1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Islam memandang manusia sebagai makhluk Tuhan yang memiliki keunikan dan keistimewaan tertentu yang tidak dimiliki oleh makhluk Tuhan lainnya. Dan sudah kita maklumi bersama bahwa makhluk Allah yang bernama manusia itu adalah suatu dzat yang tersusun dari dua unsur, yakni unsur ‘ruh’ dan unsur ‘tubuh’ ( jasad ), dan dikatakan hidup apabila kedua unsur tersebut berkumpul. Manusia dikatakan mati apabila salah satu unsur tersebut berpisah.1 Ia adalah satu-satunya makhluk yang dengan ketajaman otaknya mampu menelaah struktur, fungsi, dan proses kerja dari otak sendiri, dan mencoba membuat model piranti teknologi meniru sistem kerja otak manusia. Selain itu juga manusia memiliki kualitas-kualitas insani yang unik, ia dapat menentukan apa yang terbaik bagi dirinya, sehingga julukan sebagai “The Self Determining being” menunjukkan bahwa ia memiliki kebebasan dengan rentang peluang yang sangat luas untuk mengembangkan diri.2 Tapi hal itu tidak menjadikan manusia menjadi bertambah baik, proses modernisasi sering kali mengagungkan nilai-nilai yang bersifat materi dan anti rahani, sehingga mengabaikan unsur-unsur spiritualitas.3 Sehingga hal tersebut menyebabkan ketidakseimbangan pada diri manusia yang mengakibatkan timbulnya gangguan kejiwaan, yang disebabkan manusia tidak lagi memiliki waktu yang cukup untuk melakukan refleksi tentang eksistensi diri, hingga manusia cenderung mudah letih jasmani dan letih mental.4 Manusia modern sebenarnya merindukan ketenangan dalam hidupnya dan mampu menggunakan potensi dirinya secara optimal dalam mengerjakan tugas-tugas hidupnya. Apabila manusia modern telah mencapai titik jenuh akhirnya mereka akan kembali 1
Maftuh Ahnan, Filsafat Manusia, CV. Bintang Pelajar, t.th., hlm. 13 Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1995, hlm. 48 3 Dr.Ahmad Mubarok M.A., Solusi Krisis Kerohanian Manusia Modern, Jiwa dalam AlQur’an, edisi disertasi, Paramadina, Jakarta, 2000, hlm. 1 4 Ibid., hlm. 13 2
2
kapada sesuatu yang memberi ketenangan yang mereka harapkan, yaitu melalui perenungan yang dalam tentang keabadian surgawi.5 Dalam Islam perenungan itu bisa didapatkan dengan bertasawuf, yaitu dengan mematikan nafsu dirinya secara berangsur-angsur untuk menjadi diri atau jiwa yang sebenarnya. Oleh karena itu tasawuf secara seimbang memberi kesejukan batin dan disiplin syariah sekaligus. Ia bisa dipahami sebagai pembentuk tingkah laku melalui pendekatan tasawuf suluki dan bisa memuaskan dahaga intelektual melalui pendekatan tasawuf falsafi.6 Ia dapat diamalkan oleh setiap muslim, dari lapisan sosial manapun dan di tempat manapun secara fisik mereka menghadap satu arah yaitu Ka’bah dan secara rahaniah mereka berlomba-lomba menempuh jalan ( tarekat ) melewati ahwal dan maqam menuju kepada Tuhan yang satu, Allah SWT. Telah disebut di muka bahwa bertasawuf artinya mematikan nafsu dirinya untuk menjadi diri atau jiwa yang sebenarnya. Jadi dalam kajian tasawuf, nafs dipahami sebagai nafsu, yakni tempat pada diri manusia di mana sifat-sifat tercela berkumpul.7 Tentang jiwa ( nafs ) dalam khasanah keilmuan Islam tidak tumbuh ilmu jiwa ( ‘ilm an-nafs ) sebagai ilmu yang membahas perbuatan sebagai gejalagejala jiwa, tetapi nafs dibahas dalam konteks sistem kerahanian yang memiliki hubungan vertikal dengan Tuhan, karena al-Qur’an dan juga al-sunnah banyak menyebut secara langsung term nafs maupun term yang menyebutkan secara tidak langsung seperti ; qalb, ’aql, ruh, dan bashirah, yang semua itu bersifat multi interpretasi.8 Jiwa menurut al-Qur’an adalah suatu dzat yang bulat ( totaliteit ) tercakup didalamnya ruh dan jasad, atau dinyatakan kepada jasadnya saja, tidak kepada ruh saja, tetapi ruh tidak dinyatakan kepada jasad saja, dan tidak kepada jiwa saja. Jadi ruh itu memberi hidup kepada jasad dan jiwanya sekaligus.
5
Ibid., hlm. 22 Tasawuf suluki lebih menekankan aktifitas yang membimbing kepada tingkah laku mulia seperti memperbanyak ibadah sunah, pembacaan wirid, sedangkan tasawuf falsafi lebih menekankan kontemplasi.Puncak maqamat tasauf suluki adalah ridha, ma’rifat, dan cinta. Sedangkan puncak tasawuf falsafi adalah wahdah al-wujud bersatu dengan Tuhan. 7 Ibid., hlm. 23 - 24 8 Ibid., hlm. 19 6
3
Jiwa disebut juga nafs karena ia sering keluar masuk dari tubuh manusia. Pada waktu tidur, jiwa keluar dan kembali saat ia bangun.9 Sebagaimana Allah menggambarkan hal itu dalam al-Qur’an surat az-Zumar ayat 42
ج
ﺖ ﻓِﻰ َﻣﻨَﺎ ِﻣﻬَﺎ ْ ﻦ َﻣ ْﻮ ِﺗﻬَﺎ َو اّﻟﺘِﻰ َﻟ ْﻢ َﺗ ُﻤ َ ﺣ ْﻴ ِ ﺲ َ ﷲ َﻳ َﺘ َﻮﻓﱠﻰ ا ْﻻ َ ْﻧ ُﻔ ُ ا
ﻞ ٍﺟ َ ﻞ ا ْﻻ ُﺧْﺮى اِﻟﻰ َا ُﺳ ِ ت َو ُﻳ ْﺮ َ ﻋَﻠ ْﻴﻬَﺎ َا ْﻟ َﻤ ْﻮ َ ﻚ اﱠّﻟﺘِﻰ َﻗﻀﻰ ُﺴ ِ َﻓ ُﻴ ْﻤ (٤٢ :) اﻟﺰﻣﺮ
َ ُﻣ ن َ ت ِﻟ َﻘ ْﻮ ٍم ﻳَﺘ َﻔ ﱠّﻜ ُﺮ ْو ٍ ﻚ َﻻ ﻳَﺎ َ ن ﻓِﻰ ذ ِﻟ ﻰ ﻗﻠﻰ ِا ﱠﺴﻤ
Artinya : “ Allah memegang jiwa ( orang ) ketika matinya dan ( memegang ) jiwa ( orang ) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa ( orang ) yang telah ditetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir” ( Q.S.Az-Zumar : 42 )10 Nafs banyak juga dibahas oleh para sufi, salah satunya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Tusi al-Syafi’i, yang dibelakang namanya oleh ahli sejarah Islam ditambah dengan title “Hujjatul Islam” ( yang menjadi hujjah, bukti akan kebenaran Islam ), dilahirkan dalam tahun 450 H dan wafat pada tahun 505 H ( 1111 M ) adalah seseorang yang all round dalam pengetahuannya. Yang banyak mengarang kitab, salah satu karangan yang masyhur ialah Ihya Ulum al-Din ( menghidupkan ilmu-ilmu agama Islam ). Di dalam kitab karangannya, Ihya Ulum al-Din, beliau menerangkan bahwa nafs, qalb, ruh adalah empat unsur utama struktur kerahanian manusia yang masing-masing mempunyai dua arti, yakni arti jasmaniah dan arti rahaniah.11 Al-Qalb ( kalbu, hati ) dalam arti jasmani adalah daging berbentuk pohon cemara yang terletak pada dada sebelah kiri. Didalamnya terdapat rongga yang berisi darah hitam, ini adalah sumber ruh. Daging ini dalam bentuknya seperti itu, terdapat pula pada hewan dan orang-orang yang sudah mati.
9
Maftuh Ahnan, Op. cit., hlm. 27 Departemen Agama, Al-Qur’an dan terjemahnya, Yayasan penerjemah Al-Qur’an , Depag RI, Al-Waah, Semarang, 1993, hlm. 752 11 Hanna Djumhana Bastaman, Op.cit., hlm. 78 10
4
Al-Qalb dalam arti rohani adalah luthf rabbani ruhani, yang memiliki kaitan dengan daging ini. Luthf rabbani adalah mengenal Allah SWT. ia mengetahui apa yang tidak dicapai khayalan pikiran. Ia merupakan hakekat manusia. Al-Ruh, dalam arti jasmani biologi adalah benda halus yang bersumber dari darah hitam di dalam rongga hati yang berupa daging berbentuk seperti pohon cemara. Benda halus ini tersebar melalui pembuluh nadi dan pembuluh balik pada seluruh bagian tubuh. Itulah yang dimaksudkan para dokter dengan nama ruh ( nyawa ). Al-Ruh dalam arti ruhani, adalah luthf rabbani yang merupakan makna hakekat hati. Ruh dan hati saling bergantian mengacu pada luthf tersebut dalam satu keteraturan. Hal ini ditunjukkan dalam firman Allah SWT., yang artinya : ”Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh, katakanlah; Ruh itu termasuk dalam urusan Tuhanku”. ( Q.S.Al-Isra’:85 ) Al-Nafs ( nafsu ) arti jasmani adalah makna yang mencakup kekuatan, marah, syahwat, dan sifat-sifat tercela. Sedangkan arti ruhani adalah al-nafs muthma’innah ( jiwa yang tenang), sifat yang lembut.12 Al-Qur’an menjelaskan tiga keadaan al-nafs yaitu al-nafs amarah bi al-su’, al-nafs lawwamah, al-nafs muthma’innah. Al-nafs amarah bi al-su’ ( Nafsu yang menyuruh pada keburukan ), merupakan proses-proses kognitif, cenderung pada tabiat jasad dan mengejar pada prisip-prinsip kenikmatan, dan merupakan tempat dan sumber kejelekan dan tingkah laku yang tercela. Al-nafs amarah ini berada di alam bawah sadar manusia. Al-nafs lawwamah adalah suatu kesadaran konstan, ini menandakan alnafs yang berada dalam perubahan yang terus-menerus, senantiasa sadar dan waspada secara konstan memeriksa dan meneliti segala perbuatan, berperang melawan hasrat-hasrat rendah.13
12
Al-Ghazali, Mutiara Ihya Ulum al-Din (mukhtashar Ihya Ulum al-Din,terj.Irwan Kurniawan), Mizan, Bandung, 2002, cet. XIII., hlm. 195 - 196 13 Abdul Mujib, M.Ag., & Yusuf Mudzakir, M.Si., Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 63.
5
Al-nafs Mutmainnah adalah yang telah diberi kesempurnaan nur kalbu, sehingga dapat meninggalkan sifat-sifat tercela dan tumbuh sifat-sifat baik. Dan selalu berorientasi kepada kalbu untuk mendapat kesucian dan menghilangkan segala kotoran sehingga dirinya menjadi tenang. 14 Yang terakhir yaitu al-aql, arti jasmaniyah, pengetahuan terhadap hakekat segala sesuatu, sedangkan arti rohaniyah adalah ‘alim yang ilmunya sebagai sifatnya. Makna ini merupakan luthf rabbani yang telah disebutkan di atas.15 Masing-masing pengertian mengandung makna fisik-biologis, mentalpsikologis, dan spiritual-religius. Dalam artian metafisik keempat unsur tersebut semuanya semakna dan tidak dibedakan satu dari yang lainnya. semuanya bersifat rahaniyah, suci, mampu mengenali, dan memahami sesuatu, diciptakan Tuhan dengan sifat kekal, serta merupakan inti kemanusiaan yang disebut dengan istilah yang bermacam-macam, antara lain : al-latifah, al-ruhbaniyah atau allatifah al-rabaniyyah.16 Selain al-Ghazali ( Tasawuf ) yang membahas tentang jiwa adalah Sigmund Freud ( 1856 - 1939M ), bapak psikoanalisa yang sangat terkenal. Teori psikologi Sigmund Freud didasarkan atas keyakinannya dalam diri manusia terdapat energi psikis yang sangat dinamik. Sebagaimana hukum konservasi energi, Sigmund Freud juga beranggapan bahwa energi psikis bersifat kekal, tidak dapat dihilangkan dan bila dihambat akan mencari saluran lain. Energi psikis inilah yang mendorong individu untuk bertingkah laku. Menurut psikoanalisa energi psikis itu bersumber pada fungsi psikis yang berbeda yaitu : id, ego dan super ego.17 Id ( das es ) atau sistem der unbewussten. Id adalah aspek biologis dan merupakan sistem yang original di dalam kepribadian. Dan id merupakan dunia batin atau subyektif manusia, berisikan hal-hal yang dibawa sejak lahir ( unsurunsur biologis ) termasuk didalamnya instink. Id berpedoman pada kenikmatan ( the pleasure principle ).
14
Abdul Mujib, M. Ag., & Yusuf Mudzakir, M.Si., op.cit., hlm 66 Al-Ghozali, op.cit., hlm 197 16 Hanna Djumhana Bustaman, op.cit., hlm 78 17 Drs. Sumadi Suryabrata, BA, MA, Eds, Ph.D., Psikologi Kepribadian, PT. Raja grafindo Persada, Jakarta, 2003, cet.XII, hlm. 125 15
6
Ego ( das ich atau sistem der bewussten-vorbewussten ) adalah aspek psikologi manusia dan timbul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan baik dengan dunia nyata ( realita ). Das ich berprinsip “kenyataan atau realitas” ( realitatsprinziple, reality principle ). Das ich dapat pula dipandang sebagai aspek eksekutif kepribadian karena das ich ini mengontrol jalan-jalan yang ditempuh, dengan cara memenuhi kebutuhan. Super ego ( das ueber ich ) adalah aspek sosiologi kepribadian bisa juga di anggap sebagai aspek moral kepribadian.18 Perhatian utama dari super ego adalah membedakan yang benar dan yang salah, dan memilih yang benar. Teori psikoanalisis Sigmund Freud itu sendiri secara umum dapat dikatakan
sebagai
suatu
pandangan
baru
tentang
manusia,
di
mana
ketidaksadaran memainkan peran yang sentral. Teori ini diperoleh dari praktekprakteknya dan bukan sebaliknya, yaitu dari praktek dalam usaha penyembuhan pasien-pasien histeria yang berobat ke klinik miliknya. Dari uraian di atas bila dicermati ada sisi persamaan dan sisi perbedaan antara pemikiran dua tokoh tersebut. Bisa saja al-nafs amarah sama dengan id ( das es ), al-nafs lawwamah sama dengan ego ( das ich ), dan nafs muthma’innah sama dengan super ego ( das ueber ich ). Dalam sisi perbedaan, al-Ghazali berpendapat bahwa tingkah laku tidak dipengaruhi oleh dorongan seks, tetapi Sigmund Freud beranggapan bahwa tingkah laku manusia dipengaruhi oleh dorongan seks ( libido ). Dan dalam menghadapi kehidupan yang semakin rusak ini seorang muslim harus pandai dalam menjawab problematika yang ada, mensucikan hati atau pemuasan seks.
B. PENEGASAN ISTILAH Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan pengertian, serta memudahkan penulis dan pembaca dalam memahami skripsi ini, penulis akan mengemukakan beberapa istilah pokok, yaitu :
18
Ibid., hlm. 126 - 127
7
1. Konsep Dalam skripsi ini yang dimaksud dengan konsep adalah pengertian, pendapat atau paham.19 Konsep di sini berarti pendapat al-Ghazali dan Sigmund Freud tentang jiwa. Yang diperoleh dengan menelaah pemikiran-pemikiran alGhazali dan Sigmund Freud yang tertuang dalam karya-karya mereka berdua. 2. Jiwa Berarti ruh manusia ( yang ada dalam tubuh dan menyebabkan hidup ); nyawa, seluruh kehidupan manusia ( yang terjadi dari perasaan, pikiran, angan-angan dan sebagainya ).20 Dalam Dictionary of Psychology yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Kartini Kartono, jiwa sama dengan psyche, yaitu prinsip hidup, asas hidup, pikiran, akal, ingatan ( mind ) termasuk baik proses-proses kesadaran maupun ketidaksadaran; aku, jati diri, diri.21 3. Al-Ghazali Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Ta’us al-Thusi al-Syafi’i. Lahir pada tahun 450H ( 1058 M ) di desa Taberan distrik Thus, Persia. Dan mendapat gelar “ Hujjatul Islam ”. Sejak kecil ia sudah ditinggal ayahnya, dan diasuh oleh
kakeknya.Al-Ghazali menekankan
usahanya pada menghidupkan kembali jiwa agama Islam dan tasawuf serta spiritualitas sebagai imbangan dari kehidupan umat yang telah melupakan kehidupan akhirat. Ia melihat masyarakat pada waktu itu hidup dalam kemewahan duniawi, tetapi dalam kehidupan intelektual, spiritual dan moral mengalami krisis. Al-Ghazali wafat di desa asalnya, Taberan pada tanggal 14 Jumadil Akhir 505 H, bertepatan dengan tanggal 19 Desember 1111 M.
19
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Penngembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1998, hlm. 456 20 Ibid., hlm. 364 21 JP. Chaplin, Dictionary of Psychology, ( terj.Kartini Kartono, Kamus Lengkap Psikologi ) PT. Rajawali Press, Jakarta, 2001, hlm. 392
8
4. Sigmund Freud Ia lahir pada 6 Mei 1856 M, di Freiberg, sebuah kota kecil di wilayah Moravia. Ayahnya bernama Jacob Freud yang ternyata seorang pedagang miskin, dan ibu, Amalia, seorang wanita yang cantik, tegas dan masih muda, istri ketiga ayahnya. Sigmund Freud pernah bekerja di Paris dengan seorang tokoh neurologi Prancis terkemuka, yaitu Jean Martin Charcot, yang menanamkan kesan yang mendalam bagi Sigmund Freud dengan pernyataannya tentang hipnotis sebagai sarana dalam mengatasi gangguan medis, dan juga tesisnya yang menyatakan bahwa histeria merupakan suatu penyakit ringan yang diderita baik lelaki maupun perempun. Dan dari hasil pemikirannya pada tahun 1905, Sigmund Freud memperkuat pemikiran psikoanalisisnya.
C. RUMUSAN MASALAH Dari uraian di atas, penulis membatasi pembahasan hanya pada konsep jiwa dari pemikiran al-Ghazali dan Sigmund Freud.Pembahasan tersebut mencakup : 1. Apa substansi dan fungsi jiwa menurut al-Ghazali ? 2. Apa substansi dan fungsi jiwa menurut Sigmund Freud ? 3. Bagaimana perbandingan pendapat dari dua tokoh tersebut mengenai konsep jiwa ?
D. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Setiap aktifitas manusia didasari adanya tujuan dan manfaat yang ingin dicapainya, karena itu merupakan motor penggerak setiap aktifitas. Dengan adanya tujuan dan manfaat yang ingin dicapai maka timbullah langkah-langkah yang terencana, adapun tujuan yang ingin dicapai adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana konsep jiwa menurut al-Ghazali secara jelas, karena walaupun para sufi sering sama dalam berpendapat mengenai suatu hal atau masalah namun untuk menghindari adanya kerancuan atau campur aduknya pendapat para sufi, khususnya yang mengenai jiwa.
9
2. Untuk mengetahui bagaimana konsep jiwa menurut Sigmund Freud dan lebih mendalami lagi pendapat-pendapat Sigmund Freud mengenai jiwa. 3. Untuk mengetahui perbandingan pendapat dari dua tokoh tersebut tentang konsep jiwa, apakah ada persamaan atau perbedaan, apa lagi dari sudut pandang yang berbeda tasawuf dan psikologi. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Diharapkan tidak terjadi kerancuan pendapat para sufi tentang konsep jiwa,terutama pendapat al-Ghazali. 2. Menambah cakrawala baru dalam pengembangan keilmuan Islam maupun psikologi. 3. Dapat memunculkan suatu pemikiran baru dari membandingkan pemikiran alGhazali dan Sigmund Freud sebagai solusi bagi problem masyarakat saat ini.
E. TINJAUAN PUSTAKA Dalam skripsi ini ingin penulis mencoba mengkomparasikan pemikiran dari dua tokoh yaitu al-Ghazali dan Sigmund Freud tentang konsep jiwa, sebagai suatu terobosan baru dari konsep-konsep jiwa yang sudah ada sebelumnya, yang hanya melihat dari satu sisi, menurut pandangan Islam atau menurut Psikologi Barat. Dalam skripsi ini penulis tidak hanya melihat pada pandangan Islam tentang konsep jiwa tetapi juga pandangan Psikologi. Dalam kitab karangan al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din ( Bairut-Lubnan: Dar al-kutub al-Islamiyah, t.th ), hanya menerangkan jiwa dalam pandangan Islam. Begitu juga dalam buku karangan Sigmund Freud, Ueber Psychoanalyse, Funnf Vorlesungen, yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Dr. K. Bertens, Sigmund Freud, Memperkenalkan Psikoanalisa dan Lima Ceramah ( Jakarta: PT Gramedia, 1984 ). Buku ini banyak membahas tentang teori psikoanalisa, libido seks yang mempengaruhi kondisi kejiwaan manusia dari sisi psikologi Barat. Usman Najati, Al-Qur’an wa ‘ilm al-nafs, yang telah dialih bahasakan ke dalam bahasa Indonesia oleh Ahmad Rofi’ Usmani dan diterbitkan oleh Pustaka ( 2000 ) cet. 3. Buku ini menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan manusia,
10
yang selama ini banyak dibicarakan dalam psikologi dengan merujuk pada alQur’an. Topik-topik yang dibicarakan meliputi: dorongan-dorongan tingkah laku, emosi, tanggapan panca indera, berpikir, belajar, ilmu laduni, ingat dan lupa, sistem saraf otak, kepribadian, dan psikoterapi. Dalam buku ini lebih condong pada dalil-dalil al-Qur’an mengenai apa yang terjadi pada manusia, tidak pada sisi psikologi. Achmad Mubarok, Solusi Krisis Kepribadian Manusia Modern, Jiwa dalam Al-Qur’an, ( Jakarta: Paramadina, 2000 ). Buku ini berasal dari edisi disertasi penulisnya pada program pasca sarjana Institut Agama Islam Negeri ( IAIN ) Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul: Konsep Nafs dalam alQur’an, di bawah bimbingan Prof. Dr. H. Quraish Shihab dan Prof. Dr. H. Emo Kastani Abdul Kadir, M. P. . Dalam buku ini sudah ada penambahan beberapa bab. Dalam buku ini penulis menampilkan uraian tentang nafs dari berbagai aspeknya. Kajian dasar buku ini adalah konsep nafs dalam al-Qur’an, dengan menggunakan metode tafsir tematik. Sebagai kajian tafsir tematik, buku ini telah banyak memberi informasi tentang nafs,namun penulis belum sampai pada upaya untuk membangun suatu teori yang mengarah pada pembangunan teori psikologi Islam. Kecuali itu, konsep yang menjadi dasar uraiannya tentang manusia hanya terbatas pada nafs, sehingga konsep-konsep lain belum mendapat perhatian yang dalam.Seperti diketahui bahwa al-Qur’an juga membicarakan sisi-dalam manusia dengan menggunakan istilah lain, seperti: al-‘aql, al-qalb, al-ruh, dan al-fitrah, perlu adanya konsep-konsep lanjutan yang dapat menyempurnakan kajian buku ini, bisa saja dengan menambahkan kajian jiwa dalam pandangan psikologi, dan lain sebagainya. Hanna
Djumhana
Bastaman,
Integrasi
Psikologi
dengan
Islam
( Yogyakarta: Yayasan Insan Kamil dan Pustaka Pelajar, 1995 ). Buku ini berisi uraian tentang strategi Islamisasi ilmu dengan model integrasi.Aplikasinya dalam membangun Psikologi Islami dengan mengintegrasikan semua konsep psikologi tentang manusia yang direkatkan dengan konsep al-ruh, dalam Islam. Dalam karya-karyanya, Hanna Djumhana B. telah memberi suatu jalan keluar atau solusi kepada Psikologi Barat dengan kritik-kritik yang diajukan dengan berdasarkan
11
pada konsep Islam dalam membicarakan hal yang diangkat, sehingga dapat menjadi jalan bagi terciptanya Psikologi Islami. Amir an-Najar, Mengobati Gangguan Jiwa, dan Psikoterapi Sufistik. Dua buku ini berasal dari kitab yang sama,yaitu At-Tashawwuf an-Nafsi ( Kairo: Al-Hayah al-Mishriyah al-‘Ammah li al-kitab, 2002 ). Buku Mengobati Gangguan Jiwa berisi tentang jiwa dalam pandangan para sufi, karakter dan tabiat, jenis dan pembagian jiwa, gangguan dan kesempurnaan jiwa. Sedang pada buku Psikoterapi Sufistik berisi tentang psikoterapi sufistik perspektif psikologi modern, psikologi modern dan sejarahnya,serta psikoterapi sufistik dengan psikoterapi modern. Dari tiga judul terakhir banyak mengkaji pemikiran tokoh Psikologi Barat, termasuk Sigmund Freud. Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2003 ) cet. XII. Dalam buku ini mengulas berbagai tipologi yang berdasar pada konstitusi, tipologi berdasar temperamen,berdasar pada nilai kebudayaan, dan teori-teori psikologi, seperti: Ludwig Klages, Sigmund F. dengan Psikoanalisisnya, Psikologi Analitis, Psikologi Individual, Allport, kurt Lewin ( Psikologi Medan ), Carl Rogers ( Psikologi Self ), teori faktor,Organismik,dan teori Gardner Murphy. Dalam edisi ini merupakan edisi revisi dari edisi-edisi sebelumnya. Buku ini telah memberi konstribusi yang besar dalam pemahaman psikologi kepribadian di tanah air.
F. METODE PENULISAN Dalam upaya membahas konsep jiwa menurut al-Ghazali dan Sigmund Freud, ada beberapa metode yang penulis pergunakan, yaitu: 1. Metode pengumpulan data Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah metode library research yaitu penulis membaca buku-buku yang berkaitan dengan judul di atas, kemudian dihimpun dan dijadikan sebagai rujukan dalam skripsi ini.22
22
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Andi offset, Yogyakarta, 1986, hlm.364
12
2. Data dan sumber data Data penelitian ini diperoleh dari buku-buku atau bahan bacaan yang relevan dengan pembahasan tentang konsep jiwa.Sumber data tersebut dibedakan menjadi dua ,yaitu: sumber data primer dan sumber data sekunder. a. Sumber data primer adalah data yang berasal dari sumber pertama.23 Dalam hal ini kitab karya al-Ghazali yang menjadi sumber data primer dalam penelitian ini adalah Ihya ‘Ulum al-Din ( Baerut: Darul kitab al-Islami, t.th ). Dan buku karangan Sigmund Freud yang digunakan sebagai sumber primer adalah Ueber Psychoanalyse, Funf Vorlesungen, yang telah dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia oleh Dr. K. Bertens ( memperkenalkan psikoanalisa ). Sumber data sekunder adalah data yang materinya secara tidak langsung berhubungan dengan permasalahan yang diangkat24 atau sebagai materi pendukung dari data primer. 3. Metode analisis data a. Metode Deskriptif Merupakan metode penulisan untuk mengurai secara lengkap, teratur, dan teliti terhadap suatu obyek penelitian.25 Melalui metode ini penulis dapat mengnetahui permasalah yang diangkat. Metode ini juga dipakai sebagai teknik untuk mendeskripsikan, yaitu mengurai dan menjelaskan tentang konsep jiwa pada Bab II dan Bab III. b. Metode Interpretasi Metode ini digunakan untuk memahami isi buku agar penulis dapat menangkap dengan tepat apa yang dimaksud dalam konsep filosofis tersebut.26 Metode ini digunakan untuk menerangnkan Bab III, yaitu penjelasan biografi, karya-karya dan teori dari al-Ghazali dan Sigmund Freud.
23
Hadari Nawawi dan Mimi Martini, Penelitian Terapan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1996, hlm. 216 24 Ibid., hlm. 217 25 Sudarto, Metode Penelitian Filsafat, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, hlm.116 26 Ibid., hlm. 163
13
c. Metode Content Analisys ( analisis isi ) Data deskriptif sering dianalisis menurut isinya, dan karena itu analisis macam ini juga disebut analisis isi ( content analysis ).27 Analisis ini merupakan analisis ilmiah terhadap data deskriptif berdasarkan isi atau maknanya.28 Sedangkan Holsti ( 1969 ) mengemukakan bahwa analisis adalah teknik dari apapun yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dan dilakukan secara obyektif dan sistematis.29 d. Metode Komparatif Di samping itu dalam penulisan skripsi ini penulis memakai metode komparasi, yaitu membandingkan terhadap beberapa segi: data lain, situasi yang berbeda, dan konsepsi filosofis lain. Sedangkan menurut Sutrisno Hadi, komparasi diartikan sebagai usaha untuk mencari pemahaman melalui hubungan sebab akibat,yaitu meneliti faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan situasi dan membandingkan suatu faktor dengan faktor lain.30 Dengan analisis tersebut untuk mengetahui persamaan dan perbedaan konsep jiwa menurut al-Ghazali dan Sigmund Freud.
G. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika ini merupakan rangkaian bab demi bab yang menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan yang akan dituangkan dalam bentuk-bentuk sebagai berikut: BAB I
:
Pada bab ini berisi metodologi yang dipakai yaitu metode komparasi. Membandingkan pemikiran dua tokoh al-Ghazali dan Sigmund Freud tentang konsep jiwa manusia. Hal ini sebagai landasan bagi pembahasan pada bab-bab berikutnya.
27
Sanafiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, Dasar-dasar dan Aplikasinya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm. 85 28 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Rosda Karya, Bandung, 2002, hlm. 163 29 Sudarto, Op.cit., hlm. 114 30 Sutrisno Hadi, Op. cit.,hlm. 42
14
BAB II
:
Bab ini berisi tinjauan umum tentang manusia menurut al-Qur’an dan Psikologi. Al-Qur’an menjelaskan tentang manusia dengan menggunakan istilah, seperti; al-basyar, al-insan, al-ins, bani Adam, dan lain sebagainya. Istilahistilah tersebut mewakili aspek-aspek yang dimiliki manusia, yaitu; aspek jismiyah, ( fisik-biologis ) meliputi seluruh organ fisik-biologis, sistem saraf, kelenjar, sel manusia yang terbentuk dari unsur material. Aspek nafsiyah, yaitu seluruh kualitas kemanusiaan berupa; pikiran, perasaan, kemauan, yang muncul dari dimensi al-nafs, al-qalb, al-‘aql. Aspek ruhaniyah adalah potensi luhur batin manusia yang bersumber dari dimensi al-ruh, dan al-fitrah. Sedang menurut Psikologi, manusia hanya memiliki dua dimensi, yaitu aspek jismiyah ( fisik-biologis ) dan aspek nafsiyah. Dalam Psikologi aspek ruhaniyah tidak terjamah.
BAB III
:
Dalam bab III berisi tentang konsep jiwa menurut al-Ghazali dan Sigmund Freud. Al-Ghazali berpendapat bahwa jiwa ( nafs ) adalah substansi immaterial tunggal yang berdiri sendiri dan tidak bisa hancur dan selalu berhubungan erat dengan badan. Sedangkan Sigmund Freud berpendapat bahwa jiwa seperti halnya gunung es di samudera luas. Puncak gunung yang nampak dipermukaan merupakan bagian terkecil jiwa manusia yaitu consciousness ( kesadaran, yaitu super ego ); sementara bagian terbesar yang tenggelam adalah unconsciousness ( ketidaksadaran yaitu id ), dan wilayah yang terkadang nampak dan terkadang tenggelam; seiring pasang surut gelombang samudera tersebut adalah pre consciousness ( pra kesadaran atau ambang sadar yaitu ego ).
BAB IV
:
Dari data di atas, maka akan ditindaklanjuti dari masingmasing pmikiran dua tokoh tersebut. Sehingga dari data
15
tersebut dapat diketahui konsep jiwa, persamaan dan perbedaan, serta kelebihan dan kekurangan. BAB V
:
Bab V ini merupakan proses akhir dari bab-bab sebelumnya. Sehingga dapat diketahui bahwa jiwa menurut al-Ghazali adalah dimensi immaterial yang tunggal, berdiri sendiri dan memiliki hubungan erat dengan jasad atau tubuh. Dan jiwa menurut Sigmund Freud adalah gunung es yang berisi id, ego, dan super ego dan dipengaruhi oleh libido seks.