BAB I PENDAHULUAN 1.1 .Latar Belakang Pariwisata merupakan manifestasi gejala naluri manusia sejak purbakala, yaitu hasrat untuk mengadakan perjalanan. Lebih dari itu pariwisata dengan ragam motivasinya akan menimbulkan permintaan dalam bentuk jasa dan persediaanpersediaan lain. Dalam lingkungan ekonomi dan politik sekarang, industri pariwisata merupakan kesempatan besar dalam pertukaran ekonomi, budaya dan politik dunia. Berbeda dengan industri migas yang berdasar pada bahan bakar fosil, pariwisata tidak tergantung dari sumber daya yang makin berkurang. Justru sebaliknya, supaya pariwisata dapat berkembang maka harus ada upaya untuk meningkatkan lingkungan dan memelihara keseimbangan ekologis. Di dunia termasuk Indonesia, dikenal dengan kekayaan alam dan keindahan alam. Keindahan dan kekayaan serta potensi sumber daya alam yang dimiliki bangsa kita merupakan aset yang sangat potensial untuk dikembangkan. Tentu hal ini memberikan manfaat bagi masyarakat banyak khususnya dalam bidang pariwisata. A.J Burkart dan S. Malik mengungkapkan bahwa “Tourisem, present and future”, berbunyi bahwa pariwisata berarti perpindahan orang untuk sementara dalam jangka waktu pendek ke tujuan di luar temapt dimana mereka biasanya hidup dan bekerja dan kegiatan mereka selama tinggal di tempat-tempat tujuan itu (Soekadijo. 1997:3). Sebagai suatu aktivitas manusia, pariwisata adalah fenomena pergerakan manusia, barang dan jasa yang sangat kompleks. Pariwisata semakin berkembang
1 Universitas Sumatera Utara
sejalan dengan perubahan-perubahan sosial, budaya, ekonomi, teknologi dan politik. Runtuhnya sistem kelas dan kasta semakin meratanya distribusi sumber daya ekonomi, ditemukannya teknologi transportasi dan peningkatan waktu luang yang didorong oleh penciutan jam kerja telah mempercepat mobilitas manusia antara daerah, negara dan benua khusunya dalam hal pariwisata. Sebuah tempat wisata tidak cukup hanya memiliki daya tarik alam yang indah. Akses menuju ke tempat wisata, promosi sebuah destinasi wisata, pembangunan sarana pendukung di tempat wisata dan manajemen pengelolaan yang baik juga menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan untuk menarik wisatawan berkunjung ke sebuah destinasi wisata. Promosi destinasi wisata atau pengenalan sebuah destinasi wisata kepada masyarakat bisa dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya melalui media sosial seperti facebook, twiter, instagram, melalui media massa, mulut ke mulut, media cetak, melalui web khusus, dll. Cara promosi yarng berbeda-beda dari setiap tempat wisata merupakan salah satu strategi sebuah tempat wisata untuk mengenalkan dan memasarkan produk kepada masyarakat umum. Berbeda dengan industi wisata di Malaysia yang tumbuh dengan cepat dimulai pada tahun 1995. Total permintaan dari sektor wisata bagi Malaysia tercatat 3,6 Milliar US $ dari sekitar 7. 468. 749 wisatawan dengan rata-rata waktu kunjung 8-11 jam dalam waktu satu hari. Melihat dari sektor pariwisata tersebut pemerintah Malaysia menganggarkan 119 juta US $ pembangunan sektor pariwisata. Dilakukan kampanye-kampanye pariwisata secara besar-besaran diseluruh penjuru dunia yakni dengan memanfaatkan keunikan Malaysia lewat semboyan “ Malaysia : Truly Asia”. Promosi ini digencar-gencarkan dibandara-
2 Universitas Sumatera Utara
bandara, majalah-majalah, iklan-iklan televisi serta biro perjalan wisata/travel (Hakim, 2004). Menurut A.J Nerwal, wisatawan adalah seorang yang memasuki wilayah negara asing dengan maksud dan tujuan apapun asalkan bukan untuk tinggal permanen atau untuk usaha-usaha yang teratur melintasi perbatasan dan mengeluarkan uangnya di negeri yang dikunjunginya, dimana apa yang diperoleh itu bukan suatu yang ada di daerahnya tetapi yang ada di daerah orang lain. Di Indonesia sendiri konsep formal pariwisata tercantum dalam pasal 1 Intruksi Presiden No 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan promosi, perjalanan dengan fasilitas lainnya yang diperlakukan oleh para wisatawan. Indonesia dikenal sebagai negara yang kekayaan dan sumber daya alam hayatinya terutama dalam hal keanekaragaman flora, fauna dan tipe-tipe ekosistem yang semua ini mempunyai potensi yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan dalam mewujudkan kemakmuran masyarakat (BKSDA-I.2006:I). Hal ini mengandung konsekuensi bagi daerah untuk mengupayakan berbagai langkah secara optimal guna menggali dan dan memanfaatkan potensi kepariwisataan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah, khususnya pendapatan asli daerah. Sebagai salah satu sektor pembangunan yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi satu wilayah, pariwisata dianggap sebagai suatu aset yang sangat strategis untuk mendorong pembangunan pada wilayah-wilayah tertentu yang mempunyai potensi objek wisata. Di Indonesia potensi untuk pengembangan pariwisata tidak terbatas. Pengembangan sektor pariwisata yang dilakukan dengan baik akan mampu
3 Universitas Sumatera Utara
menarik wisatawan domestik maupun wisatawan asing untuk datang dan membelanjakan uangnya dalam kegiatan berwisatanya. Dari transaksi itulah masyarakat daerah wisata akan terangkat taraf hidupnya serta negara akan mendapat devisa dari wisatawan asing yang menukar mata uang negaranya dengan rupiah (Yoeti; 1985:3). Pengembangan pariwisata tidak hanya memerlukan perencanaan pengembangan yang matang dan penentuan sasaran pengembangan, tetapi dalam pengembangan pariwisata juga diperlukan strategi pengembangan pariwisata yang akurat dalam mendukung rencana pengembangan yang telah dibuat. Oka A. yoeti (2002:56), mengatakan dalam pengembangan pariwisata bisa menentukan strategi mana yang akan dipilih dan yang mana yang lebih cocok, dapat melakukannya dalam dua tahap: Bagi Indonesia, peranan pariwisata semakin terasa, terutama setelah melemahnya peranan minyak dan gas, walaupun nilai nominalnya dalam dollar sedikit mengalami fluktuasi1. Sehingga dalam hal ini pariwisata di Indonesia merupakan sektor ekonomi penting di Indonesia, pada tahun 2009, pariwisata menempati urutan ketiga dalam hal penerimaan devisi setelah komoditi minyak dan gas bumi serta minyak kelapa sawit. Berdasarkan data tahun 2014, jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia sebesar 7,05% dibandingkan tahun sebelumnya. Menurut beberapa para ahli pariwisata, sejak dimulainya peradaban manusia itu sendiri dengan ditandai adanya pergerakan penduduk yang melakukan ziarah dan perjalanan agama lainnya, serta perjalanan keingin tahuan, gila
1
Fluktuasi adalah ketidaktetapan atau guncangan terhadap barang atau sebagainya atas segala hal yang bisa dilihat di dalam grafik
4 Universitas Sumatera Utara
kehormatan jaman semakin berkembang seiring dengan perkembangan waktu, begitu juga dengan perkembangan pariwisata hingga saat ini. Pariwisata dijaman modern tidak lagi hanya untuk mencari kepuasan semata saja tetapi pariwisata sudah berubah menjadi suatu industri yang menjanjikan dalam menambah devisa daerah dan negara. Daerah Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki banyak daerah tujuan wisata seperti Danau Toba, Ekowisata Tangkahan, Istana Maimoon dan masih banyak wisata alam dan serta budaya-budaya lainnya. Keberadaan objek wisata tersebut memiliki peranan penting dalam mensukseskan pembangunan daerah serta mampu meningkatkan devisa bagi Sumatera Utara. Salah satu objek wisata alam lainnya yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi dearah tujuan wisata alam lainnya terdapat di kecamatan Laguboti, kabupaten Toba Samosir yaitu Pantai Lumban Binanga. Pantai Lumban Binanga adalah kawasan objek wisata yang mengandalkan pantainya sebagai daya tarik wisata. Pantai ini terkenal dengan pantai pasir putihnya yang indah dan dangkal sehingga cocok dijadikan masyarakat lokal maupun wisatawan sebagai daerah tujuan wisata. Masyarakat lokal sering menyebut pantai ini dengan singkatan “Lumbin” yang arti Lumban Binanga. Keramaian dan aktivitas perkotaan yang padat tak jarang membuat kita merasa penat, jenuh, kelelahan dan jenuh dan tidak menutup kemungkinan membuat kita menjadi sters bahkan depresi. Peranan seperti ini membuat orang berpiknik untuk menghilangkan stress dan depresi dari rutinitas kehidupan sehari-hari untuk mendapatkan lokasi rekreasi yang dianggap nyaman dan menyenangkan.
5 Universitas Sumatera Utara
Rute perjalanan menuju objek wisata Pantai Lumban Binanga dari kota Laguboti hanya memerlukan jarak perjalanan 10km. Jarak yang lumayan cukup dekat membuat masyarakat setempat baik orang tua, remaja maupun anak-anak menjadi sering berkunjung ke pantai Lumban Binanga dan tak jarang masyarakat lokal maupun wisatawan berkunjung ke pantai Lumban Binanga pada hari-hari tertentu bisa mencapai ± 500 orang. Biasanya masyarakat yang berkunjung akan lebih banyak ketika hari menjelang sore hingga pada pukul 09.00 malam. Objek wisata Pantai Lumban Binanga sendiri dikelola secara swasta oleh masyarakat lokal dengan membangun tempat-tempat
peristirahatan yang
menghadap ke Danau Toba seperti tempat penginapan dan rumah makan Batak yang menyediakan berbagai macam makanan khas batak seperti, Naniura, Lomoklomok, Na pinadar dan lain-lain. Selain itu dibangun juga tempat peristirahatan bagi masyarakat yang ingin menginap. Adapun penduduk yang tinggal di lokasi Pantai Lumban Binanga lebih dominan adalah suku Batak Toba yang terkenal pada kemargaannya. Marga yang dominan menjadi pengelola pantai Lumban Binanga adalah marga Hutajulu. Alasan mengapa marga Hutajulu menjadi dominan pemilik sekaligus pengelola pantai Lumban Binanga
adalah terkait
sejarah marga Hutajulu yang dulu telah menjadi masyarakat setempat sekaligus menjadi orang pertama tinggal di sekitar pantai Lumban Binanga2.
2
Contohnya, Ingot Siahaan merupakan orang yang pertama kali membangun rumah dan menetap di hutan. Ketika dia sudah punya anak maka dia akan mengatakan kepada anaknya bahwa yang berkuasa nantinya adalah keturunan marga siahaan. Saat pendatang menetap dan tinggal di hutan tersebut otomatis mereka tidak bisa memiliki hak atas lahan yang ada ditempat itu tanpa ada persetujuan dari marga Siahaan.ini membuktikan orang batak sangat mementingkan arogansi, materialistis, individualis.
6 Universitas Sumatera Utara
Selain akan menikmati keindahan pantainya, di kawasan Lumban Binanga juga akan terlihat area persawahan yang membentang luas dan bukit-bukit yang mengembang yang mengelilinginya sehingga menambah kesan bagi wisatawan untuk berlama-lama di pantai Lumban Binanga baik itu untuk mandi maupun berfoto saja. Baru-baru ini pantai Lumban Binanga sendiri telah dikukuhkan sebagai salah satu lokasi wisata andalan Kecamatan Laguboti, hal ini dibuktikan dengan meningkatnya fasilitas-fasilitas yang mendukung perkembangan objek wisata Pantai Lumban Binanga antara lain berdirinya tempat penginapan dan hotel yang tidak jauh dari lokasi objek wisata Lumban Binanga, sehingga para pengunjung bisa menikmati suasana objek wisata pantai Lumban Binanga lebih lama lagi begitu juga akses untuk menuju lokasi objek wisata Lumban Binanga pun mulai diperbaiki. Perkembangan jumlah pengunjung/wisatawan yang datang ke objek wisata pantai Lumban Binanga mulai meningkat pada tahun 2000, hal ini diawali dengan modal informasi dari mulut kemulut sebagai salah satu hal yang membangkitkan antusias wisatawan untuk berkunjung ke Lumban Binanga, sehingga lambat laun perbaikan akses dan infrastruktur mulai dibangun di sekitar objek wisata pantai Lumban Binanga. Adanya perbaikan sarana dan prasarana tersebut, antusias wisatawan yang berkunjung ke pantai Lumban Binanga semakin meningkat dan memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat di sekitar pantai Lumban Binanga. Dengan perkembangan seperti ini mendorong masyarakat dari luar berkeinginan untuk membeli tanah yang dijual dan membangun rumah ataupun penginapan di sekitar objek wisata pantai Lumban Binanga. Adanya keinginan
7 Universitas Sumatera Utara
orang membeli tanah tersebut memunculkan persolan baru karena ketika pendatang baru ingin membuka usaha di pantai Lumban Binanga tidaklah semena-mena, sebab masyarakat pendahulu ataupun pemilik pantai Lumban Binanga mengakui pantai tersebut adalah harta milik keluarga warisan dari nenek moyang, sehingga tak banyak masyarakat yang bisa membuka usaha di pantai tersebut, kecuali mereka memiliki garis keturunan dari nenek moyang yang mereka akui sebelumnya. Kepemilikan hak untuk membangun usaha di pantai Lumban Binanga hanya marga Hutajulu, Sehingga marga ini adalah marga yang diakui ataupun memiliki hak menjadi pemilik dalam mengolah pantai Lumban Binanga3. Penelitian ini akan mengkaji tentang pengembangan dan pengolahan objek wisata pantai Lumban Binaga oleh masyarakat lokal yang mayoritas penduduknya adalah orang Batak Toba. Lokasi penelitian ini berada di desa Lumban Binanga, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba Samosir. Alasan penulis memilih lokasi Pantai Lumban Binanga dari berbagai objek wisata yang ada di Kabupaten Toba Samosir adalah karena keunikan Pantai Lumban Binanga yang dangkal, pasir putihnya yang indah namun, pengembangan dan pengolahan Pantai Lumban Binanga yang dilakukan masyrakat lokal maupun pemerintah masih buruk. Selain itu, penulis tertarik dengan pengelola Pantai Lumban Binanga yang ditarik dari berdasarkan garis keturunan orang tua 3
kepemilikan lahan batak toba sangatlah kompleks. sebagian besar lahan di wilayah manapun
boleh dikuasai oleh anggota satu marga, dan meskipun orang dari marga lain dan bekerja di tempat tersebut, hak jangka panjangnya terbatas kecuali ia membeli tanah itu, atau memilikinya sebagai pelunasan hutang atau sebagai mas kawi
8 Universitas Sumatera Utara
1.2. Tinjauan Pustaka Istilah “pariwisata” untuk pertama kalinya digunakan oleh Presiden Soekarno dalam suatu percakapan dari istilah asing tourism. Menurut Soekadijo pariwisata adalah segala kegiatan dalam masyarakat yang berhubungan dengan wisatawan. Semua kegiatan membangun hotel, pemugaran cagar budaya, pembuatan pusat rekreasi, penyelenggaraan pecan pariwisata, penyediaan angkutan umum dan sebagainya semua itu disebut kegiatan pariwisata sepanjang kegiatan-kegiatan itu semua dapat
diharapkan wisatawan
akan datang
(Soekadijo,1997:2). Soekadijo (1996: 2), memberikan pendapat bahwa kegiatan wisata diciptakan untuk dapat memberikan hasil yang diinginkan, yaitu mendatangkan banyak pengunjung atau wisatawan karena mereka berhasil “dipuaskan” kebutuhannya atas kegiatan kunjungan tersebut.
Kepuasan itu
berupa rasa senang, rasa tenang, rasa aman ketika di berada di tempat yang dituju. Kepuasan setiap orang itu berbeda-beda, ada yang ketika sampai di sebuah destinasi wisata orang itu merasa sangat puas atas hasil karena sesuai dengan apa yang di bayangkan sebelumnya dan ada juga yang merasa tidak puas karena tidak sesuai dengan apa yang di bayangkan sebelumnya. Pariwisata adalah perpindahan sementara yang dilakukan manusia dengan tujuan keluar dari pekerjaan-pekerjaan rutin, keluar dari tempat kediamannya. Aktivitas dilakukan selama mereka tinggal ditempat yang dituju dan fasilitas dibuat untuk keluar dari keadaan biasanya dan ini dipengaruhi dari keberadaan ekonomi, fisik dan kesejahteraan sosial wisatawan yang akan melakukan kegiatan wisata (Happy Marpaung 2002:13). Daerah yang potensial menjadi daerah tujuan wisata dalam pengembangannya harus memperhatikan unsur-unsur pembangunan
9 Universitas Sumatera Utara
pariwisata di daerah tujuan wisata diantaranya adalah objek wisata sebagai daya tarik wisata (seperti lansekap pantai), dan prasarana wisata (seperti hotel, rumah makan, dan fasilitas penunjang lainnya). Pembangunan merupakan suatu usaha responsive manusia terhadap lingkungannya, apakah itu lingkungan sosial, ekonomi ataupun lingkungan alam lainnya. Esensi dari pembangunan itu adalah menciptakan (sesuatu yang berguna) yang belum ada menjadi ada dan meningkatkan yang telah ada. Selain itu tujuan ahkir dari pembangunan itu adalah untuk manusia karna manusia adalah subjek dan objek pembangunan tersebut (Astrid, 1984). Antara pariwisata dengan kebudayaan memiliki hubungan yang dapat dijelaskan berdasarkan dari cerita (Pendit, 2003:15) menjelaskan bahwa hubungan antara pariwisata dan kebudayaan berawal dari rasa ingin tahu seseorang dimana perasaan ini menjadi faktor pendorong orang untuk melakukan perjalanan (berwisata). Lebih lanjut dilakukan penyimpulan bahwa makin banyak orang yang melakukan perjalanan, makin bertambah pula pengalaman serta pengetahuannya, kemudian berlanjut pada bertambahnya keberanian. Bambang Sunaryo (2013:7780), mengatakan Secara teoritis pola manajemen dari penyelenggaraan pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan akan dapat dengan mudah dikenali melalui berbagai ciri penyelenggaraan yang berbasis pada prinsip- prinsip sebagai berikut ini Parisipasi masyarakat terkait, Keterlibatan segenap pemangku kepentingan, Kemitraan kepemilikan lokal, Pemanfaatan sumber daya secara berlanjut, Mengakomodasikan aspirasi masyarakat, Daya dukung lingkungan, Monitor dan evaluasi program,
10 Universitas Sumatera Utara
Akuntabilitas lingkungan, Pelatihan pada masyarakat terkait, Promosi dan advokasi nilai budaya kelokalan. Hubungan antara Antropologi dan dunia pariwisata adalah untuk membahas aspek-aspek budaya masyarakat sebagai aset dalam dunia pariwisata. Kajian teori dan konsep-konsep Antropologi terutama dalam melestarikan aspek budaya masyarakat dan sekaligus mengkaji aspek tersebut sebagai aspek pariwisata dalam upaya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa merusak makna dan nilai aspek budayanya. Antropologi Pariwisata memiliki fokus intens pada masalah pariwisata dari segi sosial budaya. Adapun sosial budaya dalam hal ini adalah sistem sosial dan sistem budaya yang berkembang dalam konteks pariwisata. Pariwisata merupakan pertemuan antara berbagai sistem sosial dan sistem budaya yang saling mempengaruhi. Pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai mahluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religo, seni dan lain-lain yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Tujuh unsur kebudayaan sebagaimana diungkapkan oleh (Koentjaningrat 1966) menyatakan bahwa kebudayaan terdiri atas tujuh aspek penting yang saling berkaitan satu sama lain, adapun unsur-unsur tersebut adalah bahasa, religi, sistem
11 Universitas Sumatera Utara
pengetahuaan, sistem teknologi, kesenian, sitem organisasi sosial, dan mata pencaharian. Koentjaningrat (1966:75) juga mengistilahkan tiga wujud kebudayaan yaitu: -
Wujud kebudayaan sebagai salah satu yang kompleks bersumber dari ideide, nilai-nilai, peraturan, gagasan-gagasan, norma-norma dan sebagainya.
-
Wujud kebudayaan sebagai satu kompleks aktivitas serta tindakan, perilaku yang berpola dari manusia dalam masyarakat.
-
Wujud kebudayaan berupa benda-benda hasil karya manusia
Keselarasan antara alam dan lingkungan sangat dibutuhkan antara satu dengan yang lain, dimana di dalamnya terkandung sistem nilai yang disebut kebudayaan, yang mana budaya merupakan pola pikir manusia yang di tuangkan kedalam tingkah lakunya sehari-hari yang menjadi pedoman bagi dirinya yang berasumsikan larangan dan peraturan yang memberikan sangsi bila dilanggar, yang kesemuanya diwujudkan dalam mengelola lingkungan mereka (Spreadly 1972: 38). Interaksi perjalanan yang dikategorikan sebagai pariwisata yang tidak lepas dari unsur-unsur manusia yang saling berhubungan atau berinteraksi satu dengan yang lain. Hal ini disebabkan adanya prasarana-prasarana yang memungkinkan manusia saling berinteraksi secara intensif sehingga menimbulkan kontak-kontak budaya. Oleh karena itu pariwisata dapat diartikan sebagai suatu perjalanan seseorang atau sekelompok orang dari daerah asalnya yang akan menimbulkan adanya interaksi berlangsung ditempat tujuan.
12 Universitas Sumatera Utara
M Baiquni (2011:3), menyebutkan, kata “pariwisata” diidentikkan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali dari satu tempat ke tempat lain. Atas dasar itu dengan melihat situasi dan kondisi saat ini pariwisata dapat diartikan sebagai suatu perjalanan terencana yang dilakukan secara individu atau kelompok dari satu tempat ke tempat lain dengan tujuan untuk mendapatkan kepuasan dan kesenangan. Selain itu M Baquini (2011:3)
juga berpendapat bahwa ada 3
pandangan mengenai pariwisata yaitu: pertama, pariwisata tidak dikenal masyarakat sepenuhnya dan belum dapat diterapkan dalam kehidupan, karena dalam masyarakat tidak ada pembedaan antara waktu luang dengan waktu kerja dikaitkan dengan aktivitas melakukan pekerjaan. Pada prinsipnya, masyarakat agraris memaknai waktu dalam kehidupannya sebagai waktu untuk bekerja guna memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga waktu tidak bekerja itu hanya merupakan bagian dari waktu kerja saja. kedua, pariwisata sudah mulai dikenal oleh sebagian anggota masyarakat, tetapi masih dipandang sebagai hal yang bersifat negatif, bahwa waktu senggang bagi mereka adalah waktu tidak dalam keadaan kerja atau meninggalkan pekerjaan. ketiga,
pariwisata sebagai
pemanfaatan waktu luang yang dipandang sebagai sebuah hal yang berguna dan memiliki arti, bermanfaat bagi kehidupannya, oleh karena itu jika mereka menggunakannya dengan baik, mereka akan mendapatkan manfaat. Dalam hal ini pariwisata menjadi sebuah kebutuhan hidup yang harus dipenuhi supaya hidupnya lebih baik, Gejala seperti ini terjadi pada masyarakat industrial. Happy Manurung (2002:19) sesuai perkembangannya, kepariwisataan seharusnya bertujuan memberikan keuntungan baik bagi wisatawan maupun masyarakat setempat. Pariwisata dapat memberikan kehidupan yang standar
13 Universitas Sumatera Utara
kepada warga setempat melalui keuntungan ekonomi yang didapat dari tempat tujuan wisata. Selain itu, perkembangan infrastruktur dan fasilitas rekreasi, keduanya
menguntungkan
wisatawan
dan
warga
setempat,
sebaliknya
kepariwisataan dikembangkan melalui penyediaan tempat tujuan wisata. I Nyoman Erawan (1994:30-31) mengatakan bahwa keuntungan dan kerugian pariwisata dalam arti sempit hanya mengambil kenikmatan perjalanan dan kunjungan sebagai motivasinya. Sedangkan dalam arti luas mencakup segala macam motivasi tersebut adalah sangat luas dan bervariasi karena pariwisata ini mempunyai pengaruh pada berbagai segi kehidupan orang dan masyarakat baik pada bidang sosial-ekonomi yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, pada bidang politik, kebudayaan maupun lingkungan hidup. Terkait dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh hadirnya objek wisata di suatu daerah, Parsudi Suparlan (1985; 107) menyatakan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan pengetahuan manusia sebagai mahluk hidup dan mahluk sosial yang saling berhubungan dalam menciptakan tindakan-tindakan terhadap lingkungannya. Brown (1965) dan Malinowski (1993) dalam Koentjaningrat menjelaskan bahwa perkembangan kajian ekologi manusia keseluruhannya berkaitan dengan hal material, dimana dijelaskan bagaimana keberagaman yang ada saling terintegrasi dan saling menyesuaikan antara satu dengan yang lainnya sehingga terbentuk perubahan yang kompleks secara fungsional. Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dan para ahli tersebut maka penulis dapat memberikan pengertian pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu dari satu tempat ke tempat lain yang mempunyai objek dan daya tarik wisata untuk dapat dinikmati sebagai suatu rekreasi atau hiburan
14 Universitas Sumatera Utara
yang mendapatkan kepuasan lahir dan batin. Begitu juga dengan objek wisata Pantai Lumban Binanga di Desa Lumban Binanga yang memiliki ciri-ciri tersebut sehingga tempat ini bisa diartikan sebagai salah satu kawasan wisata yang memiliki potensi wisata untuk dikembangkan lebih lanjut. Dalam kepemilikan usaha di pantai Lumban Binanga marga Hutajulu menjadikan marga4 ini memiliki ikatan kekuasaan dalam memiliki maupun mengelola pantai Lumban Binanga. Kekuasaan yang ditentukan dari kemargaan yang mereka miliki, membuat hanya marga Hutajulu atau “raja di luati” yang berhak untuk membuka lahan/membangun tempat tinggal di sekitar Pantai Lumban Binanga. Dalam pengelolaan dan pengembangan pariwisata di Pantai Lumban Binanga, masyarakat mengelola tempat wisata tersebut dengan kearifan lokal masyarakat setempat. Kearifan
lokal dapat dipahami sebagai suatu
pemahaman kolektif, pengetahuan dan kebijaksanaan yang mempengaruhi suatu keputusan penyelesaian atau penanggungan suatu masalah. Kearifan lokal yang dimaksud dalam hal ini merupakan perwujudan seperangkat pemahaman dan pengetahuan yang mengalami proses perkembangan oleh suatu kelompok masyarakat dari proses dan pengalaman panjang dalam berinteraksi dalam suatu sistem dan dalam ikatan hubungan yang saling menguntungkan (Purba, 2002). Indonesia mempunyai banyak etnik dan suku bangsa, dimana setiap etnik dan 4
Marga adalah landasan munculnya Dalihan Natolu, yang menjadi dasar fundamental hubungan sosial dan adat batak.struktur kemasyarakatan batak dapat dilihat dari struktur marga, marga juga menjadi dasar mendirikan huta, marga raja mempunyai hak atas tanah, pemimpin huta, dll.(Bungaran Antonius Simanjuntak,2006)
15 Universitas Sumatera Utara
suku bangsa mempunyai sistem dan pendekatannya tersendiri. Artinya banyak tempat wisata di Indonesia yang dikelola oleh berbagai macam etnik dan suku bangsa yang menggunakan sistes pengetahuan tradisional tersendiri bahkan telah melahirkan inovasi pengembangan pariwisata di Indonesia yang unik berbasis adat dan budaya setempat. Kedekatan manusia secara fisik dan emosional dengan lingkungan sumberdaya alam serta terjadinya interaksi dalam suatu sistem yang menghasilkan proses dan hasil proses yang saling berkaitan kemudian saling memberi dan mengambil kemanfaatan satu dengan yang lainnya dalam kurun waktu yang lama telah melahirkan pengetahuan mengenai sumber daya alam itu sendiri yang pada gilirannya pengetahuan tersebut melahirkan kearifan lokal. Hasil proses interaksi yang menghasilkan pemahaman yang mendalam dengan didasari saling ketergantungan telah mendorong manusia menemukan bentuk penyikapan terhadap alam dan lingkungan yang paling ideal. Dalam tataran ini manusia menemukan apa yang disebut dengan kearifan lokal, terutama terkait penyikapan manusia dalam mengelola dan mengembangkan sumber daya alam. Sama halnya dengan cara masyarakat lokal dalam mengelola potensi wisata yang ada di daerahnya. Jika pariwisata di daerahnya dikelola dengan baik dengan tidak merusak lingkungan tersebut maka akan membuat nilai jual wisata itu tinggi dan hubungan timbal baliknya lingkungan tetap terjaga keasliannya. 1.3 . Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan latar belakang diatas maka peneliti akan mengkaji tentang:
16 Universitas Sumatera Utara
-
Bagaimana pengelolaan objek wisata pantai Lumban Binaga dilakukan oleh masyarakat lokal?
-
Bagaimana peran pemerintah dalam pengembangan objek wisata di Lumban Binanga?
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan penelitian ini pertama, untuk mengetahui bagaimana Masyarakat lokal tersebut terutama pada pemilik usaha pantai Lumban Binanga dalam mengembangkan dan mengelola objek wisata pantai Lumban Binanga. Hal ini menyangkut fasilitas yang disediakan pemilik usaha maupun pelayanan yang diberikan kepada wisatawan. Kedua untuk mengetahui peran pemerintah dalam pengembangan objek wisata di Lumban Binanga yaitu mencakup bagaimana kebijakan-kebijakan yang di buat pemerintah dalam mengembangkan objek wisata, baik itu berupa PERDA( Peraturan Daerah), surat edaran, dan badan hukum. Selain itu, bantuan apa saja yang diberikan pemerintah dalam pembangunan objek wisata di Lumban Binanga baik itu infrastruktur dan program yang dijalankan. Secara akademis penelitian ini akan bermanfaat dalam keilmuan antropologi dan menambah wawasan yang berkaitan dengan pengembangan dunia pariwisata melalui perspektif antropologi. Hal ini karena makin banyaknya pariwisata di Indonesia yang mengandalkan potensi alam yang semakin membutuhkan rujukan dalam mengembangkan objek wisata tersebut, terlebih khusus pada objek pantai Lumban Binanga yang akan diteliti oleh peneliti sendiri. Selain itu secara praktis penelitian ini akan bermanfaat untuk berbagai kalangan, antara lain :
17 Universitas Sumatera Utara
1. Bagi pemerintah, penelitian ini akan menjadi bahan masukan maupun saran yang diperlukan dalam mengembangkan model-model kebijakan yang akan diterapkan dalam mengembangkan sebuah objek wisata, baik objek wisata pantai Lumban Binanga itu sendiri. 2. Bagi pelaku usaha pariwisata, penelitian ini akan memberikan saran dalam membantu masyarakat untuk memberikan sebuah pemahaman tentang pengelolaan yang baik dengan melayani wisatawan dalam proses pengembangan objek wisata berkelanjutan. 1.5 Metode Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan penelitian di pantai Lumban Binanga di Desa Lumban Binanga, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba Samosir, juga nantinya dalam penelitian ini peneliti akan melibatkan masyarakat lokal/pemilik usaha di pantai Lumban Binanga, wisatawan, juga pemda/dinas pariwisata Kabupaten Toba Samosir. Metode yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode deskriptif berusaha menemukan data/informasi atau keterangan yang dapat menggambarakan kebudayaan yang diteliti secara utuh/bulat sesuai dengan fokus masalah yang dikaji. Menurut Lexy J. Moleong penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang terjadi dan dialami oleh subjek penelitian diantaranya prilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Bongdan dan Taylor (Moleong, 2006:4) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
18 Universitas Sumatera Utara
dapat diamati. Menurutnya, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh), sebagaimana Koentjaraningrat mengutarakan bahwa para ahli antropologi biasanya memakai istilah holistik untuk menggambarkan metode tinjauan yang mendekati suatu kebudayaan itu sebagai suatu kesatuan yang terintegrasi (1980:224). Adapun cara yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data-data tentang penelitian ini yaitu: 1.5.1
Teknik Observasi Partisipasi Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindra lainnya seperti telinga, penciuman, mulut dan kulit. Observasi juga disebut sebagai sebuah tindakan untuk meneliti suatu gejala tindakan atau peristiwa atau peninjauan secara cermat dan langsung dilapangan atau di lokasi penelitian. Pengamatan dilakukan peneliti dengan cara langsung turuk kelapangan, mengamati kegiatan masyarakat setempat, mengamati keindahan objek wisata pantai Lumban Binanga, dan mengamati semua aktifitas di sekitar daerah pantai Lumban Binanga; mulai dari mengamati pengunjung (wisatawan), mengamati tukang parkir, dan mengamati pedagang di objek wisata pantai Lumban Binanga.
1.5.2
Teknik Wawancara Mendalam Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dan informan atau orang yang
19 Universitas Sumatera Utara
diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama, dan sebelumnya si peneliti sudah memiliki rapport (hubungan dekat) terhadap informan. Sehingga demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah keterlibatan si peneliti dalam kehidupan informan. Model wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang digunakan untuk menemukan informasi yang bukan baku atau informasi tunggal. Pertanyaan yang diajukan tidak disusun lebih dahulu, tetapi disesuaikan dengan keadaan informan. Pelaksanaan tanya jawab mengalir sepeti percakapan sehari-hari. Wawancara tidak terstruktur bersifat bebas dan santai, dengan memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada informan untuk mengemukakan keterangan-keterangan yang sifatnya umum. Wawancara dilakukan seperti percakapan biasa sehari-hari sehingga tidak membuat informan merasa bosan dan takut. Wawancara mendalam dilakukan terhadap beberapa informan kunci. Informan kunci merupakan orang yang dianggap penting dalam pengelolaan objek wisata pantai Lumban Binanga itu sendiri. Adapun informan kunci tersebut adalah pengelola pantai Lumban Binanga, Kepala Desa Lumban Binanga, wisatawan yang berkunjung, Tokoh Adat dan Dinas pariwisata. Adapun alasan peneliti menetapkan ketiga informan diatas menjadi informan kunci berkaitan dengan kedudukan strategis mereka dalam pengelolaan pantai Lumban Binanga.
20 Universitas Sumatera Utara
Selain itu, karena disini posisi saya sebagai peneliti dan juga sebagai wisatawan saya melakukan wawancara seperti percakapan biasa sehari-hari sehingga tidak membuat informan yang saya wawancarai merasa bosan takut dengan saya. 1.5.3
Teknik Dokumenter Teknik dokumenter adalah salah satu metode pengumpulan data yang digunakan dalam metodologi penelitian sosial. Pada intinya metode dokumenter adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data historis, Dengan demikian, pada penelitian sejarah, maka bahan dokumenter memegang peranan penting yang amat penting. Secara detail bahan dokumenter terbagi beberapa macam yaitu : a. Otobiografi, b. Surat-surat pribadi, buku-buku atau catatan harian, memorial, c. Kliping, d. Dokumenter pemerintah, e. Data di server atau flashdisk, f. Data tersimpan di website, dan lain-lain.
1.5.4
Tinggal Hidup Bersama Informan Tinggal hidup bersama informan adalah teknik bagaimana si peneliti akan tinggal dengan informan dengan tujuan membangun lebih dekat dengan informan, sehingga manfaat yang akan diperoleh adalah memperoleh data dengan lebih detail dan mendalam lagi tentang kehidupan informan.
21 Universitas Sumatera Utara
1.6. Rangkaian Pengalaman Dilapangan Peneliti memulai penelitian ke lapangan yaitu pada bulan September 2015 di objek wisata Pantai Lumban Binanga. Sebagai langkah awal penelitian, peneliti langsung menjumpai kepala desa Lumban Binanga bapak Bobby Hutajulu untuk meminta izin penelitian di objek wisata pantai Lumban Binanga. Begitu menerangkan identitas saya dan menjelaskan tujuan penulis melakukan penelitian di desa Lumban Binanga, bapak kepala desa senang karena melihat saya berasal dari Universitas Sumatera Utara dan langsung memberikan gambaran tentang desa Lumban Binanga serta objek wisata pantai Lumban Binanga. Setelah selesai menerangkan sedikit gambaran lokasi desa Lumban Binanga, bapak kepala desa langsung menyuruh saya untuk menjumpai sekertaris desa yang tidak jauh dari rumah kepala desa untuk meminta surat izin penelitian. Begitu saya tiba dirumah sekertaris desa, penulis disambut baik oleh sekertaris desa. Saya langsung menerangkan identitas saya dan menerangkan maksud tujuan saya melakukan penelitian di objek wisata pantai Lumban Binanga. Setelah itu saya memberikan surat pengantar (surat izin penelitian) dari kampus dan mengatakan telah bertemu terlebih dahulu dengan kepala desa. Sekertaris desa lalu menerima surat pengantar saya dan mengatakan bahwa surat izin penelitian bisa diambil seminggu kemudian karena ada urusan keluarga sehingga harus keluar kota selama beberapa hari. Saya pun menyetujuinya dan segera pergi ke pantai Lumban Binanga untuk melihat terlebih dahulu kondisi lingkungan pantai dan sekaligus menikmati keindahan pantai Lumban Binanga.
22 Universitas Sumatera Utara
Penulis melakukan penelitian di objek wisata pantai Lumban Binanga selama dua minggu karena penulis ingin mengejar target bisa menyelesaikan skripsi dengan cepat untuk mengejar wisuda di bulan dua tahun depan. Hari pertama, penelitian penulis berangkat dari Sibodiala menuju pantai Lumban Binanga jam sembilan pagi. Jarak dari rumah penulis ke lokasi objek penelitian yaitu 45 km dengan waktu tempuh perjalan selama sejam menggunakan sepeda motor. Setelah tiba di pantai Lumban Binanga penulis langsung menuju salah satu rumah makan yang pemiliknya merupakan salah satu pengelola objek wisata di pantai lumban binanga. Untuk langsung akrab dengan narasumber penulis langsung menggunakan bahasa daerah supaya tidak kaku dalam bertanya sembari memesan cappuccino susu. “Horas namboru, bahen jo kappucino susu dingin sada. Boado perkembangan pantai lumban binanga saonari namboru? Au sian USU namboru naeng mambahen penlitian di hutaon selama dua minggu lao menyelesaihon skripsi namboru (horas namboru, pesan kapuccino dingin satu. Bagaimana perkembangan pantai lumban binanga ini sekarang namboru? Saya dari kampus USU namboru mau melakukan penelitian di kampung ini selama dua minggu untuk menyelesaikan skripsi saya namboru)” Narasumber saya langsung menerangkan semua yang ada di pantai Lumban Binanga dan pengelolaannya dengan menggunakan bahasa daerah. Beliau senang dengan keberadaan saya yang meneliti di pantai lumban binanga ini beliau berharap dengan adanya penelitian saya nanti pemerintah segera membangun segala kekurangan yang ada di objek wisata Pantai Lumban Binanga dan banyak masyarakat datang mengunjungi objek wisata pantai Lumban Binanga. Setelah bercerita panjang lebar saya pun permisi untuk pulang karena hujan.
23 Universitas Sumatera Utara
Hari berikutnya kemudian saya pergi mewancarai salah satu tokoh masyarakat yang bekerja sebagai nelayan di pantai Lumban Binanga. Karena saya melakukan wawancara secara tidak terstruktur, saya memilih bahasa daerah supaya narasumber saya tidak kaku dan nyaman ketika saya bertanya tentang bagaimana sejarah berdirinya objek wisata pantai Lumban Binanga. Beliau menjelaskannya dengan senang sebab jarang ada orang yang menanyakan sejarah berkembangnya objek wisata pantai Lumban Binanga di desa Lumban Binanga. Karena tidak ingin menggangu aktivitas narasumber saya pun bergegas minta ijin dan berterima kasih atas waktunya. Hari berikutnya lagi saya mewancarai beberapa narasumber yang datang ke Pantai Lumban Binanga, seperti wisatawan, warga sekitar dan pengelola pantai Lumban Binanga. Narasumber saya dengan senang hati menjelaskan semua yang berkaitan dengan pariwisata di pantai Lumban Binanga dan membandingkan dengan objek wisata di tempat lain. Bagi mereka kenyamanan dan kebersihan adalah nomor satu. Setelah banyak menerima masukan dan kritikan mereka tentang pengembangan dan pengelolaan pantai Lumban Binanga, saya kemudian berpamitan pulang. Selama berada di objek wisata pantai Lumban Binanga, penulis berusaha akrab dengan masyarakat setempat maupun pengunjung. Keakraban itu ada berkat bahasa Batak Toba (kita tahu bahwa salah satu cara cepat untuk menggali informasi dari masyarakat di lokasi penelitian adalah dengan mengetahui dan menguasai bahasa yang mereka gunakan sehari – hari, sebab masih banyak di beberapa daerah terpencil yang tidak mengerti bahasa Indonesia karena terbiasa menggunakan bahasa daerah) dimana hanya bertegur sapa mereka berusaha
24 Universitas Sumatera Utara
menanyakan identitas saya dan maksud tujuan saya berada di desa mereka. Setelah mereka mengetahui tujuan saya, mereka dengan senang hati memberikan informasi secara mendalam siapa saja tokoh masyarakat yang banyak memberikan masukan di desa Lumban Binanga, dan memberikan nasehat kepada saya supaya cepat selesai mengerjakan skripsinya. Mereka juga berharap kelak jika saya sukses, bisa datang lagi ke desa Lumban Binanga. Data yang saya peroleh setiap hari di lapangan selalu saya ingat dan saya tarik garis besar inti wawancara untuk kemudian saya tulis dimalam hari di catatan kecil untuk mempermudah saya mengerjakan skripsi. Banyak kesan menarik dan pesan yang penulis dapatkan selama berada di lokasi penelitian karena penulis bisa mengetahui sejarah perkembangan objek wisata pantai Lumban Binanga, selain itu penulis bisa akrab bersama masyarakat setempat meskipun hanya berjumpa sehari saja. Penulis berharap skrispsi ini nantinya bisa selesai dengan baik dan cepat. Banyak pengalaman yang peneliti dapatkan dari penelitian di Pantai Lumban Binanga. Pengalaman penelitian di objek wisata Pantai Lumban Binanga juga membawa saya banyak mengenal penduduk dari berbagai daerah dan dari berbagai kabupaten, dengan beragam suku dan beragam sikap dalam merespon setiap pertanyaan peneliti. Sebelum peneliti kembali ke Medan, peneliti berpamitan kepada semua narasumber dengan tujuan untuk mempererat tali persaudaran jika dikemudian hari berjumpa, bisa bertegur sapa.
25 Universitas Sumatera Utara