BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Kebudayaan merupakan hasil karya manusia yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan hidup. Beberapa kebudayaan diantaranya dimulai pada masa prasejarah yang dapat dikelompokkan dalam beberapa masa yaitu masa berburu dan meramu makanan, masa bercocok tanam, dan masa perundagian. Pada masa bercocok tanam muncul suatu budaya yang disebut dengan tradisi megalitik (Sukendar, 2003: 13). Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang berarti batu. Tradisi Megalitik biasa disebut dengan tradisi batu besar, karena pada masa ini manusia sudah dapat membuat dan meningkatkan kebudayaan yang terbuat dari batu-batu alam dengan ukuran besar serta adanya kepercayaan terkait hubungan antara orang-orang yang masih hidup dan sudah mati (Suantika, 2010: 25). Tradisi megalitik tersebar hampir di seluruh Kepulauan Indonesia seperti Bali, Nias, Sumbawa, Sumba, Flores. Bangunan-bangunan megalitik dibuat untuk sarana pemujaan dan penghormatan kepada arwah nenek moyang yang sampai saat ini masih diterapkan oleh masyarakat pendukungnya dan menjadi tradisi megalitik berlanjut (living megalithic tradition). Ciri khas tradisi megalitik yang terdapat
di Sumba
salah
satunya adalah berupa bangunan kubur batu,
1
2
masyarakat Sumba menyebutnya dengan istilah reti dan terkait dengan upacara merapu yang dilakukan untuk pemujaan kepada roh leluhur (Tunggul, 2003: 3). Reti merupakan sebuah peti yang dibentuk dari empat sampai enam buah papan batu yang terdiri atas dua sisi panjang, dua sisi lebar, sebuah lantai, dan sebuah penutup peti. Sebagian besar reti membujur dengan arah utara selatan. Seluruh papan batu tersebut disusun dalam sebuah lubang yang sudah disiapkan sebelumnya sebagai tempat untuk orang yang meninggal dengan posisi duduk (Boro, 1995: 3). Bangunanbangunan tradisi megalitik yang terdapat di Sumba Timur memiliki bentuk bangunan yang beragam dengan pola hias yang menarik sehingga dapat dibedakan dengan bangunan megalitik di tempat lainnya (Kusumawati, a. 2010: 193). Reti sengaja dibuat oleh masyarakat setempat menggunakan batu-batu yang berukuran besar yang diperuntukkan untuk raja atau kaum bangsawan dengan tujuan sebagai penghormatan terakhir kepada raja yang sudah meninggal (Kapita, 1976: 41). Pada reti terdapat pahatan berupa menhir yang oleh masyarakat pendukungnya disebut dengan penji. Hasil tradisi megalitik yang terdapat di Sumba berupa bangunan-bangunan batu besar yang biasanya dibuat hanya untuk raja atau bangsawan pada suatu perkampungan yang terdapat di Sumba salah satunya dapat ditemukan di Kampung Kawangu, Pandawai, Sumba Timur. Masyarakat pendukung tradisi megalitik yang terdapat di Sumba memiliki kepercayaan yang berorientasi pada pemujaan terhadap roh leluhur dan disebut dengan masyarakat marapu. Marapu merupakan sebuah kepercayaan lokal yang dianut oleh masyarakat di Pulau Sumba. Kepercayaan marapu merupakan konsepsi
3
yang masih hidup dan dianut oleh orang-orang Suku Sumba di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Kepercayaan ini merupakan sistem keyakinan yang telah dilakukan sejak dulu (Soelarto: “tt” b. 52-54). Penelitian sebelumnya yang membahas tentang tradisi megalitik di Sumba Timur memiliki perbedaan pada pembahasan tradisi megalitik kali ini. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menjelaskan tentang tradisi megalitik di Sumba Timur oleh I Dewa Kompyang Gede yang membahas tinggalan tradisi megalitik secara umum terkait jumlah tinggalan yang terdapat di Kabupaten Sumba Timur secara keseluruhan. Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Ayu Kusumawati dan Haris Sukendar membahas tradisi megalitik yang terdapat di Sumba Timur seperti tradisi penguburan yang dilakukan oleh masyarakat marapu. Tradisi megalitik di Kecamatan Pandawai, Sumba Timur diteliti sebelumnya oleh Wayan Badra. Dalam hasil penelitian tersebut dijelaskan jumlah
reti dan
membahas salah satu situs dengan tradisi megalitik yang sudah tidak berlangsung lagi atau sering disebut sebagai dead monument. Beberapa tempat di Sumba Timur memiliki tradisi megalitik
yang berlanjut namun terdapat pula tempat tradisi
megalitik sudah tidak berlanjut. Penelitian selanjutnya yang pernah dilakukan berupa kegiatan survei yang dilakukan oleh I Made Suastika dalam laporan penelitian arkeologi membahas tinggalan tradisi megalitik secara keseluruhan yang terdapat di Kecamatan
Pandawai,
Kabupaten
Sumba
Timur dengan membahas tinggalan
megalitik yang secara umum tanpa menyebutkan sistem penguburan, siapa yang dikuburkan, dan bentuk yang berbeda. Penelitian sebelumnya yang sudah pernah
4
disebutkan hanya membahas jumlah reti dan penji tanpa membahas bentuk reti terkait ukuran yang bervariasi. Reti di Kampung Kawangu berjumlah 39 buah dengan ukuran yang berbeda-beda yaitu ukuran besar, sedang, dan kecil. Terdapat 2 buah reti berukuran besar dengan 4 dan 2 penji pada masing-masing reti di Kampung Kawangu. Terdapat perbedaan reti Kampung Kawangu dengan reti di Kelurahan Kawangu dimana reti di Kelurahan Kawangu tidak ada yang berukuran besar namun berukuran sedang sampai kecil dan tanpa penji. Penji yang terdapat pada reti di Kampung Kawangu memiliki perbedaan bentuk dengan penji di desa ataupun kelurahan lain yang terdapat di Sumba Timur, pahatan penji di Kampung Kawangu menggambarkan
manusia,
sedangkan
penji
yang
terdapat
di kampung
lain
menggambarkan sifat-sifat raja dengan pahatan hewan. Penelitian ini dilakukan karena adanya keunikan yang terdapat pada reti terkait sistem penguburan. Sistem kubur di desa ini berbeda, dimana penguburan dilakukan pada papan batu di atas permukaan tanah. Jenis penguburan seperti ini hanya dapat ditemukan di Kampung Kawangu, Pandawai, Sumba Timur. Reti di kampung lain, memiliki sistem penguburan yang umum yaitu dilakukan di tanah atau tidak dikubur pada papan batu, selain itu terdapat perbedaan ukuran pada kubur batu yang terdapat di Kampung Kawangu, Pandawai, Sumba Timur yaitu ukuran besar, sedang, dan kecil. Reti di Kampung Kawangu, Pandawai memiliki keunikan tersendiri karena bukan hanya bentuk material yang besar dan megah, tetapi menampilkan bentuk yang khas berdasarkan hiasan berupa penji pada reti, sistem
5
penguburan dan kemungkinan merupakan simbol tersendiri yang memiliki arti kehidupan bagi masyarakat penganutnya. Reti masih difungsikan oleh masyarakat kepercayaan marapu. Bagi orang dengan keturunan raja atau bangsawan akan dikuburkan pada reti berukuran besar. Masyarakat dengan kepercayaan marapu sudah berkurang, namun setiap upacara adat masih dilakukan dengan konsep kepercayaan marapu. Masyarakat yang sudah menganut agama masih tetap ikut dalam setiap kegiatan di kampung yang berkaitan dengan kepercayaan marapu. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian kali ini akan membahas tinggalan tradisi megalitik berupa reti di Kampung Kawangu, Pandawai yang akan difokuskan pada bentuk, sistem penguburan, dan makna. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, terdapat beberapa pemasalahan yang nantinya akan dikaji lebih lanjut, terkait dengan reti yang terdapat di Kampung Kawangu, Pandawai, Sumba Timur.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan
uraian
dari
latar
belakang
di atas,
terdapat
beberapa
permasalahan yang akan diajukan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut. 1. Bagaimana bentuk kubur batu (reti) yang ada di Kampung Kawangu, Pandawai, Sumba Timur? 2. Bagaimana sistem penguburan pada kubur batu (reti) yang ada di Kampung Kawangu, Pandawai, Sumba Timur?
6
3. Apa makna kubur batu (reti) bagi masyarakat pendukungnya yang terdapat di Kampung Kawangu, Pandawai, Sumba Timur?
1.3
Tujuan Penelitian Setiap penelitian yang dilakukan tentunya memiliki tujuan umum dan tujuan
khusus untuk mengetahui tentang karakteristik yang terdapat pada objek penelitian.
1.3.1
Tujuan Umum Tujuan umum penelitian terkait dengan tujuan utama arkeologi yaitu (1)
merekontruksi sejarah kebudayaan masa lalu, (2) merekontruksi cara-cara hidup manusia masa lalu, dan (3) penggambaran proses perubahan budaya manusia masa lalu, sedangkan dalam penelitian ini akan menggunakan dua tujuan utama arkeologi yaitu merekontruksi sejarah kebudayaan masa lalu dan merekontruksi cara-cara hidup manusia masa lalu untuk menjawab permasalahan yang terdapat pada reti di Kampung Kawangu, Pandawai, Sumba Timur. Berdasarkan
tujuan
umum arkeologi yang dikemukakan oleh Binford,
penelitian arkeologi memusatkan perhatian pada aspek bentuk, ruang, dan waktu. Tujuan kedua penelitian arkeologi diharapkan memusatkan perhatian pada aspek fungsi dari tinggalan arkeologi dengan mengamati konteks. Penelitian arkeologi dalam tujuan ketiga diharapkan memahami proses budaya yang terjadi untuk memperoleh
penjelasan
(Mundarjito, 2002: 16).
terkait
perubahan
suatu
budaya
dalam
masyarakat
7
1.3.2
Tujuan Khusus Tujuan khusus pada penelitian ini yaitu untuk mendapatkan jawaban dari
beberapa permasalahan yaitu sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui tipologi reti yang terdapat di Kampung Kawangu, Pandawai, Sumba Timur. 2. Untuk mengetahui sistem penguburan di Kampung Kawangu, Pandawai, Sumba Timur. 3. Untuk mengetahui makna reti bagi msayarakat di Kampung Kawangu, Pandawai, Sumba Timur.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian tentang tradisi megalitik di Kampung Kawangu, Pandawai,
Sumba Timur, dapat dibedakan menjadi 2 yaitu berupa manfaat teoretis dan manfaat praktis.
1.4.1
Manfaat Teoretis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya di bidang arkeologi yang berhubungan dengan tradisi megalitik. Selain itu penelitian ini diharapkan menjadi bahan acuan nantinya bagi penelitian selanjutnya di bidang tradisi megalitik yang membahas terkait dengan reti.
8
1.4.2
Manfaat Praktis Manfaat
praktis
penelitian
ini yaitu
melakukan
penelitian lebih lanjut
mengenai tradisi megalitik yang masih berlanjut (living megalithic tradition) di Kampung Kawangu. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaaat praktis bagi masyarakat Kampung Kawangu, Pandawai, Sumba Timur, bagi pemerintah Kabupaten Sumba Timur, dan bagi orang yang berkepentingan khususnya tentang tradisi megalitik berupa reti guna mengungkap sejarah budaya masa lalu yang masih berlangsung sampai sekarang berdasarkan tinggalan tradisi megalitik yang terdapat di Kampung Kawangu, Pandawai, Sumba Timur.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian
ini merupakan upaya untuk membahas beberapa permasalahan
seperti yang telah dikemukakan di atas. Perlu adanya batasan atau ruang lingkup pada penelitian ini agar lebih terarah dan sistematis. Ruang lingkup penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu ruang lingkup objek yang akan membahas reti dan ruang lingkup permasalahan yaitu membahas masalah- masalah yang berhubungan dengan reti. Ruang lingkup objek penelitian terkait tradisi megalitik yang ditemukan di Kampung Kawangu, Pandawai, Sumba Timur, berupa kubur batu (reti). Kubur batu terdiri atas 4 kaki dan tertutup batu datar pada bagian atas, selain itu terdapat penji yang diletakkan pada bagian atas reti. Bentuk reti di Kampung Kawangu berbedabeda dengan jumlah 39 buah dan dapat diklasifikasi berdasarkan tipenya berupa tipe
9
besar, tipe sedang, dan tipe kecil. Reti tipe besar berjumlah 2 buah, reti tipe sedang berjumlah 18 buah, dan reti tipe kecil berjumlah 19 buah. Penelitian ini mencakup permasalahan yang diajukan yaitu terkait bentuk reti, sistem penguburan, dan makna reti untuk dikaji lebih lanjut guna mendapatkan jawaban dari permasalahan yang terdapat di Kampung Kawangu, Pandawai, Sumba Timur.