BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Teh dan Perkembangannya di Indonesia Teh merupakan salah satu minuman terkenal di dunia yang terbuat dari daun tanaman teh. Minuman ini digemari karena memiliki aroma dan rasa yang khas serta memiliki berbagai macam khasiat yang bermanfaat untuk tubuh. Teh sendiri merupakan sebuah infusi yang dibuat dengan cara menyeduh daun, pucuk daun, tangkai daun dari tanaman teh yang bernama latin Camellia sinensis dengan air panas. Minuman ini biasa digunakan untuk menjamu para tamu atau upacara adat pada beberapa budaya di dunia. Di Indonesia teh pertama kali berkembang pada tahun 1684 dalam bentuk biji, dibawa oleh warga kebangsaan Jerman bernama Andreas Cleyer dan ditanam sebagai tanaman hias di Batavia. Pada awal perkembangannya, biji teh yang didapat dari Jepang pada tahun 1826 pertama kali ditanam di Kebun Raya Bogor, selanjutnya pada tahun 1827 Belanda mencoba menanam di kebun percobaan di Cisurupan, Garut. Karena keberhasilan penanaman teh berskala besar di Wanayasa (Purwakarta) dan di Raung (Banyuwangi), seorang ahli teh bernama Jacobus Isidorus Loudewijk Levian Jacobson melihat ini sebagai suatu peluang usaha yang bisa dikembangkan di Indonesia. Hingga pada akhirnya teh masuk menjadi salah satu tanaman tanam paksa (Culture Stelsel) pada tahun 1828 oleh masa pemerintahan Gubernur Van Der Bosh. 1 Selama ini industri teh di Indonesia telah mengalami pasang surut sejalan dengan keadaan kondisi pasar dunia maupun keadaan pada internal di Indonesia sendiri. Namun industri teh di Indonesia tetap diperhitungkan dimata dunia. Teh pernah menjadi salah satu pemasok devisa negara terbesar pada tahun 2008. Tercatat nilai ekspor teh olahan sebesar USD 162,8 juta, kemudian nilainya bertambah di tahun 2009 sebesar USD 174,4 juta, dan tahun 2010 meningkat lagi menjadi USD 184,9 juta. 2
1
Subahoonnews.blogspot.com/Perkembangan-kebun-teh-di-Indonesia (diakses tanggal 10/10/14)
2
balittri.litbang.deptan.go.id/index.php/component/content/article/49-infotekno/207-perkembangan-pasar-tehindonesia-di-pasar-domestik-dan-pasar-internasional (diakses pada 10/10/14)
1
Pesona teh di Indonesia mungkin memang masih kalah pamor dibanding dengan kopi, secara sederhana hal ini bisa dilihat dari lebih banyaknya kedai kopi yang bertebaran dibanding kedai teh. Kini Indonesia sedang melakukan upaya dalam meningkatkan kembali peran teh, baik dalam pasar negeri maupun luar negeri. Upaya ini diselaraskan dengan misi perusahaan – perusahaan yang tergabung dalam asosiasi teh Indonesia untuk lebih memperkenalkan produk-produk teh di pasar lokal maupun internasional. Dalam pengembangan usahanya sebagai produsen teh terbesar, dewasa ini secara nasional perusahaan perkebunan teh di Indonesia telah tergabung dalam Asosiasi Teh Indonesia dan Internasional, seperti United States Tea Council (Amerika Serikat), United Kingdom Tea Council (Inggris), Australian Tea Council (Australia), International Tea Promotion di Geneva, dan International Tea Committee di Inggris. Selain kegiatan yang berupa promosi dan marketing, perlu diadakan pula suatu kegiatan penunjang jangka panjang yang mampu memperbaiki memperbaiki mutu penjualan teh dalam negeri sendiri. Kegiatan ini bisa dengan usaha penelitian, strategi pemasaran, dan usaha-usaha produksi (panen dan paska panen). Hal ini diperlukan karena Indonesia pernah tercatat menjadi negara pemasok teh terbesar urutan ke 6 setelah Kenya, Sri Lanka, India, dan Vietnam. Fakta menyebutkan bahwa sebagian besar teh di Indonesia di ekspor (sebesar 70%) keluar negaranya sendiri, hal ini membuktikan bahwa nilai komoditi teh untuk pasar lokal cukup lemah. 3
1.1.2 Menghidupkan Potensi Agrowisata Teh di Kemuning Perkebunan teh Kemuning merupakan salah satu perkebunan komoditi teh yang cukup besar di Indonesia, lokasinya berada di lereng Gunung Lawu tepatnya di Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Perkebunan Teh Kemuning pada awalnya merupakan bekas lahan perkebunan kopi milik Praja Mangkunegaran sebagai tanah sewaan. Setelah berbagai macam sengketa internal dan pengaruh dari keadaan kolonialisme di Indonesia pada saat itu, perkebunan ini akhirnya memiliki kepengurusan sendiri dibawah perusahaan PT. Rumpun Teh yang juga mengelola perkebunan Medini dan Kaligintung Semarang dengan komoditi teh dan kopi. 3
balittri.litbang.deptan.go.id/index.php/component/content/article/49-infotekno/207-perkembangan-pasar-teh-
indonesia-di-pasar-domestik-dan-pasar-internasional (diakses pada 10/10/14)
2
Perkebunan Kemuning sendiri kini merupakan sebuah alternatif agrowisata bagi masyarakat sekitar maupun di luar Kabupaten Karanganyar. Udara yang segar khas dataran tinggi serta panorama pekebunan teh yang hijau Kemuning sangat memanjakan mata, walaupun memiliki akses yang tergolong sulit dijangkau. Potensi ini yang pada akhirnya dapat menarik berbagai animo masyarakat disekitar kabupaten Karanganyar bahkan masyarakat di luar Karanganyar. Selain agrowisata teh itu sendiri, Kemuning juga memiliki potensi pariwisata lain yaitu Candi Sukuh, Candi Cetho, dan Air Terjun Parang Ijo, yang kesemua lokasinya masih berlatar belakang perkebunan teh. Objek pariwisata itu yang secara tidak langsung menambah jumlah wisatawan yang berkunjung di kawasan Kemuning ini sendiri.
Gambar 1.1: Pesona perbukitan dikebun teh Kemuning (sumber: karanganyarkab.go.id/20110704/agro-wisata-kebun-teh-kemuning/)(diakses pada 10/10/14)
Perkebunan Kemuning sendiri sebenarnya tidak mempunyai suatu objek wisata spesifik yang layak disebut agrowisata, tidak ada suatu tempat khusus yang menampung kegiatan tersebut selain adanya node of activity pada beberapa titik di sepanjang jalanan yang memiliki panorama terbaik. Titik-titik tersebut yang menjadi tempat mampir (bersinggah) oleh rata-rata wisatawan sebelum menuju ke objek-objek wisata yang ada disekitar Kemuning. Bisa dibilang belum ada tujuan wisata utama yang bertemakan agrowisata teh sendiri di kemuning.
1.1.3 Museum teh sebagai alternatif edu-ekowisata baru Pada awal perkembangannya museum memiliki artian yang erat dengan koleksi-koleksi benda-benda terdahulu dan bersejarah. Koleksi-koleksi tersebut yang nantinya menjadi suatu rekaman sejarah peradaban manusia pada suatu negara. Museum juga merupakan saksi mata perkembangan kebudayaan suatu bangsa. Peradaban suatu bangsa dapat dilihat dari atau lewat Museum-museum yang dimilikinya. Seorang asing yang datang di suatu daerah tidak perlu menjelajah seluruh daerah itu untuk mengenal dan melihat kebudayaan atau sejarahnya. Dengan adanya museum-museum lapangan yang baik keinginan memahami peradaban daerah itu sebagian sudah terjawab.
3
Kini museum tak hanya menjadi bangunan yang erat hubungannya dengan sejarah dan kebudayaan, museum telah mengalami perluasan makna dan fungsi yaitu sebagai tempat rekreasi, studi ilmu pengetahuan dan pendidikan, serta sumber informasi. Museum juga menjadi suatu rekaman kejadian yang memorial atau bahkan museum juga menjadi suatu identitas berbentuk landmark monumental pada suatu kawasan. 4 Sebagai contoh pada Museum Tsunami di Aceh. Museum ini dirancang sebagai monumen simbolis untuk bencana gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004 sekaligus pusat pendidikan dan tempat perlindungan darurat andai tsunami terjadi lagi.
Gambar 1.2 : Museum Tsunami aceh sebagai monumen simbolis (sumber : bacatransportasi.com/museum-tsunami-aceh-mengenang-dan-meresapibencana-sarat-hikmah/)(diakses pada 10/10/14)
Museum merupakan suatu alternatif objek wisata yang mampu mengundang banyak wisatawan. Bedasarkan data yang diperoleh dari statistik Dinas Kepariwisataan Yogyakarta tahun 2012, museum dengan topik edukasi dan teknologi seperti Museum Gunung Merapi, Museum Dirgantara,dan Museum Jogja Kembali merupakan beberapa museum dengan angka pengunjung yang lebih tinggi
dibanding
dengan
museum-museum
dengan
koleksi
klasik
dan
kontemporer, karena mungkin konten museum tersebut yang disajikan lebih interaktif dan atraktif berbeda dengan kesan museum pada umumnya.
4
merdeka.com/ireporters/peristiwa/memperluas-makna-dan-fungsi-museum.html (diakses pada 17/10/14)
4
Tabel 1.1 : Diagram jumlah pengunjung museum terbanyak tahun 2012 300.000
250.000
200.000
150.000
100.000
50.000
0 Museum Monumen Dirgantara Jogja Kembali
Museum Gunung Merapi
Museum Museum Museum Ullen Sentalu Sonobudoyo Kereta Kraton
Jumlah wisatawan (sumber : Statistik kepariwisataan, Dinas Pariwisata 2012)
Bedasarkan data - data diatas itulah yang menandakan bahwa perlu adanya suatu museum pada areal Kemuning yang tidak hanya mampu memenuhi fungsi edukatif dan inovatif tapi juga mampu menaikkan pamor perkebunan teh Kemuning dan kebudayaan teh itu sendiri. Keberadaan museum secara tidak langsung mampu memberikan kontribusi langsung terhadap perkembangan teh baik di Kemuning dan Indonesia. Kini sudah saatnya masyarakat tahu tentang segala perkembangan perkebunan teh yang melatar belakangi indahnya panorama di Kemuning. Sudah saatnya perkebunan teh di Kemuning memiliki pesonanya sendiri melalui sebuah alternatif tujuan wisata edukasi tentang seluk beluk Teh.
1.1.4 Museum Teh sebagai Representasi Kebudayaan Teh di Indonesia Berangkat dari beberapa aspek yang ditinjau sebelumnya, keberadaan museum teh sebagai alternatif edu-ekowisata di kawasan Kemuning mutlak di perlukan. Museum dapat menjadi suatu landmark yang powerful dan daya tarik tujuan wisata baru untuk kawasan. Namun, Museum yang seperti apakah yang mampu mempresentasikan teh dan perkebunan Kemuning itu sendiri? Apakah museum yang menampilkan perkembangan teh dari masa ke masa di Indonesia 5
ataukah museum tentang teknologi pembuatan dan industri teh kah yang perlu di bahas? Esensi teh di Indonesia sendiri berbeda dengan negara-negara seperti China dan Korea yang memang memiliki kebudayaan turun menurun. Bisa dikatakan Indonesia awalnya mengenal teh karena merupakan salah satu tanaman tanam paksa di tanah Jawa yang konon penduduknya banyak memahami filosofi-filosfi kepercayaan,
Bahkan
masyarakat
di
Jawa
dan
Indonesia
menganggap teh sebuah minuman yang mewah pada saat itu. Di tanah Jawa sendiri terdapat filosofi teh Poci yaitu meminum teh dari teko tanah liat. Teko yang digunakan merupakan teko personal yang hanya cukup untuk 2 cangkir, karena menyeduh teh disini merupakan sesuatu yang personal. Teh Poci menggunakan gula batu sebagai pemanisnya namun penyajiannya tidak dengan cara diaduk namun dengan menggoyangkan cangkirnya secara perlahan. Dan hal ini memiliki nilai filosofi tersendiri, yaitu hidup ini awalnya pahit. Kita mesti bersabar, sehingga di akhir nanti kita akan mendapatkan manisnya. 5 Namun realita dan esensi yang kita dapatkan sekarang yang membuat miris, teh seakan-seakan kehilangan maknanya. Banyak masyarakat yang kurang bangga dengan teh Indonesia negeri sendiri, atau bisa dikatakan masyarakat sekarang telah buta akan unsur filosofi dalam penyajiannya. 6 Dengan latar belakang tersebut museum teh ini akan mengangkat kembali esensi kebudayaan teh dulu yang kini telah memudar melalui sebuah proses akulturasi. Museum kebudayaan teh Indonesia ini diharapkan bahwa masyarakat
dan
pengunjung
dapat
kembali
menelaah
keberadaan
teh
sesungguhnya dimana makna dalam penyajiannya, bagaimana filosofi dalam meminumnya serta berbagai macam kebudayaan lain teh di Indonesia. Dengan demikian museum yang ada bukan saja suatu
bentuk
rekaman akan
perkembangan dan perjalanan teh sejak dulu namun juga suatu bentuk representasi kebudayaan teh di Indonesia yang bisa mempengaruhi animo masyarakat akan teh dan perkebunan teh itu sendiri.
1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Permasalahan Arsitektural
5
http://kedai-teh-laresolo.blogspot.com/2009/12/warna-warni-budaya-minum-teh-di.html (diakses pada 16/10/14) http://lifestyle.okezone.com/read/2013/01/16/299/747349/alasan-masyarakat-indonesia-anggap-teh-gak-keren (diakses pada 16/10/14) 6
6
1. Bagaimana membuat suatu museum yang dapat memberikan suatu edukasi yang mempresentasikan kekayaan kebudayaan teh di Indonesia? 2. Bagaimana membuat suatu museum yang dapat berintegrasi sesuai konsep akulturasi budaya teh dengan memanfaatkan lansekap perkebunan Teh Kemuning?
1.3 Tujuan dan Sasaran Penulisan 1.3.1 Tujuan Penulisan Menyusun dan merumuskan konsep perencanaan dan perancangan sebuah museum teh yang mengangkat tentang kekayaan kebudayaan teh dan pengaruh perkembangannya di Indonesia, sehingga museum dapat menjadi suatu alternatif tujuan agrowisata dan eduwisata yang menarik di Kawasan perkebunan Teh Kemuning.
1.3.2 Sasaran Penulisan 1.
Menciptakan
museum
yang
dapat
mengedepankan
fungsi
agrowisata dan eduwisata teh 2.
Pemahaman masalah dan potensi site di kawasan Perkebunan Teh Kemuning
3.
Pendalaman tentang teh, budaya, dan perkembangannya di Indonesia hingga Kemuning
4.
Identifikasi karakter budaya teh di Indonesia
5.
Identifikasi sejarah perkembangan perkebunan Teh Kemuning
6.
Mengimplementasikan karakter kebudayaan teh di Indonesia dan Perkembangan Perkebunan Kemuning menjadi suatu alur cerita didalam museum
7.
Mengintegrasikan
museum
teh
dengan
potensi
lansekap
perkebunan teh sebagai unsur utama dalam desain.
1.4 Lingkup Penulisan 1. Organisasi ruang luar, yang mencakup proses pemilihan tapak, aksesibilitas, pembagian zonasi, fitur dan sirkulasi ruang luar. Penentuan konsep ruang luar, bentuk gubahan massa bangunan dan desain lansekap. 2. Organisasi ruang dalam, yang mencakup konfigurasi antar ruang, konsep interior, sirkulasi dan alur cerita museum, suasana, teknik penyajian dan fitur ruang. 7
1.5 Metodologi Penulisan 1. Observasi Lapangan Observasi lapangan meliputi studi lokasi perancangan dengan survey langsung ke lokasi, mencari data-data yang terkait dengan proses perancangan. Lalu mencari segala potensi serta masalah yang ada pada site dengan menganalisisnya, sehingga dapat tergambarkan bagaimana kondisi site dan eksisting yang akan terolah
2. Studi Literatur Studi literatur meliputi tinjauan berbagai macam literatur tipologi arsitektur, teori-teori, dan data-data yang terkait dengan pemilihan judul, untuk nantinya dijadikan sebagai acuan analisis dan penulisan.
3. Analisis Memproses
segala
Input
data
yang
masuk
dengan
mengidentifikasinya, baik data pada observasi lapangan dan studi literatur sebagai materi sintesa penulisan.
4. Sintesa Membuat suatu hasil segala input data penelitian menjadi suatu bentuk output berupa pendekatan konsep beserta konsep desain perancangan arsitektur sesuai dengan pertimbangan dari observasi hingga studi literatur sebelumnya.
1.6 Sistematika Penulisan 1. Pendahuluan Bab ini berisi tentang latar belakang penulisan, perumusan masalah arsitektural yang diambil, tujuan dan sasaran penulisan, lingkup penulisan, metodologi penulisan, sistematika penulisan, kerangka pola pikir, serta keaslian penulisan.
2. Tinjauan Teoritik dan Pustaka Bab ini berisi tentang kajian teoritis tentang tipologi bangunan yang diambil yaitu museum, teori dan seluk beluk tentang teh dari sejarah, kebudayaan dan perkembangannya, serta tinjuan tentang museum teh sendiri termasuk studi kasus museum teh yang sudah ada sekarang.
3. Tinjauan Teh dan Kebudayaannya di Indonesia
8
.Kebudayaan dan Perkembangan Teh Indonesia tempo dulu merupakan sesuatu yang akan dikaji lebih lanjut di Bab ini karena konsep ini yang nantinya akan diusung oleh museum. Bab ini akan berisi tentang segala macam aspek yang berhubungan dengan sejarah teh dan perkembangan di masyarakat Indonesia pada mulanya, hingga kebudayaannya di dunia. Serta menjelaskan berbagai macam sisi lain dan makna tentang teh yang belum banyak diketahui generasi sekarang.
4. Pendekatan dan Konsep Perancangan Bab ini akan membahas tentag pendekatan konsep berupa paparan analisis site, kebutuhan ruang,hubungan ruang, konfigurasi massa, zonasi, dan sirkulasi, serta pemaparan tentang konsep perancangan yang diangkat dan implementasinya.
1.7 Keaslian Penulisan Pada penulisan ini penulis menggunakan berbagai referensi baik secara teoritik maupun pada studi kasus yang diambil. Beberapa judul penelitian juga dipakai sebagai acuan penulisan ini. referensi yang diambil berupa tipologi museum yang mirip dan cara pendekataan konsep yang sama. Walaupun demikian belum diketemukan judul tipologi museum teh yang sama untuk digunakan sebagai acuan. Beberapa judul karya yang menjadi acuan: 1.
Jawadi, Nur. 2010. “Pengembangan Museum Gula Jateng, Insertion Building Sebagai Perwujudan Kontekstualisme Dalam Arsitektur”. Mengambil
penerapan
kontekstualismenya
namun
tidak
di
implikasikan pada bangunan yang sudah ada namun pada lansekap perkebunan teh di Kemuning dan persamaan dalam materi museum yaitu sama-sama membahas tentang hasil industri agro. 2.
Wicaksono, Dwiky Desiadhi. 2014. “Museum Laut Nusantara dengan Konsep Warna-Warni Laut Indonesia. “Mengambil cara pendekatan konsep yang sama, penulis sama-sama melakukan eksplorasi dan mengangkat tentang sisi lain serta seluk beluk materi yang belum banyak diketahui orang secara umum. Disini penulis mengangkat tentang kebudayaan dan perkembangan teh dari aspek filosofi dan maknanya.
9
1.8 Kerangka Pola Pikir Tabel 1.2 : Diagram Pola pikir
10