BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah Salah satu peristiwa masif yang menyedot perhatian banyak kalangan di penghujung tahun 2014 adalah musibah kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 yang menerbangkan 162 orang (155 penumpang dan 7 kru) dari Surabaya menuju Singapura pada tanggal 28 Desember 2014 (detikNews, 2014, “Live update pencarian”). Sempat mengudara selama lebih kurang setengah jam, pesawat kemudian dinyatakan hilang dari radar hingga akhirnya ditemukan dalam keadaan tidak selamat di Selat Karimata, sekitar Perairan Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah setelah dua hari dilakukan pencarian (detikNews, 2014, “Live update pencarian”). Berbagai media cetak, penyiaran, dan online dari dalam hingga luar negeri berlomba-lomba meliput dan memberitakan perkembangan terbaru dari proses pencarian pesawat tersebut. Salah satu di antaranya adalah portal berita online perintis di Indonesia yaitu detikcom yang mendedikasikan live update 24 jam dengan pilihan topik khusus “AirAsia Hilang Kontak”, “AirAsia Hilang”, dan “AirAsia Ditemukan” untuk menyajikan berita teraktual terkait bencana tersebut—yang berhasil menyedot agenda dari khalayak maupun media selama satu bulan lamanya yaitu mulai akhir Desember 2014 hingga akhir Januari 2015. Namun, dari sekian banyak berita online yang diunggah, diduga tidak sedikit pula berita yang kualitasnya tidak optimal. Pertama, ketika pesawat resmi dinyatakan hilang dari radar pencarian dengan lokasi jatuh yang belum pasti keberadaannya, media justru menghadirkan berita bernuansa mistis nan spekulatif dengan pembacaan paranormal yang mengaku mendapat wangsit atau semacamnya mengenai keberadaan pesawat sebagaimana contoh berita berikut: 29th December 2014, 20:13 Ki Joko Bodo: AirAsia Masuk Portal Gaib Jakarta – … Diakui Ki Joko Bodo, tim pencari memang kesulitan menemukan pesawat tersebut
1
karena tertutup hal gaib. Di mana, ada sebuah pintu gerbang menuju alam gaib*. "Jika dilihat dari sisi spiritual, pesawat itu hilang karena masuk ke dunia gaib. Di dasar laut sana ada sebuah portal atau jembatan antara dunia nyata dan gaib," tandas Ki Joko Bodo**. ... (Sumber: liputan6.com dalam detikForum, 2014, “Ki Joko Bodo”)***. Berita selengkapnya dapat dilihat pada halaman lampiran.
*Ki Joko Bodo yang dikenal sebagai paranormal dengan kekuatan spiritual dimintai pandangannya tentang posisi pesawat yang hilang dan jelas saja bahwa jawabannya akan merujuk pada hal-hal di luar logika atau nalar manusia, **Sekali lagi menurut dia, pesawat tersebut berada di alam gaib sehingga sulit ditemukan, ***Berita ini sendiri tidak diberitakan oleh detikcom secara khusus, namun dibagi dalam detikForum oleh salah seorang anggotanya dengan nama akun saya_keren. Narasumber yang tidak relevan dan kompeten untuk berbicara mengenai keberadaan pesawat dan seisinya dihadirkan bukan untuk memberikan kejelasan melainkan menambah kesimpangsiuran dan kesan dramatis yang berlebihan— pemilihan
narasumber
menjadi
faktor
pendukung
fakta
yang
harus
dipertimbangkan dengan cermat dalam peristiwa seperti ini sebab informasi yang diberikan akan berpengaruh cukup signifikan pada dimensi kognitif berita sebagai karya jurnalistik yang benar dan terpercaya. Sebagai akibatnya, keluarga awak dan penumpang pesawat dapat menjadi semakin bingung, was-was, dan tidak tenang. Hal ini sepantasnya tidak terjadi karena hanya mengurangi kadar faktualitas dan kredibilitas berita dan portal online yang memuatnya. Kedua, akurasi dan ketelitian isi berita online cenderung dilupakan dengan masih ditemukannya kesalahan teknis (yang sebenarnya tidak perlu lagi terjadi) seperti kesalahan penulisan istilah asing dan/atau istilah spesifik tertentu serta tidak adanya definisi atau penjelasan operasional mengenai istilah-istilah tersebut. Misalnya penulisan kata black box atau awan cumulonimbus yang dalam penulisannya tidak dimiringkan atau istilah khas dalam dunia penerbangan seperti personal locator beacon (PLB) atau emergency locator transmitter (ELT) yang tidak dituliskan kepanjangan serta definisi sederhananya agar dapat dipahami oleh
2
pembaca seperti pada dua contoh berita yang dipublikasikan pada tanggal 29 Desember 2014 pukul 16.26 WIB dan pukul 18.36 WIB berikut: Senin 29 Dec 2014, 16:26 WIB AirAsia Hilang 7 Pesawat yang Berdekatan dengan QZ8501 Tak Laporkan Awan Cumulonimbus - detikNews
Jakarta - Ada 7 pesawat lain yang terbang berdekatan dengan AirAsia QZ8501 saat hilang kontak. 7 Pesawat lain tak melaporkan keberadaan awan cumulonimbus*. "Ada 7 pesawat lain yang terbang pada jalur yang sama, tapi tidak melaporkan ada awan itu," kata Direktur Safety dan Standard** Airnav Indonesia Wisnu Darjono kepada wartawan di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Senin (29/12/2014). … (trq/nrl) (Sumber: detikNews, 2014, “7 pesawat yang”). Berita selengkapnya dapat dilihat pada halaman lampiran.
*Kata cumulonimbus pada berita tersebut seharusnya dicetak miring karena merupakan istilah asing atau istilah spesifik dalam ilmu klimatologi atau navigasi udara, **Kata safety dan standard juga harus dicetak miring karena ditulis dalam bahasa Inggris atau dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi direktur standar keamanan dan keselamatan sebagai alternatif penulisan yang benar. Senin 29 Dec 2014, 18:36 WIB AirAsia Hilang Australia Temukan 2 Sinyal Emergency Diduga Terkait AirAsia QZ8501 - detikNews Jakarta – … Kepala Basarnas Marsdya TNI FHB Sulistyo mengatakan, sinyal pertama dilaporkan sekitar pukul 09.00 WIB pagi, Senin (29/12/2014). Letaknya berada di dekat Laut Jawa, dekat dengan titik di mana pesawat itu lost contact*.
3
… "Itu adalah informasi signal emergency** yang dikirim kepada kita, datangnya dari Australia," kata Sulistyo saat jumpa pers di kantornya, Kemayoran, Jakpus. Setelah melakukan pengecekan, tim Basarnas kemudian memastikan bahwa sinyal pertama datang dari personal locater beacon (PLB)***, sebuah alat yang prinsip dasarnya sama Emergency Locater Transmitter (ELT)****. Namun PLB dimiliki oleh personal, sementara ELT ada di badan pesawat. (rvk/mad) (Sumber: detikNews, 2014, “Australia temukan 2”). Berita selengkapnya dapat dilihat pada halaman lampiran.
*Kata lost contact seharusnya ditulis miring atau diganti menjadi hilang kontak, **Kata emergency juga harus ditulis dimiring, ***PLB sebagai istilah khusus dalam ilmu penerbangan dan navigasi udara ini seharusnya dicetak miring dan diberikan definisi sederhananya sehingga pembaca dapat memahaminya, ***Sama halnya dengan PLB, ELT juga harusnya diperlakukan serupa dan kata locater pada kedua kata tersebut ditulis keliru, yang sebenarnya adalah locator. Selain itu masih saja ada kesalahan penulisan (typo) atau kata yang hilang (missing words) seperti pada tiga berita berikut: Senin 26 Jan 2015, 17:05 WIB Tragedi AirAsia Jenazah Kepala Pramugari AirAsia QZ8501 Diterbangkan ke Bandung - detikNews
Wanti (facebook) Jakarta … "Jenazah pakai pesawat komersil* AirAsia di luar schedule**. Jadi khusus membawa jenazah, take off*** kira-kira pukul 16.30," ujar Lettu Dani Kusdani di Lanud Hussein Sastranegara. … Saat ini di Lanud Hussein Sastranegara sudah cukup ramai. Petugas dari Lanud
4
Hussein Sastranegara sudah bersiap-siap menanti kedatangan jenazah pramugari canti**** tersebut. … (avi/ern) (Sumber: detikNews, 2014, “Jenazah kepala pramugari”). Berita selengkapnya dapat dilihat pada halaman lampiran.
*Bukan komersil namun komersial, **Schedule seharusnya dicetak miring atau dapat diganti dengan kata jadwal, ***Take off harus ditulis miring atau diganti dengan kata lepas landas, ***Cantik bukan canti. Rabu 28 Jan 2015, 15:22 WIB Tragedi AirAsia Keluarga Kaget Mayat Diduga Saiful Ditemukan di Perairan Majene Sulbar - detikNews
Ilustrasi/ Dok detikcom Pekanbaru - Keluarga menyebut Saiful Rakmat (29) memiliki KTP keluaran Jakarta Timur. Identitas tersebut sesuai yang ditemukan nelayan di Sulawei* Barat. … Nunung merasa terkejut, jika adiknya ditemukan di perairan Sulawesi Barat yang jaraknya begitu juah** dari Selat Karimata. … Selain itu, di dompet korban juga (…)*** beberapa kartu ATM, kartu peserta asuransi Pan Pacific untuk karyawan PT AirAsia Indonesia dan uang tunai Rp 641 ribu. Sebagian besar keterangan ini sesuai dengan penjelasan keluarga. (cha/try) (Sumber: detikNews, 2015, “Keluarga kaget mayat”). Berita selengkapnya dapat dilihat pada halaman lampiran.
*Sulawesi bukan Sulawei, **Jauh bukan juah, ***Kalimat pada paragraf terakhir ini memiliki kata yang hilang di antara kata juga dan beberapa yang mungkin seharusnya bertuliskan kata ditemukan.
5
Sejumlah kekeliruan dalam hal penulisan yang ditemukan pada contoh-contoh berita tersebut dengan sendirinya menguatkan bahwa salah satu indikator dari akurasi berita yang ditunjukkan melalui kebenaran dan ketepatan kaidah tata bahasa masih tidak diaplikasikan dengan baik. Di samping persoalan aturan kebahasaan, kata-kata yang terpenggal dalam berita dan tidak adanya penjelasan dari istilah-istilah khusus yang dipakai juga cukup mengganggu jalinan cerita dan nilai informasi yang hendak disampaikan kepada pembaca. Ketiga, diduga terjadi pelanggaran ranah etis demi mendapatkan berita yaitu dengan menampilkan foto salah seorang penumpang pesawat tanpa sepengetahuan atau izin dari pihak keluarganya ketika status pesawat masih belum jelas. Tidak hanya gambar penumpang yang tidak jelas asal-usul sumbernya, gambar anak pilot pesawat pun ditampilkan dalam situasi dan kondisi yang tidak seharusnya. Berikut adalah potongan kedua gambar tersebut yang diambil dari portal detikcom:
Gambar 1.1. Foto seorang penumpang di depan pesawat AirAsia QZ8501 (Sumber: detikNews, 2014, “Live update pencarian”).
6
Gambar 1.2. Foto putri kapten pesawat AirAsia QZ8501 (Sumber: detikNews, 2014, “Anak pilot Iriyanto”). Kedua gambar dalam berita tersebut sendiri dipublikasikan pada tanggal 29 Desember 2014 ketika pesawat masih dinyatakan hilang. Tampak kondisi seorang penumpang yang berdiri di depan pesawat dan anak pilot yang terduduk lemah di atas ranjangnya karena kabar kepastian pesawat yang diterbangkan oleh ayahnya yang belum kunjung ditemukan. Kesesuaian antara gambar dan isi berita memang terakomodasi namun tidak demikian dengan unsur etis kemanusiaan atau wilayah privat subjek berita yang ternodai karena pemilihan gambar tersebut.
I.2. Rumusan Masalah Bertolak dari latar belakang tersebut maka pertanyaan utama yang diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimana kualitas berita online kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 yang dipublikasikan pada portal berita online detikcom periode Desember 2014 dan Januari 2015?
I.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan utama dari penelitian ini ialah untuk mengukur kualitas berita online kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 yang dimuat detikcom mulai
7
dari masa pesawat AirAsia dinyatakan hilang kontak hingga akhirnya berhasil ditemukan (kurun waktu Desember 2014-Januari 2015) sehingga dapat diketahui kualitas berita online tersebut—yang juga secara tidak langsung dapat merefleksikan (secara garis besar) kualitas berita online yang dipublikasikan oleh salah satu portal berita online Indonesia terbesar sekarang ini.
I.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dua manfaat. Pertama, dalam tataran teoretis, penelitian dapat digunakan sebagai literatur bagi mereka yang berminat untuk mengadakan studi atau penelitian lain baik yang sifatnya baru maupun lanjutan yang berhubungan dengan kualitas konten khususnya kualitas berita online. Selain itu diharapkan pula bahwa penelitian ini dapat menyediakan hasil yang optimal, akurat, dan terpercaya mengenai kualitas konten online yang dipublikasikan oleh detikcom (sebagai media online pertama dan terkemuka di Indonesia) dalam memberitakan suatu peristiwa khususnya peristiwa besar seperti bencana atau tragedi kecelakaan pesawat ini sehingga dalam hal ini kualitas berita tetap harus menjadi prioritas pertama dan utama dalam situasi dan kondisi apa pun. Singkatnya, temuan penelitian dapat berkontribusi dalam pengembangan model atau konsep dalam bidang komunikasi, media, dan jurnalisme online secara khusus yang dapat dirujuk guna mempromosikan dan mewujudkan berita jurnalistik yang berkualitas. Kedua, secara praksis penelitian ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan kepada pembaca, tidak terkecuali insan media, tentang kualitas pemberitaan yang dimuat oleh portal berita online di Indonesia saat ini. Lebih jauh lagi, hasil penelitian dapat menjadi referensi bagi khalayak luas agar cermat memilih dan memanfaatkan informasi tertentu khususnya informasi terkait bencana atau tragedi dari media apa pun, sehingga tidak terjatuh ke dalam pusaran informasi yang cenderung menyesatkan dan tidak mendatangkan manfaat. Terkhusus kepada para penggiat media, baik atau buruk temuan yang dihasilkan, diharapkan agar tidak berhenti membenahi diri dan meningkatkan komitmen serta
8
kinerja sebagai institusi sosial yang tanggung jawab terbesarnya terletak pada masyarakat.
I.5. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah 965 berita online kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 yang saling terhubung satu sama lain berdasarkan kesamaan topik yakni topik “AirAsia Hilang Kontak”, AirAsia Hilang” dan “AirAsia Ditemukan” mulai dari 28 Desember 2014 hingga 31 Januari 20151. Periode ini dipilih karena menandai masa updating terhangat peristiwa tersebut pada portal berita online detikcom. Sedangkan pemilihan objek didasari atas dua pertimbangan yakni pertama, objek dipilih untuk menekankan bagaimana berita digital
yang
pembaruan
informasinya
dinantikan
oleh
khalayak
dan
pengakomodasiannya dapat tersedia dengan segera melalui portal berita online menuntun pada kualitas berita yang (harus) tetap prima—apalagi hal ini secara tidak langsung berkenaan dengan salah satu tanggung jawab yang diemban oleh media sebagai institusi sosial yang secara manusiawi harus mengedepankan informasi yang benar, tepat, dan berguna bagi khalayak yang membutuhkannya, dan kedua, objek mempunyai nilai berita (news values) yang tinggi (khususnya dalam hal prominence, magnitude, dan proximity peristiwa) dan reputasi portal yang cukup membanggakan (tercatat sebagai situs berita online pionir dan menduduki peringkat pertama yang paling banyak dikunjungi di Indonesia menurut situs alexa.com (Alexa, 2015, “Site overview detik.com”) dan paling kredibel di antara para jurnalis di Indonesia menurut riset Indonesian Journalists Technographics Report 2012-2013 (Sadjarwo, 2013).
I.6. Tinjauan Pustaka Penelitian terkait performa media online dapat ditinjau dari bermacammacam aspek dan salah satunya adalah mengecek kualitas produk yang tampak yakni berita online itu sendiri (sebagaimana yang dilakukan dalam penelitian ini). 1
Sejumlah 965 berita online yang diteliti merupakan total sampel yang telah dipilih menurut waktu dan topik publikasi dari total ribuan populasi berita online kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 yang diberitakan oleh portal detikcom mulai bulan Desember 2014.
9
Penelitian-penelitian kualitas berita online di antaranya adalah kualitas pemberitaan media penyiaran oleh Westersthål yang banyak dikembangkan untuk meneliti kualitas berita cetak, penelitian profesionalisme surat kabar di Indonesia oleh tim peneliti Dewan Pers, kredibilitas berita online oleh Flanagin dan Metzger, dan akurasi berita online pada portal berita online Indonesia oleh Juditha, serta penelitian-penelitian lainnya. Pertama, salah satu contoh penelitian legendaris tentang kualitas berita yang pernah dilakukan adalah penelitian mengenai profesionalisme dan kualitas pemberitaan media penyiaran yang dilakukan oleh Westersthål pada tahun 1983 dalam buku berjudul Media Performance yang ditulis oleh Denis McQuail. Ia meneliti tentang ketidakberpihakan lembaga penyiaran publik di Swedia yang menggunakan kriteria objektivitas (objectivity) yang kemudian melahirkan model objektivitas dengan empat kategori yaitu kebenaran (truth), relevansi (relevance), keimbangan (balance), dan netralitas (neutrality) (McQuail, 1992, p. 203). Meski tidak banyak menyinggung media cetak kala itu, hasil penelitiannya secara pasti menginspirasi
penelitian-penelitian
serupa
untuk
menggunakan
model
objektivitas yang dirintisnya. Penelitiannya berangkat dari asumsi bahwa imparsialitas atau ketidakberpihakan dari suatu berita adalah hal yang tidak mustahil ditemukan sepanjang hal tersebut dinilai dengan membandingkan antara berita penyiaran yang dianggap netral dalam isu-isu yang kontroversial dan berita media lainnya seperti berita cetak. Ia membaginya ke dalam kerangka pikir objektivitas yang terbagi menjadi faktualitas dan imparsialitas untuk menilai kualitas informasi dari perspektif kognitif (mengacu pada aspek berita yang diamati secara empiris: benar, relevan, dan informatif) dan evaluatif (mengacu pada penilaian berita secara seimbang dan netral). Secara garis besar, penelitian ini memang hanya dapat menerangkan bias partisan atau hanya mengurangi kriteria tertentu dari imparsialitas media penyiaran, namun tidak menutup kemungkinan, model yang ditawarkannya dapat dimodifikasi untuk penelitian lainnya termasuk dalam penelitian kualitas berita online (McQuail, 1992, pp. 196197).
10
Kedua, penelitian kualitas berita surat kabar Indonesia oleh Dewan Pers (2004) membuktikan bahwa kriteria objektivitas Westersthål dan analisis dari McQuail dapat diterapkan secara optimal untuk mengukur kualitas berita media cetak. Penelitian berjudul “Potret Profesionalisme dan Kualitas Pemberitaan Surat Kabar Indonesia” dalam buku kompilasi penelitian berjudul Menyingkap Profesionalisme Kinerja Surat Kabar di Indonesia tersebut dilakukan secara simultan selama dua bulan untuk mengukur kualitas berita cetak dari 28 buah surat kabar yang terbit di Pulau Jawa serta mendorong terwujudnya profesionalisme media Indonesia yang dinilai telah cukup melenceng dari apa yang seharusnya (Rahayu, 2006, pp. 31-32). Berita yang diteliti adalah berita hard news yang terletak pada halaman pertama dengan pertimbangan bahwa berita faktual yang disampaikan dalam tempo yang relatif cepat dan ditampilkan di halaman pertama tentu mempunyai keutamaan dibandingkan dengan berita lain pada halaman kedua dan seterusnya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dari keenam kategori kualitas yang dipakai yaitu factualness, accuracy, completeness, relevance, balance dan neutrality masih memiliki kelemahan khususnya dalam factualness dan relevance yang ditemui hampir pada setiap surat kabar yang diteliti. Temuan ini mengisyaratkan kepada pembaca bahwa persoalan kualitas pemberitaan ternyata masih perlu ditingkatkan karena jika dibiarkan maka hampir dapat dipastikan bahwa kualitas berita jurnalistik akan melemah kekuatannya dan akhirnya tidak dapat memberikan manfaat yang signifikan dalam hal mencerahkan, mendidik, dan mengedukasi khalayak (Rahayu, 2006, pp. 58-59). Di samping itu, hal positif yang bisa diambil dari penelitian tersebut adalah proses perincian unit dan subunit kualitas yang teliti dan sistematis sehingga penelitian ini dapat menjadi salah satu rujukan yang mumpuni dalam aspek metodologis maupun pemetaan teorinya. Ketiga, studi lainnya yang tidak kalah penting terkait dengan kualitas berita adalah kajian yang dilakukan terhadap kredibilitas (credibility) berita yang dipublikasikan melalui portal online di era jurnalisme online (Abdulla, Garrison, Salwen, Driscoll, & Casey as cited in Salwen, Garrison, & Driscoll, 2005, pp. 147-149). Sebagai contoh ialah survei berjudul “Perceptions of Internet
11
Information Credibility” yang terdapat pada jurnal Journalism & Mass Communication Quarterly Vol. 77, No. 3 oleh Andrew Flanagin dan Miriam Metzger (2000) yang menyelidiki tentang persepsi khalayak mengenai kredibilitas informasi internet dibandingkan dengan media lainnya. Survei ini dilakukan karena masih kurangnya studi yang mempelajari penilaian khalayak terhadap tingkat
kredibilitas
informasi
yang
tersebar
melalui
internet.
Datanya
dikumpulkan melalui survei terhadap 1.041 responden yang tersebar di daerah pesisir barat Amerika dan rampung sekitar akhir tahun 1998 hingga awal tahun 1999. Kriteria yang mereka pakai cukup menarik karena ukuran kredibilitas secara spesifik selama lebih kurang lima dekade terakhir kerap berubah sehingga secara tidak langsung dapat berakibat pada nilai kredibilitas yang berbeda-beda. Olehnya itu, mereka menggunakan kriteria yang paling konsisten dirujuk untuk melihat kredibilitas yaitu believability, accuracy, trustworthiness, bias, dan completeness. Hasilnya adalah kredibilitas informasi dari internet ternyata sekredibel informasi yang tersebar pada televisi, radio, dan majalah, namun masih kurang kredibel daripada surat kabar (Flanagin & Metzger, 2000, pp. 523-524). Terlepas dari hasil tersebut, apa yang dapat diambil dari penelitian keduanya adalah lima kriteria kredibilitas yang dipakai pada media online dan hal ini sekaligus berarti bahwa terdapat kriteria kredibilitas yang bisa dijabarkan untuk mendukung kriteria kualitas berita online yang cukup terluput dari perhatian penelitian saat ini. Keempat, jika kredibilitas mempunyai kriterianya tersendiri, demikian pula akurasi berita online. Salah satu contoh penelitian tentang kualitas berita dari segi akurasinya dapat ditemukan pada penelitian Christiany Juditha (2013) yang berjudul “Akurasi Berita dalam Jurnalisme Online: Kasus Dugaan Korupsi Mahkamah Konstitusi di Portal detiknews” terbitan jurnal Pekommas Vol. 16, No. 3. Juditha menduga bahwa berita online mempunyai tingkat akurasi yang tidak begitu baik karena tipe jurnalisme online yang serba cepat. Namun ternyata, akurasi detikcom sebagai salah satu portal berita terdepan di Indonesia masih tergolong baik dengan hasil mencapai lebih dari 50% (Juditha, 2013, pp. 149153). Tidak ada sesuatu yang baru dari penelitian ini karena metode analisis isi
12
dan unit akurasi yang dipakai dalam penelitiannya menyerupai dengan apa yang digunakan pada penelitian Dewan Pers sebelumnya. Walaupun begitu, penelitian ini membuktikan bahwa tingkat akurasi tidak hanya unsur yang penting pada berita cetak/penyiaran namun juga bagi berita online, demikian halnya dengan kriteria akurasi yang dipakai pada media-media tersebut. Riset pustaka tersebut mengisyaratkan bahwa pengukuran kualitas konten media khususnya konten online tidak serta-merta berjalan dan berproses dengan sendirinya tanpa ada pengaruh dari ukuran-ukuran yang dipakai pada konten media konvensional yang hadir lebih dulu. Dalam arti yang lain, kriteria yang dipakai untuk mengukur kualitas konten media konvensional tidak menutup kemungkinan untuk diterapkan pada konten media online dengan hemat bahwa keduanya merupakan produk jurnalistik yang sedikit atau banyak mempunyai kesamaan yang dapat dipertemukan. Keempat perwakilan penelitian yang dijelaskan tersebut semakin menegaskan kedinamisan penelitian kualitas jurnalisme online yang dilihat dari segi kualitas beritanya baik itu dalam platform digital ataupun tradisional. Kriteria kualitas dalam hal ini bukanlah entitas yang kaku dan mutlak hanya untuk media tertentu, namun selagi penyesuaian dapat dilakukan dengan kadar yang proporsional maka sepanjang itu pula kriteria kualitas dapat berlaku universal. Contohnya ialah konsep objektivitas konten media cetak/penyiaran Westersthål yang seiring perkembangannya dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan penelitian, maupun konsep kredibilitas konten media online Flanagin & Metzger yang juga tidak jauh dari pengaruh konten media konvensional yang cukup kuat. Singkatnya, dimensi kualitas konten media online dan media konvensional adalah dua entitas yang terlihat berbeda namun sejatinya sama dalam beberapa hal sehingga dapat dipertukarkan penggunaannya satu sama lain sepanjang sesuai dengan konteks yang ditetapkan. Kriteria pengukuran kualitas berita online secara ekslusif dapat pula dirujuk dari pemikiran Paul Bradshaw yang pertama kali dipublikasikan dalam tulisan berseri dengan judul BASIC Principles of Online Journalism pada tahun 2008 melalui situs resmi yang ia kelola sendiri, onlinejournalismblog.com. Ia
13
mengemukakan lima prinsip jurnalisme online yang disingkat BASIC yaitu brevity, adaptability, scannability, interactivity, dan community & conversation. Pemikiran Bradshaw tersebut belum banyak dieksplorasi oleh penelitianpenelitian sebelumnya, padahal dimensi yang diungkapkannya tersebut sedikit banyak menyinggung tentang karakter ringkas dan interaktivitas konten online saat ini. Oleh karena itu, penelitian ini digagas sebagai bagian dari studi yang secara khusus dimaksudkan untuk mengukur dan memahami kualitas berita online Indonesia dengan menerapkan kriteria kualitas berita yang diupayakan lebih komprehensif dan holistik (kategorisasi unit dan subunit kualitas tidak terbatas pada perspektif/dimensi yang sempit) melalui adaptasi dan/atau modifikasi sekumpulan kriteria yang terkandung dalam konsep objektivitas Westerståhl yaitu faktualitas (factuality) yang terbagi atas kebenaran (truth) dan relevansi (relevance), dan imparsialitas (impartiality) yang terdiri dari keimbangan (balance) dan netralitas (neutrality); konsep kredibilitas Flanagin & Metzger yakni
dapat
dipercaya
(believability),
akurasi
(accuracy),
terpercaya
(trustworthiness), bias (bias), dan kelengkapan (completeness); dan konsep BASIC Bradshaw yaitu singkat (brevity), bersifat adaptif (adaptability), dapat dicermati dengan cepat (scannability), interaktivitas (interactivity), masyarakat dan percakapan (community & conversation) yang dianalisis secara kuantitatif.
I.7. Kerangka Pemikiran I.7.1. Jurnalisme Online, Jenis, dan Karakteristiknya Sebelum melangkah pada pemaparan tentang kualitas berita online dan kriterianya, penjelasan mengenai jurnalisme online dinilai penting sebagai pengantar untuk memahami cakupan penelitian ini. Hal yang juga perlu digarisbawahi bahwa penelitian tentang jurnalisme (online) dan berita (online) adalah dua penelitian dengan fokus objek yang terlihat sama namun sesungguhnya berbeda. Penelitian tentang jurnalisme (online) menempatkan fokus utamanya pada proses yang lebih luas dari serangkaian sistem, cara, dan prosedur kerja jurnalistik mulai dari proses mengumpulkan fakta hingga mengolah
14
kumpulan fakta tersebut menjadi berita (online) yang layak dibaca oleh khalayak (Anderson, 2014, pp. 9-19; Anderson, Ogola, & Williams, 2014). Sedangkan, penelitian mengenai berita (online) menekankan fokusnya pada salah satu unit kecil dari proses yang luas tadi yaitu berita online sebagai produk jurnalistik yang tampak (manifest). Oleh karena itu, penelitian ini hanya akan menelaah berita (online) tanpa menyinggung hal-hal yang terkait dengan peliputan jurnalisme (online) yang lebih luas dan umum—meskipun demikian, tetap penting untuk memahami jurnalisme online, jenis dan karakteristiknya sebagai payung utama dari berita online yang diteliti2. Jurnalisme online adalah praktik komunikasi yang dinamis dan fleksibel di era digital. Ia sejatinya merupakan bentuk perpanjangan dari praktik jurnalisme konvensional yang tanggung jawab dan beban kerjanya lebih condong pada upaya memperbarui informasi secara online terus-menerus dan meningkatkan keahlian dan keterampilan baru yang dibutuhkan untuk menghasilkan bermacam-macam produk jurnalistik untuk beragam platform media dengan segmentasi khalayak yang heterogen (Lowrey & Gade, 2011, p. 4). Jenis jurnalisme online dapat dikelompokkan ke dalam empat golongan utama yakni mainstream news sites, index and category sites, meta and comment sites, dan share and discussion sites (Deuze, 2001). Mainstream news sites adalah bentuk paling umum dan luas dari produk jurnalisme online yang menawarkan pilihan berita yang beragam dan diperbarui setiap saat baik itu berasal dari berita media induk atau secara khusus diproduksi untuk web. Contoh jenis ini adalah CNN, BBC, dan MSNBC yang telah diakui sebagai situs berita online terkemuka di dunia. Tingkat partisipasi pada jenis situs ini terbilang rendah hingga sedang karena tidak berorientasi pada komentar pengunjung tetapi berorientasi pada pemberitaan yang sifatnya cenderung satu arah. Index and category sites sering dikaitkan dengan mesin pencari tertentu (seperti Google atau Yahoo), perusahaan riset pemasaran (seperti Moreover) atau agensi (seperti Newsindex), dan kadang-kadang besutan individual (seperti 2
Aspek historis dari jurnalisme online dijelaskan lebih terperinci pada bab II.
15
Paperboy). Situs-situs seperti ini biasanya tidak memproduksi konten berita sendiri melainkan melakukan indeks situs-situs berita yang tersebar di internet sehingga memudahkan pengunjung untuk merujuk pada situs spesifik yang diinginkannya dengan hanya menggunakan kata kunci tertentu. Situs Drudge Report kepunyaan Mark Drudge adalah salah satu contoh situs ini3. Meskipun sebenarnya situs pribadi besutan Drudge dapat juga dikategorikan sebagai meta and comment sites karena cenderung melibatkan komunikasi partisipatif melalui keterbukaan komentar terhadap konten yang dipublikasikan. Meta and comment sites berisikan media berita dan isu-isu media secara umum dan karenanya dapat diasosiasikan sebagai pengawas media seperti Freedomforum, Mediachannel, E&PE-Media Tidbits, Poynter’s Medianews. Kadang-kadang jenis situs ini dimaksudkan sebagai perpanjangan dari situs index and category sites misalnya European Journalism Center Medianews dan Europemedia di Eropa. Konten editorial yang ada merupakan hasil produksi dari berbagai jurnalis dan umumnya membahas konten lain yang ditemukan di internet. Jurnalisme ini memberikan kontribusi terhadap perkembangan profesionalisme jurnalis itu sendiri. Share and discussion sites memungkinkan pengguna di dalamnya terlibat interaksi dan diskusi seputar topik tertentu mulai dari skala yang kecil hingga besar, lingkup yang sempit hingga luas. Jurnalisme online jenis ini secara leluasa memfasilitasi pertukaran ide, gagasan, sudut pandang, dan sebagainya. Contohnya adalah Indymedia yang menyediakan ruang untuk berdiskusi mengenai gerakan anti-globalisasi di seluruh dunia. Dibandingkan dengan ketiga jenis jurnalisme online sebelumnya, jurnalisme berbagi dan diskusi mempunyai tingkat partisipasi pengguna yang paling tinggi.
3
Mark Drudge adalah seorang mantan jurnalis, komentator politik dan pemilik situs Drudge Report asal Amerika yang melalui situsnya pernah menggemparkan dunia karena mempublikasikan hubungan seksual terlarang antara presiden Amerika Serikat ke-42 Bill Clinton dan seorang staf magang bernama Monica Lewinsky (yang kerap disebut sebagai skandal Lewinsky atau “Monicagate”) pada tanggal 19 Januari 1998. Sejak saat itu, tanggal tersebut diabadikan sebagai tanggal lahirnya jurnalisme online dan Drudge sendiri dinobatkan sebagai salah satu tokoh perintis jurnalisme online pertama di dunia yang mengubah cara berita disebarkan melalui internet.
16
Selain empat jenisnya, terdapat tiga karakter yang mencirikan jurnalisme online yaitu hipertekstualitas (hypertextuality), multimedialitas (multimediality), dan interaktivitas (interactivity) (Deuze, 2001). Hipertekstualistas berkaitan dengan cara berita yang satu dan lainnya dihubungkan dengan menggunakan tautan (hyperlink). Sebagai contoh, berita yang sifatnya berkelanjutan atau mempunyai kaitan karena kesamaan topik ditampilkan sebagai bagian yang tertaut dengan tautan aktif yang ketika diklik akan membawa pembaca pada berita yang dimaksud dan berita-berita lainnya yang juga terhubung dengan berita tersebut. Tidak hanya pada koneksi berita, hipertekstualitas juga diartikan sebagai tautan-tautan yang dapat berupa tautan iklan, kolom komentar, kanal berita, dan lain-lain yang menyusun laman situs secara utuh. Multimedialitas berhubungan dengan jenis konten multimedia yang akan digunakan untuk mendukung penceritaan kisah tertentu. Jenis konten multimedia yang dipilih nantinya dapat berpengaruh pada bagaimana khalayak menangkap dan memaknai kisah yang diceritakan. Dalam arti yang lain, kesuksesan jurnalisme online dalam menyampaikan pesannya bergantung pada pilihan terbaik atas format multimedia yang dapat merepresentasikan berita secara optimal. Interaktivitas memberi ruang pilihan bagi khalayak untuk merespon, berinteraksi atau bahkan menyesuaikan cerita tertentu. Pilihan interaktif situs dapat dibagi menjadi tiga bentuk yaitu interaktivitas navigasi seperti tombol menu halaman selanjutnya, halaman sebelumnya, kembali ke atas, dan menu navigasi lainnya; interaktivitas fungsional misalnya Bulletin Board System (BBS); dan interaktivitas adaptif yang menawarkan ruang diskusi dan kustomisasi pribadi melalui desain web mandiri. Interaktivitas paling canggih adalah interaktivitas adaptif yang telah memungkinkan situs menyesuaikan diri secara konsisten terhadap perubahan perilaku pengunjungnya. Namun tingkat penggunaan bentuk interaktivitas tersebut tidak setinggi penggunaan interaktivitas navigasi dan fungsional yang telah sebagian besar diaplikasikan ke dalam situs-situs berita online.
17
Secara keseluruhan, detikcom tergolong ke dalam jurnalisme online jenis mainstream news sites karena menyediakan beragam berita digital yang dapat dipertanggungjawabkan meskipun tidak mempunyai media induk tersendiri. Portal detikcom juga telah meliputi ketiga macam karakteristik jurnalisme online yakni hipertekstualitas, multimedialitas, dan interaktivitas. Hipertekstualitas dapat diidentifikasi dari tersedianya bermacam tautan yang ditampilkan dalam satu laman berita—pengunjung dapat memilih tautan tersebut dan secara otomatis akan diarahkan pada tautan yang dimaksud. Multimedialitas terlihat dari keterangan foto yang dipakai untuk mewakili isi berita secara keseluruhan. Interaktivitas masih terbatas pada kelengkapan tombol navigasi tetapi belum mendukung desain laman pengunjung secara mandiri dan penyesuaian tingkah laku atau perlakuan pengunjung pada situs secara spesifik. I.7.2. Kualitas Berita Online Berita yang berkualitas adalah visi yang hendak dicapai dari jurnalisme baik offline maupun online. Hanya dengan melalui proses yang ketat, serius, dan tidak sepele suatu berita yang berkualitas dapat dihasilkan dan layak dilabeli sebagai produk sukses dari kegiatan jurnalistik. Bagian yang terpenting adalah bahwa berita, apapun jenis dan mediumnya, benar-benar berpihak pada kepentingan masyarakat atau dengan kata lain berita yang bermutu dapat menjadi informasi yang mencerahkan dan memandu khalayak dalam bersikap dan bertindak (terhadap suatu peristiwa) untuk dirinya dan/atau orang lain dengan cara yang tepat dan wajar. Kriteria ideal dalam menentukan kualitas suatu berita online sebenarnya lebih cenderung membicarakan sesuatu yang diharapkan yang pada gilirannya menyentuh wilayah normatif mengenai apa yang seharusnya ada dan tidak atau apa yang baik dan tidak baik. Ia menjadi penting karena dapat menjadi kerangka acuan untuk menilai sejauh mana tataran teoretis dan praktis dari kualitas suatu berita online berjalan selaras. Akan tetapi, pendekatan normatif yang benar-benar baku dan khas dari kriteria kualitas berita online belum banyak disinggung. Terdapat cukup banyak gagasan yang mengemuka mengenai unsur-unsur yang harus dimiliki dari suatu
18
berita online yang berkualitas namun belum cukup banyak yang memberikan acuan secara detail (Karlsson, 2012, pp. 386-387). Walaupun begitu, fokus yang ditujukan pada bagaimana mengevaluasi suatu informasi yang diperoleh dari portal online yakni apakah informasi tersebut objektif, akurat, dan lengkap (Foust, 2009, pp. 14-16; Itule & Anderson, 2003, pp. 168-170; Pavlik, 2001, pp. 63-64) adalah bagian yang secara tidak langsung mempunyai hubungan dengan apa yang seharusnya dimiliki dari dari suatu berita sebagai konten online yang diperoleh dari internet. Gagasan lainnya adalah bahwa berita online yang berkualitas tidak menyajikan informasi yang sifatnya pribadi, publikasi rumor atau desas-desus yang tidak benar, masuknya bias personal dan institusi ke dalam pemberitaan, serta rendahnya tingkat kepercayaan dan kredibilitas informasi yang dihadirkan dalam suatu berita online (Abdulla, et al., 2005, p. 147; Salwen, et al., 2005). Hal ini secara implisit menunjukkan bahwa berita online yang berkualitas dituntut untuk tetap objektif, faktual, tidak memihak, serta dapat dipercaya. Olehnya itu, apabila disarikan maka kriteria berita online yang berkualitas dapat diukur dari segi objektivitas, akurasi, faktualitas, imparsialitas, kelengkapan, dan kredibilitas. Di samping itu, berita online yang kualitasnya baik juga dapat diketahui dari apakah berita tersebut telah dilengkapi dengan minimal tiga ciri-ciri jurnalisme online—karena ketiga ciri ini dapat menjembatani pemahaman tentang bagaimana suatu berita online terwujud secara khas dan berbeda dari berita reguler lainnya (Deuze, 2001). Berita online yang berkualitas harus mempunyai: (i). Hipertekstualitas: berita online yang baik harus mempunyai tingkat hipertekstualitas yang juga baik yang ditandai dengan adanya tautan aktif yang menghubungkan berita yang satu dan yang lainnya utamanya apabila berita tersebut masih berkelanjutan; (ii). Multimedialitas: sebagai berita dengan variasi konten teks, audio, dan visual, berita online yang berkualitas baik dapat menunjukkan kesesuaian pilihan antara berita tekstual dan jenis konten pendukunnya yakni apakah berita tersebut akan ditampilkan dengan gambar, rekaman video, atau keduanya. Setelah itu, berita online yang berkualitas juga harus mengedepankan relevansi antara isi teks dan konten pendukung yang telah
19
dipilih yaitu apakah pilihan tersebut telah mampu mengakomodasi keseluruhan informasi yang hendak disampaikan kepada khalayak; dan (iii). Interaktivitas: berita online yang baik mempunyai tingkat interaktivitas yang mumpuni dengan adanya pilihan yang beragam bagi khalayak untuk memberikan tanggapan yakni memberikan ruang interaksi antara khalayak yang satu dan yang lainnya serta dialog timbal balik antara khalayak dan media secara online melalui kolom komentar yang disediakan. Tidak hanya itu, interaktivitas yang baik dari suatu berita online yang baik juga harus dapat memudahkan khalayak untuk mengakses, menyimpan, dan membagi berita secara teknis atau dengan kata lain berita online tersebut harus dapat diunduh, disimpan, dan dibagi secara online. Ketiga hal ini menegaskan bahwa berita online yang kualitasnya baik haruslah mempunyai tautan aktif yang menghubungkan antarberita, keselarasan antara teks sebagai konten utama dan pilihan konten penjelasnya, dan memberikan kesempatan yang luas kepada khalayak dan media untuk saling menanggapi satu sama lainnya. Dengan mengacu pada gagasan mengenai unsur-unsur yang diharapkan ada pada suatu berita online tersebut, maka definisi kualitas berita online yang diusung dalam penelitian ini adalah derajat baik dan buruk dari sekumpulan berita online sebagai konten yang berbentuk teks (tubuh berita) dan non-teks (atribut pendukung teks seperti materi visual dan komentar pembaca dan/atau media) yang terkait antara satu dan lainnya yang penilaiannya disandarkan pada sejumlah kriteria tertentu. Kriteria tertentu tersebut dihimpun dari tiga dimensi utama yang melekat pada berita online yaitu dimensi objektivitas, kredibilitas, dan interaktivitas. Ketiga dimensi kualitas yang masih berbentuk tataran makro tersebut masih perlu diuraikan definisi dan cara mengukurnya secara lebih spesifik agar sesuai dengan kebutuhan penelitian ini. Oleh sebab itu, dimensidimensi itu akan dikerucutkan menjadi tataran mikro yang berisi kriteria turunan beserta cara pengukurannya yang pada gilirannya menjadi penentu ukuran kualitas berita online dalam penelitian ini. Berikut adalah uraian dari masing-masing konsep utama yang dinilai memayungi himpunan kriteria kualitas berita online yaitu konsep objektivitas Westersthål (kriteria faktualitas dengan subkriteria kebenaran dan relevansi, serta
20
kriteria imparsialitas dengan subkriteria keseimbangan dan netralitas), konsep kredibilitas Flanagin dan Metzger (kriteria dapat dipercaya, akurasi, terpercaya, bias, dan kelengkapan), dan konsep BASIC Bradshaw (kriteria singkat, adaptif, dapat dipindai, interaktivitas, masyarakat, dan percakapan): A. Konsep Objektivitas Westersthål Salah satu rujukan yang paling awal digunakan untuk melihat kualitas objektivitas berita adalah kerangka konsep yang dikembangkan oleh Westersthål (1983) yang menelusuri tentang seberapa besar tingkat ketidakberpihakan yang dimiliki oleh lembaga penyiaran publik Swedia saat itu (McQuail, 1992, p. 196). Tingkat ketidakberpihakkan yang diukurnya didasarkan pada dua aspek kunci yang disebut dengan aspek kognitif yaitu aspek yang relasinya terletak pada observasi dan rekaman empiris dan aspek evaluatif yang berfokus pada netralitas dan keseimbangan pada tahap seleksi dan presentasi berita. Sebagai inti dari kualitas informasi, objektivitas tersusun atas dimensi faktualitas (factuality) dan imparsialitas (impartiality). Faktualitas terbagi menjadi dua kategori yaitu kebenaran (truth) dan relevansi (relevance) serta imparsialitas yang juga terdiri dari dua kategori yaitu keimbangan (balance) dan ketidakberpihakkan (neutrality). Adapun keseluruhan susunan kriteria objektivitas yang dimaksud oleh Westersthål ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 1.1. Kriteria Objektivitas Westersthål Objektivitas (Objectivity) Faktualitas (Factuality) Kategori Kebenaran (Truth) Kategori Relevansi (Relevance) Faktual (Factualness) Teori normatif (Normative theory) Akurasi (Accuracy) Jurnalistik (Journalistic) Kelengkapan (Completeness) Audiens (Audience) Informatif (Informativeness) Dunia nyata (Real world) Imparsialitas (Impartiality) Kategori Keimbangan (Balance) Kategori Netralitas (Neutrality) Askes setara/proporsional Non-evaluatif (Non-evaluative) (Equal/proportional access) Evaluasi imbang (Even-handed Non-sensasional (Non-sensational) evaluation) (Sumber: McQuail, 1992, p. 203).
21
Pertama, subkategori faktual (factualness) secara sederhana dapat didefinisikan sebagai sekumpulan fakta yang menyusun suatu berita. Hal penting yang perlu digarisbawahi dari nilai faktual adalah bagaimana nilai informasi (informativeness) dari suatu berita yang lengkap ditonjolkan. Semakin banyak fakta yang dihadirkan dan terhubung satu sama lain secara logis, maka semakin informatif atau faktual suatu berita. Dengan demikian, dalam konteks ini, nilai informasi (informativeness) dapat dimasukkan sebagai penyusun nilai faktual berita (McQuail, 1992, pp. 205-206). Nilai informasi dikembangkan secara konseptual oleh Asp (1981) berdasarkan pada tiga indikator yang berbeda dari informasi berita yaitu kepadatan (density), keluasan (breadth), dan kedalaman (depth). Kepadatan adalah proporsi dari semua poin informasi relevan yang diberikan, keluasan yaitu jumlah poin informasi yang berbeda sebagai proporsi dari jumlah keseluruhan yang mungkin, dan kedalaman merupakan fakta dan sejumlah fakta dan motif yang menyertai dan membantu untuk menjelaskan poin-poin dasar. Dari ketiga indikator ini dapat diketahui indeks nilai informasi suatu berita dengan cara mengalikan nilai kepadatan dan nilai keluasan (McQuail, 1992, p. 206). Pengukuran kekayaan informasi atau faktualitas informasi dari suatu berita juga dapat dilakukan dengan mengukur seberapa banyak redudansi yang terjadi. Teks berita dengan jumlah fakta yang cenderung rendah akan cenderung memiliki tingkat redundansi (redundancy) yang tinggi dan hanya menyampaikan sedikit informasi. Sebaliknya, redundansi yang tinggi membuat berita lebih mudah dibaca dan dimengerti (readability). Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa tingkat readability yang tinggi berbanding lurus dengan tingkat redundansi yang tinggi tetapi tidak dengan tingkat informasi/faktual (yang cenderung rendah) yang dimilikinya. Selanjutnya, aspek faktualitas juga dapat diketahui dari sejauh mana faktafakta yang ditawarkan (pada prinsipnya) memungkinkan untuk proses pengecekan (checkability), atau didukung oleh sumber terpercaya dan bukti-bukti pendukung yang relevan. Semakin mudah dan banyak informasi yang dapat dicek maka semakin tinggi pula tingkat faktualitasnya.
22
Kedua, subkategori akurasi (accuracy) yaitu adalah kesesuaian atau konsistensi yang terjalin di antara teks berita dan rekaman atau dokumentasi peristiwa (McQuail, 2005, p. 356). Untuk mengukurnya dapat dilakukan dengan melakukan verifikasi fakta—mengecek kesesuaian antara fakta yang terjadi di lapangan dengan dokumentasi resmi dan sah, atau melalui sumber terpercaya; persepsi sumber atau subjek berita—mengecek pendapat sumber/subjek berita mengenai kesesuaian dan kebenaran terhadap hal-hal yang diberitakan; perbandingan saksi mata—mengecek kemungkinan perspektif lain dari saksi mata yang berbeda; penilaian audiens—analisis resepsi audiens terhadap tingkat akurasi berita; kredibilitas—tingkat kepercayaan terhadap media, dan akurasi internal—mengecek kesesuaian antara judul (headline) dan isi berita (body text) keseluruhan (McQuail, 1992, pp. 207-210). Ketiga, subkategori terakhir yang dipakai untuk mengukur tingkat kebenaran berita adalah nilai kelengkapan (completeness) berita. Nilai kelengkapan terdiri dari tiga aspek yaitu kelengkapan internal (internal completeness)—semua fakta penting dari suatu cerita, kelengkapan eksternal (external completeness)—semua cerita penting yang dapat diukur seperti keragaman
atau
relevansi,
dan
kelengkapan
kumulatif
(cumulative
completeness)—cerita panjang yang berkelanjutan. Kelengkapan dapat diraih dengan menggunakan tiga metode seperti merujuk pada rekaman acara untuk melengkapi kekurangan informasi; melengkapi peliputan dengan melakukan analisis konten secara rutin sehingga dapat diidentifikasi pola sistematis dari ketidakseimbangan atau ketidakcukupan peliputan suatu berita; dan mengetahui jumlah berita yang cukup menurut audiens melalui survei audiens (McQuail, 1992, pp. 210-212). Keempat, berbeda dengan nilai kebenaran yang terbagi menjadi tiga subkategori (nilai faktual dan informasi digabungkan) sebagai bagian penting dari presentasi berita, nilai relevansi (relevance) memainkan bagian penting dalam seleksi berita secara kognitif. Relevansi dalam hal ini dimaknai sebagai korespondensi antara apa yang ditawarkan kepada audiens dan beberapa standar signifikansi (significance) tertentu. Singkat kata, relevansi adalah apa yang
23
penting dan berguna yang diberikan oleh media kepada audiens—sering disebut dengan tingkat signifikansi berita (McQuail, 1992, p. 213; McQuail, 2005, p. 356). Mengukur tingkat relevansi tidaklah semudah yang dilakukan pada pengukuran tingkat kebenaran karena ia setidaknya memiliki empat faktor penilaian yaitu distribusi yang ideal menurut teori normatif, kriteria nilai berita (news values) para jurnalis, ketertarikan, preferensi dan pendapat audiens, dan indikator dunia nyata dan agenda institusi. Di samping itu, faktor signifikansi berita yang meliputinya juga mendatangkan kesulitan tersendiri disebabkan penilaiannya yang cenderung relatif (McQuail, 1992, pp. 198,213). Oleh karena itu, diperlukan pendalaman terhadap empat sudut pandang yang ada dalam menilai signifikansi. Harapan yang digantungkan oleh teori normatif adalah bahwa berita yang beredar di tengah masyarakat sudah seharusnya objektif. Namun, terdapat perbedaan yang begitu mendasar mengenai apa yang secara objektif dinilai penting dan apa yang secara subjektif dianggap menarik oleh masyarakat. Salah satunya adalah unsur sensasionalisme (sensationalism) dan nilai kemanusiaan (human interest) yang menjadi persoalan di dalamnya. Kedua hal ini biasanya mengacu pada kepentingan manusia, personalisasi atau karakteristik hiburan lainnya dari berita. Semakin banyak berita yang memiliki fitur tersebut, semakin mungkin dianggap kurang nilai informasi dan dengan demikian tidak mungkin relevan
dengan
kebutuhan
informasi,
namun
tetap
menarik
untuk
audiens (McQuail, 1992, pp. 200,216). Kriteria menarik atau pentingnya suatu berita umumnya dikaitkan dengan nilai berita (news values). Namun nilai berita yang ditetapkan oleh jurnalis terkadang tidak cukup kuat untuk menentukan signifikansi atau relevansi karena biasanya hanya merefleksikan perspektif jurnalis secara sepihak. Faktor utama yang umumnya dipertimbangkan dalam pemilihan berita cenderung ketepatan waktu
(timeliness)
atau
aktualitas
(topicality)
dan
nilai-nilai
berita
lainnya. Singkatnya, kita mungkin beranggapan sama dengan jurnalis bahwa semakin besar suatu topik, semakin besar jumlah yang terkena dampak, semakin
24
cepat dampaknya, dan semakin dekat secara budaya atau geografis, maka semakin penting dan relevan topik itu. Meski gagasan ini memiliki biasnya sendiri, tetapi sejauh ini tampaknya jurnalis terbukti mampu memprediksi apa yang akan dipandang audiens menarik (McQuail, 1992, pp. 199-200). Pendapat audiens dan preferensi apa yang mereka anggap penting dan menarik adalah hal yang secara empiris paling menjanjikan dan paling dekat dengan definisi dari relevansi, dengan realitas berita, sebagai bentuk pengetahuan, dan juga dekat dengan pandangan sebagian besar jurnalis. Jika pengukuran terhadap audiens digunakan sebagai kriteria utama relevansi, maka hasilnya sudah hampir pasti sulit sesuai dengan pandangan para ahli atau dengan statistik dunia nyata, atau bahkan dengan salah satu dari berbagai agenda institusional. Namun demikian, pengukuran tingkat relevansi adalah pengukuran yang tidak sulit dilakukan meski menemui beberapa batasan (McQuail, 1992, pp. 199,220). Tidak jauh berbeda dengan indikator audiens, indikator dunia nyata menyatakan bahwa suatu berita semakin relevan ketika berita tersebut semakin sesuai dengan kenyataan yang diukur berdasarkan catatan realitas yang independen dan sebenar-benarnya seperti data statistik resmi, dll. Versi dunia nyata biasanya dimediasi melalui sumber kelembagaan yang berusaha untuk menetapkan prioritas dan agenda yang mereka inginkan muncul sebagai berita. Hal seperti ini tidak dapat dikategorikan sebagai kriteria relevansi, meskipun masih melalui beberapa pertimbangan (McQuail, 1992, p. 199). Kelima, kategori selanjutnya yang menjadi bagian dari kualitas berita sebagai nilai adalah kategori ketidakberpihakan/imparsialitas (impartiality) dengan subkategori keimbangan (balance). Kategori ini berbeda dengan keempat kategori sebelumnya yang lebih merujuk pada kualitas berita sebagai informasi. Keseimbangan berita sendiri adalah kriteria yang didefinisikan sebagai kondisi teks berita yang berimbang karena tidak memihak. Seringkali karena kedekatan inti konsep, keseimbangan disamakan dengan ketidakberpihakan/netralitas (neutrality). Meskipun begitu, kriteria keduanya tetap dapat dibedakan. Dalam hal ini, keseimbangan dapat diukur secara internal dengan melihat keseluruhan teks berita ataupun secara horizontal (lintas media pada satu fokus di waktu yang
25
bersamaan) dan secara vertikal (satu atau beberapa media selama periode tertentu) (McQuail, 1992, p. 224). Pada dasarnya, keseimbangan menekankan adanya proporsionalitas dan kondisi evaluasi yang imbang yang ditampilkan oleh suatu teks berita sehingga bebas dari kecenderungan pada satu pihak tertentu. Keenam, subkategori terakhir dari ketidakberpihakan adalah netralitas (neutrality). Telah dikemukakan bahwa definisi netralitas dan keseimbangan berita hampir mirip sehingga dapat dengan mudah disalahartikan sebagai satu kesatuan. Salah satu hal yang membedakannya adalah bahwa dalam menilai netralitas, makna konotasi akan lebih ditekankan daripada makna denotasi (seperti yang dilakukan untuk menilai keseimbangan) (McQuail, 1992, p. 201). Untuk mengukur netralitas dapat dimulai dengan mengidentifikasi sensasionalisme (sensationalism)—hal-hal
yang
berbau
sensasi;
stereotip
(stereotypes)—
pemberian atribut tertentu kepada subjek/sumber berita; juxtaposition—penjajaran dua hal yang berbeda secara kontras, dan linkages—kombinasi dua hal yang berbeda sebagai satu kesatuan yang asosiatif (McQuail, 1992, p. 234). Berangkat dari keenam kriteria tersebut, maka dapat dipastikan bahwa tidak semuanya akan dipakai untuk menjawab permasalahan penelitian ini. Beberapa pengecualian diberikan kepada dua kategori setelah melalui serangkaian evaluasi yakni, pertama, karena kecenderungan ditemukannya pengulangan informasi dalam berita online lebih besar maka subkategori repetisi/redudansi informasi dari kategori faktualitas (factualness) tidak diaplikasikan dalam penelitian ini. Kedua, dari keempat subkategori yang membangun relevansi (relevance), hanya satu subkategori saja yang dinilai jelas dalam hal pengukuran dan korelasinya dengan permasalahan penelitian—subkategori yang dimaksud adalah standar jurnalistik dalam menentukan news values dari suatu peristiwa. Akan tetapi, dalam hal ini pun, unsur-unsur news values tidak semuanya akan diukur dengan alasan bahwa pemilihan berita bencana sendiri telah tersirat menandakan kecenderungan pada news values yang diharapkan dari suatu produk jurnalistik—kriteria
news
values
dalam
berita
ini
dibatasi
pada
ketepatan/aktualitas waktu (timeliness) (McQuail, 1992, p. 200). Ketiga, subkategori keimbangan (balance) diukur dengan menggunakan dua aspek
26
penilaian yaitu melihat ada dan tidaknya pemberitaan yang tidak berat sebelah (cover both sides) dan kecenderungan tertentu yang ditunjukkan jurnalis dalam berita yang ditulisnya (slant news). B. Konsep Kredibilitas Flanagin dan Metzger Kredibilitas dapat dimaknai secara sederhana sebagai kapabilitas atau kualitas yang dapat dipercaya. Ia dapat ditinjau dari tiga aspek yaitu kredibilitas media, kredibilitas konten, dan kredibilitas sumber yang dari ketiganya bersinggungan satu sama lain yang dipahami sebagai tingkat kepercayaan, kualitas, dan keakuratan (Kang, 2010, p. 5-6). Oleh karena itu, dimensi kredibilitas dimasukkan sebagai dimensi yang dirujuk bersama dimensi objektivitas dan dimensi BASIC. Penelitian tentang kredibilitas sendiri telah banyak dilakukan dan dari kebanyakan penelitian yang telah menelaahnya sepakat melihat kredibilitas melalui lima kategori yaitu dapat dipercaya (believability), akurasi (accuracy), terpercaya (trustworthiness), bias (bias), dan kelengkapan (completeness). Kelima unsur tersebut yang kemudian diadopsi oleh Flanagin dan Metzger dalam penelitiannya (Flanagin & Metzger, 2000, pp. 521-522). Dari kelima penyusun kredibilitas Flanagin dan Metzger tersebut dapat diidentifikasi dua unit yang mempunyai kemiripan makna yaitu believability dan trustworthiness yang secara bersama-sama mengusung makna kepercayaan atau sifat yang dapat dipercaya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, keduanya dikombinasikan sebagai satu unsur believability/trustworthiness. Dalam konteks ini, believability/trustworthiness diartikan sebagai sifat berita yang dapat dipercaya karena berasal dari fakta dan sumber yang tepat dan benar. Unit selanjutnya adalah akurasi (accuracy) atau ketepatan berita. Berita yang akurat adalah berita yang benar. Sering kali karena kecepatan, akurasi terpinggirkan. Akurasi dapat berupa kebenaran penulisan, kesesuaian antara judul dan isi, ketepatan informasi, dan kebenaran atribut seperti foto dan lainnya (Reuters, 2008). Dengan demikian, akurasi dapat dipahami sebagai ketelitian dan kedisiplinan informasi yang ditampilkan jurnalis.
27
Bias (bias) merupakan unit kredibilitas yang lebih berkaitan dengan bagaimana suatu berita yang dibuat tidak menunjukkan kecenderungan yang tidak objektif. Bias ini biasanya ditemukan pada berita berbau politik yang dibuat oleh jurnalis media yang kadang-kadang terjebak pada keberpihakkan terhadap kubu politik tertentu. Oleh sebab itu, bias dapat dikaitkan dengan unsur imparsialitas atau ketidakberpihakan. Kelengkapan (completeness) sama halnya dengan kategori kelengkapan yang
dikemukakan
mengandung
unsur
Westersthål 5W+1H.
yaitu
suatu
Keutuhan
berita
berita
sekurang-kurangnya
menjadi
faktor
penentu
berkualitasnya berita yang disebarkan. Kesimpulannya, dari konsep kredibilitas ini dapat diambil satu unsur penting
yang
mempengaruhi
kualitas
berita
online
yaitu
believability/trustworthiness. Adapun unsur lainnya seperti akurasi, bias, dan kelengkapan dianggap telah tercakup di dalam konsep akurasi, netralitas, dan kelengkapan oleh Westersthål karena mempunyai definisi kategori yang sejalan. C. Konsep BASIC Bradshaw Paul Bradshaw (2008) memperkenalkan konsep yang dikenal dengan BASIC yang merupakan singkatan dari yaitu ringkas (brevity), bersifat adaptif (adaptability), dapat dibaca dengan cepat (scannability), bersifat interaktif (interactivity), dan masyarakat dan dialog (community and conversation) sebagai prinsip-prinsip fundamental jurnalisme online yang pada penelitian ini diadaptasi dan dimodifikasi untuk mengetahui ukuran kualitas berita online. Menurut Bradshaw (2008), suatu berita yang dipublikasikan secara online harus mempunyai isi yang ringkas, singkat, dan padat (brevity) karena berita online berbeda dari berita yang dimuat dalam media massa seperti surat kabar, khususnya dalam hal seberapa baik, cepat, dan efektif pembaca dapat memahami berita yang dibacanya. Dapat dikatakan bahwa berita online yang melebihi satu halaman dinilai tidak memenuhi unsur brevity. Ringkasnya suatu berita online juga dapat dilihat dari segi penulisannya yang umumnya menggunakan pola kalimat aktif sederhana (subjek, kata kerja, objek) karena cenderung lebih mudah dipahami daripada pola kalimat pasif serta
28
menghindari terlalu banyak kalimat kompleks yang mengandung banyak tanda baca yang tidak diperlukan (misalnya terlalu banyak tanda koma di antara kalimat yang sedianya dapat dihubungkan dengan kata penghubung) (Foust, 2009, p. 136). Berita yang singkat juga berimplikasi pada sifat praktis yang dimiliki oleh berita online, dalam arti bahwa berita yang terlalu panjang tidak memudahkan pembaca online untuk memindahkan navigasi dari atas ke bawah atau dari kiri ke kanan, tidak semudah yang dilakukan pembaca berita cetak ketika membolakbalikan halaman surat kabar. Ia juga sama pentingnya ketika memproduksi konten multimedia online karena konten audio-video yang terlalu panjang tidak efisien dan efektif bandwidth serta membuang banyak waktu bagi pengguna untuk menunggu sampai konten tersebut sepenuhnya berhasil terunduh. Singkat kata, singkat, ringkas, padat, dan praktis (brevity) adalah unsur yang menentukan kebaikan kualitas suatu berita online (Bradshaw, 2008). Prinsip yang kedua adalah kemampuan beradaptasi (adaptability) yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu jurnalis dan konten. Dari segi jurnalis, kemampuan adaptasi ini tak ubahnya sebagai sebuah “kesempurnaan” atau nilai tambah yang sangat diharapkan dan harus diupayakan oleh seorang jurnalis di era jurnalisme online (Abraham, 2001). Jurnalis yang adaptif tidak hanya menguasai satu bidang keahlian saja, tetapi juga menguasai beragam keterampilan teknologis yang konvergen seperti dapat memproduksi konten multimedia untuk bisa digunakan dalam bermacam platform media (Huang, et al., 2006a, pp. 226-256). Hal ini dikarenakan oleh sifat jurnalisme online yang melibatkan banyak media mulai dari media cetak, penyiaran, hingga internet (konvergensi media), sehingga jurnalis dituntut untuk menguasai atau sekurang-kurangnya memahami segala hal ihwal tentang proses pengumpulan, produksi, dan distribusi berita media yang konvergen tersebut (Huang, et al., 2006b, pp. 88-93). Dari segi kontennya, berita online yang adaptif adalah berita yang dilengkapi dengan fitur penanda (tagging) atau fitur pengunci kata kunci (keywords) serta mudah diunduh dan disimpan (downloadable/embeddable). Berita online yang demikian akan memudahkan pengguna untuk menelusuri
29
berita tertentu yang ingin diketahuinya dengan cepat dan instan serta dapat menyimpannya sebagai arsip yang kapan saja dapat dibuka ketika dibutuhkan di kemudian hari (Bradshaw, 2008). Berdasarkan hal ini dapat disarikan bahwa semakin mumpuni keterampilan yang dimiliki oleh jurnalis, semakin mudah berita dibaca, dan semakin cepat akses (mengunduh, menyimpan, dan membagi berita secara online) dilakukan, maka semakin baik pula kualitas jurnalisme online
dan
kontennya—dalam
penelitian
ini,
subkategori
downloadable/embeddable tidak diukur sebagai bagian dari kualitas berita online karena berhubungan dengan aspek aksesibilitas yang condong pada kualitas jurnalisme online. Prinsip berikutnya adalah kemampuan suatu berita online dapat dibaca dengan cepat (scannability) oleh pembaca. Secara sekilas, prinsip ketiga ini bersinggungan dengan prinsip singkat dan adaptif dari suatu berita online yakni memudahkan pembaca untuk mengetahui dengan cepat isi berita karena telah dilengkapi dengan informasi kata kunci atau penanda topik tertentu yang secara spontan dirujuk oleh pembaca. Menanggapi hal itu, Bradshaw (2008) menekankan bahwa pembaca berita online lebih mungkin mencari sesuatu yang spesifik daripada membaca keseluruhan informasi dari suatu situs dan apabila sesuatu yang dicarinya tidak ditemukan maka ia akan segera beralih pada situs lainnya. Oleh karena itu, berita online harus sedapat mungkin mengandung prinsip scannability dengan menerapkan langkah-langkah berikut: (a). Menetapkan judul yang jelas dan tidak ambigu; (b). Membuat inti sari berita di awal baris/paragraf pembukaan; (c). Menetapkan pokok pikiran yang jelas pada setiap awal paragraf baru untuk menjelaskan titik masuk isi paragraf yang dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca; (d). Menggunakan tanda atau angka untuk mendaftar poin-poin tertentu agar lebih jelas; (e). Membuat kutipan langsung secara indentasi (menjorok ke dalam); (f). Mengaktifkan tautan (hyperlink); dan (g). Menebalkan atau menyorot kata-kata kunci tertentu. Meskipun kemungkinan diaplikasikannya keseluruhan langkah-langkah sangat besar, akan tetapi pada kenyataannya, tentu saja ada satu, dua, atau beberapa langkah yang terabaikan. Oleh sebab itu, dalam prinsip ini
30
beberapa langkah scannability saja yang diaplikasikan secara konsisten pada suatu berita online maka ia sudah dapat dikatakan berita online yang cukup berkualitas. Prinsip selanjutnya adalah prinsip interaktivitas (interactivity) sebagai karakter yang melekat kuat dan mencirikan jurnalisme online. Interaktivitas jurnalisme online dapat dikaitkan dengan kuasa atas kontrol yang dimiliki oleh pengguna dan disediakan oleh media online. Dimensinya dibagi Bradshaw menjadi dua yaitu dimensi waktu (time) dan ruang (space) serta masukan (input) dan keluaran (output) sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 1.2. Dimensi Interaktivitas Berita Online Interaktivitas (Interactivity) Waktu (Time) Ruang (Space) Hardware Hyperlinks online video, audio, Keluaran S podcast, databases, Mobile phone, (Output) o Flash interactives, iPods, wifi laptop, f PDF papers, Sky+, RSS t RSS, Last.fm, mobile w phone a Blog, podcast, vlog, r forum, chatroom, Moblogging, user e comments, live generated content chats, wiki, (GC), citizen Masukan (Input) YouTube, Flickr, journalism (CJ), social networking Twitter, Shozu sites, email, SMS (Sumber: Bradshaw, 2008). Dimensi interaktivitas yang pertama adalah kontrol pengguna atas ruang dan waktu. Pengguna dengan otonominya dapat memanfaatkan penggunaan perangkat keras maupun lunak yang tersedia melalui media online untuk mengakali entitas ruang dan waktu yang cenderung tidak dapat dilakukan pada media konvensional (media penyiaran mengharuskan pengguna untuk secara fisik hadir mengamati atau media cetak yang harus menunggu edisi tertentu selesai dicetak). Secara waktu, pengguna dimudahkan dengan teknologi seperti video on demand, telepon seluler, dan berita berformat PDF; sedangkan secara ruang,
31
peralatan seperti pemutar MP3 dan jaringan wifi yang terbenam pada laptop dan telepon seluler memungkinkan pengguna menembus sekat ruang yang pada media sebelumnya jelas memisahkan. Di samping kemudahan ruang dan waktu tadi, interaktivitas online menyediakan kontrol atas masukan dan keluaran dari, oleh dan untuk pengguna itu sendiri. Dalam konteks ini, perangkat lunak (software) yang menyusun media online bermanfaat besar bagi pengguna. Sebagai contoh, kontrol atas keluaran dapat dilakukan dengan cara memilih konten tertentu sesuai tautan yang dipilih, fitur database untuk menentukan berita tertentu yang ingin dibaca berdasarkan areanya, dan video dan audio online yang dapat diatur pemutaran dan detailnya oleh pengguna. Dalam hal kontrol atas masukan, pengguna dapat memanfaatkan blog, podcast, YouTube, social networking sites, chatroom untuk menerbitkan medianya sendiri (Bradshaw, 2008). Kedua dimensi interaktivitas itu tidak hanya berarti sebagai kontrol pembaca tetapi juga kontrol jurnalis terhadap keseluruhan aspek jurnalisme online dan pembacanya. Artinya adalah kontrol terhadap ruang dan waktu diwujudkan dengan menyediakan konten yang interaktif (dapat diunduh, disimpan, dibagi) dan kontrol terhadap masukan dan keluaran diwujudkan dengan memberikan kesempatan pembaca untuk beropini atau berkomentar dan memberi masukan yang membangun untuk perkembangan media tersebut. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa interaktivitas dalam hal ini bukan saja berarti proses interaksi satu arah, dua arah, melainkan juga tiga arah karena melibatkan media, pembaca, dan antarpembaca. Prinsip kelima adalah masyarakat dan percakapan (community and conversation). Prinsip ini sejalan dengan posisi media sebagai institusi sosial yang berperan sebagai pelayan masyarakat dan berupaya sebaik mungkin untuk memihak kepada kepentingan masyarakat. Jurnalis selaku jurnalis dan sebagai anggota dari masyarakat sepatutnya dapat memahami arti penting keberadaannya tersebut serta menyadari bahwa masyarakat yang ada saat ini tidak saja bertindak sebagai audiens yang pasif dan menanti informasi seadanya, namun juga sebagai kontributor, moderator, dan editor. Melalui media online, masyarakat atau
32
komunitas yang selama ini dimaknai sebagai sekumpulan orang yang berbagi ketertarikan, hobi, dan kepercayaan yang sama, terdefinisi menjadi lebih luas sebagai kelompok yang berbagi sejarah, masalah, dan sebab-musabab bersama. Dalam definisi ini termaktub unsur penting lainnya yaitu conversation sebagai bagian yang masih tak terlepaskan dari unsur interaktivitas tiga arah yang di dalamnya,
jurnalis,
masyarakat
dan
antarmasyarakat
menggunakan,
memproduksi, dan mempertukarkan konten online bersama-sama. Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa media online yang serius dalam mengemban dan menjalankan misi kemasyarakatan serta melibatkan conversation dari berbagai pihak baik internal dan eksternal adalah media online yang berkualitas baik (Bradshaw, 2008). Dari kelima prinsip BASIC tersebut, maka dapat ditarik empat kriteria yang sejalan dengan kualitas berita online sebagai konten media yaitu ringkas (brevity), adaptif (adaptability), mudah dibaca (scannability), dan interaktivitas (interactivity). Keempat kriteria ini dipandang perlu ada dalam kategori pengukuran kualitas berita online dalam penelitian ini karena sifatnya yang tampak (manifest) sehingga dapat diidentifikasi secara kuantitatif daripada kategori masyarakat dan percakapan (community dan conversation) yang bermakna tidak tampak (latent) karena cenderung kualitatif. Selain itu, penjabaran empat kategori BASI tersebut juga lebih definitif bila dibandingkan dengan kategori C yang masih cukup makro dan umum.
I.8. Kerangka Konsep dan Operasional Berangkat dari kerangka pemikiran yang telah dipaparkan tersebut, peneliti menuangkannya ke dalam kerangka operasional penelitian yang dapat mewakili keseluruhan bingkai pemikiran dalam mengukur kualitas berita online pada portal detikcom dalam memberitakan bencana kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 pada kurun waktu antara bulan Desember 2014 dan Januari 2015. Konsep objektivitas Westersthål yang terdiri atas empat kategori (truth, relevance, balance, neutrality) dengan 12 subkategori (factualness, accuracy, completeness, informativeness, normative theory, journalistic, audience, real
33
world, equal access, even-handed evaluation, non-evaluative, dan nonsensational), diadaptasi dan dimodifikasi sehingga hanya menyisakan enam unit analisis yang relevan yaitu factualness, accuracy, completeness, relevance, balance, dan neutrality. Konsep kredibilitas Flanagin dan Metzger yang terdiri dari lima kategori yaitu believability, accuracy, trustworthiness, bias, dan completeness dipadatkan ke dalam satu unit analisis saja yaitu believability/trustworthiness atas pertimbangan telah tercakupnya unit analisis accuracy, completeness dan bias pada konsep objektivitas Westersthål. Konsep BASIC Bradshaw yang terbagi atas lima kategori yakni brevity, adaptability, scannability, interactivity, dan community-conversation, tidak menyertakan
kategori
community-conversation
sebab
cenderung
belum
mempunyai kriteria ukur yang tepat pada konteks pemberitaan online di Indonesia saat ini. Dengan mengacu pada adaptasi dan modifikasi ketiga konsep yang digunakan tersebut didapatkan sebanyak sebelas unit analisis yang dipecah lagi menjadi subunit-subunit analisis yang secara menyeluruh diposisikan sebagai himpunan ketentuan kualitas berita online yang dipakai dalam penelitian ini. Adapun penjabaran operasional unit dan subunit analisis penelitian yang diadaptasi dan dimodifikasi dari tiga konsep Westersthål, Flanagin dan Metzger, dan Bradshaw dapat diperinci pada tabel berikut: Tabel 1.3. Unit dan Subunit Analisis Penelitian Unit Analisis Factualness
Accuracy
Definisi Operasional Berita online ditulis sesuai fakta atau kebenaran Ketelitian, ketepatan, kesesuaian, dan konsistensi yang terbentuk antara berita online dan rekaman dan dokumentasi fakta atau peristiwa yang
Subunit Analisis* Informativeness
Sumber
Checkability Korelasi antara judul dan isi Kebenaran penulisan Kesesuaian sumber berita Kesesuaian dan kebenaran atribut berita
Westerståhl (1983)/ McQuail (1992)
34
Completeness
Relevance
Balance
Neutrality
Credibility
Brevity
Adaptability
Scannability
sesungguhnya Kelengkapan unsurunsur dasar penyusun berita online Tingkat relevansi yang tercipta antara isi berita online dan (kebutuhan) pembacanya Kriteria yang didefinisikan sebagai kondisi berita online yang berimbang karena tidak dipresentasikan dengan berat sebelah dan kecenderungan tertentu. Berita online dianggap tidak mempunyai kecenderungan untuk memihak Kriteria yang berkaitan dengan seberapa jauh suatu berita online dapat dipercaya Kriteria yang menuntut berita online harus disajikan dengan ringkas dan tidak bertele-tele sehingga mudah dipahami Kriteria yang memungkinkan berita online dapat dicari dengan mudah dan cepat melalui penandaan (kata kunci) tertentu Kriteria yang mengharuskan isi berita online dapat dengan
5W+1H (what, when, where, who, why, how)
Timeliness Cover both sides
Slant news
Sensationalism Stereotype Juxtaposition Linkages Flanagin & Metzger (2000)
Believability/ Trustworthiness
Kepadatan dan kejelasan kalimat
Fitur (keywords)
tagging
Bradshaw (2008)
Kejelasan judul berita Inti sari berita di awal paragraf
35
segera melalui cepat
dipahami Penggunaan pembacaan tanda/nomor untuk poin informasi Sisipan tautan aktif dan tepat Penyorotan kata kunci Kriteria yang dicirikan Komentar pembaca dengan adanya ruang Interactivity untuk bertukar respons Respons media tentang berita online yang ditampilkan Ket: *Definisi operasional dari setiap subunit analisis ditampilkan pada panduan unit dan subunit analisis yang menyertai lembar coding (terlampir). I.9. Metodologi Penelitian I.9.1. Jenis Penelitian Penelitian
ini
berparadigma
positivistik
dengan
mengedepankan
pendekatan kuantitatif, dianalisis secara deskriptif dan apa adanya guna menyimpulkan secara umum melalui pengamatan empiris terhadap masalah yang diteliti. Pendekatan kuantitatif deskriptif tersebut kemudian diwujudkan ke dalam bentuk pendekatan analisis konten yang secara khusus bertujuan untuk mengukur kualitas berita kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 yang dipublikasikan oleh portal berita online detikcom selama bulan Desember 2014-Januari 2015.
I.9.2. Metode Penelitian Penelitian media yang menganalisis performa media sebagian besar dilakukan dengan memfokuskan titik permasalahannya pada kualitas media yang diukur dengan menggunakan sejumlah kriteria tertentu (McQuail, 2005, p. 341). Salah satu kualitas media yang dapat diamati (manifest) dan diukur adalah berita sebagai konten informasi. Demikian halnya dalam riset ini, berita diposisikan sebagai objek utama yang tampak dan diteliti sesuai dengan serangkaian kategori yang
ditetapkan
sebagai
pedoman
pengukuran
berkualitas
atau
tidak
berkualitasnya berita pada media online yang dipilih. Oleh karena itu, penelitian menggunakan metode analisis isi kuantitatif (quantitative content analysis)
36
dengan menerapkan penghitungan statistik yang akurat dan sistematis sehingga hasil analisis yang disajikan dapat dipercaya keabsahannya (Berelson, 1952, p. 18).
I.9.3. Model Penelitian Penelitian ini diawali dengan pra asumsi peneliti yang bersumber dari pengamatan awal terhadap objek yang diteliti atau dapat dikatakan bahwa masalah yang diangkat adalah kontekstualisasi dari pra asumsi tersebut. Masalah penelitian direfleksikan ke dalam unit analisis penelitian yang diteliti secara konseptual/teoretik dengan konsep/teori yang dinilai tepat dan sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian—unit analisis itu sendiri merupakan hasil dari penjabaran konsep/teori terpilih. Unit analisis yang sifatnya makro akan dikerucutkan menjadi beberapa subunit mikro yang dikonseptualisasikan oleh peneliti sehingga telaah akan lebih spesifik dan khusus. Setiap unit dan subunit tersebut kemudian dianalisis dan digeneralisasikan untuk diambil suatu kesimpulan.
I.9.4. Teknik Pengumpulan Data Sumber data dalam penelitian berasal dari data primer yaitu 965 berita online mengenai kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 pada topik “AirAsia Hilang Kontak”, “AirAsia Hilang”, dan “AirAsia Ditemukan” yang diunduh peneliti secara langsung dari portal berita online detikcom selama bulan Desember 2014-Januari 2015 dan data sekunder yang diperoleh dari berbagai literatur, jurnal ilmiah atau dokumen lainnya sebagai penunjangnya. Data-data tersebut dikumpulkan dengan cara observasi-dokumentasi (pengamatan berita demi berita yang menyangkut dengan perkembangan liputan kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 dalam kedua portal berita yang diteliti) dan studi kepustakaan (melalui pencarian data pustaka yang berupa buku, majalah, jurnal, informasi website, dll untuk menemukan penjelasan pendukung yang relevan dengan objek penelitian).
37
I.9.5. Teknik Pengolahan Data Berita sebagai data utama penelitian diolah dengan menghitung frekuensi kemunculan dari unit dan subunit kualitas berita yang telah ditetapkan. Penghitungan dilakukan dengan mengukur persentase frekuensi data (jika dibutuhkan akan dibantu dengan penghitungan program statistik seperti program SPSS atau statistical product and service solutions) dan diilustrasikan ke dalam tabel distribusi sederhana. Tabel distribusi frekuensi ini akan menampilkan hasil coding yang dilakukan peneliti dan intercoder dalam angka 0 dan 1 yang berarti ada dan tidak adanya unit dan subunit analisis kualitas berita yang dikandung oleh himpunan berita kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 yang dipublikasikan pada portal online detikcom.
I.9.6. Teknik Analisis Data Teknik analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan menerapkan urutan langkah-langkah berikut: Pertama, peneliti menghimpun 965 berita yang terkait pada topik dan periode yang telah ditetapkan yaitu topik khusus “AirAsia Hilang Kontak”, “AirAsia Hilang”, dan “AirAsia Ditemukan” periode Desember 2014 hingga Januari 2015. Kumpulan berita tersebut dianggap sebagai satu kesatuan berita yang akan dinilai kualitasnya menurut unit dan subunit analisis yang sudah ditentukan. Atribut-atribut berita seperti foto, video, grafik, dan ilustrasi konten lainnya tidak diteliti sebagai objek terpisah (dengan definisi dan indikator ukur tersendiri), tetapi dimasukkan sebagai bagian dari berita yang dinyatakan ke dalam unit analisis akurasi dengan subunit kesesuaian dan kebenaran atribut berita. Kedua, peneliti mengidentifikasi setiap subunit analisis dengan memberi kode 0 untuk ada atau 1 untuk tidak ada pada lembar coding. Lembar coding dibuat sekomprehensif mungkin dalam menampilkan unit analisis sehingga mengurangi kemungkinan misinterpretasi antara peneliti dan intercoder. Ketiga, hasil coding peneliti dibandingkan dengan hasil coding yang dilakukan oleh intercoder. Intercoder dalam riset berperan sebagai penguji tingkat
38
reliabilitas dari unit analisis penelitian sehingga meminimalkan keraguan akan keabsahan dan kebenaran hasil penelitian. Intercoder yang dipilih berjumlah empat orang yang masing-masing mempunyai latar belakang pendidikan sarjana di bidang ilmu komunikasi sebanyak tiga orang (yang juga merupakan teman sejawat peneliti pada prodi S2 Ilmu Komunikasi) dan satu orang sisanya adalah ayah kandung peneliti yang berlatar belakang pendidikan sarjana ilmu pendidikan bahasa Indonesia (yang juga tidak asing dengan proses coding). Keempat intercoder yang dpilih telah dibekali peneliti dengan penjelasan lengkap mengenai masalah, tujuan, objek, dan metodologi penelitian ini sebelum dan selama penelitian (khususnya proses coding) berlangsung. Keempat, menetapkan standar reliabilitas penelitian dengan memakai koefisien reliabilitas Holsti 0,7-1 (70%-100%) untuk menentukan kelayakan definisi operasional kategori. Jika nilai koefisien reliabilitas mencukupi rentang nilai yang ditentukan, maka proses pemantauan tetap dilakukan oleh peneliti dan anggota intercoder secara berkala. Akan tetapi sebaliknya, apabila perolehan nilai unit analisis tidak mencapai rentang koefisien tersebut maka unit dan subunit analisis dianggap tidak sah dan valid dalam penelitian dan oleh karenanya harus didefnisikan ulang. Kelima, akhirnya mengambil generalisasi data (kesimpulan) terhadap kecenderungan kualitas berita online kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 pada portal detikcom periode Desember 2014 dan Januari 2015. Kualitas berita sendiri dinyatakan dalam persentase dan digolongkan ke dalam lima predikat yaitu sangat baik (81-100%), baik (61-80%), cukup (41-60%), kurang baik (21-40%), dan tidak baik (0-20%) berdasarkan akumulasi rata-rata dari setiap nilai maksimum dan minimum yang diraih oleh setiap subunit analisis kualitas berita yang telah disepakati—semakin besar jumlah persentase yang diperoleh maka semakin baik pula kualitas beritanya.
I.9.7. Teknik Penyajian Data Data hasil olahan dan analisis penelitian ini dikuantifikasikan sebagai data numerik yang berupa jumlah bilangan atau persentase statistik yang ditunjang
39
dengan argumen deskriptif untuk menegaskan analisis peneliti terhadap hasil penelitian yang diperoleh. Data ditampilkan dalam dua bentuk penyajian yaitu data dalam tabel yang terdiri atas tabel klasifikasi berita, tabel coding dan/atau distribusi frekuensi, dan tabel kualitas berita serta data dalam diagram untuk menyajikan visualisasi data penelitian agar dapat lebih cepat dicerna oleh pembaca—meskipun begitu penyajian data setiap unit kualitas berita online baik itu dalam bentuk tabel, diagram atau sekadar deskripsi akan disesuaikan dengan keperluan analisisnya. Di samping itu, sebagai pendukung analisis, dihadirkan pula beberapa contoh berita online yang disalin secara utuh ataupun dipenggal per bagian untuk menonjolkan aspek spesifik yang diulas.
I.9.8. Limitasi Penelitian Penelitian ini tidak bertujuan untuk memahami atau mengilustrasikan pesan sosial yang ada di balik teks berita, oleh karenanya penelitian ini tidak dapat digunakan untuk melihat isi yang tidak tampak (latent). Konten yang tidak tampak atau tersembunyi hanya dapat dijelaskan dengan menggunakan analisis isi yang sifatnya kualitatif. Meskipun dalam konteks penelitian ini, penggabungan keduanya dimungkinkan, tetapi peneliti menganggap bahwa hal tersebut akan membuat fokus penelitian melebar sehingga tidak sesuai dengan maksud dari penelitian yang ingin menunjukkan kecenderungan umum yang objektif. Sebagai pengecualian, penelitian hanya mengukur kualitas berita online dengan topik kecelakaan pesawat pada satu portal online saja, sehingga hasilnya tidak dapat digeneralisasikan untuk menentukan kualitas berita dengan topik lain pada portal online lainnya. Kendatipun demikian, kriteria yang dipakai untuk menganalisis kualitas berita bisa saja digunakan atau dimodifikasi untuk penelitian serupa.
I.10. Sistematika Penulisan Penelitian dituliskan ke dalam lima bab utama yaitu pendahuluan, tinjauan historis, detikcom dan berita online AirAsia QZ8501, hasil dan analisis, serta penutup.
40
Bab pertama, pendahuluan, secara garis besar mengemukakan introduksi penelitian mulai dari latar belakang permasalahan, konsep, serta metode yang digunakan untuk meneliti permasalahan yang ditemukan. Bab ini juga memberikan tinjauan ringkas tetapi detail mengenai teori atau konsep yang dirujuk serta operasionalisasinya sehingga lebih relevan, kontekstual, dan tajam untuk membedah objek yang diteliti. Bab kedua, tinjauan historis, masih ada kaitannya dengan tinjauan pustaka ataupun kerangka pemikiran yang disebutkan pada bab pertama, namun pada bab kedua ini, konten yang dijelaskan akan lebih merujuk pada pengembangan wawasan dan pemahaman pada konteks yang lebih historis dan umum terkait penelitian ini yaitu jurnalisme online—teori dan konsep yang telah diungkap pada bagian pertama tentang jenis dan karakter jurnalisme online serta kualitas berita online tidak akan disinggung kembali karena hanya akan menimbulkan repetisi serta membuat penyampaian menjadi bertele-tele. Bab ketiga, detikcom dan berita online AirAsia QZ8501, memaparkan objek penelitian yang dalam hal ini mengacu pada portal detikcom yang memuat berita-berita online AirAsia QZ8501 yang diteliti. Pada bagian ini juga akan ditampilkan gambaran singkat dan jumlah berita online kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 dalam tiga topik yang dipilih yaitu “AirAsia Hilang Kontak”, “AirAsia Hilang”, dan “AirAsia Ditemukan”. Bab keempat, hasil dan analisis, menggabungkan temuan penelitian dan pembahasan atau diskusi sehingga terjalin keutuhan analisis yang lebih efektif daripada dibagi ke dalam bab yang terpisah. Hasil dan analisis dipadukan dalam penjelasan analitis dan deskriptif sehingga dapat menyentuh pemahaman pembaca dengan baik. Di samping itu, dihadirkan pula diskusi mendalam dalam hal refleksi yang dapat ditarik dari hasil penelitian. Bab kelima, penutup, menyimpulkan dan memberikan rekomendasi terkait hasil penelitian yang dalam konteks ini menyimpulkan kualitas berita online yang sudah diteliti serta hal-hal apa saja dari kualitas berita tersebut yang perlu ditingkatkan.
41