
Sport Education
Sport
Gambar 2.12: Skope Penjas Adaptif, Permainan dan Olahraga di SLB 53
Pengembangan KGD dirancang untuk mengidentifikasi kebutuhan dan kepentingan siswa, melibatkan mereka dalam dalam konteks berbagai pengalaman gerak, dengan penekanan pada belajar yang menyenangkan dan belajar melalui aktivitas permaninan. Ketika memilih aktivitas untuk siswa atau kelompok siswa, perlu diingat bahwa: 1). Siswa belajar dan mengembangkan keterampilan gerakan dengan cara yang berbeda dan pada tingkat yang berbeda-beda. 2). Perkembangan keterampilan gerak siswa berhubungan (dengan objek/ orang lain), tetapi tidak tergantung pada usia pengalaman mereka. 3). Ketika siswa sudah siap (yaitu ketika mereka memiliki prasyarat fisik, sosial dan keterampilan kognitif) dan tertarik (termotivasi), mereka akan belajar. 4). Siswa cenderung mengembangkan keterampilan geraknya dalam urutan progresif, belajar dari yang sederhana sebelum mempelajari keterampilan yang kompleks (misalnya berjalan dan melompat pola gerakan sederhana dan menggabungkan untuk membuat gerak meloncat-loncat). 5). Siswa cenderung untuk mengembangkan kontrol tubuh mereka dari tengah (trunk = tubuh) ke bagian yang lebih jauh (lengan, tangan dan kaki), (misalnya siswa mengembangkan gerakan rotasi tubuh, melempar sebelum mereka mengembangkan keterampilan gerak). Sumber daya tersebut di atas menyediakan kegiatan pengembangan yang sesuai, berkembang dari yang sederhana menuju keterampilan gerakan yang kompleks, sehingga memungkinkan siswa untuk belajar keterampilan. Siswa suka bermain karena dalam bermain berisikan ekspresi, eksplorasi dan menemukan banyak aspek kehidupan dibandingkan dengan yang ada dalam diri mereka dan teman lainnya. Bermain
dapat
dijadikan sarana
untuk
mengembangkan keterampilan gerak dasar dan dalam waktu yang sama memungkinkan siswa belajar bekerjasama, berkompetisi, berkomunikasi, dan gembira bersama dalam keberhasilan. Pada lampiran 1 ditunjukkan dengan detail tentang: (1) dasar pemikiran pengembangan silabus tematik intra, dan (2) matriks jenis permainan untuk meningkatkan KGD anak CP. Di sisi lain, sumber daya manusia yang bertugas (terapis fisik, terapis okupasi, dan guru 54
Penjas Adaptif perlu memahami fungsi dan perannya, seperti tertera dalam tabel 2.11 berikut. Tabel 2.11: Fungsi dan Peran Terapis Fisik, Terapis Okupasi, dan Guru Penjas Adaptif. Terapis Okupasi
Guru Penjas Adaptif
a. Menyaring dan menilai siswa untuk menentukan terapi yang dibutuhkan
Terapis Fisik
a. Menyaring dan menilai siswa untuk menentukan terapi okupasi yang yang dibutuhkan
a. Menyaring dan menilai siswa untuk menentukan penjas yang yang dibutuhkan
b. Berpartisipasi pada tim IEP untuk mengembangkan perencanaan pembelajaran individual, dan menentukan tempat yang layak untuk mencapai tujuan dan sasaran
b. Berpartisipasi pada tim IEP untuk mengembangkan perencanaan pembelajaran individual, dan menentukan tempat yang layak untuk mencapai tujuan dan sasaran
b. Menetapkan tujuan dan sasaran penjas berkolaborasi dengan profesional lain yang sesuai dan menentukan tempat yang paling layak untuk mencapai tujuan dan sasaran penjas.
c. Mengembangkan dan menerapkan program ke dalam area: Postural dan pengembangan gerak kasar (misal: kontrol kepala, keseimbangan duduk dan berdiri). Pelatihan gaya berjalan dan fungsi mobilitas untuk kebebasan maksimun dalam pendidikan lingkungan. Mobilitas kursi roda dan transfer keterampilan. Memperbaiki kekuatan dan koordinasi dan mencegah deformitas. Fungsi respirasi untuk memperbaiki/ mempertahankan kesehatan.
c. Mengembangkan dan menerapkan program ke dalam area: Fungsi gerak halus (misalnya: menggenggam, koordinasi mata-tangan). Motor plan, skema tubuh, persepsi visual dan spasial, tahapan pemecahan masalah. Kesiapan akademik dan keterampilan pravokasional, keterampilan bermain/waktu luang dan aktivitas hidup sehari-hari seperti; makan, memakai baju, menulis, dan mengakses internet.
c. Mengembangkan dan menerapkan program ke dalam area: Kebugaran jasmani Keterampilan gerak dasar dan polanya, seperti: berlari, melompat, meloncat, melempar, menangkap, melempar, dll. Keterampilan dalam akuatik, tari, permainan individual dan kelompok. Olahraga termasuk di dalamnya olahraga sepanjang hayat dan olahraga di sekolah.
d. Merekomendasikan, memonitor lokasi/ konstruksi peralatan yang dimodifikasi untuk siswa yang mampu khususnya untuk posisioning dan mobilitas (misal: duduk yang pas atau perlengkapan berdiri dan memantau ―brace‖.
d. Merancang dan mengonstruksi penyangga dan mengadaptasi peralatan lain untuk meningkatkan kebebasan dalam pengaturan pendidikan seperti; menulis, mengelola materi, mengakses komputer, makan, mengatur posisi, dll).
d. Mengoordinasikan programprogram khusus olahraga, termasuk di dalamnya olahraga di dalam dan di luar sekolah, dan pengalaman berolahraga.
e. Menginstruksikan, melatih, dan memonitor staf kelas yang menangani siswa.
e. Menginstruksikan, melatih, dan memonitor staf kelas yang menangani siswa.
e. Menyediakan sumber daya tambahan untuk mencapai tujuan pendidikan jasmani adaptif, misalnya sumber daya manusia, panduan kurikulum serta bahan dan peralatan yang diadaptasikan.
f. Secara langsung, mengontrol dan memberi masukan untuk evaluasi asisten terapis fisik yang berlisensi.
f. Secara langsung, mengontrol dan memberi masukan untuk evaluasi asisten okupasi terapi yang bersertifikat.
f. Berunding dengan yang lain tentang program-program Penjas Adaptif.
55
c. Pengukuran KGD Dari hasil kajian literatur ditemukan instrumen yang sesuai untuk mengukur KGD ABK dan anak CP adalah menggunakan Test of Gross Motor Development-2 (TGMD-2) (Ulrich, 2000). Tes baku ini dinyatakan valid dan reliabel untuk tujuan R&D (Shih-Heng Sun et al, 2011; Zuvela et al, 2011). 1). Administrasi Tes a). Tujuan TGMD-2 adalah tes baku yang mengukur kemampuan gerak kasar yang berkembang sejak awal kehidupan. Tes ini digunakan untuk: (1). Merencanakan program pengajaran dalam mengembangkan keterampilan gerak kasar. (2). Menilai kemajuan perkembangan keterampilan gerak kasar. (3). Mengevaluasi keberhasilan program pengembangan gerak kasar, dan (4). Mengidentifikasi anak-anak yang secara signifikan perkembangan keterampilan gerak kasarnya tertinggal dengan teman sebayanya. (5). Berfungsi sebagai instrumen pengukur dalam penelitian yang menyangkut perkembangan gerak kasar. b). Populasi TGMD-2 dirancang untuk menilai fungsi motorik kasar anak yang berusia 3-10 tahun. c). Unsur-Unsur Tes TGMD-2 terdiri atas 12 keterampilan gerak kasar yang dibagi ke dalam dua subtes, yakni: lokomotor (run, gallop, hop, leap, horizontal jump, and slide) dan kontrol objek (striking stationary ball, stationary dribble, catch, kick, over throw, underhand roll). d). Kebutuhan Waktu Waktu yang dibutuhkan untuk menilai setiap siswa adalah 15 menit. Kebutuhan waktu tersebut bervariasi sesuai dengan usia siswa dan kemampuan testi. Testi harus menyediakan beberapa bola untuk item memukul, menangkap, menendang, dan melempar; untuk meminimalkan waktu yang terbuang untuk mengambil bola setelah setiap ulangan (trial). 56
e). Kondisi Testing Lingkungan pengujian harus diatur untuk meminimalkan gangguan dan sesuai dengan petunjuk khusus untuk setiap item. Peralatan yang ditentukan dalam setiap item umumnya ditemukan dalam program keterampilan gerak dan tercatat dalam petunjuk setiap item. Kondisi pengujian harus diatur sebelum memulai tes untuk membantu meminimalkan waktu pelaksanaan. Daftar peralatan yang dibutuhkan dijelaskan di bawah ini. Siswa harus mengenakan sepatu bersol karet ketika menjalani tes. Hal ini untuk meminimalkan kemungkinan tergelincir atau jatuh, dengan demikian memungkinkan siswa untuk melalukan usaha yang maksimal dalam menampilkan beberapa keterampilan lokomotor. f). Peralatan yang Dibutuhkan (1). Selotip, kapur, cone, atau perangkat lain yang dapat digunakan untuk memberi tanda. (2). Bola ringan ukuran 10-15cm, bola playground ukuran 20-25cm, bola plastik ukuran 20-25cm, dan bola sepons ukuran 15-20cm. (3). Pemukul dari plastik, bola tenis, bagbean, tee. (4). Secara visual amati gambar-gambar berikut.
Bola Basket
Bola Ringan
Bola Sepon
Bola Tenis
Bola Softball
Bola Plastik
Bean Bag
Pemukul Plastik
Cone
Tee
57
g). Petunjuk Umum Pelaksanaan Tes Agar terjamin kehandalan pelaksanaan tes, testi harus mengikuti petunjuk umum pelaksanaan tes berikut ini. (1). Baca seluruh tes agar terbiasa (familier) dengan item tes, peralatan, petunjuk pelaksanaan, dan kriteria kinerja. (2). Latihan melaksanakan tes beberapa kali. (3). Menjalin hubungan baik dengan siswa. Misalnya: Memulai percakapan dengan ramah, menekankan betapa menyenangkan siswa menunjukkan kemampuan terbaiknya. Menyarankan siswa agar berupaya maksimal. Menggunakan istilah-istilah seperti "dorong keras" atau "lompat jauh" akan membuat siswa berusaha sebaik-baiknya. Jelaskan kepada siswa bahwa beberapa keterampilan mungkin terlalu sulit, namun mereka tidak diharuskan mendapat hasil terbaik pada semua keterampilan. Berikan dukungan agar bersemangat melakukan keterampilan yang sulit bagi mereka. (4). Idealnya siswa dites satu persatu, namun untuk menghemat waktu, dapat dilaksanakan 2-3 siswa dites dalam waktu yang sama. (5). Ketika ada siswa yang di tes, siswa yang lain memperhatikan sambil beristirahat. (6). Atur urutan atau giliran tes agar siswa tidak selalu mendapat giliran pertama atau selalu terakhir. (7). Prosedur standar harus diikuti apabila nilai anak harus dibandingkan dengan norma yang tersedia. Namun, jika tidak dibandingkan prosedur dapat disesuaikan dengan kebutuhan khusus testi. (8). Keputusan pembelajaran dapat dibuat tanpa mengacu pada normanorma tes. h). Kelebihan/Kekuatan TGMD-2 (1). Item tes adalah kegiatan yang familier dan mudah menjelaskannya. (2). Dilaksanakan dalam waktu singkat (15-20 menit). (3). Bahan/alat biasanya tersedia di sekolah atau pusat perkembangan siswa dan tidak mahal. (4). Kriteria performa secara detil meningkatkan reliabilitas ketika skoring. 58
(5). Setiap komponen keterampilan yang dianalisis dapat menentukan area yang membutuhkan intervensi. (6). Panduan untuk pengguna dilengkapi dengan gambar untuk pelaksanaan. (7). Item tes merupakan gabungan keterampilan gerak kasar. i). Keterbatasan/Kelemahan TGMD-2 (1). Membutuhkan banyak ruang dan dinding. (2). Reliabilitas tes – bahkan pada koefisien .95 masih ada kesalahan 15%. (3). Perlu berhati-hati dalam membuat keputusan semata-mata dari hasil tes karena hasil tes tersebut tidak menceritakan seluruh cerita tentang mengapa seorang anak tampil pada level tersebut pada hari tertentu dalam situasi tersebut. Ada faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan seperti motivasi yang rendah, tidak berpengalaman, gangguan perkembangan. j). Standardisasi TGMD-2 menggunakan norma berdasarkan data 1208 orang di 10 negara bagian AS. Demografi sampel adalah representasi dari populasi usia sekolah di seluruh AS (termasuk usia, jenis kelamin, pedesaan, perkotaan, pendidikan orang tua, dan kecacatan). k). Validitas Validitas tes mengacu pada sejauh mana teori dan bukti yang mendukung tujuan tes. TGMD-2 terbukti reliabel pada tiga aspek: (1). Content/Isi-Deskripsi validitas isi dinilai oleh tiga ahli, mereka
sepakat bahwa keterampilan gerak tertentu yang dipilih merupakan representasi dari domain keterampilan gerak kasar dan sering diajarkan untuk kelompok usia ini. Dengan menggunakan analisis item konvensional juga menetapkan bahwa TGMD-2 memiliki indeks pembeda yang baik, dengan demikian item pembeda dan kesulitan berkriteria memuaskan. (2). Criterion/Kriterium-Deskripsi validitas kriterium, hal ini menunjuk-
kan keefektivan tes dalam memprediksi performa individu dalam aktivitas tertentu. Tes yang valid juga akan berkorelasi baik dengan tes yang lain dalam kemampuan yang sama (misalnya: perkembangan gerak kasar). Korelasi sedang sampai kuat antara subtes TGMD-2 dan 59
variabel kriterium (Generalisasi subtes Gerak Dasar dari Comprehensive Scales of Student Abilities (CSSA) kriteria validitas prediksi tes. (3). Construct/Konstrak/Konsepsi-Deskripsi validitas identifikasi, hal ini
berhubungan dengan derajat sifat-sifat yang mendasari suatu tes dapat diidentifikasi dan seberapa jauh ciri-ciri tersebut merefleksikan model teori pada tes yang didasarinya. Lima konsep dasar pemikiran yang mendasari pengujian TGMD-2: perbedaan usia, perbedaan kelompok, validitas item, korelasi subtes, dan faktor-faktor analisis. Hasil-hasil tes yang mendukung validitas identifikasi-konstruk/konsepsi pada 5 konsep. l). Reliabilitas Studi-studi tentang reliabilitas tes khususnya, memperkirakan jumlah kesalahan yang berhubungan dengan skornya. Variasi kesalahan dilaporkan dalam bentuk koefisien reliabilitas. Reliabilitas yang dipertimbangkan harus sedikitnya
≥ .70 s/d < .90. Tiga sumber variansi kesalahan
dianalisis dalam hubungan dengan subtes TGMD-2 dan skor quotient, yakni: Content Sampling, Time Sampling, Interscorer Differences. (1). Content Sampling. Mengukur homogenitas item-item tes. Lebih banyak item yang saling berhubungan, tes tersebut lebih reliabel dalam menguji suatu kemampuan tertentu. Semua kecuali satu koefisien subtes TGMD-2 lebih dari .80 dan koefisien untuk quotients lebih dari .87. dengan demikian TGMD-2 reliabel di semua subkelompok demografi dan tidak menunjukkan adanya bias relatif pada kelompok-kelompok tersebut. (2). Time Sampling. Hal ini nampak pada seberapa jauh performa anakanak konstan dari waktu ke waktu dan diestimasikan dengan metode tes-retes. Koefisiennya mencapai > .88, ini menunjukkan skor TGMD2 stabil sepanjang waktu. (3). Interscorer Differences. TGMD-2 memiliki koefisien .98 untuk reliabilitas skorer tes. m). Rangkuman TGMD-2 terbukti memiliki derajat reliabilitas yang tinggi, memiliki sedikit kesalahan tes, dan secara meyakinkan dapat digunakan. 60
2). Prosedur Penilaian a). Pertimbangan Ruang Dalam merencanakan ruang untuk tes, satu hal yang harus dipastikan bahwa ruangan dalam keadaan bersih, ruangan berukuran paling tidak atau sedikitnya 18,30 x 9,15 meter, dan satu sisi dinding yang dapat melempar atau menendang bola. Ikuti petunjuk yang ada di formulir catatan atau gunakan instruksi. Kriteria performa menyediakan analisis kualitas dan kematangan gerakan. Testi harus familier sebelumnya dan mengamati anak hanya melakukan dua kali ulangan dan biasanya ini dilakukan hanya satu kali performa. b). Standar Pelaksanaan Setiap Item Tes (1). Mengisi informasi yang sesuai pada lembar sampul Buku Catatan
Siswa. (2). Memberi contoh terlebih dahulu (3). Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba lebih dulu untuk
memastikan bahwa siswa memahami tugasnya. (4). Berilah
kesempatan tambahan bila nampaknya siswa tidak
memahami tugasnya. c). Kriteria Penilaian Setiap keterampilan motorik kasar mencakup tiga sampai lima komponen perilaku yang dicatat sebagai kriteria kinerja. Secara umum, keterampilan tersebut menggambarkan kematangan pola keterampilan. Langkah-langkah spesifik dalam penilaiannya adalah: (1). Siswa melakukan tiga kali ulangan di setiap item (2). Amati penampilan siswa, dan konsentrasi pada keriteria penilaian
kinerja atau performa. (3). Bila siswa melakukan dengan benar dua dari tiga ulangan, diberi
nilai 1. Namun bila tidak melakukan dengan benar dinilai 0. Ada 2 kolom terpisah yang disediakan untuk setiap kesempatan penilaian. Data awal penilaian siswa akan muncul pada kolom pertama. d). Skoring Siswa diberi skor 1 apabila berhasil, dan 0 apabila gagal. Tidak ada nilai sebagian. Jumlahkan skor kedua ulangan untuk mendapatkan skor 61
total untuk setiap kriteria performa. Jumlahkan total skor untuk setiap kriteria untuk mendapatkan skor keterampilan. Pada setiap akhir subtes (lokomotor dan kontrol objek) jumlahkan keenam skor untuk mendapatkan Skor mentah subtes. Skor yang tinggi mengidikasikan performa yang lebih baik daripada skor yang rendah. (1). Catat skor bagian II pada halaman depan borang/blangko pencatatan. (2). Konversikan skor mentah ke skor standar. (3). Jumlahkan standar skor kedua subtes. (4). Sekarang, gunakan konversi subtes total standar ke Gross Motor Quotient and Percentile. Gross Motor Quotient adalah nilai yang paling bermanfaat yang diperoleh dari TGMD-2 karena merefleksikan konstruksi dasar dibangun ke dalam tes, reliabilitas yang tinggi dan merupakan gabungan dari kedua subtes. Ini merupakan cara terbaik saat ini untuk mengestimasi perkembangan gerak kasar individu. Skor yang tinggi mengindikasikan bahwa perkembangan lokomotornya dan kontrol objek adalah baik. Skor rendah mengidikasikan bahwa lokomotor dan kontrol objeknya lemah. (5). Menentukan Age Equivalents (nilai-nilai ini harus diestimasikan dengan hati-hati) e). Evaluasi Deskripsi peringkat diberikan untuk skor standar subtes dan Gross Motor Quotient. Presentil dapat ditentukan menggunakan tabel 2.12 atau untuk pembelajaran dapat dihitung berdasarkan persentil tertentu . Tabel 2.12: Kriteria penilaian Deskripsi Peringkat
Skor Standar GMQ
Skor Presentil
Sangat Superior Superior Di atas Rata-rata Rata-rata Di bawah rata-rata Jelek Sangat Jelek
> 130 121-130 111-120 90-110 80-89 70-79 < 70
99th 92-98th 76-91st 25-75th 10-24th 2-8th ≤ 1st
Pada lampiran 2 ditunjukkan dengan detail tentang petunjuk pelaksanaan dan lembar pencatatan TGMD-2. 62
B. Kerangka Berpikir
Gambar 2.13: Kerangka Berpikir Penyusunan Model
63
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN A. Tujuan Penelitian Mengacu pada rumusan masalah, R&D ini secara umum bertujuan untuk menemukan Model Pembelajaran Penjas Adaptif Tematik Intra yang Sesuai untuk Meningkatkan KGD Anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta. Sedangkan yang menjadi tujuan khususnya adalah untuk: 1. Mendeskripsikan profil dan praktik guru dalam pembelajaran Penjas Adaptif untuk meningkatkan KGD anak CP secara empiris di SLB-D1 YPAC Surakarta; 2. Mengembangkan dan menguji model pembelajaran Penjas Adaptif tematik intra yang sesuai untuk meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta; 3. Mendeskripsikan tingkat keterterapan model pembelajaran Penjas Adaptif tematik intra yang dihasilkan ditinjau dari aspek: a. Peningkatan KGD anak CP, b. Dukungan terhadap pelaksanaan tugas guru Penjas Adaptif dalam menyiapkan perangkat pembelajaran, c. Substansi dan fleksibilitas struktur model pembelajaran Penjas Adaptif, dan d. Kesesuaian dengan dukungan alat dan media pembelajaran; dan potensi dukungan dari pemangku kepentingan di SLB-D1 YPAC Surakarta. 4. Memvalidasi model pembelajaran Penjas Adaptif tematik intra yang dihasilkan terhadap aspek: a. Peningkatan KGD anak CP, dan b. Dukungan terhadap pelaksanaan tugas guru Penjas Adaptif, khususnya dalam menyusun rencana pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan mengevaluasi hasil belajar anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta. Pencapaian tujuan khusus R&D di atas secara metodologis dikelompokkan ke dalam tiga tahap, yaitu: (1) tahap studi pendahuluan, (2) tahap uji coba pengembangan model, dan (3) tahap validasi model. Prosedurnya seperti dideskripsikan dalam desain dan skema model R&D. Tujuan khusus dan target 64
kegiatan tersebut dicapai dalam dua tahap (selama dua tahun) dan digambarkan sebagai berikut. PERMASALAHAN Belum Ada Model Pembelajaran Penjas Adaptif yang Sesuai untuk Meningkatkan KGD Anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta.
TAHAP / TAHUN II
TAHAP / TAHUN I 1.
Tersusunnya Teori/Konsep tentang Pembelajaran Penjas Adaptif untuk Meningkatkan KGD Anak CP.
2.
Terdeskripsikannya Profil dan Praktik Guru dalam Pembelajaran Penjas Adaptif untuk Meningkatkan KGD Anak CP secara empiris di SLB-D1 YPAC Surakarta.
3.
Tersusunnya Draf Model Pembelajaran Penjas Adaptif Tematik Intra yang Sesuai untuk Meningkatkan KGD Anak CP di SLBD1 YPAC Surakarta.
4.
Terwujudnya Perangkat Pembelajaran guna Menopang Implementasi Model Pembelajaran Penjas Adaptif Tematik Intra yang Sesuai untuk Meningkatkan KGD Anak CP di SLBD1 YPAC Surakarta. Perangkat pembelajaran yang dimaksud berkaitan erat dengan: kurikulum untuk anak cerebral palsy, lima komponen sistem pembelajaran, dan model desain pembelajarannya.
1.
Adanya Model Pembelajaran Penjas Adaptif Tematik Intra untuk Meningkatkan KGD Anak CP di SLBD1 YPAC yang Telah Tervalidasi.
2.
Adanya dan Sekaligus Telah Tersosialisasikannya CD dan Buku Panduan Pelaksanaan Pembelajaran Penjas Adaptif Tematik Intra untuk Meningkatkan KGD Anak CP di SLB-D1 YPAC pada Pemangku Kepentingan (Stakeholder).
3.
Publikasi dalam Seminar Nasional/ Internasional tentang Hasil Penelitian.
4.
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian dalam Jurnal Terakreditasi.
Gambar 3.1: Tujuan dan Target Kegiatan R&D.
B. Manfaat Penelitian Hasil R&D ini diharapkan tidak hanya bermanfaat dalam upaya pengembangan pola dan keterampilan gerak dasar anak cerebral palsy di SLB-D1 YPAC Surakarta, tetapi juga dapat dimanfaatkan sebagai: 1. Dasar implementasi model pembelajaran Penjas Adaptif tematik intra di SLBD1 YPAC Surakarta. 2. Aktivitas belajar melalui permainan sederhana yang layak dan menyenangkan untuk meningkatkan pola dan keterampilan gerak dasar anak cerebral palsy.
65
3. Sarana sosialisasi aplikasi model pada program dan layanan pembelajaran Penjas Adaptif lainnya. 4. Bentuk penelitian terapan di bidang pendidikan khusus (special education), terutama yang bertalian dengan pengembangan model pendidikan jasmani khusus (special physical education) yang berperan sebagai pelengkap pendidikan khusus yang difokuskan untuk menangani kebugaran fisik dan motorik anak cerebral palsy, yang saat ini belum banyak diteliti oleh subdisiplin ilmu pendidikan khusus. 5. Bentuk kajian terapan di bidang ilmu keolahragaan (sport science), khususnya dalam pengembangan model pendidikan jasmani adaptif (adapted physical education) yang layak dan menyenangkan untuk meningkatkan pola dan keterampilan gerak dasar, serta kebugaran fisik dan motorik anak cerebral palsy yang hingga kini belum banyak dikaji oleh subdisiplin ilmu pendidikan jasmani. 6. Sumber pengembangan model R&D yang relevan sejenis dengan subjek dan substansi yang berbeda sehingga tercipta model-model pembelajaran Penjas Adaptif lainnya.
66
BAB IV METODE PENELITIAN A. Pendekatan, Metode, dan Desain Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang diterapkan dalam R&D ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Kedua pendekatan tersebut digunakan secara bergantian. Pada tahap pendahuluan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, sehingga ditemukan produk atau model hipotetis. Selanjutnya model hipotetis yang ditemukan diuji dengan menggunakan pendekatan kuantitatif (Sugiyono, 2011). 2. Metode Penelitian Metode R&D digunakan untuk menghasilkan model tertentu, dan sekaligus menguji keefektifan model baru tersebut. Jenis dan sifat R&D ini relatif baru, inovatif, dan impresif (Sukmadinata, 2008). R&D adalah sebuah strategi penelitian yang cukup ampuh untuk memperbaiki praktik, dan sekaligus sebagai metode penelitian untuk menghasilkan model baru melalui suatu proses dan prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan (Setyosari, 2010). Fungsinya tidak untuk menguji teori, tetapi lebih menekankan pada pengembangan model yang relevan, aplikatif, dan implementatif (Soenarto, 2006). Spesifikasi model dalam R&D harus merupakan gambaran yang lengkap dan jelas tentang karakteristik model yang dihasilkan. Dalam penelitian ini model akhir yang dihasilkan adalah berupa Model Pembelajaran Penjas Adaptif Tematik Intra yang Sesuai untuk Meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta. 3. Desain Penelitian Aplikasi R&D dalam pendidikan dan pembelajaran setidaknya memuat tiga komponennya, yaitu: (1) model dan prosedur pengembangan, (2) uji coba pengembangan model, dan (3) validasi model. Model dan prosedur pengembangan adalah dasar yang digunakan untuk mengembangkan model, dan sekaligus untuk memaparkan tahapan yang ditempuh peneliti dalam menyusun model. Uji coba pengembangan model adalah untuk mengetahui model yang telah dikembangkan layak digunakan atau tidak. Dan validasi model dipakai untuk menguji keberterimaannya. 67
Secara garis besar ada tiga tahapan dalam proses R&D yang harus ditempuh, yaitu: (1) studi pendahuluan dengan melakukan pengkajian teori, survei lapangan, dan penyusunan draf model, (2) uji coba pegembangan model, dan (3) validasi model yang baru. Tatalangkahnya sebagaimana didiskripsikan dalam desain dan skema model R&D. Secara skematis rincian kegiatan dalam tahapan R&D yang ditempuh seperti terlihat dalam gambar 4.1 berikut. UJI COBA PENGEMBANGAN MODEL
STUDI PENDAHULUAN
(1) Studi Literatur
KEGIATAN TAHAP II
KEGIATAN TAHAP I Eksperimen dengan Desain “Single One Shot Case Study”
Penyusunan Perangkat Model
(3) Penyusunan Draf Model
(10–20)
Uji Ahli (Purposif)
KEGIATAN TAHAP III
Uji Pengembangan (Purposif)
(5) Uji Coba Lebih Luas
(4) Uji Coba Terbatas (5-10)
(2) Studi/Survei Lapangan
VALIDASI MODEL
Uji Model (Nonrandom) (15 – 30)
(6) Eksperimen Kuasi dengan Desain “Pretest-Posttest Nonequivalent Control Group”
Eksperimen dengan Desain “One Group Pretest-Posttest”
(4 – 6)
Model Final
Gambar 4.1: Desain dan Skema Model R&D Rincian tiap tahap hendaknya dipahami sebagai kerangka kerja penelitian secara komprehensif dan tidak dilihat secara parsial, serta disesuaikan dengan pokok permasalahan tiap tahapan dalam R&D. Detail proses dan prosedur R&D tersebut diuraikan sebagai berikut. a. R&D Tahun ke-I Pada tahap Pendahuluan, tujuan khusus yang hendak dicapai adalah: 1). Melakukan kajian literatur, yakni mengkaji dan akhirnya membangun dasar teori/konsep tentang pembelajaran Penjas Adaptif tematik intra untuk Meningkatkan KGD anak CP.
68
2). Melakukan studi/survei lapangan, yakni mengidentifikasi dan memetakan kompetensi profesional guru yang mengajar Penjas Adaptif di SLB-D1 YPAC Surakarta, menyusun kebutuhan perangkat pembelajaran Penjas Adaptif tematik intra yang sesuai untuk meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta. 3). Merumuskan dan menyiapkan draf model pembelajaran Penjas Adaptif tematik intra yang sesuai untuk meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta dan siap untuk diuji dan/atau direviu oleh beberapa ahli yang relevan di bidangnya, 4-6 ahli ditentukan secara purposif. 4). Mereviu dalam forum diskusi terbatas yang dihadiri 4-6 ahli bidang ilmu yang relevan dengan tujuan R&D. Berdasarkan masukan-masukan dari penyelia, tim peneliti mengadakan penyempurnaan draf model. Draf model yang sudah disempurnakan kemudian digandakan sesuai dengan kebutuhan dan disampaikan kepada pihak-pihak terkait, agar di tahap selanjutnya berlangsung dengan lancar. Draf Model Pembelajaran Penjas Adaptif Tematik Intra yang Sesuai untuk Meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1 Surakarta telah tersusun. b. R&D Tahun ke-II Pada tahap Pengembangan, tujuan khusus yang hendak dicapai adalah: 1). Selesai kegiatan R&D tahun ke-I, kegiatan dilanjutkan ke kegiatan R&D tahun-II, yakni melakukan uji coba terbatas dan uji coba lebih luas terhadap model pembelajaran Penjas Adaptif tematik intra untuk meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta apakah model yang telah dikembangkan layak digunakan atau tidak. 2). Uji coba terbatas dan uji coba lebih luas dilakukan di SLB-D1 YPAC Surakarta (satu-satunya SLB di Surakarta yang mengelola anak CP). Atas dasar klasifikasi jenis anak CP yang sekolah di SLB-D1 YPAC Surakarta, maka klasifikasi anak CP yang termasuk: (a) Spastik sejumlah 20 anak, (b) Athetoid sejumlah 8 anak, (c) Ataksia sejumlah 5 anak, dan (d) Ganda sejumlah 20 anak. Pada uji coba terbatas dan uji coba lebih luas melibatkan sejumlah 10 pengajar Penjas Adaptif di SLB-D1 YPAC Surakarta. Uji coba 69
terbatas hanya melibatkan 5 anak CP Spastik (subjek diambil secara purposif), sedangkan pada uji coba lebih luas melibatkan 15 anak CP yang terdiri atas: (a) 5 anak CP Athetoid, (b) 5 anak CP Ataksia, dan (c) 5 anak CP Ganda (subjek diambil secara purposif). Eksperimen-1 (uji coba terbatas) dilakukan dengan desain “Single One Shot Case Study”, sedangkan Eksperimen-2 (uji coba lebih luas) dilakukan dengan desain “One Group Pretest-Posttest”(Sugiyono, 2011). Perlakuan dalam kedua eksperimen tersebut melibatkan 10 pengajar Penjas Adaptif guna melakukan praktik pembelajaran Penjas Adaptif tematik intra untuk meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta. Sebelum uji coba terbatas dan uji coba lebih luas dilakukan, pengajar Penjas Adaptif telah merancang pembelajarannya dalam bentuk RPP lengkap. Pedoman Pengembangan Silabus dan RPP mengacu format Model Silabus Tematik Intra. Adapun pelaksanaan uji coba terbatas dan uji coba lebih luas prosedurnya sebagaimana dideskripsikan di desain dan skema model R&D gambar 4.1. 3). Selama proses pembelajaran berlangsung baik pada uji coba terbatas dan pada uji coba lebih luas tim peneliti mengamati dan mencacat terhadap perilaku guru yang sedang mengajar Penjas Adaptif dengan lembar observasi tertentu. Selain itu, pengamatan dan pencatatan juga dilakukan terhadap respon, aktivitas dan kemajuan-kemajuan yang dicapai siswa dengan lembar observasi tertentu. 4). Evaluasi dan penyempurnaan terus dilakukan oleh tim peneliti, baik pada waktu uji coba terbatas maupun pada waktu uji coba lebih luas, hingga model hipotetik pembelajaran Penjas Adaptif tematik intra yang sesuai untuk meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta terwujud. Pada tahap Validasi Model, tujuan khusus yang hendak dicapai adalah: 1). Memvalidasi model pembelajaran Penjas Adaptif tematik intra yang sesuai untuk meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta melalui Eksperimen Kuasi dengan desain “Pretest-Posttest Nonequivalent Control Group” (Aznam et al, 2006). Desain ini juga disebut sebagai “Untreated 70
Control Group Design with Pretest-Posttest” (Setyosari, 2010). Uji validasi model merupakan tahap pengujian keampuhan dari model yang dihasilkan. Dalam pelaksanaan uji validasi digunakan kelompok subjek (intact group), yaitu kelompok eksperimen (KE) dan kelompok kontrol (KK). Subjek diambil tidak secara acak, hingga terdapat kelemahan-kelemahan jika dibandingkan dengan desain eksperimen murni. Garis putus-putus di antara KK dan KE menunjukkan subjek kelompok ditetapkan tidak secara random (nonrandomly assigned groups). Jumlah subjek untuk KE dan KK masingmasing adalah 20 (10+10) anak CP, terdiri atas 2 (dua) jenis klasifikasi CP: Spastik dan Ganda, serta melibatkan 10 (sepuluh) pengajar Penjas Adaptif di SLB-D1 YPAC Surakarta. Anak CP Athetoid dan Ataksia sejumlah 13 anak tetap diikutsertakan dalam pembelajaran, tetapi tidak dianalisis. Ilustrasi desain eksperimen kuasi yang dimaksud adalah seperti terlihat dalam gambar 4.2 berikut. O1
X
O3
O2
(eksperimen)
O4
(kontrol)
O1 & O3 = Pretest O2 & O4 = Posttest X = Perlakuan berupa Penerapan Model
Gambar 4.2: Desain Eksperimen Kuasi untuk Uji Validasi Model 2). Tim peneliti mengadakan analisis dan membuat simpulan hasil uji validasi. Selanjutnya menyosialisasikan CD dan Buku Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran
Penjas
Adaptif
Tematik
Intra
yang
Sesuai
untuk
Meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta.
B. Variabel Penelitian Variabel penelitian pada R&D ini secara eksplisit telah tercantum seperti halnya dalam rumusan masalah, tujuan dan target R&D sebelumnya. Oleh karena itu, pendeskripsian tentang variabel penelitian secara rinci tidak diperlukan lagi. R&D merupakan metode penelitian untuk menghasilkan produk atau model tertentu, dan selanjutnya menguji keefektifan produk atau model baru tersebut. 71
C. Subjek Penelitian Perincian jumlah anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta yang terdaftar aktif dan digunakan sebagai subjek R&D sebagaimana tertera pada tabel 4.1 berikut. Tabel 4.1: Rincian Jumlah Siswa CP Terdaftar Aktif di SLB-D1 YPAC Surakarta No.
Klasifikasi CP
Jumlah
1. 2. 3. 4.
Spastik Athetoid Ataksia Ganda Jumlah:
20 8 5 20 Total Subjek Penelitian:
53
Dari rincian jumlah tabel 4.1 di atas, maka untuk kepentingan pengambilan subjek penelitian selanjutnya dapat dilakukan. Pengambilan subjek penelitian pada R&D ini mendasarkan pada tujuan dan kebutuhan yang hendak dicapai. Mencermati karakteristik dan jumlah subjek penelitian di SLB-D1 YPAC Surakarta tersebut, maka pengambilan sampel pada setiap kelompok atau klasifikasi anak CP perlu dilakukan secara hati-hati. Jumlah pada masing-masing kelompok tidak sama, dan ini memerlukan pemikiran tersendiri dalam implementasi pengambilan subjek kelompok. Idealnya untuk meneliti apakah suatu perlakuan sebagai pemecahan problem pendidikan dan pembelajaran memang memakai pendekatan eksperimen yang sebenarnya, akan tetapi permasalahannya adalah bahwa random assignment pada subjek penelitian tidak selalu dapat dilaksanakan; karena sampel terbatas. Dalam kondisi demikianlah diperlukan R&D dengan perlakuan (treatment), namun dengan kelompok subjek (intact group) apa adanya. Oleh karena itu, teknik pengambilan sampel yang ditempuh pada R&D ini adalah purposif dan nonrandom. Pada R&D kali ini, prosedur pemilihan subjek kelompok dilakukan mulai dari tahap pengembangan model (saat uji coba terbatas dan uji coba lebih luas, atau saat eksperimen-1 dan eksperimen-2), dan berakhir pada tahap validasi model (saat eksperimen kuasi). Desain pengambilan subjek kelompok tersebut diilustrasikan seperti tertera dalam gambar 4.3 berikut.
72
Ataksia
Ganda
Jumlah Terukur
Hasil Survei Lapangan
Athetoid
JENIS KEGIATAN DAN PENGAMBILAN SUBJEK KELOMPOK PENELITIAN
Spastik
TAHAPAN R&D Tahap R&D I (Studi Pendahuluan) Tahap Pengembangan Model (Uji Coba / Eksperimen) Tahap Validasi Model (Eksperimen Kuasi)
JUMLAH ANAK CP TERDAFTAR AKTIF di SLB-D1YPAC SURAKARTA
20
8
5
20
53
15
3
0
15
5
5
Uji Coba Terbatas (Purposif) Eksperimen dengan Desain “Single One Shot Case Study”
Uji Coba Lebih Luas (Purposif) Eksperimen dengan Desain “One Group Pretest-Posttest”
5
Eksperimen Kuasi (Nonrandom) dengan Desain “Pretest-Posttest Nonequivalent Control Group”
Jumlah Subjek yang Dianalisis: Jumlah Subjek yang Tidak Dianalisis:
5
5
5+15 = 20
5+15 = 20
10+10 = 20
10+10 = 20 8
5
Note: Dalam Proses Pembelajaran Anak CP Athetoid dan Ataksia Tetap Diikutsertakan.
Gambar 4.3: Desain Pengambilan Subjek Penilitian
73
15
40 13
D. Pelaksanaan Penelitian 1. Tempat R&D ini dilaksanakan di SLB-D1 Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Surakarta, yang beralamat di Jalan Slamet Riyadi No.364 Surakarta, menggunakan tiga tempat, yaitu: a. Ruang Pertemuan YPAC Surakarta, untuk workshop dan reviu penyusunan perangkat dan draf model. b. Aula dan Lapangan Olahraga YPAC Surakarta, untuk pelaksanaan tes, pengukuran dan pembelajaran Penjas Adaptif. 2. Waktu Untuk Tahap/Tahun I, dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Nopember 2012 (Untuk Tahap/Tahun II, waktu belum dapat dirinci). 3. Personil a. Tenaga Ahli Tabel 4.2: Rincian Tenaga Ahli yang Terlibat dalam Kegiatan Reviu Penyusunan Perangkat dan Draf Model No
Nama Lengkap dan Gelar
1.
Dr. Yudy Hendrayana
2.
Drs. A. Salim Khoiri, M.Kes. Dosen Pendidikan Khusus FKIP UNS Surakarta Drs. Sarwono, M.S. Dosen PJKR JPOK FKIP UNS Surakarta
3.
Jabatan/Status Dosen FPOK UPI Bandung.
4.
Dra. Ismaryati, M.Kes.
Dosesn PKOR JPOK FKIP UNS Surakarta
5.
Priyono, S. Pd., M.Si.
6.
Linda Harumi, A. Md.OT.
Dosen Pendidikan Khusus FKIP UNS Surakarta Praktisi, Proses Studi Lanjut di POLTEKES Surakarta 74
Keterangan Pakar Bidang Strategi Pendidikan Jasmani Adaptif Pakar Bidang Asesmen Fisik Anak CP Pakar Bidang Pembelajaran Tematik Pakar Bidang Evaluasi Pembelajaran Pakar Bidang Ortopedagogik Anak Tunadaksa Bidang Terapis Anak CP
b. Tenaga Pengajar Penjas Adaptif Tabel 4.3: Rincian Tenaga Pengajar Penjas Adaptif di SLB-D1 YPAC Surakarta No
Nama Lengkap dan Gelar
Jabatan/Status
Keterangan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Sri Lestari, S.Pd. Nikmah, M.Pd. Titin Handayani, S.Pd. Ester Sri Mawarni Anyk Wienarsih, S.Pd. Sri Mulyani Dra. Bania Warjiah Afti Lestari Drs. Mugiyono Drs. Kauliani Dra. Endang Murtiningsih
Guru Kelas Guru Kelas Guru Kelas Guru Kelas Guru Kelas Guru Kelas Guru Kelas Guru Kelas Guru SLB-A Kepala Sekolah SDLB-D1 Kepala Sekolah SMP YPAC Kepala Sekolah SDLB-D
-
c. Jadwal Penelitian pada Tahun Pertama Bulan Ke
Jenis Kegiatan 1 1. 2.
3.
2
3
4
5
6
7
Persiapan Pelaksanaan Penelitian - Pengumpulan data - Anallisis dan interpretasi data - Merancang draf model Pelaporan - Penyusunan draf laporan - Revisi draf laporan - Penyusunan laporan akhir dan penggandaan
E. Pengumpulan Data Semua instrumen penelitian yang digunakan dalam R&D ini telah dipersiapkan dan dikaji sebelumnya, serta layak untuk dipakai. Dalam R&D ini menggunakan beberapa instrumen untuk mengukur variabel penelitian, antara lain: a. TGMD-2 untuk mengukur keterampilan gerak dasar (KGD). b. Angket untuk mengetahui respon pengajar Penjas Adaptif, pengelola, dan siswa di SLB-D1 YPAC Surakarta tentang: (1) dukungan dalam menyiapkan perangkat pembelajaran, (2) substansi dan fleksibilitas struktur model pembe75
lajaran, (3) kesesuaian dengan dukungan alat dan media pembelajaran, (4) potensi dukungan dari pemangku kepentingan, dan (5) dampak penerapan model pembelajaran yang diteliti pada KGD anak CP dan dukungan pengajar dalam
menjalankan
profesinya,
khususnya
dalam
menyusun
rencana
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan mengevaluasi hasil belajar. c. Wawancara untuk mengetahui kendala-kendala terkait dengan pelaksanaan pembelajaran Penjas Adaptif. d. Observasi untuk mengetahui peristiwa atau kejadian selama proses belajar mengajar berlangsung.
F. Teknik Analisis Data Data yang terkumpul selanjutnya diklasifikasi, dikalkulasi, dan dianalisis menurut masalah dan tujuan analisis yang hendak dicapai. Analisis data pada tahun ke-1 diterapkan pendekatan deskriptif kualitatif, sedangkan pada tahun ke-2 analisis diterapkan pendekatan inferensial kuantitatif. Untuk memaknai data pada R&D secara keseluruhan, maka analisis data dilakukan: (1) secara deskriptif kualitatif dan (2) secara inferensial kuantitatif, yakni dengan menguji beberapa hipotesis statistik. Beberapa teknik analisis data diterapkan sesuai permasalahan yang hendak dijawab, antara lain: (a) statistik deskriptif, (b) uji prasyarat analisis, (c) uji anava dan uji t, dan (d) uji anakova. Komputasi analisis data R&D tahun ke-2 dilakukan dengan mengaplikasikan program SPSS atau PASW. Melalui aplikasi program tersebut, analisis statistik dapat dilakukan dengan lebih mudah, komprehensif, dan simultan, karena di dalamnya terkandung beberapa program yang telah terintegrasi.
76
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini merupakan hasil penelitian R&D tahun pertama dari dua tahun penelitian yang direncanakan. Secara umum penelitian ini bertujuan menemukan Model Pembelajaran Penjas Adaptif Tematik Intra yang Sesuai untuk Meningkatkan KGD Anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta. Tujuan tersebut akan dicapai dalam dua tahun penelitian. Tahun pertama penelitian menghasilkan (1) Profil dan praktik guru dalam proses pembelajaran Penjas Adaptif untuk meningkatkan KGD anak CP secara empiris di SDLB-D1 YPAC Surakarta, dan (2) Model pembelajaran Penjas Adaptif tematik intra hasil pengembangan yang sesuai untuk meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta. Sebagai pembuka wawasan, akan disajikan data tentang: jumlah SLB yang ada di Surakarta tahun 2012 (tabel 5.1), jumlah siswa SLB di Jawa Tengah menurut jenis kecacatan tahun 2012 (tabel 5.2), jumlah siswa CP di Jawa Tengah berdasar sekolah penyelenggara dan jenjang pendidikan tahun 2012 (tabel 5.3), jumlah siswa SDLB-D1 di SLB YPAC berdasar jenjang kelas dan jenis kelamin tahun 2012 (tabel 5.4), dan jumlah siswa CP di SLB D dan D-1 YPAC Surakarta berdasar klasifikasi CP tahun 2012 (tabel 5.5). Tabel 5.1: Sekolah Luar Biasa di Surakarta Tahun 2012 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Nama Sekolah SLB Negeri SLB A YKAB SLB B YAAT SLB B YRTRW SLB B C & AUTIS YBA SLB B C Panca Bakti Mulia SLB C YPSLB SLB C Setya Darma SLB CG YPPCG SLB C1 YSSD SLB D YPAC SLB D1 YPAC SLB E Prayuwana SLB E Bhina Putera SLB Autis Harmoni SLB Autis Alamanda SLB Autis AGCA Center
Alamat JL.Cocak X, Mangkubumen Jl Cokroaminoto No 43 JL. Wisanggeni Serengan Gumunggung Banjarsari JL. Kahar Mudzakir No 40 Pasar Kliwon Jl Sumbing VI No 65 Jl. Jendral A. Yani 374 A Kerten Jl Mr Sartono No32 Badran RT. 02 RW 11 Mojosongo Jl Mr Sartono No.32 Nusukan Jl. Slamet Riyadi 364 Jln.Slamet Riyadi No.364 Nayu Utara Kadipiro Jl Bibis Baru No 03 Banjarsari Jl Sungai Indragiri 70 Jl Siwalan RT02 RW14 Kerten JL Kapt. Mulyadi No. 48 Jebres
Data diolah, sumber: http://bpdiksus.org, diakses tanggal 29 Oktober 2012 dan http://www.dikpora-solo.net/ diakses tanggal 3 November 2012 77
Tabel 5.2: Jumlah Siswa SLB di Jawa Tengah Menurut Jenis Kecacatan Tahun 2012 Klasifikasi
Jenis Kecacatan
Jumlah
A
Tunanetra
362
B
Tunarungu
3327
C
Tunagrahita ringan
5707
C1
Tunagrahita sedang
2431
D
Tunadaksa ringan
277
D1
Tunadaksa sedang
122
E
Tunalaras
169
F
Tunawicara
38
G
Tunaganda
80
-
Autis
531
Sumber: http://bpdiksus.org, diakses tanggal 2 November 2012
Gambar 5.1: Jumlah Siswa SLB di Jawa Tengah Menurut Jenis Kecacatan Tahun 2012
78
Tabel 5.3: Jumlah Siswa CP di Jawa Tengah Berdasar Sekolah Penyelenggara dan Jenjang Pendidikan Tahun 2012 No
Sekolah Penyelenggara
TK
SD
SMP
SMA
1
2
1.
SLBN Ungaran
2
2.
SLBN Jepon Blora
3
3.
SDLBN Gumilir Cilacap
1
4.
SLB ABCD Kuncup Mas Banyumas
1
5.
SDLBN Kota Pekalongan
3
6.
SDLB PRI Pekalongan
1
7.
SLB-D1 YPAC Surakarta
38
8.
SLBD YPAC Semarang
9.
SLBN Kota Magelang
10
10.
SLB Bina Putra Salatiga
2
11.
SLB ABC Swadaya Kendal
3
12.
SLB B-C YPCM Boyolali
4
13.
SLBN SRAGEN
4
∑
10
13 SLB
10
-
72
1
11
1
12
Sumber: http://bpdiksus.org, diakses tanggal 2 November 2012
Gambar 5.2: Jumlah Siswa CP di Jawa Tengah Berdasar Sekolah Penyelenggara dan Jenjang Pendidikan Tahun 2012 79
8
11
Tabel 5.4: Jumlah Siswa SDLB-D1 di SLB YPAC Berdasar Jenjang Kelas dan Jenis Kelamin Tahun 2012 Kelas
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Kelas 1
4
4
8
Kelas 2
5
3
8
Kelas 3
4
2
6
Kelas 4
5
5
10
Kelas 5
3
5
8
Kelas 6
3
3
6
Jumlah
24
22
46
Sumber: Catatan data siswa SLB YPAC Surakarta tahun 2012
Gambar 5.3: Jumlah Siswa SDLB-D1 di SLB YPAC Berdasar Jenjang Kelas dan Jenis Kelamin Tahun 2012 Tabel 5.5: Jumlah Siswa CP di SLB D dan D-1 YPAC Berdasar Klasifikasi CP Tahun 2012 Jenis CP
Jumlah
Spastik
20 orang
Athetoid
8 orang
Ataksia
5 orang
Ganda-----(spastik + ataksia)
20 orang
Jumlah
53 orang 80
Gambar 5.4: Jumlah Siswa CP di SLB D dan D-1 YPAC Berdasar Klasifikasi CP Tahun 2012
Tabel: 5.6: Jumlah Siswa CP di SLB YPAC Berdasar Klasifikasi Beratringannya Kecacatan Klasifikasi
Jumlah
Ringan
7 --------------masuk kelas D
Sedang
46 -------------masuk kelas D1
Jumlah
53
Gambar 5.5: Jumlah Siswa CP di SLB YPAC Berdasar Klasifikasi Beratringannya Kecacatan Tahun 2012
81
A. Profil dan Praktik Guru dalam Pembelajaran Penjas Adaptif untuk Meningkatkan KGD anak CP di SDLB-D1 YPAC Surakarta Deskripsi tentang profil dan praktik guru dalam pembelajaran penjas adaptif untuk meningkatkan KGD anak CP secara empiris di SDLB-D1 YPAC Surakarta dalam penelitian ini ditinjau dari latar belakang pendidikan guru, profesionalisme guru dalam mengajar penjas untuk anak CP, dan fasilitas olahraga yang tersedia. 1. Latar Belakang Pendidikan Guru Guru di SLB D-1 YPAC Surakarta berjumlah 10 orang, terdiri atas 1orang kepala sekolah, 6 orang guru kelas, 1 orang guru agama, dan 2 orang guru keterampilan. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 5.7. Tabel 5.7: Daftar Guru SDLB-D1 YPAC Surakarta No
Nama
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Drs. Mugiyono Sri Lestari, S.Pd Nikmah, M.Pd Titin Handayani, S.Pd Ester Sri Mawarni Anyk Wienarsih, S.Pd Tri Mulyani Dra. Baniyah Suharni Endang Indarti
Jenis Kelamin L P P P P P P P P P
Pendidikan Terakhir Ka. Sek S-1 PLB Guru S-1 PLB Guru S-1 PLB Guru S-1PLB Guru SGPLB Guru S-1 PLB Guru S-1 PLB Guru S-1 PLB Guru SMA Guru SMKK Jabatan
Masa Kerja 28 th 04 bln 05 th 06 bln 26 th 05 bln 03 th 05 bln 24 th 12 bln 09 th 10 bln 06 th 05 bln 24 th 12 bln 09 th 05 bln 04 th 00 bln
Bila ditinjau dari latar belakang pendidikan, terdapat 7 orang berlatar belakang Pendidikan Luar Biasa (6 orang Sarjana PLB, 1 SGPLB), masingmasing 1 orang lulusan SMA, dan SMKK. Dari data di atas, diketahui bahwa tidak ada satupun guru yang berlatar belakang pendidikan jasmani. 2. Profesionalisme Guru dalam Mengajar Penjas Adaptif untuk Anak CP Dari dukumen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan merupakan media untuk mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan motorik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai (sikap-mental-emosional-sportivitasspiritual-sosial), serta pembiasaan pola hidup sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang. 82
Standar Kompetensi dan kompetensi dasar bagi tunadaksa disesuaikan dengan kondisi anak yang berkebutuhan khusus. Standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan harus dipelajari, dilatihkan dikuasi atau dimahirkan kepada peserta didik disetiap kelas pada jenjang Sekolah Dasar Luar Biasa. Pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan dikemas dalam bentuk yang sesuai dengan kekhususan peserta didik. Tujuan pembelajaran penjas adalah agar peserta didik memiliki kemampuan mampu: (1) Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas jasmani dan olahraga yang terpilih, (2) Meningkatkan pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik, (3) Meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak dasar, (4) Meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai-nilai yang terkandung di dalam pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan, (5) Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggungjawab, kerjasama, percaya diri dan demokratis, (6) Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri, orang lain dan lingkungan, (7) Memahami konsep aktivitas jasmani dan olahraga di lingkungan yang bersih sebagai informasi untuk mencapai pertumbuhan fisik yang sempurna, pola hidup sehat dan kebugaran, terampil, serta memiliki sikap yang positif. Untuk mencapai tujuan di atas, materi pelajaran penjas dikelompokkan ke dalam ruang lingkup: (1) Permainan dan olahraga meliputi: olahraga tradisional, permainan. eksplorasi gerak, keterampilan lokomotor nonlokomotor, dan manipulatif, atletik, kasti, rounders, kippers, sepak bola, bola basket, bola voli, tenis meja, tenis lapangan, bulu tangkis, dan beladiri, serta aktivitas lainnya, (2) Aktivitas pengembangan meliputi: mekanika sikap tubuh, komponen kebugaran jasmani, dan bentuk postur tubuh serta aktivitas lainnya, (3) Aktivitas senam meliputi: ketangkasan sederhana, ketangkasan tanpa alat, ketangkasan dengan alat, dan senam lantai, serta aktivitas lainnya, (4) Aktivitas ritmik meliputi: gerak bebas, senam pagi, SKJ, dan senam 83
aerobik serta aktivitas lainnya, (5) Aktivitas air meliputi: permainan di air, keselamatan air, keterampilan bergerak di air,
dan renang serta aktivitas
lainnya, (6) Pendidikan luar kelas, meliputi: piknik/karyawisata, pengenalan lingkungan, berkemah, menjelajah, dan mendaki gunung Pembelajaran Penjas Adaptif adalah proses untuk memberdayakan, mengoreksi dan mengembangkan semua potensi untuk ABK termasuk di dalamnya anak CP, baik potensi akademik (kognitif, afektif, psikomotor), potensi kepribadian, potensi sosial, dan potensi vokasional ke arah yang lebih baik menuju kedewasaan. Berdasarkan kelaian pada sistem serebral, salah satu golongan tunadaksa adalah Cerebral Palsy. Siswa di SLBD YPAC Surakarta berjumlah 53 orang, dengan jenis CP spastik, athetoid, ataksia, dan ganda (tabel 5.5). Setiap jenis CP memiliki karakteristik yang berbeda, dengan demikian seharusnya praktik pembelajaran penjas juga diadaptasikan sesuai dengan kebutuhan spesifik masing-masing jenis CP. Dalam menentukan aktivitas program pembelajaran Penjas Adaptif untuk anak CP harus: (1) mendasarkan pada hasil identifikasi dan observasi pada kebutuhan individu, (2) dirancang secara khusus, bersifat individual, kelompok kecil, dan berjenjang sesuai dengan kebutuhan anak CP, (3) dilaksanakan dengan pendekatan yang berorientasi pada kebutuhan anak CP dan menggunakan metode bagian dan keseluruhan, atau dengan metode kombinasi bagian-keseluruhan; yang di dalamnya menggunakan beberapa teknik modifikasi, dan (4) teknik-teknik modifikasi dapat dilakukan dengan cara memodifikasi fasilitas dan peralatan, memodifikasi aturan main dan jenis kegiatan, memodifikasi keterampilan dan teknik pelaksanaan gerak, dan memodifikasi teknik. Melalui penelusuran dokumen, wawancara mendalam, serta pengamatan di lapangan, didapatkan fakta bahwa guru yang mengajar Penjas Adaptif di SLB-D1 YPAC Surakarta adalah guru kelas, hal ini disebabkan sekolah tersebut tidak memiliki guru penjas. Kecuali guru keterampilan, guru yang mengajar di SLB-D1 YPAC berlatar belakang pendidikan Pendidikan Luar Biasa (tabel 5.7), 84
sehingga ketika harus melaksanakan proses belajar mengajar di luar bidangnya guru tersebut mengalami banyak kendala. Dari wawancara terhadap guru-guru tersebut, ditemukan bahwa mereka tidak memiliki pemahaman tentang penjas, sehingga praktik pembelajaran penjas dilaksanakan hanya sebatas kemampuan guru. Salah satu contoh pelaksanaan pembelajaran penjas yang ditemukan di lapangan adalah: ―Pelajaran penjas dilaksanakan pada hari dan jam yang sama, yakni hari Jum‘at mulai jam 08.00 sampai dengan selesai, untuk semua kelas; dari kelas 1 sampai dengan kelas 6, baik SDLB-D maupun SDLB-D1. Aktivitas yang paling sering dilakukan adalah senam dan kemudian dilanjutkan berjalan di lingkungan sekitar sekolah. Setiap guru kelas bertanggung jawab membawa kelasnya melaksanakan kegiatan pembelajaran tersebut. Setiap guru kelas tidak menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, aktivitas yang dilaksanakan biasanya ditentukan secara spontan sesuai dengan situasi dan konsidi saat itu. Penilaian dilakukan berpatokan pada kriteria ketuntasan minimal (KKM), yakni 60. KKM ini dibuat hanya berdasar perkiraan, tidak seperti yang seharusnya; memperhatikan kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta didik‖ Fakta di atas menunjukkan bahwa praktik pembelajaran penjas adaptif belum dilaksanakan seperti yang seharusnya karena: (1) aktivitas pembelajaran yang dilaksanakan tidak dirancang sesuai dengan tujuan pembelajaran penjas adaptif, (2) aktivitas yang dilakukan tidak sesuai dengan ruang lingkup materi pelajaran penjas, (3) tidak mendasarkan pada hasil identifikasi dan observasi pada kebutuhan individu anak CP, (4) tidak dirancang secara khusus, bersifat individual, kelompok kecil, dan berjenjang sesuai dengan kebutuhan anak CP, (5) tidak dilaksanakan dengan pendekatan yang berorientasi pada kebutuhan anak CP dan menggunakan metode bagian dan keseluruhan, atau dengan metode kombinasi bagian-keseluruhan dan (6) tidak memodifikasi fasilitas dan peralatan, memodifikasi aturan main dan jenis kegiatan, memodifikasi keterampilan dan teknik pelaksanaan gerak, dan memodifikasi teknik, (7) tidak melakukan penilaian hasil belajar penjas adaptif yang sesuai untuk anak CP; 85
dalam menetapkan KKM, guru tidak mempertimbangkan aspek kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta didik. Uraian di atas menunjukkan bahwa dalam mengajar penjas adaptif, guru belum menerapkan prinsip DAP, struktur materi pembelajaran, dan media pembelajaran yang menarik, belum mempertimbangkan setiap jenis CP ke dalam rekayasa pengembangan pembelajaran yang dirancangnya, dan belum melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa sesuai standar BSNP Thn. 2007, dengan demikian dapat katakana bahwa guru SDLB-D1 YPAC Surakarta belum professional dalam melaksanakan pembelajaran penjas adaptif. 3. Fasilitas Olahraga yang Tersedia Fasilitas olahraga yang dimiliki oleh SDLB-D1 YPAC Surakarta sangat terbatas dan tidak mendukung terlaksananya pembelajaran penjas secara baik. a. Prasarana 1) SDLB-D1 tidak memiliki lapangan olahraga maupun aula atau gedung yang khusus digunakan untuk pelaksanaan pembelajaran penjas. Pembelajaran penjas dilaksanakan di halaman yang biasanya digunakan untuk upacara. Kondisi halaman tersebut tidak beratap dan tidak ada pohon yang meneduhkan, sehingga halaman tersebut sangat panas dan tidak dapat digunakan apabila sedang hujan. 2) YPAC memiliki kolam renang, namun kolam tersebut tidak digunakan untuk pembelajaran penjas tetapi untuk kepentingan pelayanan terapi bagi masyarakat yang membutuhkan. b. Sarana Sarana yang diperlukan bagi berlangsungnya pembelajaran yang dimiliki oleh SDLB-D1 YPAC juga sangat terbatas. SDLB-D1 YPAC hanya memiliki 2 buah bola voli, 2 buah bola sepak, 3 buah peluru berkururan 4 kg. Alat-alat tersebut tidak dapat digunakan oleh siswa CP karena berukuran standar. Di sisi lain, guru juga tidak membuat alat pembelajaran penjas yang diadaptasikan sesuai dengan kebutuhan spesifik siswa CP.
86
B. Model pembelajaran Penjas Adaptif tematik intra hasil pengembangan yang sesuai untuk meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta Cerebral Palsy adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sekelompok kondisi kronis yang mempengaruhi gerakan tubuh dan koordinasi otot. Kondisi CP itu sendiri tidak progresif (tidak menjadi lebih buruk), namun konsidi sekunder dapat berkembang dan dapat menjadi lebih baik dari waktu ke waktu, menjadi lebih buruk, atau tetap sama. Walaupun Cerebral Palsy tidak dapat disembuhkan, namun latihan dan terapi dapat meningkatkan fungsi potensi gerak yang masih tersisa. Dalam layanan pendidikan, anak CP tergolong dalam anak tunadaksa sedang, yang mendapat layanan di sekolah khusus SDLB- D1. Pelayanan pendidikan di unit ini, diperuntukkan bagi anak tunadaksa yang mempunyai problema seperti, emosi, persepsi atau campuran dari ketiganya disertai problema penyerta retardasi mental. Kelompok anak tunadaksa sedang ini mempunyai intelektual di bawah rata-rata anak normal. Berdasar peraturan menteri pendidikan nasional RI nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, peserta didik berkelainan yang disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata, diperlukan kurikulum yang sangat spesifik, sederhana dan bersifat tematik untuk mendorong kemandirian dalam hidup sehari-hari. Kurikulum untuk peserta didik di SDLB-D1 dirancang sangat sederhana sesuai dengan batas-batas kemampuannya dan sifatnya lebih individual. Pembelajaran untuk satuan pendidikan ini menggunakan pendekatan tematik. Pengembangan SK dan KD diserahkan kepada satuan Pendidikan Khusus yang bersangkutan dengan memperhatikan tingkat dan jenis satuan pendidikan. Pembelajaran Penjas Adaptif dalam adalah proses untuk memberdayakan, mengoreksi dan mengembangkan semua potensi anak CP, baik potensi akademik (kognitif, afektif, psikomotor), potensi kepribadian, potensi sosial, dan potensi vokasional ke arah yang lebih baik menuju kedewasaan. Kualitas proses pembelajaran Penjas Adaptif anak CP bergantung pada tingkat partisipasi dan jenis kegiatan belajar yang dihayati anak CP sebagai pembelajar, mutu fasilitas pembelajaran dan suasana waktu belajar, dan peran guru Penjas Adaptif dalam proses pembelajaran. 87
Peran Penjas Adaptif dalam kurikulum sekolah adalah untuk membantu siswa mengembangkan kompetensi dan kepercayaan yang diperlukan untuk memadukan aktivitas fisik secara teratur dalam kehidupan mereka. Melalui keterlibatan yang baik dalam program Penjas Adaptif, siswa dapat memperoleh manfaat fisik dan pribadi. Satu bagian yang terpenting dalam Penjas Adaptif adalah pembelajaran KGD, karena KGD memberikan landasan yang luas bagi kemampuan gerak yang lebih rumit, agar keterampilan yang lebih tinggi dapat dikembangkan. Tanpa memiliki KGD, kecil kemungkinannya siswa mempelajari keterampilan gerak yang terkait dengan keterampilan olahraga. Penguasaan terhadap KGD telah terbukti memengaruhi siswa dalam banyak hal. Mereka akan secara terlibat secara aktif dalam olahraga dan aktivitas gerak memberi keuntungan dalam kebugaran jasmani yang berhubungan dengan kesehatan, dan secara sosial merasa lebih diterima oleh lingkungannya. Intinya, KGD membantu menyiapkan siswa untuk bergaya hidup sehat. 1. Model Pembelajaran Tematik Intra Pembelajaran KGD di SDLB-D1 YPAC Surakarta dilakukan dengan menggunakan Model ―Tematik Intra‖. Yang dimaksud dengan model adalah ―sesuatu rencana yang menggambarkan adanya pola berpikir dan kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pendidikan dan pembelajaran, dan merupakan analogi dari suatu konsep yang dideskripsikan dalam bentuk uraian dan bagan alir atau dalam bentuk narasi dan grafis. Tematik mengacu pada pilihan dan kepemilikan, atau terkait dengan subjek materi, topik, ide, tema, atau proposal tertentu. Tema yang dimaksud adalah pokok pikiran atau ide utama yang menjadi fokus pemaduan. Dalam konteks pendidikan jasmani adaptif, pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu
yang
menggunakan
tema
untuk
mengaitkan
beberapa
mata
keterampilan gerak yang digunakan dalam pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan (interaksi tema keterampilan/skil dan konsep gerak) sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema yang disepakai dalam model pembelajaran penjas adaptif ini adalah: (1) keterampilan lokomotor, (2) keterampilan stabilitas/nonlokomotor/nonmanipulatif, dan (3) keterampilan manipulatif. 88
Intra adalah bentuk terikat di dalam, artinya terkait dengan pelaksanaan mata pelajaran tertentu. Tematik intra yang disepakati sebagai model pembelajaran penjas adaptif untuk anak CP di SDLB-D1 YPAC adalah pembelajaran penjas adaptif dengan tema terpilih yang berisi keterpaduan aktivitas
keterampilan
lokomotor,
keterampilan
stabilitas/nonlokomotor
/nonmanipulatif, dan keterampilan manipulatif. Dalam memilih tema dan aktivitas di dalamnya selalu menerapkan prinsip pertumbuhan, perkembangan, dan kematangan individu, prinsip perbedaan individu, dan prinsip developmentally appropriate practice (DAP) agar pembelajaran penjas adaptif layak dan menyenangkan. DAP melibatkan minat anak, sesuai dengan umur, pengalaman dan kemampuan anak, serta membantu anak mengalami tantangan yang bermakna dalam mencapai tujuan belajar. Tiga matra atau dimensi konsep DAP adalah: (1) layak atau patut menurut umur, artinya sesuai dengan tahapan-tahapan perkembangan anak, (2) layak atau sepantasnya menurut lingkungan sosial budaya, yakni sesuai dengan pengalaman belajar yang bermakna, relevan dengan kondisi sosial budaya, dan (3) layak secara individual, yaitu sesuai dengan pertumbuhan dan karakteristik anak, kelebihannya, ketertarikannya dan berbagai pengalaman pribadinya Tema dan aktivitas KGD yang terpilih sebagai materi pembelajaran penjas adaptif untuk anak CP di SDLB-D1 YPAC seperti yang tercantum dalam tabel 5.8. Tabel 5.8: Tema dan Aktivitas Permainan Terpilih untuk Meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta TEMA LOKOMOTOR Walking
Runing
Spiral
Korero Kiri
Speed Up-Slow Down Point to Point
City Gates
Line Walking
Rob the Nets
Fast Cars
Jumping
Dogging
Hopping
Skiping
Can You Jump Far Jumping Combinations Feel the Spring
Exploring Dodging Freeze and Count Tag Ball Tag
Enjoying Hopping Hopping Far and Hight Long Hopping Relay
Let’s Try Skipping Poison Circle
Can You Jump Up?
Snatch the Flag
Traditional Hopscotch and Snail Hopscotch
Ring-A-Ring O Rosy
89
Chain Tag
Additional locomotor Activities Cooperative Musical Hoops Big A, Little A Mahunga (Heads) and Kumu (Butts) Tag Hunt the Beanbag
TEMA STABILITAS Landing
Balance
Rotations
Additional stability activities Bumper Cars
Landing on Feet
Let’s Have Fun Body Shapes
Landing on Hands-Falling Forward
Climbing-It’s a Balancing Act
Rotating the Body and Body Parts Turning Around a Long Axis
Landing on Hands-Falling Backward
Puzzle Balance
Log Rolling
Pushing and Pulling Challenges in Pairs
Landing on Hands-Falling Sideways
Cooperative Balance
Rotating With A Partner
Pushing and Pulling in Small Groups
Tunnel Relay
TEMA MANIPULATIF Trhrowing and Cathing
Striking with the hand(s)
Striking with the feet
Striking with an implement
Additional manipulative activities
Catching With a Partner Circle Catch
The Bouncing Ball
Kicking at A Target
Hitting Off a Tee
Scoring a Tone
Underhand Striking
Twiser
Another Go
You’ve Got Mail
Force Back
Over it Goes
Kicking for Goal
Rocket Range
Piggy In the Middle
Catch It
Circle Volley
Spinders
Break the Line
Crab Soccer
2. Pengukuran Hasil KGD siswa CP di SLB-D1 YPAC Surakarta Hasil belajar KGD siswa CP di SLB-D1 YPAC Surakarta akan diukur dengan Test of Gross Motor Development-2 (TGMD-2) (Ulrich, 2000). Tes ini dipilih karena memenuhi kriteria validitas dan reliabilitas. Tes baku ini dinyatakan valid dan reliabel untuk tujuan R&D (Shih-Heng Sun et al, 2011; Zuvela et al, 2011).
90
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Profil dan Praktik guru dalam pembelajaran Penjas Adaptif untuk meningkatkan KGD anak CP di SLDB-D1 YPAC Surakarta a. Latar belakang pendidikan guru: SLB-D1 YPAC Surakarta memiliki 10 orang guru, tidak ada satupun yang berlatar belakang Pendidikan Jasmani. Mereka berlatar belakang Pendidikan Luar Biasa (6 orang Sarjana PLB, 1 SGPLB), masing-masing 1 orang lulusan SMA, dan SMKK. b. Guru-guru di SDLB-D1 YPAC Surakarta belum professional dalam melaksanakan pembelajaran Penjas Adaptif, belum membuat perencanaan pembelajaran, belum menggunakan model pembelajaran terpadu dengan pendekatan tematik, belum mempertimbangkan setiap jenis CP ke dalam rekayasa pengembangan pembelajaran yang dirancangnya, dan belum melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa sesuai standar BSNP Thn. 2007 c. Sarana dan prasarana Penjas Adaptif masih sangat terbatas baik macam maupun jumlahnya. 2. Model pembelajaran Penjas Adaptif yang disepakati menggunakan Model Pendekatan Tematik Intra untuk meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta, adapun tema yang terpilih berisi keterpaduan aktivitas keterampilan lokomotor, keterampilan stabilitas/nonlokomotor /nonmanipulatif, dan keterampilan manipulatif. 3. Instrumen yang akan digunakan untuk mengukur hasil belajar KGD siswa CP di SLB D1 YPAC Surakarta akan digunakan Test of Gross Motor Development-2 (TGMD-2)
91
B. SARAN
Dari hasil dan kesimpulan penelitian tahun pertama ini disarankan: 1. Perlu dilakukan uji coba pengembangan Draft Model pembelajaran tematik Intra untuk meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta yang ditemukan. 2. Kompetensi guru-guru SLB-D1 YPAC Surakarta dalam mengajar Penjas Adaptif perlu ditingkatkan melalui workshop, pelatihan, dan kegiatan lain. 3. Dalam mengajar Penjas Adaptif dengan menerapkan Model Pembelajaran Tematik Intra, guru perlu dibekali dengan Panduan Pelaksanaan Model Pembelajaran Tematik Intra dan dilengkapi dengan CD pembelajarannya.
92
DAFTAR PUSTAKA
ACHPER. (2009). Fundamental Motor Skills: An Activities Resource for Classroom Teachers. Mealbourne. Vic. 3001. Australia: Physical and Sport Education Section.
[email protected] ACHPER. (2009). Fundamental Motor Skills: A Manual for Classroom Teachers. Mealbourne, Vic. 3001. Australia: Community Information Service.
[email protected] ACHPER. (2009). Teaching Health, Physical and Sport Education: Prep-6 (Level 1-4) General Information. Mealbourne. Vic. 3001. Australia: Community Information Service.
[email protected] Anderson, L.W. and Krathwohl, D.R. (2010). Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen: Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom. Terjemahan Agung Prihantoro. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Anspaugh, D.J., Hamrick, M.H., and Rosato, F.D. (1994). Wellnes: Concepts and Aplications. St. Louis, Missouri 63146: Mosby-Year Book, Inc. APENS. (2008). Adapted Physical Education National Standards. © All rights reserved. http://www.apens.org/structure.html Aznam, N., Sumarno, dan Rahmat, A. (2006). Metodologi Penelitian untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran: Penelitian Eksperimen Kuasi dalam PPKP. Kumpulan Makalah dalam Pelatihan Metodologi Penelitian untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran (PPKP) dan Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Direktorat Ketenagaan Dirjendikti Depdiknas. BSNP. 2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah: Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SD/MI. Jakarta: Badan Nasional Standar Pendidikan. BP-DIKSUS. (2012). Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Tengah. Diunduh tanggal 2 Nopember 2012 dari: http://www.bp-diknas.org Conte, J. and Lupo, S. (2012). Cerebral Palsy. Diakses. 31 Oktober 2012, dari: http://thenewpe.com/adapted/assigments/disab. Cools, W., De Martelaer, K., Vandaele, B., Samaey, C., and Andries, C. (2009). ‗Movement Skill Assessment of Typically Developing Preschool Children: A Review of Seven Movement Skill Assessment Tools‘. Journal of Sports Science and Madecine. 2009, 8: 154-168. http://www.jssm.org 93
Cools, W., De Martelaer, K., Vandaele, B., Samaey, C., and Andries, C. (2010). ‗Assessment of Movement skill Performance in Preschool Children: Convergent Validity between MOT 4-6 and M-ABC‘. Journal of Sports Science and Madecine. 2010, 9: 597-604. http://www.jssm.org Crysagis, N., Douka, A., Nikopoulos, M., Apostolopoulou, F., and Koutsouki, D. (2009). ‗Effects of an Aquqtic Program on Gross Motor Function of Children with Spastic Cerebral Palsy. Biology of Exercise. Vol. 52, 2009. D.O.I: http://www.doi.org/10.4127/jbe.2009.0027 Depdiknas. (2009). Power Point: Sosialisasi dan Pelatihan KTSP. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Ditjen Mandikdasmen Direktorat Pembinaan SLB. (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Sekolah Luar Biasa Tunadaksa Sedang (SDLB-D1). Jakarta: Depdiknas. Ditjen Mandikdasmen Direktorat Pembinaan SLB dan BSNP. (2007). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Program Khusus Bina Diri dan Bina Gerak SDLB, SMPLB: Tunadaksa Ringan (D). Jakarta: Depdiknas. Dunn, J.M., and Leitschuh, C. (2010). Special Physical Education. 9th editon. Dubuque: Kendall Hunt Publishing Company. Elfindri, H.L., Wello, M.B., Hendmaidi, E., Elfa, I. (2012). Pendidikan Karakter: Kerangka, Metode dan Aplikasi untuk Pendidik dan Profesional. Jakarta: Baduose Media. Elhafes, W.A. and Ghaly, A.E. (2010). ‗The Effect of Movement Education Program by Using Movement Pattern to Developmental Motor Skills for Children Pre-School‘. World Journal of Sport Sciences. 2010, 3(S): 461-191. © IDOSI Publications. Fait, H.F., and Dunn, J.M. (1984). Special Physical Education: Adapted, Individualized, and Developmental. 5th edition. Philadelphia: Saunders College Publishing Gallahue, D.L. and Donnely, F.C. (2003). Developmental Physical Education for All Children. Champaign, IL.: Human Kinetics Getz, M., Hutzler, Y., Vermeer, A., Yarom, Y., and Unnithan V. (2012). ‗The Effect of Aquatics and Land-based Training on the metabolic Cost on walking and Motor Performance Children with Cerebral Palsy: A Pilot Study‘. International Scholarly Research Network ISRN Rehabilitation, Vol. 2012, Article ID 657979, 8 pages doi:10.5402/2012/657979. 94
Graham, G.M., Holt-Hale, S.A., and Parker, M. (2012). Children Moving: A Reflective Approach to Teaching Physical Education. 9th edition. California: McGraw-Hill Companies, Incorporated. Griffey, D.C. and Housner, L.D. (2007). Designing Effective Instructional Tasks for Physical Education and Sports. Champaign, IL.: Human Kinetics. Hendrayana, Y. (2007). Pendidikan Jasmani dan Olahraga Adaptif. Jepang: CRICED University of Tsukuba. Hildereley, E. and Rhind, D,J.A. (2012). ‗Including Children with Cerebral Palsy in Mainstream Physical Education Lessons: A Case Study of Student and Teacher Experiences‘. Graduate Journal of Sport, Exercise & Physical Education Research. 2012, 1: 1-15. Hopple, C.J. (2008). Elementary Physical Education Teaching & Assessment: A Practical Guide. 2nd edition. Champaign, Illinois: Human Kinetics Ibrahim, R. (2005). Psikologi Pendidikan Jasmani dan Olahraga PLB. Jakarta: Direktorat Pembinaan SLB, Direktorat Jendral Manajemen Dikdasmen, Depdiknas. Kepala Dinas P dan K Propinsi Jawa Tengah, (2006). Guru Ideal dalam Implementasi Pendidikan Inklusi, Makalah. Disampaikan pada Seminar Rekomendasi Deklarasi Bukit Tinggi di Universitas Sebelas Maret, 23 Juni 2006 Kelly, L.F. (2011). Designing and Implementing Effective Adapted Physical Education Program. Urbana IL.: Sagamore Publishing LLC Kusuma, R. IG. (2004). ‗Perkembangan Kognitif pada Remaja‘. Editor Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Buku Ajar. Denpasar, Bali: CV. Sagung Seto. Koesyanto, Herry. 2000. Penjas Adapted. Semarang: FIK UNNES Kostelnik, M.J., Soderman, A.K., and Whiren, A.P. (2011). Developmentally Appropriate Curriculum: Best Practice in Early Childhood Education. 4th.ed. Upper saddle River, NJ: Pearson. Li, C. and Chen, S. (2012). ‗Exploring Experiences of Physical Activity in Special School Students with Cerebral Palsy: A Qualitative Perpective‘. European Journal of Adapted Physical Education Activity. 2012, 5 (1): 7-17. © EFAPA Publications.
95
McBurney, Taylor, Dodd, and Graham. (2003). ‗A Qualitativve Analysis of the Benefits of Strength Training for Young People With Cerebral Palsy‖. Developmental Medicine & Child Neurology. 2003, 45: 658-663. Mosston, M. and Ashworth, S. (2008). Teaching Physical Education. 1st edition. Online. © 2008 Sara Ashworth. All Rights Reserved. NAEYC. (2009). Developmentally Apropriate Practice in Early Childhood Programs Serving Children from Birth through Age 8. Joint Position Statement. Online: www.naeyc.org./dap. Pacer Center. (1995). Physical Education for Children with Disabilities. Minneapolis: www.PACER.org Pembinaan Sekolah Luar Biasa (2006). Makalah. Disampaikan pada Seminar Rekomendasi Deklarasi Bukit Tinggi di Universitas Sebelas Maret, 23 Juni 2006. Permendiknas. (2006). Peraturan Mentri tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas PJKR JPOK. (2012). ‗Model Pembelajaran Tematik Penjasorkes Di Sekolah Dasar‘. Makalah: Disampaikan Saat Sosialisasi MPTP Pada Dewan Dosen PJKR JPOK FKIP UNS:
[email protected]. Putra, Y.P. (2008). Memori dan Pembelajaran Efektif. Bandung: CV. Yrama Widya. Pribadi, B.A. (2011). Model Assure untuk Mendesain Pemmbelajaran Sukses. 1st edition. Jakarta: Dian Rakyat. Rad, L.S., Rafice, F., and Fahimi, S. (2012). ‗The Effect of Selected Physical Exercises on Gross Motor Skills of Autistic Children‘. International Journal of Sport Studies. 2012, Vol., 2(1), 48-55. Available online at http://www.ijssjournal.com . Corresponding author:
[email protected] Rahyubi, H. (2012). Teori-teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik: Deskrepsi dan Tinjauan Kritis. 1st edition. Bandung: Penerbit Referens dan Nusa Media. Riyanto, Y. (2010). Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi bagi Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
96
Rusman dan Dewi, L. (2011). ‗Pendekatan, Strategi, dan Model Pembelajaran‘. dalam Kurikulum & Pembelajaran. 1stedition. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Salim, A.K. (1996). Pendidikan bagi Anak Cerebral Palsy. Jakarta: Depdikbud, Dirjendikti PTA. Samsudin. (2008). Pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan SD/MI. Jakarta: Litera Prenada Media Group. Setyosari, P. (2010). Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Shih-Heng Sun, Hsiao-Ling Sun, Yi-Ching Zhu, Li-Chi Huang, and Yueh-Ling Hsieh. (2011). ‗Concurrent Validity of Preschooler Gross Motor Quality Scale with Test of Gross Motor Development-2‘. Research Developmental Disabilities xxx.2011xxx-xxx. ELSEVIER:
[email protected] Smith, J.D. (2006). Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua. Terjemahan. 1st edition. Bandung: Penerbit Nuansa. Soenarto.(2006). ―Metodologi Penelitian Pengembangan untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran (Research Methodology to The Improvement of Instruction)‖. Kumpulan Makalah. Dalam: Pelatihan Metodologi Penelitian untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran (PPKP) dan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). 3: 1-14. Depdiknas: Direktorat Ketenagaan Dirjendikti. Sport New Zealand . (2012). Developing Fundamental Movement Skills Manual. Online: www.sportnz.org.nz. Staples, K.L., and Reid, G. (2010). ‗Fundamental Movement Skills and Autism Spectrum Disorders‘. Journal Autism Dev Disord. 2010, 40: 209-217.
[email protected] Sugiyono, (2011). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. 12th edition. Bandung: Alfabeta Supratiknya, A. (2012). Penilaian Hasil Belajar dengan Teknik Nontes. 1st edition. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Sukirman, D. dan Asra. (2011). ‗Landasan Pengembangan Kurikulum‘. dalam Tim Pengembangan MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
97
Sukmadinata, N.S. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sumaryanti, Kushartanti, W., dan Ambardhini, L.A. (2010). ‗Pengembangan Model Pembelajaran Jasmani Adaptif Untuk Optimalisasi Otak Anak Tunagrahita‘. Jurnal Kependidikan Vol.40. Nomor 1. Mei 2010. hal. 29-44 Thomas, J.R., Lee, A.M., and Thomas, K.T. (1988). Physical Education for Children: Concepts into Practice. Champagn, IL.: Human Kinetics Books. Ulrich, D.A. (2000). Test of Gross Motor Development. 2nd edition. Proed, Austin, TX. Wardani, D. (2009). Bermain Sambil Belajar: Menggali Keunggulan Terbesar dari Suatu Permainan. Bandung: Edukasia. Wiart, L., and Darrah, J. (2001). ‗Review of Four Tests of Gross Motor Development‘. Developmental Medicine & Child Neurology. 2001, 43: 279285.
[email protected] Winnick, J.P. (2005). Adapted Physical Education and Soprt. Champaign IL.: Human Kinetics . Yaumi, M. (2012). Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences. Jakarta: Dian Rakyat. Yulaelawati, E. (2009). Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi Teori dan Aplikasi. Jakarta: Pakar Raya. Zuvela, F., Bozanie, A., and Miletic, D. (2011). ‗POLYGIN-A New Fundamental Movement Skills Test for 8 Year Old Children: Construction and Validation‘. ©Journal of Sports Science and Madecine. 2011, 10: 157-163. http://www.jssm.org
98