BAB I KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI PETANI BUNGA DI DESA TONGKOH KABUPATEN KARO (1970-1990)
1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya untuk mencapai taraf kesempurnaannya manusia hidup dari dan dalam masyarakatnya. Oleh karena itu manusia mempunyai rasa solidaritas yang sangat tebal terhadap masyarakatnya. Di samping itu setiap individu yang menjadi suatu anggota masyarakatnya harus tunduk pada ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan hak dan kewajibannya yang diatur oleh negara. 1 Setiap manusia selalu membutuhkan manusia lainnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan yang bersifat primer yang kemunculannya bersumber pada aspek-aspek kebutuhan biologis atau organisme tubuh manusia yang mencakup kebutuhan-kebutuhan akan sandang, pangan dan papan. Di samping keperluan primer, manusia juga membutuhkan kepentingan sekunder seperti berkomunikasi dengan sesama, kontrol sosial, pendidikan serta keteraturan sosial. Selain itu ada juga kebutuhan tertier yang meliputi kebutuhan akan barang-barang yang mewah dan antik. Dengan demikian manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang bersifat universal serta harus dipenuhinya agar dapat melangsungkan hidup yang lebih baik dan teratur.
1
Wiratmo Sukito, Renungan Tentang Sejarah, Jakarta: 1955, hlm. 48.
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat Indonesia baik didaerah pedesaan maupun perkotaan mempunyai kecendrungan untuk tinggal di tempat atau lingkungan yang lebih aman dan nyaman. Keadaan ini sebenarnya dapat diciptakan, antara lain dengan mengisi atau menata lingkungan tempat tinggal, lingkungan perkantoran atau taman-taman rekreasi dengan suatu tatanan taman yang dilengkapi dengan berbagai tanaman bunga hias atau bunga potong sebagai penghias ruangan. Berbicara mengenai kenyamanan, kehidupan manusia tidak pernah bisa lepas dari keindahan tanaman bunga. Sejak dahulu bunga dimanfaatkan sebagai simbol keagamaan dan sosial, serta sebagai motif dalam arsitektur, tekstil, lukisan dan keramik. Sudah menjadi kesepakatan umum bahwa bunga dipakai sebagai pemuliaan pribadi dan diatas segalanya sebagai simbol penyambung, pemelihara, dan pemutus hubungan antara seseorang dengan yang mati maupun yang hidup, dengan Tuhan maupun dengan sesama manusia. Bagi sebagian manusia, bunga dianggap mempunyai kemampuan dalam membentuk kehalusan budi pekerti dan menjaga keseimbangan jiwa manusia. Di Indonesia sendiri, bunga mempunyai nilai ekonomi yang relatif tinggi, sehingga mampu meningkatkan pendapatan petani bunga dan memperluas lapangan pekerjaan. Yayasan Bunga Nusantara mencatat, bahwa di Indonesia terdapat 20.000 petani bunga yang tersebar diseluruh pelosok daerah Nusantara. Sementara pedagang bunga atau florist berjumlah 2.000 dan angka ini cendrung mengalami kenaikan dari
Universitas Sumatera Utara
tahun ke tahun. 2 Catatan dari Tim Direktorat Bina Produksi Holtikultura Departemen Pertanian mengungkapkan, bahwa pada tahun 1988 peringkat ekspor bunga ke Eropa adalah sebagai berikut: bunga potong (43,38 %), tanaman hias (38,65 %), dan umbi bunga (12,26 %). 3 Pada tahun 1985-1990, ekspor berbagai produk florikultura di Indonesia hampir mencapai 17 juta dolar AS, sedangkan konsumsi bunga di dalam negeri terutama kota-kota besar seperti, Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, Denpasar, Semarang dan Ujung Pandang adalah 1.928.000 tangkai dengan konsumsi terbesar di Jakarta. Konsumsi bunga di Indonesia meningkat pada saat-saat Hari Besar Keagamaan serta hari besar lainnya. Perkebunan bunga di Sumatera Utara dapat dilakukan petani bunga di semua daerah yang berhawa sejuk, seperti di Takengon, Tanah Karo, dan Simalungun bagian pegunungan, tetapi berhubung dengan pengangkutan dan perhubungan, maka untuk perkebunan bunga yang dapat memberi keuntungan besar kepada petani bunga, hanya Tanah Karo-lah yang paling strategis letaknya. Dan pusat dari perkebunan bunga di Tanah Karo terletak di Desa Tongkoh, sekitar Kota Berastagi. 4 Sebab wilayah inilah yang paling cocok untuk penanaman bunga secara dominan, karena alamnya yang lembab serta berada diantara pegunungan yang memungkinkan untuk pengembangan yang lebih efektif.
2
Rosa Widyawan, Sarwintyas Prahastuti, Bunga Potong, Tinjauan Literatur, Jakarta: Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah LIPI, 1994, hlm. 2-3. 3 Sukartawi, Manajemen Agribisnis Bunga Potong, Jakarta: UI Press, 1955, hlm. 3. 4 Kementerian Penerangan, Republik Indonesia Propinsi Sumatera Utara, Jawatan Penerangan Propinsi Sumatera Utara, 1953, hlm. 587.
Universitas Sumatera Utara
Luas penanaman bunga untuk diperdagangkan di tempat-tempat yang disebut diatas adalah kira-kira 20-30 ha. Distribusi bunga-bunga tersebut ditujukan ke Kota Medan dan Banda Aceh yang kembali diperdagangkan ke kota-kota di Sumatera Utara, dan sebagian ke kota-kota besar di Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. Pada tahun 1951, diperkirakan bahwa dalam sebulan, ada pemasaran bungabunga dari Tanah Karo sebanyak 250.000 tangkai atau dalam satu tahun mencapai 3 juta tangkai. 5 Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat dan kebun-kebun bunga ini masih dapat diperluas, jika larangan pengiriman bunga ke Malaysia karena penyakit theepokken (cacar), dibatalkan. Sebagai diketahui bahwa sebelum Jepang datang dan berkuasa di Tanah Karo, ekspor bunga ke Malaysia tidak dilarang dan banyak juga bunga-bunga yang dikirim dengan kapal terbang dan kapal laut ke negeri seberang. Tercatat bahwa Singapura saja meminta paling sedikit 80.000 tangkai Gladiool setiap bulan, namun sayang tidak dapat diberikan lagi karena larangan tersebut. 6 Jenis bunga yang paling banyak ditanam di Tanah Karo adalah: Krisan, Gladiool, Mawar, Dahlia, Gerbera dan Aster, sedangkan yang agak sedikit adalah: Tuberoos, Kala Merah, Kerklelie, Lili dan lain-lain. Berhubung dengan tidak datangnya lagi bibit-bibit baru dari Eropa terutama Negeri Belanda sejak pendudukan Jepang di Tanah Karo pada tahun 1943, hingga pasca Revolusi Sumatera Timur di tahun 1950, maka kualitas bunga-bunga di Tanah
5
Ibid Ibid. hlm., 588.
6
Universitas Sumatera Utara
Karo sangat cepat mundur. Namun ketika perhubungan dengan luar negeri terbuka kembali, bibit-bibit dari beberapa jenis bunga mulai didatangkan dari Eropa, tetapi hal ini belum cukup untuk memperbaiki kualitas bunga-bunga di Tanah Karo, sedangkan di antara pengusaha-pengusaha bunga di Tanah Karo hampir tidak ada orang yang berusaha untuk mengadakan seleksi. Sangat disayangkan memang melihat bahwa bunga-bunga yang berharga seperti Krisan, Mawar, Dahlia, Gladiool dan lain-lain telah manurun mutunya sehingga sebenarnya bunga-bunga yang ada menurut ukuran Internasional kurang diminati lagi di pasaran. Regenerasinya sangat nyata kelihatan pada bunga-bunga Krisan, Mawar, Dahlia, Gladiool, dan lain-lain. Pada tahun 1970 sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pemasaran bibitbibit tanaman Hortikultura berdiri di desa Lau Gendek. Perusahaan yang bernama PT. Bibit Baru ini ternyata membawa perubahan yang sangat besar bagi petani bunga di Tanah Karo khususnya di desa Tongkoh, sebagai pusat industri bunga di Tanah Karo pada saat itu. Perubahan itu terlihat pada sistem penanaman yang dikembangkan oleh perusahaan swasta tersebut yaitu sistem Perkebunan Inti Rakyat. Tujuan dari dikembangkannya sistem Perkebunan Inti Rakyat ini kepada masyarakat di desa Tongkoh dan desa Lau Gendek tidak lain untuk mengembangkan sistem pertanian masyarakat setempat. Umumnya pihak perusahaan akan memberikan bibit-bibit baru kepada masyarakat setempat, dimana bibit-bibit tersebut akan dikembangkan sendiri oleh masyarakat dan hasilnya dijual kembali kepada pihak perusahaan dengan harga yang telah ditetapkan. Namun program ini tidak bertahan lama, karena masyarakat setempat terutama para petani bunga di desa Tongkoh menganggap program ini
Universitas Sumatera Utara
menghambat pemasaran hasil pertanian mereka ke luar daerah. Pada akhirnya para petani bunga di desa Tongkoh hanya memanfaatkan bibit-bibit baru dari perusahaan tersebut, dan hasilnya mereka pasarkan sendiri ke luar daerah. Kehidupan sosial ekonomi para petani bunga di desa Tongkoh semakin berkembang setelah berdirinya Balai Penelitian Pertanian di desa Tongkoh pada tahun 1978. Balai Penelitian Pertanian yang dikelola oleh pemerintah tersebut memberikan sebuah perubahan dalam sistem pertanian masyarakat, dimana para petani bunga mulai beralih dari sistem pertanian tradisional ke sistem pertanian modern. Selain seringnya mengadakan penyuluhan kepada para petani, Balai Penelitian Pertanian ini juga telah ikut serta di dalam perkembangan jenis-jenis tanaman bunga yang baru, sehingga jenis-jenis tanaman bunga yang dihasilkan masyarakat semakin kompleks. Dalam hal ini bagian perkebunan dari Dinas Pertanian, yaitu Balai Penelitian Pertanian mengupayakan agar kualitas bunga dari petani direhabilitasi yakni dengan cara : 1. Pada waktu tertentu mendatangkan benih-benih dari Eropa dengan kualitas tinggi untuk disebarkan kepada penduduk dan mengadakan penelitian di kebun, percobaan dan hasilnya kelak disebarkan kepada penduduk sebagai bibit. 2. Mengadakan seleksi di kebun percobaan dan dari hasil yang terbaik disebarkan kepada masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
3. Memberikan penyuluhan kepada petani bagaimana membudidayakan jenis-jenis bunga dengan sebaik-baiknya, dengan mengadakan seleksi, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, dan lain sebagainya. Kehadiran Balai Penelitian Pertanian di desa Tongkoh serta PT. Bibit Baru di desa Lau Gendek, selain ikut serta dalam hal pengembangan pertanian masyarakat, ternyata membawa dampak positif bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat di desa Tongkoh. Kehidupan sosial ekonomi masyarakat semakin kompleks dengan kehadiran para pendatang dari berbagai daerah di Sumatera Utara. Kehadiran para pendatang di desa Tongkoh yang meningkat pada tahun 1980-an justru semakin memotivasi masyarakat setempat untuk mengembangkan usaha mereka dengan cara memperkenalkan produksi pertanian mereka kepada para pendatang, sehingga produk pertanian masyarakat di desa Tongkoh semakin dikenal di luar daerah.
1.2 Rumusan Masalah Dalam melakukan sebuah penelitian maka yang menjadi landasan dari pada penelitian itu sendiri adalah apa yang menjadi akar permasalahannya. Dengan adanya permasalahan maka penelitian akan bisa berjalan dan menjadi lebih terarah dan dapat berkembang sesuai dengan penulis ingin capai. Permasalahannya dianggap penting karena didalamnya telah terdapat konsep yang akan dibawa dalam penelitian dan menjadi frame yang membatasi penulis dan menjadi jalur dalam menyusun tulisannya.
Universitas Sumatera Utara
Sesuai dengan judulnya yaitu “Kehidupan Sosial Ekonomi Petani Bunga di Desa Tongkoh Kabupaten Karo (1970-1990)”, maka dibuatlah sesuatu batasan pokok masalah. Untuk mempermudah memahami permasalahan dalam penelitian ini maka penulis menspesifikkan beberapa pokok pertanyaan yang akan dikaji dalam penelitian, yaitu: 1. Bagaimana latar belakang kemunculan petani bunga di Desa Tongkoh? 2. Bagaimana proses produksi serta distribusi tanaman bunga di Desa Tongkoh? 3. Bagaimana perkembangan kehidupan sosial ekonomi petani bunga di Desa Tongkoh? 4. Apa peranan petani bunga di dalam perkembangan kepariwisataan di Tanah Karo? Perlu diketahui bahwa yang menjadi wilayah bagian bagi penulis untuk mengembangkan tulisan ini adalah Desa Tongkoh yang merupakan daerah pegunungan yang kurang dikenal oleh masyarakat luas khususnya pada masyarakat Karo dan masyarakat Sumatera Utara pada umumnya, karena sepanjang penelusuran penulis ke lapangan, sangat jarang dan hampir tidak dapat ditemukan tulisan yang memuat atau membahas tentang budidaya tanaman hias di daerah ini. Mengenai wilayah ini yang menjadi sasaran penelitian adalah sisi sejarah pedesaan dan segala kehidupan sosial ekonominya yang bersifat umum dalam mengembangkan tulisan ini. Kemudian batasan waktu dalam penelitian ini mengambil tahun 1970 sampai 1990. Alasan penulis mengambil tahun 1970 sebagai batasan awal penelitian
Universitas Sumatera Utara
dilatarbelakangi oleh tematis, sejak awal tahun 1970 tanaman bunga yang diproduksi petani mengalami perubahan dari bunga potong menjadi tanaman bunga hias yang memungkinkan petani memperoleh keuntungan yang lebih besar. Batasan akhir yang dijadikan penulis adalah tahun 1990, karena pada tahun tersebut kehidupan sosial ekonomi masyarakatnya telah berkembang dengan pesat, setelah desa Tongkoh menjadi salah satu daerah tujuan wisata di Tanah Karo dengan berdirinya Taman Hutan Raya Bukit Barisan pada tahun 1990.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Setelah melihat apa yang menjadi akar permasalahan yang akan dikembangkan oleh penulis maka yang menjadi permasalahan selanjutnya adalah apa yang menjadi tujuan penulis dalam penelitian ini, serta manfaat yang di dapat oleh penulis nantinya, karena pada dasarnya salah satu landasan awal dalam melakukan penelitian ini adalah perlunya diperhatikan beberapa tujuan dan manfaat yang nantinya akan dapat memberikan penjelasan baik kepada penulis sendiri maupun bagi pembaca yang pada akhirnya dapat dikembangkan dalam masyarakat luas. Adapun yang menjadi tujuan dari pada penelitian ini adalah: 1. Mengetahui latar belakang petani bunga di dalam melakukan budidaya tanaman hias di Desa Tongkoh. 2. Mengetahui bagaimana cara petani bunga di dalam memproduksi dan mendistribusikan tanaman bunga di Desa Tongkoh.
Universitas Sumatera Utara
3. Mengetahui perkembangan kehidupan sosial ekonomi petani bunga di Desa Tongkoh. 4. Mengetahui peranan penting petani bunga di sektor kepariwisataan di Tanah Karo. Adapun yang menjadi manfaat dari pada penelitian ini adalah: 1. Untuk lebih memperkenalkan pada masyarakat luas keberadaan budidaya tanaman hias di Desa Tongkoh 2. Menambah literatur dalam penulisan sejarah khususnya sejarah Pedesaan di Sumatera Utara. 3. Menjadi acuan bagi para penulis yang lain. 4. Menjadi sebuah karya tulis (skripsi), sebagai persyaratan untuk menjadi Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah.
1.4 Tinjauan Pustaka Untuk dapat menyusun tinjauan kepustakaan yang baik, maka akan diusahakan mengumpulkan sumber sebanyak-banyaknya, serta harus relevan dengan topik masalah yang akan ditulis, kemudian melakukan seleksi sebelum dituangkan ke dalam bentuk tulisan. Dalam hal ini buku yang menguraikan latar belakang dari petani bunga di Desa Tongkoh sama sekali tidak ada, sebab penulisan tentang permasalahan ini baru pertama kali dilakukan oleh penulis.
Universitas Sumatera Utara
Perlengkapan yang perlu dimiliki oleh penulis multidimensional adalah alatalat metodologi berupa konsep dan teori ilmu-ilmu sosial, yaitu tentang teori perubahan sosial. Sedangkan ilmu bantu yang cukup membantu dalam penelitian ini adalah Sosiologi, Ekonomi dan Antropologi sebagai upaya mengungkap peristiwa sejarah yang lebih dalam. Ilmu bantu ini dianggap sesuai untuk mengkaji tentang kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Adapun beberapa buku yang dikemukakan dalam mendukung penelitian ini yang dapat dijadikan sebagai reperensi adalah sebagai berikut. Kementerian Penerangan, “Republik Indonesia Propinsi Sumatera Utara”, mengemukakan tentang keberadaan petani bunga pasca revolusi Sumatera Timur di Sumatera Utara. Setelah kedatangan Jepang ke Tanah Karo pada tahun 1943, rakyat Karo menjadi semakin menderita atas kependudukan Pemerintah Jepang tersebut. Setiap lahan pertanian di Tanah Karo harus ditinggalkan dan para pemuda Karo dipaksa menjadi tentara Jepang seperti, Heiho, Gyugun dan yang lainnya. Hal ini yang menjadi penyebab terhentinya produksi bunga potong dari petani bunga di Desa Tongkoh. Baru setelah pasca revolusi Sumatera Timur berakhir, petani bunga kembali lagi berusaha membudidayakan bunga potong. Buku ini juga membahas tentang distribusi produksi bunga potong ke luar daerah, yang mana pernah juga mengekspor ribuan tangkai bunga ke luar negeri, seperti Malaysia dan Singapura. Tetapi tidak banyak data yang dapat diperoleh dari buku ini, karena pembahasan tentang perkebunan bunga hanya sekilas saja
Universitas Sumatera Utara
diterangkan. Namun dapat dijadikan acuan sebagai bahan perbandingan dengan datadata yang lain nantinya. Kemudian buku yang ditulis oleh Drs. H. Wara Sinuhaji M. Hum, yang berjudul “Aktivitas Ekonomi Enterpreneurship, Masyarakat Karo Pasca Revolusi”, menjelaskan tentang asal-usul masyarakat Karo pada mulanya. Buku ini penting bagi penulisan skripsi ini karena daerah yang akan diteliti berada pada Kabupaten Karo dan merupakan salah satu daerah tujuan perpindahan penduduk. Buku ini juga menjelaskan sistem pertanian di tanah Karo sebagai salah satu daerah yang sangat potensial untuk pertanian. Oleh karena perkebunan bunga juga merupakan lahan pertanian, maka buku ini diperlukan sebagai salah satu sumber terhadap penelitian yang akan dilakukan. Buku Sukartawi yang berjudul “Manajemen Agribisnis Bunga Potong”, yang membahas tentang budidaya bunga potong, dan akan menjadi sumber yang sangat penting bagi penulis di dalam penganalisaan nantinya. Buku
ini
akan
menjelaskan
secara
terperinci
tentang
tata
cara
pengembangbiakan bunga potong, perawatan hingga tehnik pendistribusian bunga potong serta pemasarannya. Buku ini juga membahas asal-usul jenis bunga potong yang sudah ada di Indonesia pada saat ini. Melalui buku ini penulis akan berusaha mnganalisa data sedetail mungkin untuk memperoleh suatu kesimpulan yang akan dituang dalam bentuk tulisan skripsi ini nantinya.
Universitas Sumatera Utara
1.5 Metode Penelitian Dalam penulisan sejarah yang ilmiah pemakaian metode sejarah yang ilmiah sangatlah penting. Metode sejarah dapat diartikan sebagai proses menguji dan menganalisa secara kritis atas rekaman dan peninggalan masa lampau. 7 Sejumlah sistematika penulisan yang terangkum di dalam metode sejarah sangat membantu setiap peneliti didalam merekonstruksi kejadian pada masa yang telah berlalu. Untuk mendapatkan sumber-sumber yang dibutuhkan sebagai bahan penulisan yang relevan dengan pokok permasalahan haruslah dikaji secara mendalam. Dalam penulisan penelitian ini kita harus melewati beberapa proses agar diperoleh suatu penilaian atau pemaparan yang lebih objektif. Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam metode sejarah adalah: 1. Heuristik, yaitu mengumpulkan data-data atau sumber-sumber tertulis melalui
studi
kepustakaan
(library
research),
yaitu
berusaha
mengumpulkan data melalui buku-buku, arsip, dokumen, majalah, artikel, dan media elektronik yang dianggap mempunyai kaitan dan dapat membantu penulis untuk memahami permasalahan, dan metode penelitian (field research), yaitu mengadakan wawancara terhadap tokoh-tokoh yang dianggap mampu memberikan masukan-masukan yang berarti sebagai sumber penelitian.
7
Tentang Metode Sejarah lihat Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Benteng, 1995, hlm. 95-97 dan Louis Gottschalk, Understanding History: A Primer of Historical Method, Nugroho Notosusanto (Terj.), Mengerti Sejarah, Jakarta: UI Press, 1985, hlm. 18-19.
Universitas Sumatera Utara
2. Kritik sumber, yaitu berusaha mendekatkan penulis mendapatkan petunjuk atas nilai kebenaran dan keaslian data maupun sumber yang diperoleh. Adapun nilai-nilai tersebut menjadi suatu tolak ukur dalam melakukan suatu kritik baik itu secara internal maupun eksternal. Kritik internal, yaitu penelaah tentang kebenaran isi atau fakta dari sumber-sumber objek penelitian. Kritik eksternal dilakukan dengan cara pengujian untuk menentukan keaslian sumber. 3. Interpretasi merupakan tahap dimana penulis akan mencoba menafsirkan data-data yang telah diperoleh kemudian menghasilkan suatu kesimpulan dari objek masalah yang diteliti baik dengan cara analisis maupun sintesis. Hal ini dilakukan untuk manghindari subjektivitas. Sebagian benar, tetapi sebagian lagi salah. Hal ini akan menjadi benar karena tanpa penafsiran sejarawan, maka data tidak akan bisa berbicara. 4. Historiografi merupakan tahap akhir dari penulisan, atau dapat juga dikatakan dengan penulisan akhir dari suatu penelitian yang diperoleh dari fakta-fakta, dilakukan secara sistematis dan kronologis. Dalam penulisan sejarah aspek kronologis menjadi sangat penting untuk menghasilkan karya sejarah yang ilmiah dan objektif.
Universitas Sumatera Utara