BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Pentingnya komunikasi bagi manusia tidak dapat dielakkan. Hal ini tidak hanya dialami oleh manusia sebagai makhluk hidup, tetapi juga bagi suatu organisasi maupun suatu perusahaan. Komunikasi yang efektif akan berdampak positif bagi kelangsungan serta keberhasilan perusahaan atau organisasi itu sendiri. Seperti yang diutarakan oleh Onong Uchjana dalam bukunya Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek : Kegiatan komunikasi memiliki hubungan yang erat dengan kegiatan Public Relations. Berbeda dengan jenis komunikasi lainnya, komunikasi yang dilancarkan oleh Public Relations mempunyai ciriciri tertentu yang disebabkan oleh fungsi Public Relations, sifat organisasi dimana Public Relations itu dilakukan, sifat-sifat manusia yang terlibat, faktor-faktor ekstern yang mempengaruhi, dan sebagainya.1 Perkembangan Public Relations mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kemajuan masyarakat diberbagai bidang. Kemajuan yang semakin pesat tersebut dapat membuat manusia semakin dinamis dan kritis. Oleh karenanya, kegiatan Public Relations saat ini sangat diperlukan, khususnya untuk berbagai perusahaan atau organisasi, baik organisasi besar atau kecil, organisasi profit maupun non profit.
1
Onong Uchjana Effendy. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2005. hal 132-133
1
2
Melihat hal tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan praktisi Public Relations sangat diperlukan oleh sebuah perusahaan atau organisasi. Memang benar bahwa kegiatan Public Relations tidak bisa dilepaskan dari usaha untuk meningkatkan citra perusahaan atau organisasi. Praktisi Public Relations selalu menjadi lini terdepan disaat perusahaan atau organisasi berada dalam masalah atau tertimpa krisis dan berkaitan dengan semua kegiatan yang berhubungan dengan perusahaan maupun organisasi. Selain organisasi profit yang mengedepankan visi, misi dan tujuan mereka untuk meningkatkan citra dan reputasi mereka dimata publiknya, baik publik internal maupun eksternal, terdapat organisasi non profit yang juga memerlukan
pengelolaan
dari
praktisi
Public
Relations
untuk
mensosialisaikan visi dan misi organisasi mereka demi kesejahteraan masyarakat. Praktisi Public Relations organisasi non profit menyampaikan pesan melalui sosialisasi kepada masyarakat. Sosialisasi yang disampaikan biasanya berupa nasihat baik dan juga informasi bermanfaat yang dapat menambah pengetahuan masyarakat. Misalnya, sosialisasi penyakit berbahaya seperti penyakit Lupus. Penyakit Lupus merupakan penyakit yang langka dan cukup berbahaya apabila telat dalam penanganannya. Tidak semua orang mengetahui tentang penyakit Lupus, yang sebagian besar penderitanya adalah kaum wanita. Selama ini orang masih menganggap bahwa penyakit ini adalah penyakit langka yang penderitanya masih sedikit. Pada kenyataannya jika kita mau membuka mata dan hati, pasien Lupus di Indonesia amatlah banyak dan
3
semakin meningkat setiap tahunnya. Data Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) menunjukkan, sekitar 5 juta orang di dunia dan 200 ribu orang di Indonesia menderita penyakit Lupus. Penyakit ini sudah ada sejak beberapa abad yang lalu, namun karena keterbatasan pengetahuan dan informasi tentang penyakit Lupus, sehingga tidak semua orang mengetahui tentang penyakit ini. Selama ini yang masyarakat ketahui hanyalah penyakit Kanker, Jantung, dan AIDS yang masuk dalam kategori penyakit berbahaya. Sesungguhnya, penyakit Lupus sama berbahayanya dengan penyakit-penyakit tersebut. Penyakit autoimun ini dapat membuat antibodi yang seharusnya berfungsi melindungi tubuh, justru berbalik merusak berbagai organ tubuh sendiri. Gejala awalnya kurang dikenali karena dapat menyerupai penyakit lainnya. Jumlah Odapus (Orang Dengan Lupus) – sebutan untuk penderita penyakit Lupus – setiap tahunnya semakin meningkat. Sampai saat ini belum ada dukungan dari pemerintah yang mempermudah layanan bagi odapus terutama di daerah terpencil. Kebutuhan akan edukasi masyarakat umum dan dukungan bagi para penderita serta keluarga yang terkena lupus, belum terpenuhi secara merata. Kurangnya informasi dan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit Lupus, menyebabkan beberapa Odapus berinisiatif untuk mendirikan suatu yayasan atau organisasi sosial, dengan harapan dapat lebih mengenalkan penyakit ini kepada khalayak umum dan juga menjadi wadah bagi para Odapus sendiri. Maka dibentuklah Yayasan Lupus Indonesia (YLI) yang resmi didirikan pada tanggal 17 April 1998.2
2
Latar Belakang (2011, 28 November). Website Yayasan Lupus Indonesia. Diakses pada tanggal 03 Juli 2013 pukul 06:14 WIB dari http://yayasanlupusindonesia.org/category/history/
4
Yayasan Lupus Indonesia ingin “memasyarakatkan tentang penyakit Lupus”
dalam
artian
bukan
memasyarakatkan
penyakitnya,
tetapi
memasyarakatkan pengetahuan dan informasi tentang penyakit Lupus ini. Serta membebaskan masyarakat dari “kebutaan” terhadap penyakit Lupus. Diharapkan masyarakat, maupun Odapus dapat mengenal lebih jauh tentang penyakit Lupus untuk penanganan lebih dini, sehingga tidak terjadi kesalahan penanganan terhadap penyakit ini, sebagaimana yang kerap terjadi. Masalah sosial dan masyarakat seperti masalah kesehatan yang sudah dijelaskan diatas tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama seluruh warga negara. itulah yang menjadi landasan dari beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yayasan atau organisasi sosial. Ada banyak yayasan yang memerhatikan masalah sosial, mulai dari kesehatan, pendidikan, hak asasi manusia, kekerasaan, perempuan, dan sebagainya. Seiring perkembangan zaman dan kemuktahiran teknologi yang semakin pesat, banyak cara ditemukan untuk memudahkan penyebaran informasi kepada khalayak luas. Disinilah tugas Public Relations dari yayasan atau organisasi sosial diuji, tugas mereka tidak ringan karena dituntut dapat menciptakan kepercayaan dan apresiasi dari masyarakat. Suatu yayasan sosial harus selalu memerhatikan keinginan masyarakat dan juga memerhatikan opini yang beredar. Karenanya, yayasan sosial memerlukan opini masyarakat untuk mengevaluasi dan memperbaiki kinerja organisasi tersebut. Maka dari itu, yayasan sosial juga harus dapat melakukan
5
kerja sama dan menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat, media dan juga lembaga lain, baik yang berhubungan langsung maupun tidak langsung. Sosialisasi merupakan salah satu kegiatan komunikasi yang dapat dilakukan oleh yayasan sosial untuk memberikan informasi dan mengedukasi masyarakat, dengan tujuan untuk menghasilkan efek atau respon dari masyarakat sesuai target yang ingin dicapai. Misalnya kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh yayasan kesehatan untuk memberikan informasi baru tentang suatu penyakit. Sosialisasi adalah salah satu cara yang dilakukan oleh yayasan kesehatan dalam memberikan informasi tentang suatu penyakit terhadap masyarakat.
Melalui
sosialisasi
pula,
Yayasan
Lupus
Indonesia
memberitahukan kepada masyarakat luas mengenai penyakit Lupus, yang keberadaannya masih belum banyak diketahui oleh masyarakat. Sosialisasi tentang penyakit Lupus dilakukan dalam berbagai kegiatan. Sosialisasi dijadikan sarana untuk menjalin kerja sama dengan media massa, pemerintah, lembaga pendidikan, lembaga kesehatan formal dan pemerhati kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan penyakit Lupus. Salah satu contohnya ialah kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh Yayasan Lupus Indonesia ke sekolah-sekolah di beberapa daerah di Indonesia, juga ke daerahdaerah terpencil yang jarang dijangkau untuk diberikan informasi kesehatan. Bahkan sosialisasi dilakukan sampai ke mancanegara.
6
Sejauh ini sudah banyak program komunikasi dan informasi yang dilakukan oleh Yayasan Lupus Indonesia, program-program tersebut antara lain mengadakan Hotline Service, mengadakan konsultasi pasien dan keluarga, membuat Mailing List bagi para Odapus serta para pemerhati Lupus, pendataan dokter – dokter pemerhati Lupus terutama yang berada di luar kota dan daerah terpencil. Sebagai anggota International Advisory Board Member World Lupus, Yayasan Lupus Indonesia juga menjalin komunikasi dengan yayasan - yayasan Lupus luar negeri, Sosialisasi sarana kesehatan yang mengenal Lupus melalui Website, Sosialisasi SLE pada Dokter Umum bersama Humas IDI. Selain program-program komunikasi yang sudah diterangkan diatas, Yayasan Lupus Indonesia juga melakukan sosialisasi dengan mengadakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan olahraga dan seni, seperti kegiatan olahraga bersama dengan para odapus, acara festival film lingkungan dan kesehatan, pembuatan dan pemutaran film yang mengisahkan tentang penderita Lupus, kegiatan seminar tentang Lupus serta kegiatan yang berhubungan dengan alam bebas seperti program Lupus Goes to Nature dan juga pendakian 12 gunung di Indonesia. Dari sekian banyak program sosialisasi yang telah dilakukan oleh Yayasan Lupus Indonesia, program pendakian 12 gunung di Indonesia dengan tajuk “Pendakian Perempuan Peduli Lupus” yang dilakukan oleh para wanita tangguh yang peduli dengan penyakit Lupus menjadi suatu hal yang sangat menarik dan tidak biasa dilakukan. Diharapkan melalui sosialisasi di pelosok-
7
pelosok akan semakin mengenalkan penyakit Lupus dan membantu Yayasan Lupus Indonesia dalam meringankan beban para penderita Lupus. Selain itu, mengajak lebih banyak orang, terutama komunitas yang gemar berkegiatan di alam terbuka, untuk ikut serta dalam sosialisasi penyakit lupus. Kegiatan pendakian gunung untuk Lupus ini dibidani oleh para pendaki perempuan dari berbagai organisasi yang aktif mengadakan pendakian gunung pada tahun 70-80an. Setelah berkeluarga dan berkarir kini mereka ingin kembali aktif sekaligus membawa misi sosial. Para perempuan pendaki gunung tersebut berjumlah sekitar 19 orang. Mereka adalah Ita Budhi, Diah Bisono, Luki Soetrisno, Veronica Moeliono, Miranda Wiemar, Ami Saragih, Indria Dewani dan Amalia Yunita. Pada perjalanannya bergabung juga Artine S. Utomo, Heni Juhaeni, Imas Emi, Irwyna, Jeannie, Mirnie Zachrani, Listyarini, Santinalia, Teja Sari, Tiara Savitri dan Wiwi Soenardi. Selama tahun 2012, setiap bulan para perempuan paruh baya ini mendaki gunung tinggi yang tersebar di berbagai daerah di Nusantara, antara lain : 1. Gunung Ciremai, Jawa Barat tanggal 20 – 22 Januari 2012 2. Gunung Klabat, Menado tanggal 22 – 25 Maret 2012 3. Gunung Tambora, Mataram tanggal 18 – 23 April 2012 4. Gunung Rinjani, Lombok tanggal 16 – 20 Mei 2012 5. Gunung Agung, Bali tanggal 21 – 25 Mei 2012 6. Gunung Gede – Pangrango, Jawa Barat tanggal 15 – 17 Juni 2012 7. Gunung Slamet, Jawa Tengah, tanggal 6 – 9 Juli 2012 8. Gunung Dempo, Palembang, tanggal 20 – 25 September 2012
8
9. Gunung Bawakaraeng, Makassar, tanggal 18 – 23 Oktober 2012 10. Gunung Kerinci, Sumatera Barat, tanggal 14 – 17 November 2012 11. Gunung Singgalang, Sumatera Barat tanggal 18 – 20 November 2012 12. Gunung Semeru, Jawa Timur, tanggal 11 – 17 Desember 2012 Dari 12 gunung di Indonesia yang didaki, peneliti memfokuskan penelitian pada sosialisasi penyakit Lupus yang dilakukan di Gunung Gede Pangrango (Jawa Barat). Yayasan Lupus Indonesia memilih 12 gunung nusantara tersebut dengan alasan untuk lebih menjangkau wilayah – wilayah lain di Indonesia, terutama di daerah sekitar kaki gunung. Serta karena cukup banyak ditemukan kasus, para odapus di daerah yang telat penanganannya karena kurangnya informasi. Oleh karenanya, YLI berusaha meminimalisasikan hal – hal tersebut. Karena pada kenyataannya setelah kegiatan sosialisasi tersebut, sudah banyak para target sasaran yang menghubungi organisasi untuk berkonsultasi lebih lanjut. Yayasan Lupus Indonesia menggunakan pendakian gunung sebagai salah satu cara sosialisasi lupus karena organisasi tidak ingin terpaku dengan kegiatan sosialisasi atau penyuluhan yang hanya berbicara atau berdiskusi di dalam ruangan seperti seminar atau talk show. YLI ingin memberikan filosofi mengenai kehidupan, bahwa sebenarnya seseorang yang melakukan pendakian gunung itu sama seperti sahabat odapus yang sedang berusaha berjuang mempertahankan hidupnya. Sehingga sosialisasi melalui pendakian gunung ini dapat memotivasi sahabat – sahabat odapus.
9
Selain program pendakian 12 gunung yang dilakukan oleh para wanita tangguh yang peduli dengan penyakit Lupus, pada bulan Mei tahun 2013 dalam rangka memperingati Hari Lupus Sedunia, Yayasan Lupus Indonesia membuat sebuah program yang tidak kalah menarik, yang bertajuk “Lupus Goes to Nature” yang diadakan di Tanakita Five Stars Camp Situgunung Sukabumi. Program yang diperuntukkan bagi para odapus dan keluarganya tersebut bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan diri para odapus, bahwa sebenarnya tidak ada kendala atau halangan yang membuat para odapus untuk tidak bisa sama sekali berolahraga atau melakukan kegiatan fisik ditengah alam bebas, asalkan tetap memperhatikan kondisi fisik dan tidak memaksakan diri. Melalui berbagai program sosialisasi yang sudah disebutkan diatas, Yayasan Lupus Indonesia berusaha membantu masyarakat agar terbebas dari “kebutaan” terhadap penyakit Lupus. Namun pada kenyataannya Yayasan Lupus Indonesia terkadang masih harus dihadapkan dengan permasalahan dalam mensosialisasikan penyakit Lupus ini, kurangnya perhatian pemerintah terhadap penyakit Lupus dan para odapus membuat Yayasan Lupus Indonesia harus berupaya lebih dalam memberikan informasi kepada masyarakat terkait penyakit ini. Sampai saat ini belum ada dukungan peraturan dari pemerintah yang mempermudah layanan bagi Odapus terutama di daerah terpencil. Selain masih kurangnya perhatian pemerintah terhadap penyakit Lupus, YLI juga mengalami kesulitan saat harus mensosialisasikan penyakit
10
Lupus kepada masyarakat, karena masih banyaknya masyarakat yang tidak mengetahui mengenai penyakit ini, sehingga kurangnya kesadaran atau perhatian mereka terhadap penyakit Lupus. Begitupun kebutuhan akan edukasi masyarakat umum dan dukungan bagi para penderita serta keluarga yang terkena lupus, belum terpenuhi secara merata. Strategi itu pada hakikatnya adalah suatu perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai tujuan tertentu dalam praktik operasionalnya. Strategi sosialisasi dipilih sebagai bagian dari strategi Public Relations yang dilakukan oleh para Odapus dan relawan/pemerhati Lupus untuk memberikan informasi yang sebenarnya kepada masyarakat tentang penyakit Lupus, yang mungkin bagi kebanyakan orang tidak mengetahui tentang penyakit ini. Public Relations dalam sebuah LSM bukan hanya berfungsi atau berperan sebagai penyampai informasi dari organisasi kepada publik, tetapi juga menerima informasi dari luar bagi kepentingan informasi. Jadi, Public Relations merupakan sesuatu hal yang harus dilakukan dalam bentuk hal-hal yang tidak menyimpang dari kebenaran, mempunyai etika yang baik dalam melakukan kegiatan komunikasi dengan publik dan merupakan upaya untuk menanamkan kepercayaan publik terhadap organisasi. Alasan peneliti mengambil judul Strategi Yayasan Lupus Indonesia dalam Mensosialisasikan Lupus Melalui Program “Pendakian Perempuan Peduli Lupus” (Studi Kasus : Sosialisasi di Gunung Gede – Pangrango, Jawa Barat) ialah karena peneliti ingin mengetahui bagaimana strategi sosialisasi
11
yang digunakan oleh Yayasan Lupus Indonesia untuk menjangkau masyarakat yang ada didaerah terpencil, khususnya dikaki gunung dalam menyampaikan informasi mengenai penyakit Lupus, baik mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan hingga pengevaluasian program tersebut yang dilaksanakan oleh yayasan, sehingga mampu meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan membangun pemahaman serta kepedulian masyarakat tentang penyakit Lupus.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dijabarkan diatas, maka peneliti ingin mengetahui lebih lanjut langkah-langkah yang digunakan oleh Yayasan Lupus Indonesia dalam mensosialisasikan penyakit lupus. Oleh karenanya, peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut: “Bagaimana Strategi Yayasan Lupus Indonesia dalam Mensosialisasikan Lupus Melalui Program “Pendakian Perempuan Peduli Lupus” (Studi Kasus : Sosialisasi di Gunung Gede-Pangrango, Jawa Barat. Periode Juni 2012 – Mei 2013) ?”
1.3 Tujuan Penelitian Melihat dari latar belakang masalah dan juga rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan peneliti melakukan penelitian ini ialah untuk mengetahui, menggambarkan, menguraikan dan mendeskripsikan strategi
yang
dilakukan
oleh
Yayasan
Lupus
Indonesia
dalam
mensosialisasikan penyakit lupus melalui program “Pendakian Perempuan
12
Peduli Lupus” dengan mengkhususkan sosialisasi yang dilakukan saat melakukan pendakian di Gunung Gede – Pangrango, Jawa Barat.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis Penelitian ini dapat dijadikan sebagai gambaran bagi para pembaca atau masyarakat mengenai teori komunikasi, Public Relations dan Strategi Public Relations yang dilakukan oleh Yayasan Lupus Indonesia dalam melakukan sosialisasi penyakit Lupus, serta sebagai penambahan referensi dalam peningkatan wawasan akademis bagi peneliti dan juga pembaca. 1.4.2 Manfaat Praktis Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi peneliti dan juga Yayasan Lupus Indonesia (YLI) dalam melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program – program sosialisasi penyakit Lupus yang dilakukan Yayasan Lupus Indonesia (YLI), khususnya dalam mensosialisasikan penyakit Lupus melalui program pendakian 12 gunung di Indonesia yang dilakukan oleh para perempuan peduli Lupus.