14
BAB I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Tantangan yang terjadi di masyarakat pada saat ini dapat mengakibatkan stres pada manusia(Garciá et al., 2008). Organ yang berperan penting dalam respon terhadap stres adalah hippocampus. Hippocampus merupakan bagian dari sistem limbik yang berperan penting dalam mengatur emosi, seperti rasa senang, nyeri, kepatuhan, ketakutan dan marah. Hippocampus juga terlibat dalam memori dan penciuman (Tortora & Derrickson, 2009). Stres dapat menghasilkan berbagai perubahan neurokimia, neurotransmiter dan hormonal. Penelitian yang dilakukan menggunakan beberapa protokol stres baik secara fisik, psikologik maupun campuran keduanya menunjukkan adanya respon proinflamatorik di otak dan sistem lain terutama ditandai dengan pengeluaran beberapa mediator inflamasi (Garciá et al., 2008). Proses inflamasi akibat stres kronis melibatkan peran mikroglia pada patogenesisnya
(Czehet
al.,
2011).Mikroglia
mempunyai
fungsi
yang
menguntungkan maupun membahayakan bagi jaringan tergantung dari beberapa faktor, di antaranya sinyal stres dan kerusakan, lama paparan, lingkungan mikro, serta interaksi dengan tipe sel lain. Mikroglia dapat berkembang menjadi fenotip M1 yang bersifat proinflammatorik dan fenotip M2 yang bersifat anti inflamatorik. Mekanisme yang menjelaskan tentang penyebab overaktivasi mikroglia dan neurotoksisitas diduga melalui 2 mekanisme. Pertama, mikroglia dapat menginduksi kerusakan neuron dengan mengenali stimulus proinflamasi
15
seperti lipopolysaccharide (LPS). Mikroglia kemudian menjadi aktif dan memproduksi faktor proinflamasi. Kedua, mikroglia menjadi sangat aktif sebagai respon terhadap kerusakan neuron (mikrogliosis reaktif) yang kemudian memberikan efek toksik terhadap sel di dekatnya dan menyebabkan kematian sel neuron. Mikrogliosis reaktif ini menjelaskan mekanisme kerusakan neuron pada penyakit neurodegeneratif terlepas dari stimulus yang mempengaruhinya. Mikroglia yang teraktivasi akan mengeluarkan substansi seperti Reactive oxygen spesies (ROS) dan sitokin proinflamasi seperti interleukin-1β (IL-1β) dan tumor necrosis factor-α(TNF-α) serta matrix metalloproteinase(MMP) dan glutamat. ROS seperti superoxide, hydrogen peroxide(H2O2), nitric oxide(NO) tidak hanya dapat membunuh mikroba yang menginvasi tapi juga dapat menyebabkan kerusakan neuron dan mikrogliosis reaktif (Block et al., 2007). Selain mempunyai efek neurotoksik, penelitian yang dilakukan oleh Czeh et al. (2011) melaporkan bahwa mikroglia juga berperan penting dalam menjaga sel neuron agar tetap dalam keadaan baik. Mikroglia mempunyai fungsi protektif penting dengan menghilangkan sel yang rusak, mengaktifkan neurogenesis, menginduksi pembentukan kembali lingkungan neuron fungsional dengan memperbaiki selubung mielin. Selain itu, mikroglia juga berperan dalam pelepasan faktor neurotropik serta molekul dan sitokin antiinflamasi seperti interleukin-10 (IL-10) yang dapat menghambat apoptosis mikroglia dan transforming growth factorbeta(TGF-β) yang berfungsi sebagai substansi neuroprotektif (Czeh et al., 2011). Penelitian yang dilakukan oleh You et al. (2011) melaporkan bahwa terjadi peningkatan ekspresi sitokin proinflamasi TNF-α, IL-1β, IL-6 dan IL-18
16
dan sitokin antiinflamasi IL-4 dan IL-10 pada hippocampus tikus yang diinduksi chronic mild stress (CMS). Sementara itu, sitokin antiinflamasi TGF-β mengalami penurunan. Voorhees et al. (2013) melaporkan bahwa terjadi peningkatan sitokin proinflamasi IL-6 dan IFN-γ serta penurunan sitokin TNF-α, IL-1β, IL-4, IL-10 pada serum mencit yang diinduksi oleh chronic restraint stress (CRS) selama 28 hari. Sementara itu dilaporkan bahwa terjadi penurunan sitokin TNF-α, IL-1β, IFN-γ, IL-10 serta peningkatan sitokin IL-4 dan IL-6 pada hippocampus mencit yang diinduksi oleh chronic restraint stress (CRS) selama 28 hari (Voorhees et al., 2013). Berdasarkan beberapa penelitian tersebut dapat dilihat bahwa terjadi variasi dalam peningkatan atau penurunan sitokin proinflamasi maupun antiinflamasi pada hewan coba yang diinduksi protokol stres. TNF-α dipilih dalam penelitian ini karena TNF-α merupakan salah satu sitokin proinflamasi utama yang terpengaruh dengan adanya stres.Sebuah penelitian melaporkan bahwa terjadi peningkatan kadar mRNA TNF-α yang diinduksi lipopolisakarida pada hippocampus mencit yang mengalami stres prenatal (Chaves et al., 2012). TNF-α berperan dalam terjadinya beberapa penyakit pada manusia (Locksley et al., 2001). TNF-α juga berkaitan dengan gejala disosiatif dan paparan stres pada pasien depresi (Bizik et al., 2014). Sitokin antiinflamasi yang dipilih pada penelitian adalah IL-10. Hal ini dikarenakan IL-10 merupakan sitokin yang pertamakali diidentifikasi mempunyai kemampuan menghentikan respon imun dengan cara menekan dan menghambat produksi sitokin lain. Berdasarkan fungsinya sebagai imunomodulator, IL-10 saat
17
ini dipertimbangkan menjadi agen terapi penyakit inflamasi akut maupun kronis, penyakit autoimun, kanker dan penyakit infeksi (Zdanov, 2004). IL-10 merupakan salah satu sitokin antiinflamasi yang terpengaruh dengan adanya stres. Menurut penelitian yang dilakukan Voorhees et al.(2013), terjadi penurunan sitokin antiinflamasi IL-10 baik pada serum maupun hippocampus mencit yang diinduksi chronic restraint stress (CRS). Kadar IL-10 yang berfluktuasi dikaitkan dengan gejala depresi pada manusia dan diduga mempengaruhi perilaku. Jika terjadi penurunan ekspresi sitokin antiinflamasi IL10 maka tidak dapat untuk menyeimbangkan ekspresi sitokin proinflamasi sehingga terjadi ketidakseimbangan antara sitokin antiinflamasi dan sitokin proinflamasi. Salah satu protokol stres kronis yang dapat dilakukan pada hewan coba adalah dengan stres listrik. Sebuah penelitian melaporkan bahwa stres listrik yang dilakukan pada tikus dapat meningkatkan sekresi IL-1β dan TNF-α pada makrofag alveolar tikus dibandingkan dengan kelompok kontrol (Broug-Holub et al., 1998). Pada saat ini, penelitian yang berfokus pada tanaman herbal berkembang luas di dunia. Salah satu tanaman herbal yang banyak digunakan dalam penelitian adalah pegagan (Centella asiatica). Pegagan merupakan tanaman herbal yang cukup penting dan digunakan secara luas di negara timur dan menjadi populer di barat (Gohilet al., 2010). Pegagan selain mempunyai efek neuroprotektif juga diketahui mempunyai efek anti inflamasi. Sebuah penelitian melaporkan bahwa pemberian pegagan dapat menurunkan NO, TNF-α, dan IL-1β serum pada mencit yang sudah diinduksi inflamasi sebelumnya (Huang et al., 2011). Selain itu,
18
pegagan juga dilaporkan dapat menurunkan sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-1β, IL-6 dan IL-12 pada tikus model artritis (Sharma & Thakur, 2011). Melihat adanya kecenderungan peningkatan ekspresi sitokin proinflamasi dan penurunan ekspresi sitokin antiinflamasi pada hippocampus tikus yang diinduksi stres kronis serta belum adanya kajian mengenai efek pegagan dalam proses inflamasi di hippocampus, maka menarik untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol pegagan terhadap kadar sitokin proinflamasiTNF-α dan sitokin antiinflamasi IL-10 di hippocampus tikus pascastres listrik 28 hari.
1.2.Perumusan Masalah Mikroglia dapat berkembang menjadi fenotip M1 dan M2. Fenotip M1 akan menghasilkan sitokin seperti TNF-α, IL-1β, IL-6 dan IL-18 yang bersifat proinflammatorik, sedangkan fenotip M2 akan menghasilkan sitokin seperti TGFβ dan IL-10 yang bersifat antiinflamatorik. Pada stres kronis terjadi kecenderungan peningkatan antiinflamasi
di
sitokin
hippocampus
proinflamasi
tikus.
Pegagan
dan penurunan sitokin selain
mempunyai
efek
neuroprotektif juga diketahui mempunyai efek antiinflamasi. Masih belum diketahui apakah pemberian ekstrak etanol pegagan dapat mempengaruhi kadar sitokin proinflamasi TNF-α dan sitokin antiinflamasi IL-10 di hippocampus tikus pascastres listrik 28 hari. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini dirumuskan permasalahan apakah pemberian ekstrak etanol pegagan dapat mempengaruhi kadar sitokin proinflamasi TNF-α dan sitokin antiinflamasi IL-10 di hippocampus tikus pascastres listrik 28 hari ?
19
1.3.Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakahpemberian ekstrak etanol pegagan dapat mempengaruhi kadar sitokin proinflamasi TNF-α dan sitokin antiinflamasi IL-10 di hippocampus tikus pascastres listrik 28 hari.
1.4.Keaslian penelitian Beberapa penelitian tentang pegagan, mikroglia, sitokin proinflamasi dan antiinflamasi serta stres kronis yang pernah dilakukan antara lain : 1.
Tynanet al.(2010) meneliti tentang pengaruh stres kronis terhadap inflamasi. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitianTynanet al.(2010) adalah pada cara induksi stresdan metode yang dilakukan. Pada penelitianTynanet al.(2010) menggunakanchronic restraint stress (CRS) yang dilakukan 30 menit sehari selama 14 hari. Metode yang dilakukan dengan metode imunohistokimiawi menggunakan antibodi Iba1, marker mikroglia dan MHC-II, marker yang diekspresikan pada mikroglia yang teraktivasi.
2.
Penelitian yang dilakukan oleh Hemamalini dan Rao (2013) bertujuan untuk mengetahui pengaruh pegagan pada stres kronis. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada cara induksi stresdan metodenya. Induksi stresnya dengan chronic restraint stress (CRS) dan metode yang digunakan oleh Hemamalini dan Rao (2013) adalah dengan pewarnaan Golgi kemudian diamati jumlah titik percabangan dendrit dan jumlah pertemuan dendrit.
20
3.
Huanget al. (2011)juga meneliti tentang efek antiinflamasi pegagan dengan melihat sitokin yang dihasilkan. Perbedaannya adalah pada parameter yang dinilai yaitu kadar NO, TNF-α, dan IL-1β serum pada mencit yang sudah diinduksi inflamasi.
4.
Voorhees et al. (2013) meneliti tentang pengaruh stres kronis terhadap sitokin proinflamasi dan antiinflamasi. Pada penelitian yang dilakukan Voorhees et al. (2013) ini perlakuan menggunakan Chronic restraint stress (CRS), sitokin yang dinilai adalah sitokin IL-1β, IL-6, IL-4, IL-10, TNFαdan IFN-γ pada serum dengan metode Serum Cytokine Assayserta pada korteks dan hippocampus mencit dengan metode RT-PCR.
5.
You et al.(2011) meneliti tentang kadar sitokin proinflamasi dan sitokin antiinflamasi di hippocampus tikus pascastres kronis. Perbedaannya pada penelitian You et al.(2011) ini yang diperiksa adalah sitokinIL-1β, IL-6, IL18, IL-10, TNF-α dan TGF-β, induksi stresnya dengan chronic mild stress (CMS), metodenya menggunakan Real-time RT PCR serta tidak memberikan pegagan. Penelitian ini merupakan penelitian pertama yangbertujuan untuk mengkaji
pengaruh pemberian ekstrak etanol pegagan terhadap kadar sitokin proinflamasi TNF-α dan antiinflamasi IL-10 pada hippocampus tikus pasca stres kronik. Stres yang digunakan pada penelitian ini adalah stres listrik yang diberikan selama 4 minggu. Pada hari ke-28, hewan coba dinekropsi untuk diambil jaringan hippocampusnya
kemudian
diisolasi
proteinnya
untuk
pemeriksaan kadar TNF-α dan IL-10 dengan metode ELISA.
digunakan
dalam
21
1.5.Manfaat Penelitian 1.
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi data penelitian tentang ekstrak etanol pegagan sebagai antiinflamasiyang dilihat dari kadar sitokin proinflamasi TNF-α dan sitokin antiinflamasi IL-10 di hippocampus tikus pascastres listrik 28 hari.
2.
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat tentang efek ekstrak etanol pegagan sebagai antiinflamasi dan melindungi hippocampus dari efek buruk stres kronis.