BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan.
Industri menimbulkan polusi udara baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja sehingga mempengaruhi sistem pernapasan. Berbagai kelainan saluran napas dan paru pada pekerja dapat terjadi akibat pengaruh debu, gas ataupun asap yang timbul dari proses industri. Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses pembangunan industri sehingga peranan sumber daya manusia perlu mendapat perhatian khusus baik kemampuan, keselamatan, maupun kesehatan kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerugian yang dialami pekerja atau perusahaan (Budiono, 2003). Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pada bagian perlindungan Pasal 86 ayat 2 menyebutkan bahwa untuk melindungi keselamatan pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Dengan penjelasannya yaitu upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI No.386 tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Bulan K3 Nasional Tahun 2015 - 2019
1 Universitas Sumatera Utara
2
menyebutkan bahwa untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan melalui perlindungan atas keselamatan dan kesehatan para pekerja dalam menjalankan pekerjaannya, dilakukan melalui upaya-upaya pengendalian semua bentuk potensi bahaya yang ada di lingkungan tempat kerjanya. Apabila semua potensi bahaya telah dikendalikan dan memenuhi batas standar aman, maka akan memberikan kontribusi terciptanya kondisi lingkungan kerja yang aman, sehat dan proses produksi menjadi lancar, yang pada akhirnya akan dapat menekan risiko kerugian dan berdampak terhadap peningkatan produktivitas. Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1993 tanggal 27 Februari 1993 bahwa ada 31 jenis penyakit yang timbul karena hubungan kerja. Namun, dari 31 jenis penyakit dalam daftar penyakit akibat kerja, jenis penyakit yang dengan pasti merupakan penyakit paru akibat kerja adalah 1) pnemokoniosis yang disebabkan debu mineral pembentuk jaringan parut (silikosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberkulosis yang silikosisnya merupakan faktor utama penyebab cacat dan kematian. 2) Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu logam keras. 3) Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis). 4) Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan. 5) Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat penghirupan debu organik. 6) Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes. (Suma’mur, 2009)
Universitas Sumatera Utara
3
Lingkungan kerja yang penuh oleh debu, uap, gas dan lainnya yang disatu pihak mengganggu produktivitas dan di pihak lain mengganggu kesehatan. Hal ini sering menyebabkan gangguan pernapasan ataupun dapat mengganggu kapasitas vital paru. Pada umumnya udara yang telah tercemar oleh partikel (debu) dapat menimbulkan berbagai macam penyakit saluran pernapasan atau pneumoconiosis. Pneumoconiosis adalah akumulasi debu dalam paru dan reaksi jaringan paru terhadap keberadaan debu tersebut. Salah satu jenis pneumoconiosis yang paling penting yaitu silikosis. Silikosis disebabkan oleh silika bebas (SiO2) yang terdapat pada debu yang dihirup waktu bernapas dan ditimbun dalam paru serta jaringan paru bereaksi terhadapnya (Suma’mur, 2009). Batu-batuan umumnya mengandung silika. Partikel-partikel silika bebas yang terbawa udara berasal dari peledakan,
penggerindaan,
penghancuran,
pengeboran,
dan
penggilingan batuan (WHO, 1995). Debu silika bebas ini banyak terdapat di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan besi (mengikir, menggerinda, dll). Adapun lingkungan kerja yang mengandung silika yang tinggi seperti misalnya pabrik semen, pengusaha batu, pembersih jalan, pengusaha pasir, industri pembuatan gelas, dan yang banyak berkontak dengan silika (Rab, 2010). Berdasarkan data WHO (World Health Organization) tahun 2007, diantara semua penyakit akibat kerja 30% sampai 50% adalah penyakit silikosis dan penyakit pneumokoniosis lainnya. Menurut Agus (2011) yang mengutip penelitian Smith DR dan Leggat PA, silikosis, asbestosis dan pneumokoniosis batubara merupakan jenis pneumokoniosis terbanyak. Data di Australia tahun
Universitas Sumatera Utara
4
1979-2002 menyebutkan, terdapat >1000 kasus pneumokoniosis terdiri atas 56% asbestosis, 38% silikosis dan 6% pneumokoniosis batubara. Menurut Agus (2011), data prevalensi pneumokoniosis di Indonesia belum ada. Data prevalensi yang ada yaitu penelitian-penelitian berskala kecil yang mencakup satu atau beberapa industri yang berisiko terjadi pneumokoniosis. Dari beberapa penelitian tersebut ditemukan prevalensi pneumokoniosis bervariasi antara 0,5-9,8%. Menurut Agus (2011) yang mengutip data penelitian Kasmara tahun 1998, pada pekerja semen menemukan kecurigaan pneumokoniosis 1,7%. Menurut Agus (2011) yang mengutip data penelitian Damayanti tahun 2005, pada pabrik semen menemukan kecurigaan pneumokoniosis secara radiologis sebesar 0,5%. Menurut Suma’mur (2009), penyakit silikosis pada stadium ringan ditandai dengan sesak napas (dispnea) yang merupakan gejala sakit yang terpenting, mula-mula sesak napasnya ringan, kemudian bertambah berat. Pada stadium ini sesak napas juga disertai batuk kering tidak berdahak. Pada silikosis tingkat sedang, gejala sesak napas dan batuk menjadi sangat dikenali dan tanda kelainan paru pada pemeriksaan klinis juga nampak. Bila penyakit silikosis sudah mencapai stadium berat maka sesak napas akan mengakibatkan keadaan penderita cacat total; secara klinis penderita menunjukkan hipertrofi jantung sebelah kanan. Menurut WHO (1995), silikosis akut adalah suatu penyakit progresif cepat. Pada kondisi-kondisi ekstrim dapat terjadi kesulitan bernapas dan batuk kering dalam beberapa minggu setelah paparan. Dada sesak dan ketidakmampuan bekerja timbul dalam beberapa bulan, dan kematian akibat kegagalan pernapasan mungkin terjadi dalam 1-3 tahun. Dalam kondisi kerja sekarang ini, yaitu dengan tingkat
Universitas Sumatera Utara
5
paparan yang biasanya berlaku di negara-negara industri, maka silikosis baru timbul bertahun-tahun setelah paparan. Menurut Material Safety Data Sheet (MSDS) tahun 2008 bahwa debu silika menyebabkan silikosis yang ditandai dengan gejala sesak napas dan batuk tidak berdahak. Menurut LaDou (2004), jika penderita silikosis telah mengalami fibrosis paru maka akan meningkatkan sesak napas. Faktor yang berhubungan dengan kapasitas paru pekerja unit produksi paving block CV. Sumber Galian Kecamatan Bringkanaya Kota Makassar tahun 2014 yaitu kadar debu, umur dan kebiasaan merokok (Yusitriani, Russeng, Muis, 2014).
Faktor yang berhubungan dengan kapasitas vital paru pada pekerja
penggilingan divisi batu putih di PT. Sinar Utama Karya yaitu masa kerja dan status gizi (Anugrah, 2013). PT. X yang menjadi lokasi penelitian merupakan sebuah industri yang bergerak di bidang pembuatan beton yang selanjutnya akan didistribusikan kepada konsumen untuk membangun gedung. Lokasi industri ini berada di Kabupaten Deli Serdang yang telah berdiri selama 6 tahun. Berdasarkan hasil survei pendahuluan di lokasi penelitian pada tanggal 06 Agustus 2015. Proses produksi di industri ini berlangsung selama 24 jam dengan sistem pembagian shift dimana terdiri dari dua shift yaitu shift pagi dan shift malam dengan jam kerja masing-masing shift selama 12 jam dengan lokasi kerja di luar ruangan atau outdoor. Adapun proses kerja yang berlangsung dalam pembuatan beton yaitu pada unit crusher batu-batu dimasukkan kedalam mesin crusher untuk dipecah menjadi abu batu, pada unit batching plant dilakukan
Universitas Sumatera Utara
6
pencampuran komposisi bahan-bahan seperti semen, pasir, abu batu, sika, dan fly as sesuai dengan mutu beton yang diinginkan konsumen, semua komposisi bahan yang telah dicampur dimasukkan kedalam truk cocrete mixer, lalu unit teknikal akan mengatur kadar air yang akan dimasukkan kedalam bahan-bahan yang telah dimasukkan kedalam truk cocrete mixer, dan selanjutnya supir akan membawa beton yang siap dipakai kepada konsumen untuk membangun gedung. Semua proses kerja ini dilakukan pekerja di luar ruangan atau outdoor sehingga semua unit kerja berisiko terinhalasi debu, namun unit batching plant yang lebih berisiko terinhalasi debu. Industri ini menggunakan bahan baku seperti abu batu, pasir, dan fly as yang hanya ditumpuk hingga menggunung di dalam tempat kerja, kecuali semen yang dimasukkan kedalam alat penyimpan berupa tangki. Hanya di unit batching plant semen dikeluarkan dari tangki penyimpanan kedalam truk cocrete mixer dan ketika proses tersebut berlangsung sering semen, pasir, abu batu, dan fly as berterbangan di udara sekitar unit batching plant dan berjatuhan ketanah. Unit batching plant melakukan pencampuran semen, pasir, abu batu dan fly as tanpa menggunakan air. Semua bahan tersebut dicampur air ketika semua bahan telah masuk kedalam truk cocrete mixer. Proses kerja tersebut menimbulkan potensi bahaya yang tinggi untuk bahan-bahan yang mengandung debu silika seperti semen, pasir dan abu batu berterbangan di udara sekitar unit batching plant dan selanjutnya secara terus menerus masuk kedalam sistem pernapasan pekerja unit batching plant setiap hari selama 12 jam kerja. Kondisi yang berlangsung selama ini dapat menimbulkan gangguan sistem pernapasan pada pekerja khususnya
Universitas Sumatera Utara
7
silikosis karena bahan yang digunakan untuk produksi yaitu bahan yang mengandung silika seperti semen, pasir, dan abu batu. Kondisi ini semakin sulit karena kebijakan perusahaan yang tidak memberlakukan sistem rotasi kerja bagi seluruh pekerja termasuk pekerja di unit batching plant. Dalam tempat kerja ditemukan fakta debu yang ditimbulkan oleh bahan-bahan yang akan digunakan untuk membuat beton berterbangan saat tenaga kerja melakukan pekerjaannya. Perusahaan tidak memiliki laporan gangguan kesehatan para pekerja termasuk gangguan sistem pernapasan pekerja. Namun, hasil wawancara singkat dengan 6 pekerja di industri tersebut diperoleh informasi bahwa 2 pekerja mengeluh batuk kering tidak berdahak dan 3 pekerja mengeluh sesak napas dan batuk kering tidak berdahak seperti yang telah dinyatakan oleh suma’mur (2009) bahwa gejala silikosis yaitu sesak napas disertai batuk kering tidak berdahak, semua pekerja tidak menggunakan alat pelindung pernapasan saat bekerja sehingga debu-debu tersebut langsung masuk kedalam saluran pernapasan pekerja. Masa kerja pekerja sekitar 1 tahun sampai 6 tahun berisiko terkena penyakit silikosis karena pada industri pembuatan beton menggunakan bahan seperti abu batu, pasir dan semen, jenis debu yang terbentuk yaitu debu silika dengan masa laten silikosis yang dinyatakan oleh Suma’mur (2009) adalah 2 – 4 tahun. Adapun peta area kerja PT. X adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
8
Area Unit Batching Plant
Area Unit Crusher
Tangki semen Tempat Kerja operator
Abu Batu
3 m
Pasir
Abu Batu
20 m
Corong semen, abu batu, pasir dan fly as
t= 10 m
Mesin Crusher Fly as
40 m
Truk cocrete mixer
t= 7 m
Pasir
Abu Batu
30 m Area Supir Truk Cocrete Mixer
10 m
Kantor
Gambar 1.1: Peta Area Kerja PT. X Kabupaten Deli Serdang
Universitas Sumatera Utara
9
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis menyusun sebuah rancangan penelitian dengan judul : Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan Pada Pekerja Beton di PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi permasalahan dalam
penelitian adalah faktor apa sajakah yang berhubungan dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja beton PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja beton PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015. 1.3.2 Tujuan Khusus Adapun yang menjadi tujuan khusus penelitian ini adalah : 1) Mengetahui hubungan masa kerja dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja beton PT. X Kabupaten Deli Serdang 2) Mengetahui hubungan riwayat pekerjaan terdahulu dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja beton PT. X Kabupaten Deli Serdang
Universitas Sumatera Utara
10
3) Mengetahui hubungan kebiasaan merokok dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja beton PT. X Kabupaten Deli Serdang 4) Mengetahui hubungan bagian kerja di unit batching plant dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja beton PT. X Kabupaten Deli Serdang
1.4 Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan antara masa kerja dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja beton PT. X Kabupaten Deli Serdang. 2. Ada hubungan antara riwayat pekerjaan terdahulu dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja beton PT. X Kabupaten Deli Serdang. 3. Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja beton PT. X Kabupaten Deli Serdang. 4. Ada hubungan antara bagian kerja di unit batching plant dengan gejala gangguan sistem pernapasan pada pekerja beton PT. X Kabupaten Deli Serdang.
1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1.5.1 Manfaat bagi Mahasiswa/i 1) Menambah wawasan dalam aplikasi bidang keilmuan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3).
Universitas Sumatera Utara
11
2) Sebagai bahan informasi yang dapat dijadikan referensi bagi pengembangan
ilmu pengetahuan dan penelitian lebih lanjut.
1.5.2 Manfaat bagi Perusahaan 1) Memberikan informasi dan menambah pengetahuan kepada pekerja khususnya pada pekerja PT. X Kabupaten Deli Serdang akan bahaya debu yang berasal dari bahan yang digunakan untuk proses pembuatan beton bagi kesehatan. 2) Memberikan informasi/masukan bagi pengusaha tentang bahaya paparan debu terhadap kesehatan pekerja, khususnya pekerja PT. X Kabupaten Deli Serdang.
Universitas Sumatera Utara