BAB I HARAPAN DAN KENYATAAN Korupsi merajarela, pendidikan morat marit, kesehatan merupakan hal mewah untuk rakyat di Negeri sejuta kekayaan ini. belum lagi kerusakan-kerusakan yang lain yang terjadi pada remaja. Tingkat free sex meningkat dari tahun-ke tahun, dipicu oleh sistem yang tidak bisa menjagai ummatnya. Permasalahan ini timbul tidak lain karena sistem yang dianut saat ini adalah Demokrasi. Korupsi. Bukan hal baru lagi yang kita dengar, walaupun gembar- gembor penuntasan masalah yang satu ini baru-baru ini digencarkan itupun untuk menarik perhatian untuk salah satu peserta Pemilu beberapa tahun lalu. Korupsi sudah terjadi pada masa Presiden ke-2 RI yang ternyata kasusnya baru saja diungkap setelah beliau lengser dari jabatan, dan akhirnya beliau meninggal tanpa adanya hukumnya yang jelas dan tegas bagi para koruptor tersebut. Presidennya saja begitu, bagaimana dengan anak buah beliau. Benar saja, tidak jauh berbeda. Mulai dari menteri, DPR, Gubernur, Bupati, walikota, camat, kepala dusun, sampai perangkat terkecil dalam suatu masyarakat satu- persatu mulai terkena virus yang terlihat seperti gunung es ini. mungkin apabila yang dihukum adalah 10 orang, maka 100 orang lain masih menikmati uang rakyat yang tidak seharusnya menjadi hak mereka. Pendidikan morat- marit. Sistem pendidikan, sejak tahun 1950, selalu saja terdapat perubahan Perundang-undangan pendidikan di Negeri yang memiliki lebih dari 2 milyar warganya yang berhak memperoleh pendidikan ini. tercatat 9 undang-undang sudah dibuat tentang pendidikan di Indonesia. Dan kurikulumpun sudah berganti- ganti tanpa memandang cocok atau tidak dengan kondisi yang ada di Indonesia. Pemerataan pendidikan juga masih perlu
1
PERANAN LEM BAGA PERWAKILAN RAKYAT DALAM PENINGKATAN KUALITAS DEM OKRASI
dipertanyakan sekarang ini. sebagian orang dapat menikmati pendidikan dengan nyamannya, sedangkan yang lain harus berusaha keras untuk menikmati bangku sekolah, bahkan karena alasan biaya maka anak-anak yang harusnya dicerdaskan oleh bangsa ini terpaksa harus menggigit jari mereka karena hanya bisa melihat anak-anak yang memiliki ‘duit’ berangkat ke sekolah. Kebijakan sertifikasi guru, dikatakan oleh dosen senior di Prodi saya, tingkat perceraian di Indonesia sekitar 15%, yang tingkat perceraian yang meningkat saat ini adalah guru bersertifikasi. Mereka menganggap bahwa dari gaji sertifikasi yang tinggi mereka merasa mampu untuk hidup sendiri, jadi mereka meminta cerai pada suami mereka. Kesehatan merupakan hal yang mewah. Kasus terbaru datang dari Elisa Darawati yang melahirkan anak secara prematur dan anaknya didiagnosa mengalami gangguan tenggorokan, dengan alasan penuh, 10 rumah sakit menolak untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada bayi malang tersebut akhirnya hanya menikmati kehidupan dunia ini secara singkat. Anggaran untuk kesehatan juga rendah. Adanya jamkesmas, juga tidak menjamin terlayaninya kesehatan masyarat secara menyeluruh. Ada perbedaan pelayanan antara pengguna jamkesmas dan bukan. Remaja ? bagaimana dengan generasi yang satu ini. generasi yang seharusnya menjadi generasi penerus bangsa. Generasi yang ditangannya masa depa n kita berada. Rusak. Itulah satu kata yang mungkin dapat saya ungkapkan untuk menggambarkan kondisi remaja saat ini. dengan dalih hak asasi manusia, mereka bebas melakukan apasaja yang mereka suka tanpa memandang apakah itu baik atau buruk, halal atau haram, merugikan atau menguntungkan masyarakat yang berada disekitarnya. Narkoba, pornografi, pornoaksi, film, fashion, dan banyak lagi yang dapat menjadi racun bagi generasi yang harusnya dilindungi ini.
2|P e r a n a n L e m b a g a P e r w ak i l a n R a k y a t D a l a m P e ni n gk a t a n K u a li t a s De m o k r as i
Demokrasi, dengan teori ‘dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’ dan kedaulatan berada ditangan rakyat, menghasilkan efek yang luar biasa bagi masyarakat yang bernaung didalamnya. Sistem ini menghasilkan peraturan-peraturan yang lahir dari tangan-tangan manusia, yang tidak memiliki kapabilitas untuk membuat peraturan, jangankan untuk membuat peraturan, menganalisis masalah yang sebenarnya saja mereka tidak mampu. Alhasil, begini hasil dari sistem kufur ini. aturannya mencla- mencle (berubah-ubah) sesuai dengan perkembangan jaman. Peraturannya bersumber dari hasil comat-comot dari peraturan negara lain yang diambil baiknya saja. karena mereka tidak memiliki kapabilitas untuk mencari masalah yang sebenarnya, mereka mengambil solusi yang tambal sulam tanpa menyelesaikan masalah tersebut dari akarnya. Misalnya : untuk menutupi mahalnya biaya pendidikan, diluncurkannya program bidik misi untuk tingkat Perguruan Tinggi dan BOS untuk SMA. Padahal sebelumnya diluncurkan program RSBI yang tidak sedikit meronggoh kantong rakyat. Begitu nampak jelas, bahwa demokrasi adalah sistem yang terdapat racun didalamnya. Jika masih dipertahankan maka akan banyak orang yang menderita karenanya. Sistem yang berasal dari ideologi kufur, maka sistem tersebut tidak akan melahirkan sistem yang berbeda, karena buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Setelah mengetahui segala permasalahan yang terjadi karena satu sumber, yaitu sistemnya. Maka solusi yang dibutuhkan bukanlah solusi yang sekedar menutupi satu aspek permasalahan tapi solusi yang mampu memperbaiki seluruh permasalahan yang ada. Islam adalah solusi. Islam sebagai ideologi yang pernah dibuktikan kejayaannya selama lebih dari 13 abad, adalah satu-satunya jalan untuk memecahkan permasalahan ummat yang terjadi saat ini. dalam Pemerintahan Islam, kedaulatan berada ditangan syara’ dan sumber hukum yang digunakan adalah suatu hal yang pasti, yaitu : Al-Qur’an dan sunnah. Segala pemecahan 3|P e r a n a n L e m b a g a P e r w ak i l a n R a k y a t D a l a m P e ni n gk a t a n K u a li t a s De m o k r as i
masalah dan pembuatan hukum berasal dari dua sumber yang digali lebih dalam oleh para mujtahid yang melakukan ijtihad. Sistem pendidikan yang gratis dan menjamin kesejahteraan guru, sistem pelayanaan kesehatan yang gratis bagi seluruh masyarakat yang bernaung disana dan mendapatkan pelayanan yang merata. Remaja benar-benar dijagai dengan pemisahakan antara laki- laki dan perempuan. Namun, semua ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa didukung oleh aspek lain, seperti ekonomi dan masih berada didalam sistem yang kufur ini, maka dari itu perlu adanya institusi penegak syariah, karena tanpa penegakan syariah, ini semua tidak akan terlaksana. Bila syariah ditegakkan maka ridho Allah akan menyertai kita pula. Dan penegakan syariah tidak akan berhasil tanpa adanya khilafah rasyidah ala minhaj nubbuwah. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang khas bagi bangsa Indonesia sesuai dengan ketentuan UUD 1945. Prinsip demokrasi dinyatakan dengan jelas dan tegas dalam UUD 1945,yaitu : 1. Pembukaan UUD 1945 dalam alinea 4 sebagai berikut : ” … maka disusunlah kemerdekaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada; … kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan…” 2. Batang tubuh UUD 1945 pasal 1 ayat (2) yang berbunyi; kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. 3. Penjelasan UUD 1945 pada bab
umum dan penjelasan pasal 23 ayat (1)
Karena sistem dan rinciannya yang khas Indonesia maka disebut Demokrasi Pancasila. Sebuah sistem demokrasi yang pelaksanaannya harus mengac u pada landasan idiil Pancasila dan landasan konstitusional UUD 1945, tidak mengacu pada atau dinilai dari 4|P e r a n a n L e m b a g a P e r w ak i l a n R a k y a t D a l a m P e ni n gk a t a n K u a li t a s De m o k r as i
konstitusi atau sistem negara lain. Demokrasi Pancasila bukan saja berarti demokrasi politik melainkan juga mencakup demokrasi ekonomi dan demokrasi sosial, demokrasi untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Istilah kerakyatan atau demokrasi menunjukkan bahwa segala sesuatu berasal dari rakyat, dilaksanakan oleh rakyat, dandiperuntukan bagi rakyat. Perwakilan menunjukan bahwa demokrasi yang dianut bangsa Indonesia pada dasarnya dilaksanakan melalui wakil-wakil dari rakyat.
Hikmat kebijaksanaan berarti kearifan dalam mengambil keputusan melalui
permusyawaratan. Kearifan inilah yang memimpin seseorang atau golongan dalam mengambil k eputusan, yaitu kearifan untuk mempertimbangkan kepentingan bersama diatas kepentingan perorangan atau golongan. Istilah yang lazim digunakan adalah musyawarah untuk mencapai mufakat. Masing- masing pihak tidak hanya mengejar kemenangan untuk kepentingan pr ibadi atau golongannya semata- mata, tetapi mengutamakan suatu keputusan yang dicapai sebagai hasil permusyawaratan dan permufakatan itu bagi kepentingan bersama. Demokrasi ekonomi dijabarkan dalam batang tubuh UUD 1945, seperti yang tercantum dalam pasal 33 UUD 1945 serta penjelasan dari pasal tersebut. Perlaksanaan demokrasi Pancasila diselenggarakan dalam wujud 7 kunci pokok sistem pemerintahan negara seperti yang terdapat dalam penjelasan UUD 1945, yaitu : 1. Negara adalah negara yang berdasar atas hukum. (Rechtsstaat) 2.
Sistem konstitusional.
3. Kekuasaan negara yang tertinggi ditangan Majelis Permusyawaratan Rakyat. (Die Gesamte Staatsgewalt Lieght Allein bei der Majelis) 5|P e r a n a n L e m b a g a P e r w ak i l a n R a k y a t D a l a m P e ni n gk a t a n K u a li t a s De m o k r as i
4. Presiden ialah penyelenggara pemerintahan tertinggi dibawah Majelis. 5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. 6. Menteri negara ialah pembantu presiden; menteri negara tiak bertanggung jawan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. 7. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia Kita menyadari betapa jarak antara demokrasi dalam angan dan dalam praktek masih jauh dari kenyataan. Mari kita telaah sekelumit kenyataan pelaksanaan demokrasi di negara kita tercintaini. Dalam kehidupan demokrasi, kedaulatan harus diberikan kepada rakyat dan dari aspir asi dari rakyat harus mengejawantah didalam kehidupan eksekutif dan legislative kita. Salah satu kelebihan demokrasi dibandingkan dengan sistem politik lain adalah bahwa dalam demokrasi setiap warga negara memiliki kebebasan untuk memilih. Ada pepatah Latin yang berbunyi; -
Vox populi,vox Dei (suara rakyat, suara tuhan), kedaulatan rakyat tidak boleh dikompromikan dengan apa dan siapapun juga, sehingga seolah-olah kemauan rakyat adalah kemauan tuhan dalam kondisi yang manipulative.
-
Alus populi supreme lex (kekuasaan rakyat adalah hukum tertinggi), tidak ada hokum yang lebih tinggi daripada hokum rakyat. Dalam wacana demokrasi, pemilu adalah barometer yang paling akurat untuk menangkap
aspirasi rakyat, melalui pemilulah rakyat menentukan sikapnya. Tapi untuk it u harus melalui pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. 6|P e r a n a n L e m b a g a P e r w ak i l a n R a k y a t D a l a m P e ni n gk a t a n K u a li t a s De m o k r as i
Sementara di sisi lain pemerintah orde baru sendiri menetapkan kebijakan dealiranisasi dan dekonfensionalisasi yang sebenarnya tak sealur dengan konsepsi demokrasi, seperti : -
Kebijakan monoloyalitas bagi pegawai negeri kepada Golkar sejak pemilu 1971.
-
Penyederhanaan partai-partai (fusi) bagi parttai-partai yang beraliran islam dan nasionalis ke dalam dua partai saja yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai demikrasi Indonesia (PDI).
-
Penetapan Pancasila sebagai satu-satunya azaz. Akibatnya, sebagai kekuatan politik formal, islam bersama golongan-golongan yang lain habis tergusur dari pentas politik nasional. Dan seluruh desain rekayasa tersebut berhasil dituntaskan dalam kurun waktu 15 tahun saja. Dengan kebijakan tersebut secara otomatis Golkar selalu mampu menjadi mayoritas
tunggal (single majority) selama lebih dari tiga dasawarsa. Dan selama itu pula pemilu yang seharusnya menjadi pesta demokrasi rakyat Indonesia akhirnya hanya menjadi ajang untuk melegimitasi status quo. Dan tentu saja terjadi perolehan suara yang sangat tidak berimbang dari para organisasi peserta pemilu karena Golkar selalu memperoleh kemenangan lebih dari 50% suara dan tentu saja kondisi ini membuat PPP dan PDI tidak bisa menjadi partner oposisi tetapi hanya sebagai penggembira saja. Selain itu, sudah bukan rahasia lagi bila seseorang yang ingin menjadi calon legislatif dalam daftar nomor jadi, maka ia harus menyetor sekian puluh atau sekian ratus juta rupiah pada organisasi induknya. Bila tidak, paling-paling
ia hanya akan dapat nomor sepatu.
Akhirnya, rakyat pun tidak diperkenankan heran bila dalam tubuh MPR dan DPR, yang mana rakyat menitipkan suara, terjadi nepotisme, yaitu jika seseorang yang karena pertalian 7|P e r a n a n L e m b a g a P e r w ak i l a n R a k y a t D a l a m P e ni n gk a t a n K u a li t a s De m o k r as i
kekerabatan apapun nilainya diberi tanggung jawab publik atau diberi suatu peluang diluar proporsi kelayakan dari keabsahannya maupun kemampuannya. Dan kita bisa melihat dengan sangat terang bahwa ada istri dan anak-anak pejabat duduk daam keanggotaan MPR maupun DPR sedangkan kualitas dan kapabilitasnya masih harus dipertanyakan. Hal seperti ini terjadi secara rutin dan konstan dan diberi kesan kewajaran yang pada akhirnya dianggap lumrah. Dan yang selalu kita lihat dalam panggung politik nasional pada akhirnya adalah dagelan-dagelan politik yang terbungkus oleh kepentingan segelintir orang. Kaki para anggota DPR seharusnya ada di pihak rakyat sepenuhnya dan bukan di pihak penguasa. Namun banyak anggota DPR yang belum berfungsi secara wajar apala gi secara maksimal seperti yang dijabarkan dalam UUD 1945 yaitu bahwa tugas mereka adalah mengontrol pemerintah agar tetap berada dalam jalur pengabdiannya pada negara dan seluruh rakyat Indonesia. Dan yang jamak terjadi justru terjadinya kongkalikong anta ra legislatif dan eksekutif atau dalam istilah yang popule saat ini disebut sebagai kolusi. Bukanlah hal yang mengejutkan bila dalam meloloskan sebuah Rancangan Undangundang (RUU), suatu instansi atau departemen memberi angpao kepada anggota dewan. Hal ini jelas menyalahi kewenangan yang diberikan rakyat, apalagi seringkali RUU yang disodorkan itu tidak memihak dan melindungi kepentngan rakyat. Contohnya RUU ketenagakerjaan yang controversial beberapa waktu yang lalu. Permusyawaratan untuk mufakat yang diangankan dan dikonsepkan oleh para pemimpi awal dan pejuang keberadaan negeri Indonesia ini, justru malah digunakan untuk membuat kesepakatan-kesepakatan yang tidak sesuai dengan kehendak rakyat tetapi ditujukan untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau kelompok. Bukan kepentingan bangsa. 8|P e r a n a n L e m b a g a P e r w ak i l a n R a k y a t D a l a m P e ni n gk a t a n K u a li t a s De m o k r as i
Pada awal orde baru pemerintah dan rakyat Indonesia bersepaham dan bertekad untuk melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Murni berarti memegang teguh jiwa dan aksara-aksara pasal demi pasal dalam UUD 1945 serta melaksanakan dengan segenap kemampuan. Konsekuen berarti setiap halangan dan rintangan yang menghadang pelaksanaan konstitusi harus diatasi dan diselesaikan secara tegas bedasarkan kebenaran demi sebesar-besarnya kepentingan rakyat.Ini berarti siapapun tidak boleh menutupi kebenaran dengan kebathilan dan menyembunyikan kebenaran dari mata rakyat. Telah kita bahas sebelumnya bahwa demokrasi ekonomi dijabarkan dengan tegas dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945; Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didala mnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pasal ini sudah sedemikian terang benderang dan tidak memuat makna ganda sama sekali. Yaitu bahwa seluruh kekayaan alam yang berada di perut bumi, di berbagai bukit dan gunung-gunung, diatas tanah yang berupa hutan dan didalam air yang berupa hasil- hasil sungai, danau dan lautan di seluruh wilayah Indonesia raya harus diperuntukan dan digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat. Namun mari kita lihat segelintir ke nyataan yang tengah terjadi : -
4% penduduk menguasai 75% kekuatan ekonomi nasional.
-
10% konglomerat memiliki aset 1/3 dari Gross Domestic Product.
-
Kontrak kerja dengan perusahaan pertambangan asing memiliki beberapa keistimewaan, yaitu pajak penghasilan menjadi 30 % saja (merosot 5% dari sebelumnya), selain itu perusahaan asing boleh memiliki 100% saham dalam pengelolaan tambang!
9|P e r a n a n L e m b a g a P e r w ak i l a n R a k y a t D a l a m P e ni n gk a t a n K u a li t a s De m o k r as i
-
Para pemegang HPH (Hak Pengelolaan Hutan) yang jumlahnya tidak lebih dari 10 orang menguasai lebih dari separo hutan tropis kita. Mereka menggenggam izin untuk mengeksploitasi ribuan/jutaan hektar hutan yang dapat menjamin kemewahan untuk 27 turunan! Ini semua bisa terjadi karena memang ada kolusi dan konspirasi antara penguasa dan pengusaha jago kandang untuk berjual-beli kekuasaan dan konsesi. Kenyataan-kenyataan yang sedikit tersebut sudah sangat menyimpang dari ruh dan jiwa
demokrasi ekonomi yang dikehendaki UUD 1945. Kolusi antara penguasa dan oknum-oknum tertentu baik yang bermata sipit maupun lebar telah menguras kekayaan Indones ia di daratan maupun di lautan yang seharusnya digunakan sebesar-sebesarnya kemakuran rakyat, bukan kemakmuran keluarga dan sahabat. Kedaulatan politik dan ekonomi telah disubordinasikan dibawah kedaulatan uang. Telah lebih dari tiga dasawarsa dengan generasi yang telah saling berganti, tumbuh dan pergi. Kondisi timpang semakin terang berceceran terjadi. Tidak seyogyanya sebagai rakyat dan pemilik sah negeri Indonesia ini kita berdiam dan duduk gelisah sebagai penonton. Kedzaliman politik dan ekonomi harus dihentikan sesegera mungkin. Bahwa sebagian besar pejabat kita korup adalah hal yang jelas dan sungguh benderang. Dengan segala cara mereka akan mempertahankan status quo karena mereka tidak menghendaki perubahan, apalagi bila itu bernama perubahan kekuasaan. Jika hal ini terus berlanjut maka Indonesia akan menjadi bangsa yang akan semakin terpuruk dan terkucil dari pergaulan internasional, terpinggirkan dari sejarah peradaban dunia.
10 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
Struktur moralitas feodalistik masih tinggi dan sengaja ditumbuh-suburkan di bumi pertiwi ini. Ini terlihat jelas karena para pejabat negara dan aparat pemerintah lebih bertingkah dan beranggapan sebagai penguasa yang harus dilayani bukan sebagai pemegang amanah dan mandat dari rakyat yang seharusnya malah melayani rakyat. Hal ini harus mulai dikikis dan ditempatkan pada fungsi yang sebenarnya yaitu bahwa pemerintah adalah pelayan rakyat dan pengawal utama kebesaran dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Mental feodalistik hanya akan melahirkan raja-raja baru dengan mentalitas yang sama dan yang pada akhirnya hanya akan menyuburkan tirani di segala sektor tatanan masyarakat. Tentu tidak bisa dipungkiri bahwa setiap hal yang terjadi dalam denyut kehidupan sebuah negara tidak lepas dari tetek bengek urusan politik. Kita juga tidak bisa berpura-pura tidak tahu bahwa di negara Indonesia kita tercinta ini keputusan politik seringkali menjadi keputusan number-one yang memiliki kekuatan maha dahsyat dan menjadi tumpuan atas segala hal yang berhubungan dengan denyut hidup warganya. Oleh sebab itu harus ada perubahan transformatif sesegera mungkin untuk mencapai kondisi demokratisasi yang jauh lebih ideal dan wajar. Beberapa langkah yang bisa ditempuh untuk proses perbaikan kondisi dan iklim politik Indonesia adalah sebagai berikut : -
Pendidikan politik pada massa rakyat, yang memberikan pencerahan sepenuhnya akan hak-hak mereka sebagai warga negara dan bukan melulu sekedar kewajiban yang dituntutkan negara pada pundaknya yang memang sudah terlalu sering dibebani hak negara dan penguasa. Dengan ini diharapkan mereka memiliki keberanian untuk
11 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
menyatakan pendapatnya sesuai dengan hati nuraninya seka lipun berbeda dengan penguasa. -
Penguasa yang berada di balik kemeja nama pemerintah harus diyakinkan bahwa mereka akan memiliki legitimasi alias keabsahan yang kuat hanya dengan dukungan rakyat yang sebenar-benarnya, bukan tekanan atau ketakutah n akan materi- materi, tetapi atas dasar kepercayaan. Dan untuk menopang seluruh kepercayaan seantero rakyat Indonesia dibutuhkan keikhlasan untuk melayani kepentingan rakyat dan bersumpah mati untuk membangun kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.
-
Mendorong kaum intelektual dalam level manapun untuk menyadari sepenuhnya tanggung jawab mereka dalam memasyarakatkan gagasan- gagasan demokrasi dan memberikan keteladanan yang maksimal pada seluruh lapisan masyarakat, juga menjadi parner dinamis pemerintah sebagai pengawal pelaksanaan demokrasi ideal dan wajar di Indonesia. Musibah demi musibah terus bermunculan di panggung tanah air kita. Perjalanan sebuah
bangsa yang bermimpi merdeka bukan sekedar perjalan waktu tetapi juga perjalanan pengalaman keberbangsaan yang tentu sangat kompleks dan nyata. Tentu tidak ada kata terlambat untuk berbenah diri dan itu berarti tidak ada kata takut untuk melakukan sebuah revolusi demi kepentingan berbenah Secara umum, hingga saat ini dapat dikatakan bahwa proses demokratisasi telah berjalan pada jalur dan arah yang benar. Namun, tantangan yang sangat berat masih akan dihadapi oleh seluruh masyarakat Indonesia di dalam mempertahankan proses demokratisasi yang sudah berjalan tersebut secara berkelanjutan. Masih belianya usia demokrasi yang ditandai dengan belum kukuhnya struktur kelembagaan demokrasi, masih lemahnya pelaksanaan proses politik 12 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
yang demokratis, serta masih lemahnya penerapan budaya politik merupakan potensi yang justru dapat menghalangi dan mengganggu perjalananan proses demokratisasi ke depan. Di samping itu, berbagai kelemahan yang ada itu dapat dimanfaatkan oleh kekuatan kelompok yang tidak menginginkan demokrasi berjalan di Indonesia dengan memperlihatkan berbagai kerentanan dan kelemahan demokrasi yang terjadi di Indonesia. Perkembangan demokrasi di tanah air menunjukkan bahwa pada tingkat masyarakat, antusiasme berpolitik melalui organisasi partai politik cukup tinggi walaupun masih tetap t erlihat adanya ancaman terhadap kebebasan berekspresi dan partisipasi masyarakat dalam proses demokratisasi. Hal itu ditandai dengan masih kuatnya budaya kekerasan dan meluasnya praktikpraktik politik uang, terutama dalam pemilihan pimpinan elite politik. Di samping itu, peran masyarakat madani di dalam menyuarakan kepentingan masyarakat masih belum optimal. Permasalahan utama adalah belum cukup besarnya kapasitas kelas menengah yang dibutuhkan bagi pembangunan masyarakat madani (civil society), baik dari segi ekonomi maupun dari segi pendidikan. Pada tingkat negara, tampak ada konsensus yang cukup tinggi untuk terus membenahi dan memberdayakan lembaga-lembaga penting demokrasi pada semua tingkat meskipun tetap menghadapi hambatan berupa masih longgarnya nilai-nilai kepatuhan pada peraturan perundangan dan lemahnya tradisi dalam berdemokrasi. Berbagai kelemahan ini justru yang mengakibatkan tidak berfungsinya secara optimal fungsi dan peran lembaga politik yang ada. Berkenaan dengan hubungan kelembagaan pusat dan daerah, permasalahan yang ada adalah bahwa pelaksanaan otonomi daerah menghadapi kendala yang diakibatkan oleh distorsi dan inkonsistensi peraturan perundangan serta masih belum dapat menghilangkan dampak buruk sentralisasi kekuasaan. 13 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
Permasalahan lain yang dihadapi dalam menjaga momentum demokrasi tersebut adalah belum adanya kesepakatan mengenai pentingnya konstitusi yang demokratis. Proses amandemen UUD 1945 yang sudah berlangsung empat tahap masih menyisakan berbagai persoalan ketidaksempurnaan dalam hal filosofi maupun substansi konstitusional, terutama dalam kaitannya dengan pelembagaan dan penerapan nilai-nilai demokrasi secara luas. Hal itu terlihat, antara lain, dengan adanya perkembangan politik yang menunjukkan belum optimalnya hubungan antara lembaga legislatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Konsolidasi demokrasi mensyaratkan pentingnya persatuan nasional. Stabilitas sosial politik sangat diperlukan untuk menjaga konsolidasi demokrasi. Persatuan nasional perlu didasarkan aspek keanekaragaman, desentralisasi dan keadilan sosial. Namun, perkembangan politik sampai saat ini menunjukkan bahwa masih banyak permasalahan politik yang berpotensi mengganggu persatuan nasional seperti masalah federalisme, masalah hubungan negara dan agama, dan seterusnya. Permasalahan politik lain adalah belum tuntasnya penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat dan tindakan kejahatan politik yang dilakukan atas nama negara. Permasalahan ini berpotensi mengga nggu stabilitas sosial politik yang sangat diperlukan dalam melaksanakan konsolidasi demokrasi. Pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) telah diantisipasi akan berpotensi mengganggu stabilitas politik di daerah. Mobilisasi massa melalui penggunaan politik uang (money politics) akan menjadi faktor pemicu konflik di dalam pelaksanaan Pilkada. Dalam konteks persatuan dan kesatuan, pelaksanaan Pilkada yang jujur, aman, dan adil adalah sasaran utama yang akan dicapai dalam proses demokratisasi.
14 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
Permasalahan lain dalam menjaga momentum konsolidasi demokrasi adalah belum terlembaganya kebebasan pers/media massa di dalam masyarakat. Akses masyarakat ke informasi yang bebas dan terbuka dalam banyak hal akan lebih memudahkan kontrol pemenuhan kepentingan publik. Peran media massa seringkali menjadi penting dalam proses menemukan dan mencegah penyelewengan kekuasaan dan korupsi. Kebijakan komunikasi dan informasi nasional juga belum optimal, karena intervensi kebijakannya terlalu besar dalam diseminasi informasi, seperti kebijakan sensor yang berlebihan dan informasi sepihak yang berakibat pada kontraproduktif dalam masyarakat. Berdasarkan hasil pengkajian akademik, pelaksanan UndangUndang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers masih dirasa belum cukup memberikan perlindungan bagi pers itu sendiri, khususnya bagi wartawan dan masyarakat. Walaupun sudah berada di tangan insan pers sendiri, kemerdekaan pers itu belum dipergunakan dengan sebaikbaiknya. Selain itu, masih ada ketentuan peraturan perundangan di bidang pers yang tidak implementatif,
yang dapat
menyebabkan penafsiran beragam,
bahkan dimungkinkan
menimbulkan masalah dalam pelaksanaan kebebasan pers. penyempurnaan dan penguatan struktur politik dan peraturan perundangan, tata kelembagaan, dan hubungan antarlembaga negara sebagai dasar bagi konsolidasi demokrasi selanjutnya. Hal penting di dalam pelaksanaan kebijakan ini adalah penguatan fondasi demokrasi melalui penerapan nilai- nilai demokrasi terhadap lembaga politik sehingga diharapkan dapat menjalankan tugas dan wewenangnya sebagaimana diamanatkan di dalam konstitusi dan peraturan perundangan yang berlaku. Terkait dengan pelaksanaan kebijakan ini, berbagai upaya sedang dan terus dilakukan, antara lain, dengan melaksanakan pembangunan kapasitas (capacity building) bagi lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Setelah pemilihan umum langsung pada tahun 2004, 15 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
Pemerintah telah memfasilitasi pelaksanaan kegiatan orientasi atau pendidikan dan pelatihan pembekalan 11.735 orang anggota DPRD. Muatan materi pembangunan kapasitas DPRD tersebut adalah konsep politik dalam negeri, wawasan kebangsaan, pemerintahan umum, dan otonomi daerah, serta kedudukan, tugas, dan fungsi DPRD dalam tatanan politik pemerintahan. Dampak pembekalan ini dapat terlihat pada realitas politik penyelenggaraan pemerintahan di dalam parlemen itu sendiri. Dalam rangka mendukung peran DPRD, Pemerintah telah pula memfasilitasi pembahasan rumusan revisi PP No. 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD. Sementara itu, pada tataran lembaga eksekutif, Pemerintah telah pula merumuskan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah. Diharapkan dengan adanya mekanisme yang jelas, tegas, dan pasti mengenai laporan kepala daerah itu akan dapat mengefektifkan pelaksanaan tugas dan wewenang pemerintah daerah yang akuntabel dan transparan. Pembangunan kapasitas lembaga- lembaga eksekutif masih dipersiapkan untuk dilakukan tidak hanya akan dibiayai dari dana pemerintah, tetapi juga mendapatkan dukungan bantuan teknis dari masyarakat internasional seperti UNDP dan USAID. Upaya lain yang dilakukan untuk memperkuat lembaga politik pada tatatan infrastruktur politik adalah fasilitasi pemberian bantuan keuangan terhadap partai politik (parpol) yang memiliki kursi di lembaga perwakilan rakyat hasil Pemilihan Umum Tahun 2004. Upaya pemberian bantuan keuangan tersebut diharapkan dapat juga menghindari terjadinya praktikpraktik politik uang (money politics) oleh partai-partai politik. Lebih jauh lagi, bantuan tersebut diharapkan dapat turut mendukung terwujudnya kehidupan demokrasi di Indonesia. Saat ini, telah ditetapkan PP No. 29 Tahun 2005 tentang Bantuan Keuangan kepada Parpol yang diharapkan dapat segera dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen. 16 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
Upaya melakukan revisi terhadap UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan masih terus dilakukan melalui berbagai kajian dan evaluasi, serta pelaksanaan dialog/forum untuk memperkaya materi rumusan bagi revisi UU itu. Diharapkan dengan dukungan masyarakat, revisi terhadap UU itu akan segera dilakukan. UU No. 8 Tahun 1985 memang telah ditengarai tidak lagi cukup akomodatif memberikan ruang kebebasan dan tanggung jawab kepada masyarakat sipil yang jauh lebih besar, yang kemudian telah berdampak pada belum cukup optimalnya peran masyarakat sipil di dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang ada di dalam masyarakat secara mandiri. Terkait dengan DPD, rumusan program pembangunan kapasitas terutama bagi peningkatan peran dan fungsi serta kewenangannya saat ini, masih disusun. Melalui program penguatan kelembagaan tersebut, diharapkan peran DPD pada masa mendatang segera dapat dirasakan manfaatnya, terutama bagi masyarakat yang menitipkan aspirasinya untuk diperjuangkan melalui lembaga DPD tersebut. Peran Mahkamah Konstitusi semakin mantap. Kesadaran masyarakat mengenai keberadaan dan pentingnya peran Mahkamah Konstitusi ini sudah semakin meluas walaupun ada kekhawatiran
beberapa
pihak
akan
tumbuhnya
lembaga
superbody
karena
dengan
kewenangannya dapat menyelesaikan berbagai sengketa hukum, terutama antara peraturan perundangan yang berlaku dengan konstitusi itu sendiri. Peran masyarakat untuk mengawasi penyelenggaraan Mahkamah Konstitusi menjadi faktor signifikan dalam menjaga integritas institusi itu. Dalam konteks mempertahankan konsolidasi demokrasi, beberapa upaya tindak lanjut akan dilaksanakan, antara lain, terus melaksanakan reformasi lebih lanjut atas peraturan perundangan yang sudah ada, seperti UU Parpol, UU Pemilu Legislatif, UU Susduk MPR, DPR, 17 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
DPD dan DPRD, serta UU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, serta terus meningkatkan pembangunan kapasitas bagi lembaga- lembaga demokrasi yang ada. Berbagai evaluasi terhadap pelaksanaan undang-undang bidang politik itu akan menjadi langkah signifikan untuk menentukan perjalanan reformasi bidang politik selanjutnya. Terkait dengan DPRD, Pemerintah akan memfinalisasi revisi terhadap PP No. 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD. Berkenaan dengan peningkatan kualitas desentralisasi da n otonomi daerah, tindak lanjut yang diperlukan adalah melakukan berbagai evaluasi dan kajian mengenai pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah untuk selanjutnya disusun rumusan desain menyeluruh (grand design) politik desentralisasi dan otonomi daerah. Hal ini penting untuk memberikan arah dan tahapan desentralisasi dan otonomi daerah agar berjalan mantap. Dalam konteks menjaga stabilitas politik dan pemerintahan dalam negeri, upaya tindak lanjut yang diperlukan adalah penanganan berbagai implikasi pasca pelaksanaan Pilkada 2005 serta upaya peningkatan persatuan dan kesatuan, termasuk pada beberapa daerah dengan dinamika politik tinggi, serta mendukung terciptanya sistem budaya politik pada tataran lokal yang semakin demokratis. Dalam konteks Pilkada, pemantauan dan evaluasi akan terus dilakukan untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan negatif yang timbul yang justru akan menghambat perlaksanaan Pilkada itu sendiri. Pemantauan ini akan dilakukan pada sejumlah 4 provinsi dan 60 kabupaten/kota. Upaya memberikan dukungan dan dorongan melakukan revisi terhadap UU No. 8 Tahun 1985 akan terus dilakukan. Hal ini penting sebagai langkah signifikan yang dapat memberikan ruang yang jauh lebih besar bagi masyarakat sipil untuk berperan di dalam proses konsolidasi demokrasi ke depan. 18 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
Berkenaan dengan upaya menjamin terpenuhinya hak- hak masyarakat untuk memperoleh informasi secara bebas dan transparan serta bertanggung jawab, kegiatan tindak lanjut yang akan dilakukan adalah (1) penelitian dan pengembangan kualitas penyiaran; (2) penyusunan kebijakan di bidang sarana komunikasi dan diseminasi informasi; (3) penyusunan RPP Penyiaran; (4) penyempurnaan UU Pers; (5) penyusunan Standar Digital Penyiaran; (6) penyusunan Rencana Dasar Teknik Penyiaran; (7) penyusunan Rancangan Perpres tentang Pengembangan Publikasi Pemerintah; (8) pengkajian strategi kebijakan dan program dalam pemecahan masalah dan peningkatan kinerja di bidang komunikasi dan informasi; (9) penelitian penyelesaian restrukturisasi sektor Postel; (10) penelitian, pemerataan, dan peningkatan kualitas sarana dan prasarana postel; (11) pengkajian tentang masalah komunikasi dan informatika yang dihadapi dalam interrelasi penyelenggaraan komunikasi, informatika, regulasi, iptek, lingkungan, kelembagaan, investasi, pendanaan, tarif, produksi, manajemen, dan informasi; (12) penelitian kapasitas dan kemampuan masyarakat dalam mendayagunakan teknologi serta aplikasi teknologi telekomunikasi; (13) penelitian dan pengembangan tentang: (a) peran lembaga komunikasi sosial dalam masyarakat; (b) kerja sama kemitraan antara Pemerintah dengan masyarakat; (c) pengembangan kualitas, kuantitas, dan efektivitas informasi publik; (d) pemanfaatan dan pendayagunaan aplikasi telematika dalam meningkatkan kualitas layanan Pemerintah dan bisnis; (14) peningkatan akses ke masyarakat untuk memperoleh dan menikmati layanan publik di bidang komunikasi dan informasi; (15) pelaksanaan kerja sama dan kemitraan lembaga komunikasi dan informasi, Pemerintah, dan masyarakat.
19 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
BAB II TEORI PERWAKILAN, TEORI OTONOMI DAERAH, TEORI KEDAULATAN, TEORI PEMBANGUNAN, TEORI DEMOKRASI, TEORI NEGARA, TEORI CIVIL SOCIETY
1. -
Teori Perwakilan Teori Mandat Seorang wakil dianggap duduk di lembaga Perwakilan karena mendapat mandat dari
rakyat sehingga disebut mandataris. Yang memberikan teori ini dipelopori oleh Rousseau dan diperkuat oleh Petion. Teori mandat ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok pendapat Mandat Imperatif, menurut teori ini bahwa seorang wakil yang bertindak di lembaga perwakilan harus sesuai dengan perintah (intruksi) yang diberikan oleh yang diwakilinya. Si wakil tidak boleh bertindak di luar perintah, sedangkan kalau ada hal- hal atau masalah/persoalan baru yang tidak terdapat dalam perintah tersebut maka sang wakil harus me ndapat perintah baru dari yang diwakilinya. Dengan demikian berarti akan menghambat tugas perwakilan tersebut, akibatnya lahir teori mandat baru yang disebut mandat bebas. Mandat Bebas, teori ini berpendapat bahwa sang wakil dapat bertindak tanpa tergantung pada perintah (intruksi) dari yang diwakilinya. Menurut teori ini sang wakil adalah merupakan orang-orang yang terpercaya dan terpilih serta memiliki kesadaran hukum dari masyarakat yang diwakilinya sehingga sang wakil dimungkinkan dapat bertindak atas nama mereka yang diwakilinya. Ajaran ini dipelopori oleh Abbe Sieyes di Perancis dan Block Stone di Inggris. Dalam perkembangan selanjutnya teori ini berkembang menjadi teori Mandat Representatif. 20 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
Mandat Representative, teori ini mengatakan bahwa sang wakil dianggap bergabung dalam lembaga perwakilan, dimana yang diwakili memilih dan memberikan mandat pada lembaga perwakilan, sehingga sang wakil sebagai individu tidak ada hubungan dengan pemilihnya apalagi untuk minta pertanggungjawabannya. Yang bertanggung jawab justru adalah lembaga perwakilan kepada rakyat pemilihnya. -
Teori Organ Ajaran ini lahir di Prancis sebagai rasa ketidakpuasan terhadap ajaran teori mandat. Para
sarjana mencari dan membuat ajaran/teori baru dalam hal hubungan antara wakil dengan yang diwakilinya. Teori Organ diungkapkan oleh Von Gierke (Jerman), bahwa negara merupakan satu organisme yang mempunyai alat-alat perlengkapannya seperti : eksekutif, parlemen dan rakyat, yang semuanya itu mempunyai fungsinya sendiri-sendiri namun antara satu dengan lainnya saling berkepentingan. Dengan demikian maka setelah rakyat memilih lembaga perwakilan mereka tidak perlu lagi mencampuri lembaga perwakilan tersebut dan lembaga ini bebas menjalankan fungsinya sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar. -
Teori Sosiologi Ajaran ini menganggap bahwa lembaga perwakilan bukan merupakan bangunan politis,
akan tetapi merupakan bangunan masyarakat (sosial). Para pemilih akan memilih wakil-wakilnya yang dianggap benar-benar ahli dalam bidang kenegaraan yang akan bersungguh-sungguh membela kepentingan para pemilih. Sehingga lembaga perwakilan yang terbentuk itu terdiri dari golongan-golongan dan kepentingan yang ada dalam masyarakat. Artinya bahwa lembaga 21 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
perwakilan itu tercermin dari lapisan masyarakat yang ada. Yang membahas teori ini dipelopori oleh Rieker. -
Teori Hukum Obyektif Leon Duguit mengatakan bahwa hubungan antara rakyat dan parlemen dasarnya adalah
solidaritas. Wakil- wakil rakyat dapat melaksanakan dan menjalankan tugas kenegaraannya ha nya atas nama rakyat. Sebaliknya rakyat tidak akan dapat melaksanakan tugas kenegaraannya tanpa memberikan dukungan kepada wakil- wakilnya dalam menentukan wewenang pemerintah. Dengan demikian ada pembagian kerja antara rakyat dan parlemen (Badan Perwakilan Rakyat). Keinginan untuk berkelompok yang disebut solidaritas adalah merupakan dasar dari hukum dan bukan hak-hak yang diberikan kepada mandataris yang membentuk lembaga perwakilan tersebut. a. Sejarah Sistem Pe rwakilan -
Direct Democracy (Perwakilan Langsung). Sejarah perwakilan telah mulai di perbincangkan dalam kehidupan non-politik sejak
Yunani kuno, namum pembahasan dalam bentuk konsep telah dimulai pada awal abad ke 14. Thomas Hobbes pada tahun 1965 menerbitkan Leviathan untuk membahas masalah pe rwakilan politik secara filisofis dan pada abad ke 18 studi yang berpengaruh sampai dewasa ini diantaranya antara lain karena teori kemandirian wakil yang di kemukan oleh Edmun Burke tahun 1779. Karya Burke (dimana wakil bebas bertindak dan menentukan sikapnya terhadap wakil) dianggap sebagai permulaan studi kasik terhadap perwakilan politik, disusul oleh sejumlah peneliti mulai dari John Stuart Mill (1861) sampai dengan Karl Loewenstein (1922).
22 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
Studi yang lebih mendalam dilakukan oleh Alfred de Grazia (1968) dan Pitkin (1957) sudah lebih mendalam tentang perwakilan politik. (Sanit, 1985). Perwakilan politik sebagai sebuah praktek telah lama berlangsung dalam kehidupan bernegara jauh sebelum teori- teori perwakilan itu lahir, perwakilan politik telah lahir da n di laksanakan oleh beberapa negara dan bangsa sejak zaman dahulu mulai dari zaman Yunani kuno, Romawi dan juga pada Zaman Islam ketika Nabi Muhammad Masih hidup. Pada zaman Yunani kuno masyarakat hidup dalam suatu negara yang di sebut dengan polis, dimana konsep perwakilan pada saat itu dilaksanakan secara langsung, karena jumlah masyarakat yang relatif sedikit dan wilayah yang tidak terlalu luas. Begitu juga pada zaman romawi kuno. Pada zaman Nabi Muhammad konsep perwakilan telah lama di kenal dengan seb utan Ulil Amri (pemimpin yang menjadi wakil), dimana pada saat intu telah ada yang sifatnya perwakilan dalam merumuskan berbagai persoalan bangsa. Dimana para para Ulil Amri dipilih dari kabilahkabilah yang ada di Kota Madinah dan sekitarnya. Konsep perwakilan yang ada pada saat itu adalah baik zaman yunani kuno dan pada zaman rasulullah masih dilaksanakan dengan demokrasi langsung (perwakilan langsung), dimana dipilih secara lansung pada zaman yunani kuno dan pada zaman islam dipilih berdasarkan musyawarah siapa diantara mereka yang paling layak dalam mewakili dari para kaumnya. Fungsi perwakilan pun pada saat dulu masih terbatas mengingat kekuasaan raja yang besar dan belum kompleknya permasalahan negara seperti saat ini. Sementara dalam konteks perwakila n pada zaman rasulullah hanya membicarakan hal- hal yang sifatnya sangat dalam konteks duniawi seperti peperangan, perekonomian negara yang kesemua itu dilaksanakan dan diputuskan jika ketentuannya tidak ada dalam Al Qur’an dan Sunnah Rosul. 23 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
-
Indirect democracy ( Perwakilan Tidak Langsung ) Pandangan Rousseau yang berkeinginan untuk berlangsung demokrasi langsung
sebagaimana pelaksanaannya pada zaman Yunani kuno. Kenyataanya sulit untuk dipertahankan lagi. Faktor-Faktor seperti luasnya suatu wilayah negar, populasi penduduk yang sanga cepat, makin sulit dan rumitnya masalah politik dan kenegaraan, serta kemajuan ilmu dan teknologimerupakan persoalan yang menjadi kendala untuk melaksanakan demokrasi langsung pada era globalisasi sekarang. Sebagai ganti dari gagasan Rousseau maka lahirlah demokrasi tidak langsung (indirect democracy), yang disalurkan melalui lembaga perwakilan atau yang dikenal dengan parlemen. Kelahiran parlemen ini pada dasarnya bukan karena gagasan dan cita-cita demokrasi tapi karena kelicikan sistem feodal. Pada abad pertengahan yang berkuasa di Inggris adalah raja-raja/bangsawan yang sangat feodalistis (monarchi feodal). Dalam kerajaan yang berbentuk feodal, kekuatan berada pada kaum feodal yang berprofesi sebagai tuan tanah yang kaya (pengusaha). Mereka tidak hanya kaya, mempunyai tanah yang luas tapi mereka juga menguasai orang-orang yang ada dalam lingkaran kekuasaan (kerajaan). Apabila pada suatu saat menginginkan raja mengingkan penambahan tentara dan pajak maka para raja akan mengirimkan utusan untuk menyampaikan keinginannya dan maksud pada tuan tanah (Lord).lama kelamaan praktek semacam ini menurut raja tidak layak sehingga timbul pemikiran untuk memanggil mereka ke pusat pemerintahan sehingga kalau raja menginginkan sesuatu makan raja tinggal memanggil mereka. Sebagai konsekwensinya raja harus membentuk suatu badan/lembaga yang terdiri dari pada lord, dan kemudian ditambah dengan para pendeta. Tempat ini menjadi tempat meminta nasehat raja 24 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
dalam rangka masalah- malasalah kenegaraan terutama yang berhubungan dengan pajak. Secara pelan tapi pasti lembaga ini menjadi permanen yang kemudian disebut ‘’Curia Regis’’ dan kemudian menjadi House of Lords seperti sekarang (Boboy, 1994). Kelahiran House of Lords adalah merupakan pertanda kela hiran lembaga perwakilan pertama di era modern. House of lord dalam perjalanannya mempunyai kekuasaan yang sangat besar, maka raja berkehendak untuk mengurangi kekuasaan dan hak-hak mereka, akibatnya timbul pertikaian antara raja dan kaum ningrat (lords), dengan bantuan rakyat dan kaum borjuis kepada kaum ningrat maka raja mengalah, akibatnya hak- hak raja dibatasi. Karena rakyat dan kaum menengah yang menjadi korban manakala raja bikin kebijakan (penaikan pajak) maka rakyat minta agar rakyat mempunyai wakil dan diminta pendapat dan keterangannya sebelum sebuah kebijakan dibuat. Karena yang pada awalnya kalangan yang duduk dalam house of lord didukung oleh para rakyat dan kaum menengah yang akhirnya kaum ningrat mendapatkan kemenagan, maka sejak saat itu pula kedudukan rakyat dan kaum menengah menjadi kuat. Sebagai bagian dari perwujudan agar terbentuk perwakilan rakyat maka lahirlah apa yang disebut Magnum Consilium , yang terdiri dari para wakil rakyat yang akhirnya disebut House of Commons sampai sekarang. (Boboy,1994) Perkembangan selajutnya adalah bahwa house of commons mempunyai kekuatan yang semakin bertambah. Mereka dapat membebaskan para menteri (perdana menteri) yang mereka tidak sukai walaupun tidak berbuat kejahatan untuk turun dari kekuasaan, kekua saan yang demikian dilakukan dengan mengajukan ’’mosi tidak percaya’’ yang dapat mengakibatkan jatuh dan mundurnya sebuat kabinet dan itu berlangsung sampai sekarang. Dalam konstitusi Inggris yang labih berkuasa adalah house of lord yang dipilih melalui pe milihan umum sedangkan house 25 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
of lord adalah kumpulan para lord yang terdiri dari para orang-orang yang ditunjuk dan turuntemurun. -
Ruang Lingkup Studi Pe rwakilan Politik Studi perwakilan politik terpusat kepada lima pokok masalah perwakilan politik yaitu:
konsepsi, idiologi, pemilihan umum dan lembaga perwakilan (Sanit,1985). Materi ini yang akan disampaikan selama perkuliahan Sistem Perwakilan Indonesia, materi yang di bahas hanya beberapa bagian dari lima pokok pembahasan dalam studi perwakilan mengingat keterbatasan waktu dan juga sebagian dari pokok permasalahan tersebut ada dalam mata kuliah tersendiri yang tentunya dibahas dan disikusikan lebih mendalam. B. PEMIKIRAN TOKOH TENTANG PERWAKILAN POLITIK -
THOMAS HOBBES (1588-1679) DALAM BUKUNYA ’’LEVIATHAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari suatu keterikatan sosial, karena kehidupan
manusia senantiasa berlandaskan kepada kepentingan. Perjanjian (keterikatan) sosial itu mengakibatkan
manusia-manusia
bersangkutan
menyerahkan
segenap
kekuatan
dan
kekuasaannya masing- masing kepada sebuah majelis, agar kepentingannya tersalurkan bagai sebuah ’’kanal’’. Terbentuknya majelis (dewan perwakilan) juga merupakan bentuk sejati dari penyerahan hak dan kekuasaan manusia untuk memerintah dirinya sendiri dalam sebuah komunitas bersama (politik). Namun demikian, majelis pun harus dikenakan syarat yaitu ia harus menyerakan hak kekuasaannya pada manusia-manusia yang telah memandatkannya, apabila terjadi perusakan moral majelis. 26 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
Kekeuasaan majelis bersifat ’’absolut’’ karena keterikatan (perjanjian) sosial yang dibangun didasarkan atas penyerahan hak yang dominan dari manusia- manusia kepada majelis dan bukan sebaliknya. Karenanya, majelis (dan juga penguasa politik yang dimandatkan oleh perjanjian) dapat menggunakan segala cara, termasuk kekerasan untuk menjaga ketenteraman dan ketertiban. Penguasa harus menjadi ’’leviathan’’ (binatang buas). Idealnya, kekuasaan oleh satu majelis lebih baik dijalankan oleh satu orang (center of power, karena jalan satu-satunya untuk mendirikan kekuasaan ialah dengan menyerahkan kekuasaan dan kekusaan seluruhnya kepada satu orang. Sejatinya dewan rakyat/majelis (perwakilan) dipegang oleh penguasa negara, sehingga aspirtasi kepentingan rakyat akan cepat terselesaikan daripada menunggu kerja majelis yang penuh dengan perbantahan.fokusnya majelsis berada dalam ’’heredity power. -
JOHN LOCKE (1632-1704) DALAM BUKUNYA ’’TWO TREATISE ON GOVERNMENT’’ Manusia- manusia pastilah memiliki berbagai macam kepentingan dan aspirasi kehidupan
yang perlu untuk disampaikan, termasuk untuk melindungi dirinya sendiri. Dalam jumlah yang besar, maka tidak akan mungkin menyampaikan aspirasi tersebut secara satu persatu. Manusiamanusia membentuk ’’ masyarakat’’ (society) yang dibentuk berdasarkan perjanjian bersama. Kekusaan ’’ masyarakat’’ adalah suprame of power. Manusia- manusia menyerahkan kekuasaan kepada ’’masyarakat’’, namun manusiamanusia bisa menarik perjanjian yang disepakati apabila terjadi pelanggaran. Jadi kekuasaan tertinggi masih terletak pada rakyat secara keseluruhan, karenanya dibuatlah undang27 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
undang/hukum untuk megawasi tugas ’’masyarakat’’. ’’masyarakat’’ terikat oleh ketentuanketentuan yang melarannya berbuat sewenang-wengan dan tidak boleh menyerahkan hak legislatif yang diperolehnya dari rakyat keseluruhan kepada pihak lain. Kekuasaan politik yang diwakilkan rakyat kepada suprame of power (masyrakat) adalah berdasarkan kepada kepercayaan (trust), basis utamanya adalah kepercayaan rakyat terhadap penguasa untuk melindungi rakyat. Kemungkinan munculnya absolutisme akan dapat dihindari apabila ’’masyarakat’’ dan konstitusi membuat batasan kewenangan yang dimiliki oleh penguasan politik, karena pada hakekatnya kekuasaan adalah suatu perjanjian social. -
MONTESQUIEU (1689-1755) DALAM BUKUNYA DEL L’ESPRIT DES LOIS’ Kekuasaan yang menampung, membicarakan dan memperjuangkan keterwakilan
kepentingan rakyat banyak serta merumuskan peraturan adalah ’’legislatif’’ Mutlak perlu dibentuk legisltif sebagai perwakilan rakyat agar pembicaraan yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak akan bisa dipenuhi, tanpa perwakilan, maka yang terjadi adalah ’’suara minoritas (minority sounds) hal yang mudah ditaklukkan oleh mayoritas kekuasaan. Dewan rakyat (legislatif) merupakan mediator antara rakyat dan penguasa, menjadi komunikator dan agregator aspirasi dan kepentingan rakyat banyak. Realitanya,masyarakat terdiri atas kelas utama yaitu rakyat pada umumnya dan kaum bangsawan. Karenanya dalam lembaga perwakilan hurus dibagi dalam duan kamar (chamber) yaitu rakyat mum dan kaum bangsawan. Masing- masing mempunyai hak veto yang dibuat tiap kamar. Prinsipnya,masing- masing kekuasaan politik haruslah dibuat terpisah (trias politica) dan masing- masing memiliki wewenang untuk saling mengawasi. 28 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
-
JEAN JACQUES ROUSSEAU (1712-1778) DALAM BUKUNYA ’’THE SOCIAL CONTRACT’’ Pada dasarnya, manusia tidak dapat hidup sendiri secara perseorangan, ia tidak mampu
untuk mengatur hidupnya sendiri di tengah komunitasnya,maka diperlukan legislator. Legislator adalah tokoh masyarakat yang diamanatkan oleh rakyat perorangan untuk membuat perlindungan politik terhadapnya. Negara merupakan produk dari perjanjian sosial (kontrak sosial) antara rakyat dan penguasa/dewan rakyat. Rakyat bisa menarik mandatnya, apabila dirasakan penguasa/dewan rakyat telah menyimpang dari kewengangannya. Legislator ini bertindak sebagai penyampai aspirasi/kepentingan dari rakyat kepada sang penguasa. Begitu beratnya tugas legislator, maka ia adalah sesorang yang ‘’mahatahu’’ dan pembentuk dasar hukum untuk negara yang bersangk utan. Kekuasaan legislatif (lembanganya para legislator) haus senantiasa berada ditangan rakyat secara keseluruhan. Legislatif terbentuk atas dasar dua prinsip, yaitu moral dan semangat kolektif. Lembaga perwakilan ini menjadi satu-satunya yang paling handal dalam mewakili aspirasi kepentingan politik rakyat bukannya eksekutif. Eksekutif hanyalah sekedar pegawaipegawai biasa saja yang melayani kepentingan rakyat. 2. Teori Otonomi Daerah Syafrudin (1991:23) mengatakan bahwa otonomi mempunyai makna kebebasan da n kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan terbatas atau kemandirian itu adalah wujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan. Secara implisit definisi otonomi tersebut mengandung dua unsur, yaitu : Adanya pemberian tugas dalam arti sejumlah pekerjaan 29 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
yang harus diselesaikan serta kewenangan untuk melaksanakannya; dan Adanya pemberian kepercayaan berupa kewenangan untuk memikirkan dan menetapkan sendiri berbagai penyelesaian tugas itu. Dalam kaitannya dengan kewajiban untuk memikirkan dan menetapkan sendiri bagaimana penyelesaian tugas penyelenggaraan pemerintahan, Sinindhia dalam Suryawikarta (1995:35), mengemukakan batasan otonomi sebagai “…kebebasan bergerak yang diberikan
kepada
daerah
otomom
dan
memberikan
kesempatan
kepadanya
untuk
mempergunakan prakarsanya sendiri dari segala macam keputusannya, untuk mengurus kepentingan-kepentingan umum.” Dari berbagai batasan tentang otonomi daerah tersebut diatas, dapat dipahami bahwa sesungguhnya otonomi merupakan realisasi dari pengakuan pemerintah bahwa kepentingan dan kehendak rakyatlah yang menjadi satu-satunya sumber untuk menentukan pemerintahan negara. Dengan kata lain otonomi menurut Magnar (1991: 22),”… memberikan kemungkinan yang lebih besar bagi rakyat untuk turut serta dalam mengamb il bagian dan tanggung jawab dalam proses pemerintahan”. Manan (dalam Magnar, 1991:23) menjelaskan bahwa otonomi mengandung tujuan-tujuan,yaitu: Pembagian dan pembatasan kekuasaan.Salah satu persoalan pokok dalam negara hukum yang demokratik, adalah bagaimana disatu pihak menjamin dan melindungi hak-hak pribadi rakyat dari kemungkinan terjadinya hal- hal yang sewenang-wenang. Dengan memberi wewenang kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, berarti pemerintah pusat membagi kekuasaan yang dimiliki dan sekaligus membatasi kekuasaanya terhadap urusan-urusan yang dilimpahkan kepada kepala daerah. Efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan. Adalah terlalu sulit bahkan tidak mungkin untuk meletakkan dan mengharapkan Pemerintah Pusat dapat menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya terhadap segala persoalan apabila hal tersebut bersifat 30 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
kedaerahan yang beraneka ragam coraknya. Oleh sebab itu untuk menjamin efisiensi dan efektivitas dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, kepada daerah perlu diberi wewenang untuk turut serta mengatur dan mengurus pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dalam lingkungan rumah tangganya, diharapkan masalah- masalah yang bersifat lokal akan mendapat perhatian dan pelayanan yang wajar dan baik. Pembangunan-pembangunan adalah suatu proses mobilisasi faktor- faktor sosial, ekonomi, politik maupun budaya untuk mencapai dan menciptakan perikehidupan sejahtera. Dengan adanya pemerintahan daerah yang berhak mengatur dan mengurus urusan dan kepentingan rumah tangga daerahnya, partisipasi rakyat dapat dibangkitkan dan pembangunan benar-benar diarahkan kepada kepentingan nyata daerah yang bersangkutan, karena merekalah yang paling mengetahui kepentingan dan kebutuhannya. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa : Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kebijakan otonomi daerah yang demikian itu merupakan kebijakan Negara yang mendasari penyelenggaraan organisasi dan manajemen pemerintahan daerah. Artinya, seluruh 31 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
kebijakan dan kegiatan pemerintahan serta kebijakan dan kegiatan pembangunan di daerah dilaksanakan menurut arah kebijakan yang ditetapkan dalam kebijakan Negara tersebut. Pelaksanaan otonomi daerah itu tentu saja bukan sekedar membincangkan mekanisme bagaimana menterjemahkan tujuan-tujuan policy kepada prosedur rutin dan teknik, melainkan lebih jauh daripada itu, melibatkan berbagai faktor mulai dari faktor sumber daya, hubungan antar unit organisasi, tingkat-tingkat birokrasi sampai kepada golongan politik tertentu yang mungkin tidak menyetujui policy yang sudah ditetapkan. Dalam konteks ini, Grindle (dalam Koswara, 1999 : 106) mengatakan : Attempts to explain this divergence have led to the realization that implementation, even when successful, involves far more than a mechanical translation of goals into routine procedures; it involves fundamental questions about conflict, decision making, and who gets what in a society”. Dengan demikian, keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan dapat dievaluasi dari sudut kemampuannya secara nyata dalam meneruskan atau mengoperasionalkan programprogram yang telah dirancang sebelumnya. Sebaliknya keseluruhan proses implementasi kebijakan dapat dievaluasi dengan cara mengukur atau membandingkan antara hasil akhir dari program-program tersebut dengan tujuan-tujuan kebijakan. Ada Pula Menu dan Teori konsep otonomi daerah. Konsep dan teori otonomi daerah yang dimaksud adalah berbagai macam teori serta paradigma dalam ilmu politik dan pemerintahan yang terkait dengan pelaksanaan desentralisasi di Indonesia. Konsep dan teori otonomi daerah bisa juga berisi materi yang terkait dengan pandangan para tokoh ilmu politik dan pemerintahan serta pakar otonomi daerah yang kekinian (up to date). Selain itu, konsepsi dan teori otonomi daerah dapat juga berisi history atau latar belakang 32 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dan atau perbandingan pelaksanaan konsep desentralisasi yang dilaksanakan di berbagai Negara di belahan dunia lainnya. Berbagai macam bentuk pemerintahan juga akan dimuat dalam menu ini. Sehingga kategori ini tidak hanya akan terbatas pada konsep dan teori otonomi daerah semata melainkan juga mencakup ilmu pemerintahan dan politik secara umum yang pada dasarnya memiliki kaitan erat dengan konsep dan teori otonomi daerah. Materi Konsep dan Teori Otonomi ; Materi konsep dan teori otonomi daerah tentu saja tidak semata- mata bersumber dari kami, melainkan dari berbagai sumber dan bahan rujukan, seperti buku, berita atau media massa serta bahan lainnya yang dapat dijadikan sebagai referensi dalam menyusun suatu bahan bacaan. Sekedar mempertegas kembali kepada para pembaca bahwa materi yang dimuat melalui situs ini tidak dapat dijadikan sebagai rujukan untuk karya tulis ilmiah karena materi- materi yang kami publikasikan juga bersumber dari bahan rujukan lainnya. Diantaranya ada juga yang kami tuliskan sumbernya tetapi ada juga yang tidak. Oleh karena situs ini memang dibangun atas dasar keinginan untuk sekedar mewacanakan konsepsi otonomi daerah di Indonesia. Demikian, informasi dari kami mengenai konsep dan teori otonomi daerah. Selamat membaca dan semoga situs ini dengan segala keterbatasan dan kekurangannya dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Pengertian otonomi dalam ketatanegaraan sangat erat kaitannya dengan desentralisasi, bahkan diantara keduanya diibaratkan seperti dua sisi mata uang (Marynov dalam Riswandha, 1995). Dari sisi Pemerintah pusat yang dilihat adalah penyelenggaraan desentralisasi, sedangkan 33 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
dari sisi Pemerintah daerah adalah penyelenggaraan otonomi. Disamping itu desentralisasi juga mempunyai dua pengertian. Pertama, desentralisasi merupakan pembentukan daerah otonom dan penyerahan wewenang tertentu kepada daerah oleh pemerinta h pusat (Logeman dalam Riswandha, 1995); Kedua, desentralisasi dapat pula berupa pelimpahan kekuasaan pemerintah pusat ke daerah-daerah (Riswandha, 1995; Hossein, 1993). Dengan demikian, berbicara otonomi daerah tidak dapat kita lepaskan dari konsep desentralisasi. Webster (Suryaningrat, 1981:3) merumuskan : “to decentralize means to devide and distribute, as govermental administration; to with draw from the center or place of concentration (desentralisasi berarti membagi dan mendistribusikan, misalnya administrasi pemerintahan; mengeluarkan dari pusat atau tempat konsentrasi)”. Selanjutnya Ruiter dalam Hoogerwerf (Sarundajang, 1999:46), mengemukakan bahwa desentralisasi adalah pengakuan atau penyerahan wewenang oleh badan-badan umum yang lebih rendah, untuk secara mandiri dan berdasarkan pertimbangan kepentingan sendiri mengambil keputusan pengaturan dan pemerintahan, serta struktur wewenang yang terjadi dari hal itu. Logeman (Supriatna, 1993:1-2), membagi format desentralisasi dalam dua macam, yaitu pertama, dekonsentrasi (deconcentratie) atau ‘ambtelijke decentralisatie’, yaitu pelimpahan kekuasaan dari alat perlengkapan negara tingkatan lebih atas kepada bawahannya guna melancarkan pekerjaan di dalam melaksanakan tugas pemerintahan. Misalnya pelimpahan wewenang menteri kepada gubernur, dari gubernur kepada bupati/walikota dan seterusnya secara berjenjang. Desentralisasi semacam ini rakyat atau Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah tidak ikut campur; kedua, desentralisasi ketatanegaraan atau ‘staatkundige decentralisatie’, yang sering disebut juga desentralisasi politik, yaitu pelimpahan kekuasaan perundangan dan pemerintahan kepada daerah-daerah otonom di dalam lingkungannya. Didalam desentralisasi politik semacam 34 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
ini, rakyat dengan menggunakan saluran-saluran tertentu (perwakilan) ikut serta dalam pemerintahan, dengan batas wilayah daerah. Dengan demikian, sebenarnya makna dari desentralisasi dapat dilihat dari banyak sisi, sebagaimana dikemukakan Riwandha Imawan (2003) bahwa secara garis besar ada dua kelompok pandangan mengenai desentralisasi. Pertama, beberapa ahli seperti Maddick (1963), Smith (1985) menggunakan istilah desentralisasi untuk pengertian yang luas. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan baik devolusi (desentralisasi politik) maupun dekonsentrasi (desentralisasi administratif). Ini berarti bahwa desentralisasi mencakup pemerintahan daerah otonom maupun pemerintahan wilayah administratif. Dalam pemerintahan daerah otonom, ciri utamanya adalah adanya lembaga perwakilan daerah dan eksekutif sebagai lembaga politik tingkat lokal. Lembaga ini mempunyai kewenangan politik untuk menentukan kebijaksanaan publik di tingkat lokal. Sedangkan dalam dekonsentrasi, ditandai dengan adanya aparat pemerintah pusat yang ditugaskan di daerah atau field administrator, aparat ini tidak mempunyai kekuasaan politik. Mereka hanya memiliki kewenangan administratif guna melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan di tingkat pusat. Sebaliknya, Mawhood (1983:1-4) menganggap desentralisasi hanya mencakup devolusi atau desentralisasi politik. Desentralisasi hanya bermakna dalam bentuk adanya pemerintahan daerah yang otonom, sehingga mempunyai peluang untuk menyalurkan aspirasi masyarakat lokal melalui kewenangan politik yang dimilikinya. Dari berbagai definisi desentralisasi di atas dan permasalahannya penulis berkesimpulan pengertian desentralisasi dalam konteks good governance adalah pengertian desentralisasi yang lebih luas dari sekedar devolusi (pengalihan fungsi dan otoritas dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah). Desentralisasi dalam konteks good governance adalah pengelolaan urusan lokal oleh pemerintah beserta masyarakat lokal itu sendiri yang didasarkan pada prinsip-prinsip transparansi, 35 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
partisipasi, akuntabilitas, dan keberlanjutan (sustainability). Dengan demikian desentralisasi yang demokratis mensyaratkan tumbuhnya pemerintahan di tingkat lokal yang demokratis, DPRD yang aspiratif, dan civil society di tingkat lokal yang kuat dan partisipatif. Dan juga dapat dikatakan dalam praktek pemerintahan di negara Indonesia, desentralisasi dan otonomi mempunyai keterkaitan yang erat, dan tidak dapat dipisahkan. Artinya, jika berbicara mengenai otonomi daerah, tentu akan menyangkut pertanyaan seberapa besar wewenang untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang telah diberikan sebagai wewenang rumah tangga daerah, demikian pula sebaliknya. Tentunya ada alasan mengapa kita menganut desentralisasi, seperti dikemukakan The Liang Gie (Lay, 1995). Pertama, guna mencegah penumpukan kekuasaan yang dapat membuka ruang bagi terjadinya tirani; kedua,
sebagai upaya
pendemokrasian; ketiga, untuk memungkinkan tercapainya pemerintahan yang efisien; keempat, guna dapat memberikan perhatian terhadap kekhususan yang menyertai setiap daerah dan terakhir agar pemerintah daerah dapat lebih langsung membantu penyelenggaraan pembangunan. Jadi dengan adanya desentralisasi diharapkan demokrasi akan tumbuh di daerah-daerah yang merupakan bagian integral dalam ruang lingkup demokrasi yang lebih besar yaitu demokrasi suatu negara. Sebagaimana dikutip B.C Smith (1985) bahwa political decentralization is usually assumed to entail democracy. Decision makers are elected representatives accountable to voters who participate in other ways in the political life of local communities or regions. Jadi, melalui demokrasi lokal diharapkan dapat mewujudkan suatu kondisi dimana rakyat memiliki posisi yang sebenarnya yaitu pemilik kedaulatan tertinggi. Dalam arti kedaulatan rakyat pada tingkat lokal akan memberikan kontribusi positif pada kedaulatan rak yat tingkat yang lebih besar (negara) yang antara lain berhubungan dengan posisi rakyat dalam proses pemilihan 36 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
pemimpin publik di daerah. Dimana rakyat memiliki kebebasan untuk berpendapat dan memilih agen-agennya yang duduk sebagai wakil-wakil mereka di lembaga legeslatif maupun publik di lembaga
eksekutif
pada
tingkat
lokal
dalam
suatu
mekanisne
yang
demokratis.
Robert Dahl (Afan Gafar, 2003) mengajukan tujuh (7) indikator bagi demokrasi secara empirik, yaitu : control over governmental decision about policy is constituonally vested in elected officials. elected officials are chosen and peacefuly removed in relatively frequent, fair and free elections in which coercion is quite limited. pratically all adults have the right to vote in these elections. citizens have an effectively enforced right to freedom of expression, particularly political expression, including critism of the officials, the conduct of the government, the prevailing political, economic, and social system, and the dominant ideology. they also have acces to alternative sources of information that are not monopolized by the government or any other sigle group. finally they have and effectively enforced right to form and join autonomous associaion, including political associations, such as political parties and interest goups, that attempt to influence the government by competing in elections and by other peaceul means. Dari indikator di atas, Afan Gaffar menyimpulkan sejumlah prasyarat untuk mengamati apakah sebuah political order merupakan sistem demokratik atau tidak, yaitu :
37 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
Akuntabilitas. Dalam demokrasi, setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat mempertanggungjawabkan kebijaksanaan yang hendak dan akan ditempuhnya. Tidak hanya itu, ia juga harus mempertanggungjawabkan ucapan atau kata-katanya. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah perilaku dalam kehidupan yang pernah, sedang, bahkan akan dijalaninya. Pertanggungjawaban tersebut tidak hanya menyangkut dirinya, tetapi juga menyangkut keluarganya dalam arti luas. Yaitu, perilaku anak isterinya, juga sanak keluarganya, terutama yang berkaitan dengan jabatannya. Dalam konteks ini, si pemegang jabatan harus bersedia menghadapi apa yang disebut sebagai public scrutiny, terutama yang dilakukan oleh media massa yang ada. Rotasi kekuasaan. Dalam demokrasi, peluang akan terjadinya rotasi kekuasaan harus ada, dan dilakukan secara teratur dan damai. Jadi, tidak hanya satu orang yang harus memegang jabatan, sementara peluang orang lain tertutup sama sekali. Biasanya, partai-partai politik yang menang pada suatu pemilu akan diberi kesempatan untuk membentuk eksekutif yang mengendalikan pemerintahan sampai pada pemilihan berikutnya. Dalam suatu negara yang tingkat demokrasinya masih rendah, rotasi kekuasaannya biasanya rendah pula. Bahkan, peluang untuk itu sangat terbatas. Kalupun ada, hal itu hanya akan dilakukan dalam lingkungan yang terbatas dikalangan elite politik saja. Rekruitmen politik yang terbuka. Untuk memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan, diperlukan satu sistem rekruitmen politik yang terbuka. Artinya, setiap orang memenuhi syarat untuk mengisi suatu jabatan politik yang dipilih oleh rakyat mempunyai peluang yang sama dalam melakukan kompetisi untuk mengisi jabatan tersebut. Dalam negara yang tidak demokratis, rekruitmen politik biasanya dilakukan secara tertutup. Artinya, peluang untuk mengisi jabatan politik hanya dimiliki oleh beberapa gelintir orang saja. 38 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
Pemilihan umum. Dalam suatu negara demokratis, pemilu dilaksanakan secara teratur. Setiap warga negara yang sudah dewasa mempunyai hak untuk memilih dan dipilih dan bebas menggunakan haknya tersebut sesuai dengan kehendak hati nuraninya. Dia bebas untuk menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya, tanpa ada rasa takut atau paksaan dari orang lain. Pemilih juga bebas mengikuti segala macam aktivitas pemilihan, termasuk di dalamnya kegiatan kampanye dan menyaksikan perhitungan suara. Menikmati hak-hak dasar. Dalam suatu negara
yang demokratis, setiap warga
masyarakat dapat menikmati hak-hak dasar mereka secara bebas, termasuk di dalamnya adalah hak untuk menyatakan pendapat (freedom of expression), hak untuk berkumpul dan berserikat (freedom of assembly), dan hak untuk menikmati pers yang bebas (freedom of the press). Hak untuk menyatakan pendapat dapat digunakan untuk menentukan preferensi politiknya, tentang satu masalah, terutama yang menyangkut dirinya dan masyarakat disekitarnya. Dengan kata lain, dia punya hak untuk ikut menentukan aagenda apa yang diperlukan. Hak untuk berkumpul dan berserikat dapat diwujudkan dengan memasuki berbagai organisasi politik dan non-politik tanpa dihalang-halangi oleh siapapun dan institusi manapun. Kebebasan pers dalam suatu masyarakat yang demokratik mempunyai makna bahwa masyarakat dunia pers dapat menyampaikan informasi apa saja yang dipandang perlu, sepanjang tidak mempunyai elemen menghina, menghasut, ataupun mengadu-domba sesama warga masyarakat. Maurice Duverger (Samudra, 2000) seorang sarjana dari perancis mengemukakan dalam Les Regimes Politiques, demokrasi ialah cara memerintah dimana golongan yang memerintah dan golongan yang diperintah adalah sama dan tidak terpisah-pisah. Jadi konsep kepemimpinan merupakan salah satu unsur demokrasi. Demokrasi memerlukan pemimpin yang bertanggung jawab dan terlegitimasi. Karena demokasi lokal merupakan bagian yang tak 39 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
terpisahkan dari demokrasi nasional, maka format dari demokrasi lokal sangat dipengaruhi oleh sistem politik nasional. Sehingga berkaitan dengan proses pemilihan kepala daerah tentu tidak lepas dari mekanisme politik pada tingkat nasional. Namun yang jelas proses pemilihan kepala daerah haruslah mempunyai legitimasi (keabsahan), yang tidak saja dari sudut pandang penguasa tetapi juga dari sudut pandang rakyat. Dipandang dari sudut penguasa, sebagaimana dikutip A.M. Lipset (Budiardjo, 1996) “legitimasi mencakup kemampuan untuk membentuk dan mempertahankan kepercayaan bahwa lembaga- lembaga atau bentuk-bentuk politik yang ada adalah yang paling wajar untuk masyarakat itu”. Sedangkan dari sudut pandang rakyat, legitimasi atau keabsahan adalah keyakinan dari anggota masyarakat bahwa wewenang yang ada pada seseorang, kelompok atau penguasa adalah wajar dan patut dihormati. Kewajaran itu berdasarkan persepsi bahwa pelaksanaan wewenang itu sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan prosedur yang sudah diterima secara luas dalam masyarakat dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan prosedur yang sah. Dengan demikian, mereka yang diperintah menganggap bahwa sudah wajar peraturanperaturan dan keputusan-keputusan yang dilakukan oleh penguasa. David Easton (Budiardjo, 1996) juga mengatakan bahwa legitimasi adalah keyakinan dari pihak anggota (masyarakat) bahwa sudah wajar bagi dia untuk menerima dengan baik dan mentaati penguasa dan memenuhi tuntutan rezim itu. Oleh karena itu, pemimpin daerah dalam hal ini kepala daerah harus mempunyai legitimasi yang kuat dan memiliki akuntabilitas publik dalam melaksanakan kekuasaannya dalam koridor demokrasi local.
40 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
3.
Teori Kedaulatan A. Pengertian Kedaulatan
Salah satu unsur atau syarat yang harus dipenuhi untuk terbentuknya suatu negara adalah pemerintahan yang berdaulat atau kedaulatan. Istilah kedaulatan ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli kenegaraan berkebangsaan Perancis yang bernama Jeans Bodin (1539-1596). Menurut Jeans Bodin, kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Kedaulatan ini sifatnya tunggal, asli, dan tidak dapat dibagi-bagi. Tunggal berarti hanya ada satu kekuasaan tertinggi, sehingga kekuasaan itu tidak dapat dibagi-bagi. Asli berarti kekuasaan itu berasal atau tidak dilahirkan dari kekuasaan lain. Sedangkan abadi berarti kekuasaan negara itu berlangsung terus- menerus tanpa terputus-putus. Maksudnya pemerintah dapat berganti- ganti, kepala negara dapat berganti atau meninggal dunia, tetapi negara dengan kekuasaanya berlangsung terus tanpa terputus-putus. Kedaulatan atau sovereignity adalah ciri atau atribut hukum dari negara, dan sebagai atribut negara sudah lama ada, bahkan ada yang berpendapat bahwa sovereignity itu mungkin lebih tua dari konsep negara itu sendiri (Dahlan Thaib, 1989: 9). Perkataan sovereignity (bahasa Inggris) mempunyai persamaan kata dengan Souvereneteit (bahasa Belanda) yang berarti tertinggi. Jadi secara umum, kedaulatan atau sovereignity itu diartikan sebagai kekuasaan tertinggi dalam suatu negara yang mempunyai wewenang untuk mengatur penyelenggaraan negara. Macam- macam Teori Kedaulatan setelah adanya negara di jaman modern, maka merumuskan kembali kedaulatan menjadi suatu yang sangat penting. Menurut Harold J. Laski bahwa: 41 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
“the modern state is a sovereign state. It is, therefore, independent in the face of other communities. It may infuse its will towards them with a substance which need not be affected by the will of any external power. It is, moreover, internally supreme over the territory that it control” Terjemahan bebas: Negara modern adalah negara yang mempunyai kedaulatan. Hal ini untuk independen dalam menghadapi komunitas lain. Dan akan mempengaruhi substansi yang akan diperlukan dalam kekuasaan internal dan kekuasaan eksterna l. Hal ini lebih jauh merupakan kekuasaan yang tertinggi atas wilayahnya. Jelas disini kedaulatan merupakan suatu keharusan yang dimiliki oleh negara yang ingin independen atau merdeka dalam menjalankan kehendak rakyat yang dipimpinnya. Sehingga kedaulatan merupakan hal yang mempengaruhi seluruh kehidupan bernegara. Menurut Jean Bodin dikenal sebagai bapak teori kedaulatan yang merumuskan kedaulatan bahwa kedaulatan adalah suatu keharusan tertinggi dalam negara: “Suatu keharusan tertinggi dalam suatu negara, dimana kedaulatan dimiliki oleh negara dan merupakan ciri utama yang membedakan organisasi negara dari organisasi yang lain di dalamn negara. Karena kedaulatan adalah wewenang tertinggi yang tidak dibatasi oleh hukum dari pada penguasa atas warga negara dia dan orang-orang lain dalam wilayahnya”. Muncullah teori-teori kedaulatan yang mencoba merumuskan siapa dan apakah yang berdaulat dalam suatu negara: 1. Kedaulatan Tuhan. 2. Kedaulatan Raja. 42 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
3. Kedaulatan Rakyat. 4. Kedaulatan Negara. 5. Kedaulatan Hukum. Bentuk kedaulatan yang 2 terakhir menunjukkan kedaulatan yang tidak dipegang oleh suatu perseorangan. a. Teori Kedaulatan Tuhan Menurut teori ini, pemerintah mendapatkan kekuasaan yang tertinggi itu dari Tuhan. Teori ini berpendapat bahwa segala sesuatu yang terdapat di alam semesta adalah ciptaan Tuhan. Demikian juga dengan pemerintah, yang berasal dari Tuhan. Teori ini dianut oleh para raja yang mengklaim dirinya keturunan para dewa, seperti Kaisar Jepang, keturunan Dewa Amaterasu Omikami, dan raja – raja di Jawa pada zaman Hindu yang menyebut diri mereka penjelma Dewa Wisnu. Penganut teori ini adalah Agustinus, Thomas Aquino, dan F. Julius Stahl. b. Teori Kedaulatan Raja Teori ini berpendapat bahwa yang memiliki kedaulatan adalah raja / penguasa, bukan lagi Tuhan, karena raja berperan sebagai wakil Tuhan dibumi. Kekuasaan raja bersifat mutlak, dan kehendak negara pada umumnya merupakan kehendak raja.
c. Teori Kedaulatan Rakyat Kedaulatan rakyat muncul sebagai reaksi dari teori kedaulatan Tuhan. Pada kenyataannya, raja sebagai pelaksana kedaulatan Tuhan sering bertindak sewenang – wenang 43 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
dan kejam terhadap rakyatnya. Perubahan pandangan ini karena “Renaissance” (masa pencerahan di negara – negara Eropa) yang memberi tempat kepada pikiran manusia, sehingga manusia dapat hidup dengan pikirannya yang kritis. Kedaulatan rakyat berarti pemegang kekuasaan tertinggi pada suatu negara adalah rakyat, sehingga lembaga – lembaga negara yang ada hanyalah pelaksana kedaulatan rakyat saja. Pelopor teori ini adalah Montesquieu (pencetus Trias Politica), J.J Rousseau, dan John Locke. Ciri – ciri umum negara yang menganut kedaulatan rakyat adalah sebagai berikut. -
Adanya jaminan atas ha – hak warga Negara
-
Adanya partisipasi rakyat terhadap pemerintahan
-
Adanya pemilu yang bebas dan adil serta dilaksanakan secar periodic
-
Adanya lembaga perwakilan rakyat atau Legislatif
-
Adanya kontrol atau pengawasan terhadap jalannya pemerintahan, baik oleh lembaga legislatif maupun secara langsung oleh rakyat
-
Memiliki prosedur pertangungjawaban pemerintah terhadap rakyat
-
Menerapkan prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan negara Sedangkan ciri – ciri sistem pemerintahan negara yang menganut asas kedaulatan rakyat
adalah sebagai berikut. -
Sebagai badan atau majelis, lembaga perwakilan rakyat atau dewa n perwakilan rakyat mewakili dan mencerminkan kehendak rakyat
-
Untuk mengangkat dan menetapkan anggota majelis, maka pemilu dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu
44 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
-
Kekuasaan atau kedaulatan rakyat dilaksanakan oleh badan atau majelis yang bertugas mengwasi pemerintah
-
Susunan kekuasaan badan atau majelis ditetapkan dengan UUD
d. Teori Kedaulatan Negara Teori ini berpendapat bahwa negaralah yang memiliki kedaulatan. Negara sebagai organisasi adalah pemegang kekuasaan tertinggi di negara. Negara itu sesuatu yang abstrak, maka kedaulatan negara itu berada pada pemimpin atau penguasa negara yang bersangkutan. Tokoh teori ini antara lain Paul Laband dan Jellineck. Pada pelaksaannya penguasalah yang memegang kedaulatan negara sehingga menimbulkan pemerintahan yang otoriter, seperti zaman pemerintahan Mussolini di Italia, Adolf Hitler di Jerman, dan Ferdinand Marcos di Filipina. e. Teori Kedaulatan Hukum Teori ini menyatakan bahwa kekuasaan tertinggi dalam negara berada dalam hukum (supremasi hukum). Tokoh teori ini adalah H.B Krabbe, Leon Duguit, dan Emmanuel Kant. 3 asas negara hukum yaitu : -
Supremasi hokum
-
Kesamaan di muka hukum (equality before the law)
-
Legalitas dalam arti hukum Berdasarkan uraian tentang jenis kedaulatan seperti yang telah kalian ketahui, Bangsa
Indonesia diketahui menganut kedaulatan rakyat. Dasar dari penjelasan tersebut, dapat dilihat 45 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
di dalam Pancasila sila ke-4. Isinya adalah ”Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Bukti lain bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dapat kita temukan di dalam isi Pembukaan UUD 1945 pada alinea ke-4, yang perumusannya sebagai berikut: ”Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia”. Pada alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945 tersebut, pada baris yang dicetak tebal secara tersurat menunjukkan bahwa negara Indonesia adalah penganut jenis kedaulatan rakyat. Bagaimana di dalam pasal-pasal UUD 1945? Dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 2, ditegaskan bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang- undang Dasar. Berdasarkan uraian tentang kedaulatan rakyat tersebut, jelaslah bahwa negara kita termasuk penganut teori kedaulatan rakyat. Rakyat memiliki kekuasaan yang tertinggi dalam negara, tetapi pelaksanaanya diatur oleh undang- undang dasar.
46 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
Selain dari penganut jenis kedaulatan rakyat, ternyata UUD Negara RI Tahun 1945, juga menganut jenis kedaulatan hukum. Hal tersebut dapat ditemukan di dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945, isinya adalah negara Indonesia adalah negara hukum. Artinya negara kita bukan negara kekuasaan. Bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara diatur menurut hukum yang berlaku. Misalnya peraturan berlalu lintas di jalan raya diatur oleh peraturan lalu lintas. Menebang pohoh dihutan diatur oleh peraturan, supaya tidak terjadi penggundulan hutan yang berakibat banjir, dan contoh lainnya. Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 juga merupakan dasar bahwa negara kita menganut kedaulatan hukum isi lengkapnya adalah segala warga negara bersamaan kedudukkanya dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya. Maknanya bahwa setiap warga negara yang ada di wilayah negara kita kedudukan sama di dalam hukum, jika melanggar hukum siapapun akan mendapat sanksi. Misalnya rakyat biasa, atau anak pejabat jika mereka melanggar harus diberikan sanksi, mungkin berupa kurungan (penjara) atau dikenakan denda. Disamping itu ada pula perubahan kedaulatan : -
Kedaulatan Menurut UUD 1945 Sebelum Perubahan Indonesia adalah salah satu negara yang menganut teori kedaulatan rakyat. Hal itu terlihat
dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi: “.....susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat.....”. selanjutnya dijelaskan pula dalam pasal 1 ayat (2) U UD 1945 hasil dekrit 5 juli 1959 atau sebelum perubahan yang berbunyi: “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Menurut pasal tersebut maka
47 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
MPR adalah penjelmaan rakyat indonesia sebagai satu-satunya lembaga yang memegang kedaulatan rakyat sepenuhnya. -
Kedaulatan Menurut UUD 1945 Setelah Perubahan perubahan UUD 1945 ketiga tahun 2001 yang diantaranya mengubah rumusan pasal 2
ayat (2) UUD 1945 yang bunyinya menjadi: “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Perubahan rumusan pasal 2 ayat (2) UUD 1945 tersebut membawa kosekuensi dan implikasi yang signifikan terhadap fungsi dan kewenangan dari lembaga negara, terutama pada lembaga MPR sebagai pelaksana kedaulatan rakyat sepenuhnya. Dengan demikian MPR tidak lagi sebagai satu-satunya lembaga yang melakukan kedaulatan rakyat. Kedaulatan tetap dipegang oleh rakyat, namun pelaksanaanya dilakukan oleh beberpa lembaga negara yang memperoleh amanat dari rakyat dalam menye lenggarakan pemerintahan negara. 4.
Teori Pe mbangunan -
Adam Smith: Kapitalis me dan Pe rtumbuhan Adam Smith merespon kebijakan perdagangan di Eropa Barat. Pada saat itu,
“perdagangan” sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Kekuasaan berada di tangan para perusahaan dagang raksasa (misalnya the East India Company). Untuk menjaga kepentingan mereka, kemudian diberlakukan gerakan proteksionisme sehingga praktis kompetisi menjadi sangat terbatas. Proteksionisme ini berupa penetapan tarif yang tinggi untuk barang impor. Ini kemudian membuat harga barang produksi dalam negeri menjadi lebih murah. Menurut Adam Smith, upaya-upaya seperti ini jelas menghambat pertumbuhan ekonomi maupun kesejahteraan. Mestinya perhatian ditujukan pada “produksi”. Logikanya sederhana: ada 48 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
produksi maka ada pembagian tenaga kerja (division of labor); ada pembagian kerja, ada perbaikan produktivitas; dengan adanya perbaikan produktivitas, ada perbaikan pertumbuhan ekonomi. Kemudian pelaksanaan sistem akan diatur oleh “the invisible hand of market”. Smith percaya individu akan bertindak mengikuti kepentingan pribadi (self-interest); apabila suatu produk dirasa terlalu mahal maka tidak akan ada yang membelinya dan penjual akan mengurangi harga, atau menjual sesuatu yang lain. Juga, jika gaji terlalu rendah, pegawai akan mencari pekerjaan yang lain. Pandangan Smith ini masih mempengaruh proses pembangunan ekonomi hingga dewasa ini. Pendekatan pasar (market-based approach) dalam pembangunan ekonomi juga diistilahkan dengan laissez-faire economics. -
David Ricardo: Teori Diminishing Return dan Comparative Advantage David Ricardo merupakan salah satu pendukung perdagangan bebas (free trade) dan
mengembangkan teori keuntungan komparatif (comparative advantage). Menurut teori ini, setiap negara seharusnya berfokus pada persoalan produksi dan kemudian menjual barang tersebut sehingga mereka punya keuntungan dalam produksi. Spesialisasi diperlukan sehingga produksi menjadi lebih efisien. Dengan demikian ada kemampuan untuk proses pertumbuhan dan risorsis dapat digunakan secara lebih efektif. David Ricardo, melalui Principles of Political Economy and Taxation (1817), nampaknya pesimistis tentang kemungkinan terjaganya pertumbuhan ekonomi. Bagi Ricardo, pertumbuhan dibatasi oleh kelangkaan lahan (land scarcity).
49 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
-
Teori Malthus: Populasi dan Pertumbuhan Ekonomi Menurut Malthus, populasi akan tumbuh manakala pendapatan naik di atas level
subsisten. Mengapa? Karena adanya “animal nature” manusia, khususnya “pekerja miskin”. Keterkaitan antara pendapatan dan pertumbuhan dijelaskan dengan logika berikut: jika rata-rata pendapatan per orang naik karena semakin baiknya iklim dan tingginya output yang dihasilkan maka akan ada lebih banyak pangan dan kebutuhan lain. Jika pendapatan dan suplai pangan melebihi apa yang disyaratkan untuk kegiatan subsistem maka tambahan anak akan tetap ada. Dalam formulasi Malthus, pertambahan penduduk mengikuti “geometric progression,” yakni jumlah penduduk tumbuh menurut angka 2, 4, 8, 16, 32, 64, 128, 256, 512, 1,024, 2,048, dan seterusnya. Bagi Malthus, prinsip ini terjadi pada setiap generasi, ketika upah meningkat di atas level subsistem merupakan faktor utama untuk memahami mengapa kelas yang lebih miskin tetap miskin. Keterkaitan antara pertumbuhan penduduk dengan kemiskinan dijelaskan dengan logika berikut: batas tertinggi ekspansi penduduk adalah ketika lahan sudah tidak mampu lagi untuk menghasilkan cukup pangan. Produksi kebutuhan pangan tentunya tidak dapat dijaga sesuai dengan ledakan penduduk. Ketika lahan semakin sering ditanam maka angka fertilitas cenderung menjadi rendah. Produktivitas output per unit dari lahan akan berkurang, sehingga pertumbuhan output total pangan akan lambat. Malthus percaya bahwa output pertanian hanya dapat meningkat dalam “arithmetic progression,” yakni menurut angka 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan seterusnya. Cepat atau lambat populasi yang kian meningkat akan dihadapkan dengan lebih lambatnya pertumbuhan produksi pangan dasar. Tidak hanya pendapatan per orang yang tidak meningkat, bahkan lebih dari itu 50 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
akan jatuh di bawah kebutuhan subsistens. Kalau pendapatan berada di bawah level subsisten maka berpotensi menyebabkan kelaparan, bahkan penurunan populasi. Titik keseimbangan (equilibrium) akan terjaga manakala pertumbuhan populasi berjala n konsisten dengan peningkatan produksi pangan. Malthus tidak menyadari bahwa ada faktor yang memperlambat angka pertumbuhan populasi. Karena angka pertumbuhan populasi tergantung pada perbedaan antara angka kelahiran dan kematian, maka setiap faktor yang mengurangi angka kelahiran dan/atau meningkatkan angka kematian akan cenderung memperlambat angka pertumbuhan penduduk. -
Karl Marx: Pembangunan Kapitalisme Negara berperan penting dalam semua pendekatan pembangunan. Peran tersebut
misalnya menyiapkan sistem regulasi, hukum dan aturan agar pasar dapat bekerja secara lebih efisien, ataupun pemerintah bisa lebih intervensionis dalam kehidupan ekonomi seperti yang ditekankan oleh Marx. Menurut Marx, suatu pendekatan pembangunan yang bersifat ”ahistoris” sebaiknya diganti dengan pendekatan ”dialektika historikal”. Menurutnya, analisis ekonomi klasik memandang proses pembangunan ibaratnya sebuah fotografi: hanya menggambarkan realitas pada waktu tertentu. Sebaliknya, pendekatan dialektikal memandang proses pembangunan sebagai suatu gambar bergerak (moving picture): mengamati fenomena sosial dengan cara mengkaji ”tempat” dan ”proses” perubahannya. Sejarah bergerak dari satu tahap ke tahap yang lain (dari feodalisme ke kapitalisme ke sosialisme), berdasarkan perubahan cara mengatur kelaskelas sosial dan relasi antar kelas tersebut. Konflik antara kekuatan-kekuatan produksi (pengetahuan dan teknologi, organisasi produksi, dan pengembangan keahlian manusia) dan 51 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
relasi produksi yang ada (ketepatan dan distribusi output serta cara berpikir masyarakat, dan ideologi) memberikan pergerakan yang dinamis dalam interpretasi materialis. Interaksi antara kekuatan dan relasi produksi membentuk politik, hukum, moralitas, agama, budaya, dan gagasan-gagasan. Berbeda dengan pakar yang lain (Smith, Malthus, dan Ricardo), menurut Karl Marx kapitalisme tidak selamanya ada dalam sebuah masyarakat. Kapitalisme hanya menjadi satu tahap perkembangan historis masyarakat, meskipun perkembangan historis ini tidak dialami oleh semua negara pada saat yang sama. Marx percaya kapitalisme pada akhirnya akan menciptakan suatu sistem ekonomi sosialis, dan karenanya, komunis. Karya Marx yang monumental adalah Capitalyang hanya satu
volume.
Ia meninggal pada tahun 1883,
dan dua
volumeCapital diedit dan dipublikasikan di tahun 1885 dan 1894 oleh teman dekatnya yakni Frederick Engels. Marx mengagumi kekuatan yang dimiliki oleh kapitalisme, suatu sistem yang telah berhasil menciptakan kesejahteraan dalam ratusan tahun. Namun yang ”mengganggu” Marx adalah faktor human cost dalam menghasilkan kesejahteraan dan distribusi satu-sisi. Marx percaya bahwa sebenarnya hanya kelas pekerja – proletariat – yang menghasilkan kesejahteraan melalui kekuatan buruhnya. Sedangkan kaum kapitalis memberikan kontribusinya semata- mata dari posisinya sebagai pemilik sarana produksi. Marx berpendapat bahwa ketidakmerataan distribusi kepemilikan sarana produksi adalah hasil dari suatu proses historis dimana petani kehilangan akses lahan dan dipaksa untuk masuk ke kota dan menjadi pekerja. Karenanya ia berpendapat bahwa distribusi pendapatan dalam masyarakat kapitalis tidak adil. Meski demikian, transisi menuju sosialisme dapat dicapai bila 52 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
kapitalisme telah mencapai tahap perkembangan yang cukup tinggi. Bagi Marx, tingkat pendapatan per kapita yang tinggi dalam lingkungan ekonomi kapitalis adalah suatu prakondisi bagi masa depan sosialis, dan sistem ekonomi komunis akan mengikutinya. Teori pembangunan ala Marx ini mirip dengan model tahap linear (linear stages models). Kapitalisme dipandang sebagai satu tahap dalam transisi. Secara ringkas dapat dilihat pada tabel berikut: Tahap
Karakteristik
Kuno/primitif,
Masyarakat kuno, kepemilikan lahan secara komunal. Feodalisme
feodalisme Asiatic
atau ditemukan dalam masyarakat “Barat”; berdasarkan pada produksi pertanian yang dikelola dalam lahan yang luas; kepemilikan lahan oleh beberapa orang. Asiatic ditemukan pada masyarakat “Timur”, misalnya India, Cina, Turki, Persia; kelas-kelas yang berbeda mendominasi ekonomi dan aparatus pemerintah; dibutuhkan untuk menjamin kontrol terpusat akan teknologi penting seperti sistem irigasi dan sebagainya.
Kapitalisme
Masyarakat terbagi ke dalam kelompok masyarakat yang memiliki sarana produksi (means of production) dan tidak; pasar memegang peran penting dalam alokasi risorsis.
Sosialisme
Kepemilikan sarana-sarana produksi oleh negara atau orang; industrialisasi berarti bahwa orang tidak perlu harus berjuang untuk
53 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
suatu kehidupan dan kebutuhan individu dapat dipenuhi melalui sistim distribusi yang kolektif. Sumber: diadaptasi dari Gregory (1986); Smith (2000); Worsley (1990); Willis (2005). 5. Teori Demokrasi Demokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan yang dianggap baik untuk semua sistem organisasi dan juga merupakan sistem organisasi yang paling baik di antara sistem organisasi lain yang pernah ada. Dalam paper ini akan dijelaskan mengenai teori-teori demokrasi. Ada beberapa teori- teori demokrasi yaitu : 1.
Teori Demokrasi Klasik Demokrasi, dalam pengertian klasik, pertama kali muncul pada abad ke-5 SM tepatnya di
Yunani. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi dilakukan secara langsung, dalam artian rakyat berkumpul pada suatu tempat tertentu dalam rangka membahas pelbagai permasalahan kenegaraan. Bentuk negara demokrasi klasik lahir dari pemikiran aliran yang dikenal berpandangan a tree partite classification of state yang membedakan bentuk negara atas tiga bentuk ideal yang dikenal sebagai bentuk negara kalsik-tradisional. Para penganut aliran ini adalah Plato, Aristoteles, Polybius dan Thomas Aquino. Plato dalam ajarannya menyatakan bahwa dalam bentuk demokrasi, kekuasaan berada di tangan rakyat sehingga kepentingan umum (kepentingan rakyat) lebih diutamakan. Secara prinsipil, rakyat diberi kebebasan dan kemerdekaan. Akan tetapi kemudian rakyat kehilangan kendali, rakyat hanya ingin memerintah dirinya sendiri dan tidak mau lagi diatur sehingga 54 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
mengakibatkan keadaan menjadi kacau, yang disebut Anarki. Aristoteles sendiri mendefiniskan demokrasi sebagai penyimpangan kepentingan orang-orang sebagai wakil rakyat terhadap kepentingan umum. Menurut Polybius, demokrasi dibentuk oleh perwalian kekuasaan dari rakyat. Pada prinsipnya konsep demokrasi yang dikemukakan oleh Polybius mirip dengan konsep ajaran Plato. Sedangkan Thomas Aquino memahami demokrasi sebagai bentuk pemerintahan oleh seluruh rakyat dimana kepentingannya ditujukan untuk diri sendiri. Prinsip dasar demokrasi klasik adalah penduduk harus menikmati persamaan politik agar mereka bebas mengatur atau memimpin dan dipimpin secara bergiliran. 2. Teori Civic Virtue Pericles adalah negarawan Athena yang berjasa mengembangkan demokrasi. Prinsipprinsip pokok demokrasi yang dikembangkannya adalah: a.
Kesetaraan warga negara
b.
Kemerdekaan
c.
Penghormatan terhadap hukum dan keadilan
d. Kebajikan bersama Prinsip kebajikan bersama menuntut setiap warga negara untuk mengabdikan diri sepenuhnya untuk negara, menempatkan kepentingan republik dan kepentingan bersama diatas kepentingan diri dan keluarga. Di masa Pericles dimulai penerapan demokrasi langsung (direct democrazy). Model demokrasi ini bisa diterapkan karena jumlah penduduk negara kota masih terbatas, kurang dari 300.000 jiwa, wilayah nya kecil, struktur sosialnya masih sederhana dan mereka terlibat langsung dalam proses kenegaraan. 3. Teori Social Contract 55 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
Teori kontrak sosial berkembang dan dipengaruhi oleh pemikiran Zaman Pencerahan (Enlightenment) yang ditandai dengan rasionalisme, realisme, dan humanisme, yang menempatkan manusia sebagai pusat gerak dunia. Pemikiran bahwa manusia adalah sumber kewenangan secara jelas menunjukkan kepercayaan terhadap manusia untuk mengelola dan mengatasi kehidupan politik dan bernegara. Dalam perspektif kesejarahan, Zaman Pencerahan ini adalah koreksi atau reaksi atas zaman sebelumnya, yaitu Zaman Pertengahan. Walau demikian, pemikiran-pemikiran yang muncul di Zaman Pencerahan tidaklah semuanya baru. Seperti telah disinggung di atas, teori kontrak sosial yang berkembang pada Zaman Pencerahan ternyata secara samar-samar telah diisyaratkan oleh pemikir-pemikir zaman- zaman sebelumnya seperti Kongfucu dan Aquinas. Yang jelas adalah bahwa pada Zaman Pencerahan ini unsurunsur pemikiran liberal kemanusiaan dijadikan dasar utama alur pemikiran. Hobbes, Locke dan Rousseau sama-sama berangkat dari, dan membahas tentang kontrak sosial dalam analisis-analisis politik mereka. Mereka sama-sama mendasarkan analisis-analisis mereka pada anggapan dasar bahwa manusialah sumber kewenangan. Akan tetapi tentang bagaimana, siapa mengambil kewenangan itu dari sumbernya, dan pengoperasian kewenangan selanjutnya, mereka berbeda satu dari yang lain. Perbedaan-perbedaan itu mendasar satu dengan yang lain, baik di dalam konsep maupun di dalam praksinya. Dalam membangun teori kontrak sosial, hobbes, Locke dan Rousseau memulai dengan konsep kodrat manusia, kemudian konsep-konsep kondisi alamiah, hak alamiah dan hukum alamiah. Hobbes menyatakan bahwa secara kodrati manusia itu sama satu dengan lainnya. Masing- masing mempunyai hasrat atau nafsu (appetite) dan keengganan (aversions), yang menggerakkan tindakan mereka. Appetites manusia adalah hasrat atau nafsu akan kekuasaan, 56 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
akan kekayaan, akan pengetahuan, dan akan kehormatan. Sedangkan aversions manusia adalah keengganan untuk hidup sengsara dan mati. Hobbes menegaskan pula bahwa hasrat manusia itu tidaklah terbatas. Untuk memenuhi hasrat atau nafsu yang tidak terbatas itu, manusia mempunyai power. Oleh karena setiap manusia berusaha untuk memenuhi hasrat dan keengganannya, dengan menggunakan power- nya masing- masing, maka yang terjadi adalah benturan power antarsesama manusia, yang meningkatkan keengganan untuk mati. Dengan demikian Hobbes menyatakan bahwa dalam kondisi alamiah, terdapat perjuangan untuk power dari manusia atas manusia yang lain. Dalam kondisi alamiah seperti itu manusia menjadi tidak aman dan ancaman kematian menjadi semakin mencekam. Karena kondisi alamiah tidak aman, maka dengan akalnya manusia berusaha menghindari kondisi perang satu dengan lainnya itu dengan menciptakan kondisi artifisial (buatan). Dengan penciptaan ini manusia tidak lagi dalam kondisi alamiah, tetapi sudah memasuki kondisi sipil. Locke memulai dengan menyatakan kodrat manusia adalah sama antara satu dengan lainnya. Akan tetapi berbeda dari Hobbes, Locke menyatakan bahwa ciri-ciri manusia tidaklah ingin memenuhi hasrat dengan power tanpa mengindahkan manusia lainnya. Menurut Locke, manusia di dalam dirinya mempunyai akal yang mengajar prinsip bahwa karena menjadi sama dan independen manusia tidak perlu melanggar dan merusak kehidupan manusia lainnya. Oleh karena itu, kondisi alamiah menurut Locke sangat berbeda dari kondisi alamiah menurut Hobbes. Menurut Locke, dalam kondisi alamiah sudah terdapat pola-pola pengaturan dan hukum alamiah yang teratur karena manusia mempunyai akal yang dapat menentukan apa yang benar apa yang salah dalam pergaulan antara sesama. Masalah ketidaktentraman dan ketidakamanan kemudian muncul, menurut Locke, karena beberapa hal. Pertama, apabila semua orang dipandu oleh akal murninya, maka tidak akan terjadi 57 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
masalah. Akan tetapi, yang terjadi, beberapa orang dipandu oleh akal yang telah dibiarkan (terbias) oleh dorongan-dorongan kepentingan pribadi, sehingga pola-pola pengaturan dan hukum alamiah menjadi kacau. Kedua, pihak yang dirugikan tidak selalu dapat memberi sanksi kepada pelanggar aturan dan hukum yang ada, karena pihak yang dirugikan itu tidak mempunyai kekuatan cukup untuk memaksakan sanksi. Oleh karena kondisi alamiah, karena ulah beberapa orang yang biasanya punya power, tidaklah menjamin keamanan penuh, maka seperti halnya Hobbes, Locke juga menjelaskan tentang upaya untuk lepas dari kondisi yang tidak aman penuh menuju kondisi aman secara penuh. Manusia menciptakan kondisi artifisial (buatan) dengan cara mengadakan kontrak sosial. Masing- masing anggota masyarakat tidak menyerahkan sepenuhnya semua hak- haknya, akan tetapi hanya sebagian saja. Antara pihak (calon) pemegang pemerintahan dan masyarakat tidak hanya hubungan kontraktual, akan tetapi juga hubungan saling kepercayaan (fiduciary trust). Seperti halnya Hobbes dan Locke, Rousseau memulai analisisnya dengan kodrat manusia. Pada dasarnya manusia itu sama. Pada kondisi alamiah antara manusia yang satu dengan manusia yang lain tidaklah terjadi perkelahian. Justru pada kondisi alamiah ini manusia saling bersatu dan bekerjasama. Kenyataan itu disebabkan oleh situasi manusia yang lemah dalam menghadapi alam yang buas. Masing- masing menjaga diri dan berusaha menghadapi tantangan alam. Untuk itu mereka perlu saling menolong, maka terbentuklah organisasi sosial yang memungkinkan manusia bisa mengimbangi alam. Walaupun pada prinsipnya manusia itu sama, tetapi alam, fisik dan moral menciptakan ketidaksamaan. Muncul hak- hak istimewa yang dimiliki oleh beberapa orang tertentu karena mereka ini lebih kaya, lebih dihormati, lebih berkuasa, dan sebagainya. Organisasi sosial dipakai
58 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
oleh yang punya hak-hak istimewa tersebut untuk menambah power dan menekan yang lain. Pada gilirannya, kecenderungan itu menjurus ke kekuasaan tunggal. Untuk menghindar dari kondisi yang punya hak-hak istimewa menekan orang lain yang menyebabkan ketidaktoleranan (intolerable) dan tidak stabil, maka masyarakat mengadakan kontrak sosial, yang dibentuk oleh kehendak bebas dari semua (the free will of all), untuk memantapkan keadilan dan pemenuhan moralitas tertinggi. Akan tetapi kemudian Rousseau mengedepankan konsep tentang kehendak umum (volonte generale) untuk dibedakan dari hanya kehendak semua (omnes ut singuli). Kehendak bebas dari semua tidak harus tercipta oleh jumlah orang yang berkehendak (the quantity of the ‘subjects’), akan tetapi harus tercipta oleh kualitas kehendaknya (the quality of the ‘object’ sought).
4.
Teori trias politica Trias politica atau teori mengenai pemisahan kekuasaan, di latar belakangi pemikiran
bahwa kekuasaan-kekuasaan pada sebuah pemerintahan yang berdaulat tidak dapat diserahkan kepada orang yang sama dan harus dipisahkan menjadi dua atau lebih kesatuan kuat yang bebas untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Dengan demikian diharapkan hak- hak asasi warga negara dapat lebih terjamin. Dalam bukunya yang berjudul L’esprit des Louis Montesquieu membagi kekuatan negara menjadi tiga kekuasaan agar kekuasaan dalam negara tidak terpusat pada tangan seorang raja penguasa tunggal, yaitu sebagai berikut. a.
Legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undang- undang.
b.
Eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang- undang.
c.
Legislatif, yaitu kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang (mengadili).
59 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
Ide pemisahan kekuasaan tersebut,
menurut Montesquieu dimaksudkan
untuk
memelihara kebebasan politik, yang tidak akan terwujud kecuali bila terdapat keamanan masyarakat dalam negeri. Montesquieu menekankan bahwa satu orang atau lembaga akan cenderung untuk mendominasi kekuasaan dan merusak keamanan masyarakat tersebut bila kekuasaan terpusat padanya. Oleh karenanya, dia berpendapat bahwa agar pemusatan kekuasaan tidak terjadi, haruslah ada pemisahan kekuasaan yang akan mencegah adanya dominasi satu kekuasaan terhadap kekuasaan lainnya. 6. Teori Negara Negara diartikan sebagai kata yang menunjukkan organisasi politik territorial dari bangsa-bangsa. Sejak pengertian ini diberikan sejak itu pula kata negara lazim ditafsirkan dalam berbagai arti. Negara lazim diidentifikasikan dengan pemerintah, umpamanya apabila kata itu dipergunakan dalam pengertian kekuasaan negara, kemauan negara dan sebagainya. Kata negara lazim pula dipersamakan dengan bangsa, dan negara dipergunakan sebagai istilah yang menunjukkan baik keseluruhan maupun bagian-bagian negara federal. Sedangakan pengertian negara dari segi terminologi menitik beratkan pendefenisian sebagai turunan dari bangunan kefilsafatan mereka yang diterapkan untuk menjelaskan relasi yang terjadi antara manusia dan manusia. Berikut pengertian negara dari beberapa tokoh yang memberikan pengertian secara terminology.
Aristoteles : Negara adalah negara hukum yang didalamnya terdapat sejumlah warga negara yang ikut dalam permusyawaratan negara (ecclesia).
Machiavelli : Negara adalah kekuasaan
60 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
Thomas Hobbes, Jhon Locke dan J.J Rousseau : Negara adalah badan atau organisasi hasil daripada perjanjian masyarakat
Karl Marx : Negara adalah organisasi yang dibuat oleh kaum borjuis sebagai pelegitimasi dominasi yang dilakukannya terhadap faktor- faktor produksi
Roger H. Soltau : The state is an agency or authority managing or controlling theses (common) affairs on behalf of and in the name of the community
Max Weber : the state is human society that (successfully) claim the monopoly of the legitimate use of physical force within a given territory
Harold J. Laski : the state is a society wich is in integrated by possessing a coercive authority legally supreme over any individual or group wich is part of the society
Robert M. Mac Iver : The State is an association wich, acting trough law as promulgated by a government endowed to this end with coercive power, maintains within a community territorially demarcated the external condition of orders
Miriam budiarjo : negara adalah suatu daerah territorial yang rakyatnya diperintah (governed) oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang- undangan melalui penguasaan (kontrol) monopolistis dari kekuasaan yang sah Dari semua pengertian negara yang telah diapaparkan di atas kita dapat menangkap
sebuah persepsi umum yang kemudian mempertemukan setiap defenisi. Bahwa setiap defenisi meniscayakan negara akan mendapatkan maknanya ketika negara tersebut memiliki tujuan. Dan perbedaan ini adalah perbedaan dalam memandang tujuan negara. Dan perbedaan cara pandang terhadap tujuan negara ini juga berpengaruh terhadap perbedaan dalam perumusan teori-teori pembentukan negara. 61 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
TEORI-TEORI NEGARA -
Teori Perjanjian Masyarakat Teori perjanjian masyarakat atau teori kontrak social menganggap perjanjian sebagai
dasar negara dan masyarakat. Ini merupakan teori yang disusun berdasarkan keinginan untuk melawan tirani atau menetang rezim penguasa. Tokoh dari teori ini adalah Thomas Hobbes, Jhon Locke dan J.J. Rousseau. Teori ini mengasumsikan adanya keadaan alamiah yang terjadi sebelum manusia mengenal negara. Keadaan alamiah itu merupakan keadaan dimana manusia masih bebas, belum mengenal hukum dan masih memiliki hak asasi yang ada pada dirinya. Akan tetapi karena akibat pekembangan kehidupan yang menghasilkan kompleksitas kebutuhan maka manusia membutuhkan sebuah kehidupan bersama. Dimana dibentuk berdasarkan perjanjian bersama untuk menyerahkan kedaulatan kepada sekelompok orang yang ditunjuk untuk mengatur kehidupan bersama tersebut. Perbedaan antara Hobbes dan Locke adalah pada penyerahan hak da lam kontrak social. Menurut hobbes masyarakat harus dengan mutlak menyerahkan seluruh haknya kepada pemerintah, sedangkan menurut Locke ada hak-hak yang tidak bisa diserahkan manusia kepada pemerintah yaitu life, libertydan estate. Sedangkan teori kontrak sosial menurut Rousseau lebih dekat kepada model perjanjian Jhon Locke daripada Hobbes. -
Teori Theokrartis Teori ini merupakan teori yang menyatakan bahwa kekuasaan seorang penguasa negara
merupakan pemberian dari Tuhan kepada manusia. Teori ini mendapatkan kesempurnaannya pada abad pertengahan di eropa dimana kemudian kekuasaan raja mendapatkan legitimasi 62 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
mutlak dari gereja. Maka dalam teori ini penentangan terhadap perintah raja merupakan penetangan terhadap Tuhan. -
Teori Kekuatan Negara yang pertama adalah hasil dominasi dari kelompok yang kuat terhadap kelompok
yang lemah. Negara terbentuk dengan penaklukan dan pendudukan. Dalam teori ini factor kekuatan merupakan unsur utama pembentukan negara. -
Teori Patriarkhal serta Teori Matriarkhal Keluarga sebagai pengelompokan patriarkhal adalah kesatuan social yang paling utama
dalam masyarakat primitif. Keluarga-keluarga ini kemudian semakin meluas sehingga hubungan antar keluarga juga semakin meluas samapai terbetuntuklah suku. Suku-suku yang juga terus berkembang dan diiringi hubungan yang semakin intens antara susku yang satu dengan suku yang lain kemudian menjadi cikal-bakal negara. Dalam teori patriarkhal hubungan kekeluargaan ditarik dari garis keturunan ayah, sedangkan dalam teori matriarkhal keluarga ditarik dari garis keterunan ibu. -
Teori Organis Teori organis ini adalah teori yang kemudian menjelaskan tentang asal- usul
perkembangan negara mengikuti asal- usul perkembangan individu. Individu berasal dari sebuah unitas yang disebut dengan sel, kemudian sel berkumpul membentuk jaringan dan jaringan membentuk organ, sistem organ begitu seterusnya sampai individu. Pertumbuhan negara juga dalam hal ini seperti itu. dimulai dari unitas menu ju pluralitas dengan cara sintesis fungsi pada setiap tingkatan unitas. 63 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
Teori ini dianggap sebagai teori tertua tentang negara karena ditarik dari asumsi plato yang mempersamakan individu dengan negara dengan menarik persamaan antara fungsi- fungsi negara dan fungsi- fungsi individu. -
Teori Daluwarsa Teori daluwarsa menyatakan bahwa raja bertakhta bukan karena jure divino (kekuasaan
dari Tuhan) akan tetapi karena jure consuetudinario (kebiasaan). Raja dan organisasinya karena adanya milik yang sudah lama yang kemudian akan melahirkan hak milik. Teori ini juga dikenal sebagai doktrinlegitimisme dan dikembangkan di Perancis pada abad ke-17. -
Teori Alamiah Teori alamiah adalah teori yang menyatakan bahwa negara dalam kehidupan manusia
merupakan sesuatu yang alamiah terjadi dan merupakan esensi dari kemanusiaan itu sendiri. Teori ini diperkenalkan oleh Aristoteles yang menyebut manusia sebagai zoon politicon. Penyebutan manusia sebagai zoon politicon adalah bahwa manusia bar dikatakan sempurna apabila hidup dalam ikatan kenegaraan. Negara adalah organisasi yang rasional dan ethis yang dibentuk untuk menyempurnakan tujuan manusia dalam hidup. -
Teori Idealistis Disebut sebagai teori idealistis dikarenakan negara dianggap sebagai sebuah kesatuan
yang mistis dan memiliki aspek supranatural.
64 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
-
Teori Historis Bahwa negara sebagai sebuah organisasi social tidak dibuat akan tetapi tumbuh
berdasarkan evolusi kehidupan manusia. Dalam hukum evolusi lembaga-lembaga sosial mendapatkan keniscayaan, dan sangat bergantung pada kondisi, waktu dan tempat dimana evolusi itu bergantung. Lembaga sosial merupakan sebuah keniscayaan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang hadir dan bertambah mengikuti perubahan yang terjadi. 7. Teori Civil Society Sebagai sebuah konsep, civil society berasal dari sebuah proses sejarah masyarakat barat. Akar perkembangannya dapat dirunut mulai cicero dan bahkan, menurut Manfret Riedel, lebih ke belakang sampai Aristoteles. Yang jelas, cicerolah yang memulai menggunakan istilah societes civilis dalam filsafat politiknya. Dalam tradisi Eropa abad 18, pengertian civil society dianggap sama dengan pengertian negara (the state), yakni suatu kelompok atau kekuatan yang mendominasi seluruh kelompok masyarakat lain. Barulah pada paruh abad ke 18, terminologi ini mengalami pergeseran makna. Negara dan civil society kemudian dimengerti sebagai dua buah entitas yang berbeda, sejalan dengan proses pembentukan sosial dan perubahan-perubahan sturktur politik di Eropa sebagai akibat pencerahan dan modernisasi dalam menghadapi persoalan duniawi, yang keduanya turut mendorong tergusurnya rezim- rezim absolut. Dalam pandangan Hegel, civil society adalah entitas yang memiliki ketergantungan pada negara. Sebagai misal negara harus mengawasi civil society dengan cara menyediakan perangkat hukum dan administrasi. Disamping itu, civil society menurut para tokoh juga bebeda-beda, seperti Hegel yang berpendapat entitas civil society mempunyai kecenderungan entropi atau melemahkan diri 65 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
sendiri (a self crippling entity), oleh karena itu harus diawasi oleh negara. Pandangan Hegel yang agak pesimistik ini, akhirnya memiliki gayut dengan pandangan Karl Marx tentang civil society. Bahkan Karl Marx memposisikan civil society pada basic material dalam tautan dengan produksi kapitalis. Oleh Marx, civil society dimaknai sebagai kelas borjuis yang menjadi tantangan baginya untuk membebaskan masyarakat dari berbagai penindasan, oleh karena itu civil society menurut dia harus dilenyapkan demi terwujudnya masyarakat tanpa kelas. Tokoh lain adalah Gramsci. Dalam banyak hal pendapat Gramsci mirip pendapat Marx. Perbedaannya terletak pada memposisikan civil society bukan pada basic material tetapi pada tataran suprastruktur, sebagai wadah kompetisi untuk memperebutkan hegemoni kekuasaan. Peran civil society pada konteks yang demikian oleh Gramsci ditempatkan sebagai kekuatan pengimbang di luar kekuatan negara. Pandangan Gramsci ini lebih bernuansa ideologis ketimbang pragmatik. Dalam perjalanan waktu, akhirnya konsep Gramsci ini dikembangkan oleh Habermas seorang tokoh madzab Frankfurt melalui konsep the free public sphere atau ruang publik yang bebas, di mana rakyat sebagai citizen memiliki akses atas setiap kegiatan publik. Civil society atau Masyarakat madani merupakan konsep yang berwayuh wajah: memiliki banyak arti atau sering diartikan dengan makna yang beda-beda. Bila merujuk kepada Bahasa Inggris, ia berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisi dari masyarakat militer. Merujuk pada Bahmueller (1997), ada beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya: 1. Terintegrasinya individu- individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
66 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif. 3.
Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.
4. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi-organisasi
volunter
mampu
memberikan
masukan- masukan
terhadap
keputusan-keputusan pemerintah. 5. Tumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rezim-rezim totaliter. 6. Meluasnya kesetiaan (loyality) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri. 7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga- lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif. Dari beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa masyarakat madani adalah sebuah masyarakat demokratis dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya; dimana pemerintahannya memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk
mewujudkan program-program pembangunan di wilayahnya. Namun demikian,
masyarakat madani bukanlah masyarakat yang sekali jadi, yang hampa udara, taken for granted. Masyarakat madani adalah konsep yang cair yang dibentuk dari poses sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus menerus. Bila kita kaji, masyarakat di negara- negara maju yang sudah dapat dikatakan sebagai masyarakat madani, maka ada beberapa prasyarat ya ng harus dipenuhi untuk menjadi masyarakat madani, yakni adanya democratic governance (pemerinthana demokratis yang dipilih dan berkuasa secara demokratis dan democratic civilian 67 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
(masyarakat sipil yang sanggup menjunjung nilai- nilai civil security; civil responsibility dan civil resilience). Apabila diurai, dua kriteria tersebut menjadi tujuah prasyarat masyarakat madani sebagai berikut: 1. Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat. 2. Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial (socail capital) yang kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan terjalinya kepercayaan dan relasi sosial antar kelompok. 3. Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan; dengan kata lain terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan sosial. 4. Adanya hak, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga- lembaga swadayauntuk terlibat dalam berbagai forum dimana isu- isu kepentingan bersama dan kebijakan publik dapat dikembangkan. 5. Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap saling menghargai perbedaan antar budaya dan kepercayaan. 6. Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga- lembaga ekonomi, hukum, dan sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial. 7. Adanya jaminan, kepastian dan kepercayaan antara jaringan-jaringan kemasyarakatan yang memungkinkan terjalinnya hubungan dan komunikasi antar mereka secara teratur, terbuka dan terpercaya. Tanpa prasyarat tesebut maka masyarakat madani hanya akan berhenti pada jargon. Masyarakat madani akan terjerumus pada masyarakat “sipilisme” yang sempit yang tidak ubahnya dengan faham militerisme yang anti demokrasi dan sering melanggar hak azasi manusia. Untuk memahami akar pengertian masyarakat madani ada baiknya, kita tengok secara 68 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
sepintas dua paradigma besar yang menjadi dasar perdebatan mengenai masyarakat madani, yaitu Demokrasi Sosial Klasik dan Neoliberalisme. Demokrasi Sosial Klasik atau Demokrasi Sosial Gaya Lama memandang pasar bebas sebagai sesuatu yang menghasilkan banyak dampak negatif. Faham ini percaya bahwa semua ini dapat diatasi lewat intervensi negara terhadap pasar. Negara memiliki kewajiban untuk menyediakan segala yang tidak bisa diberikan oleh pasar. Intervensi pemerintah dalam perekonomian dan sektor-sektor kemasyarakatan adalah mutlak diperlukan. Kekuatan publik dalam masyarakat demokratis adalah representasi dari kehendak kolektif. Secara ringkas, Giddens memberikan ciri-ciri Demokrasi Sosial Klasik: -
Keterlibatan negara yang cukup luas dalam kehidupan ekonomi dan sosial.
-
Negara mendominasi masyarakat madani
-
Kolektivisme.
-
Manajemen permintaan Keynesian dan korporatisme.
-
Peran pasar yang dibatasi: ekonomi sosial atau campuran.
-
Pemberdayaan sumber daya manusia secara maksimal.
-
Egalitarianisme yang kuat.
-
Negara kesejahteraan (welfare state) yang komprehensif: melindungi warga negara “sejak lahir sampai mati”.
-
Modernisasi linear.
-
Kesadaran ekologis yang rendah.
-
Internasionalisme.
-
Termasuk dalam dunia dwikutub (bipolar).
69 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
Di dalam upaya untuk mengembangkan peran civil society maka disini diperlukan adanya sistem demokrasi dalam suatu negara. Dan rasanya sangat sulit bagi sebuah negara yang memiliki tingkat pluralitas tinggi untuk menerapkan sistem demokrasi. Seperti Indonesia misalnya, di Negara kita ini memiliki pluralitas yang cukup tinggi sehingga seperti yang kita lihat saat ini, untuk menerapkan Demokrasi rupanya masih kesulitan. Demokrasi ternyata tak cukup hanya dibangun dengan terpilihnya pemimpin sipil lewat pemilihan umum yang jurdiljujur dan adil-atau terjungkalnya sebuah pemerintahan otoriter. Demokrasi membutuhkan kepemimpinan politik yang mampu membangun fondasi bagi tegaknya supremasi hukum, terjaminnya hak-hak asasi warga negara, pers yang bebas, dan sistem politik yang memungkinkan checks and balances di antara lembaga- lembaga negara. Di sisi lain, demokrasi juga baru bisa berjalan bila masyarakatnya ikut mendukung dan menerapkan prinsip-prinsip demokrasi. Dalam kondisi Indonesia saat ini, kedua aspek itu belum muncul. Selain kepemimpinan politik bangsa ini sangat lemah, masyarakatnya juga baru belajar berdemokrasi, yang menganggap semua persoalan seakan-akan bisa diselesaikan lewat unjuk rasa dan membuat organisasi tandingan. Dengan kata lain, good governance hanya b isa tercipta melalui pemerintahan yang kuat dan terkonsolidasinya masyarakat madani (civil society) yang memosisikan dirinya sebagai penyeimbang negara. Alhasil, persoalan mendesak yang dihadapi bangsa ini adalah penataan kembali sistem kelembagaan politik, publik, dan sosial kemasyarakatan. Penataan ini harus dibarengi pula dengan pemahaman terhadap pandangan dunia (world-view) terhadap nilai- nilai religius, etika, dan moral dalam diri setiap warga negara.
70 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
Masyarakat demokratis tidak mungkin tanpa masyarakat berperadaban, masyarakat madani. Berada di lubuk paling dalam dari masyarakat madani adalah jiwa madaniyah, civility, yaitu keadaban itu sendiri. Yaitu sikap kejiwaaan pribadi dan sosial yang bersedia melihat diri sendiri tidak selamanya benar, dan tidak ada suatu jawaban yang selamanya benar atas suatu masalah. Dari keadaan lahir sikap yang tulus untuk menghargai sesama manusia, betappaun seorang individu atau suatu kelompok berbeda dengan diri sendiri dan kelompok sendiri. Karena itu, keadaban atau civility menuntut setiap orang dan kelompok masyarakat untuk menghindar dari kebiasaan merendahkan orang atau kelompok lain, sebab "Kalau-kalau mereka yang direndahkan itu lebih baik daripada mereka yang direndahkan". Kalau saja kita mau jujur, makna civil society yang kita idamkan (walau sebagian) adalah konsep civil society menurut Habermas. Kita telah lama memimpikan ruang publik yang bebas tempat mengekspresikan keinginan kita atau untuk meredusir, meminimalisir berbagai intervensi, sikap totaliter, sikap etatisme pemerintah. Pada ruang publik inilah kita memiliki kesetaraan sebagai aset untuk melakukan berbagai transaksi wacana tanpa harus takut diciduk, diintimidasi atau ditekan oleh penguasa. Model ini sudah lama tetapi sekaligus merupakan format baru bagi kita untuk mereformasi paradigma kekuasaan yang telah dip untir oleh penguasa Orde Baru. The free public sphere merupakan inspirator, motivator sekaligus basis bagi mekanisme demokrasi modern, seperti yang dialami oleh Amerika, bangsa Eropa dan kawasan dunia lain. Demokrasi modern secara substantif mengacu pada kebebasan, kesetaraan, kemandirian, kewarganegaraan, regularisme, desentralisme, aktivisme, dan konstitusionalisme. Persoalannya bagaimana cara yang efektif agar spirit demokrasi modern ini bisa disemaikan dengan baik? Jawabannya, adalah kita mesti membangun dan mengembangkan institusi seperti LSM, 71 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
organisasi sosial, organisasi agama, kelompok kepentingan, partai politik yang berada di luar kekuasaan negara, termasuk Komnas HAM dan Ombudsma n yang dibentuk oleh pemerintah. Hal ini tidak serta merta menghilangkan keterhubungannya dengan negara atau bersifat otonom. Berbagai undang-undang, hukum dan peraturan negara tetap menjadi pijakan bagi setiap institusi dalam melakukan aktivitasnya. Hal terpenting dalam civil society adalah kesetaraan yang bertumpu pada kedewasaan untuk saling menerima perbedaan. Tanpa itu, civil society hanya merupakan slogan kosong. Civil Society dan demokrasi ibarat "the two side at the same coin". Artinya jika civil society kuat maka demokrasi akan bertumbuh dan berkembang dengan baik. Sebaliknya jika demokrasi bertumbuh dan berkembang dengan baik, civil society akan bertumbuh dan berkembang dengan baik. Itu pula sebabnya para pakar mengatakan civil society merupakan rumah tempat bersemayamnya demokrasi. Menguatnya civil society saat ini sebenarnya merupakan strategi yang paling ampuh bagi berkembangnya demokrasi, untuk mencegah hegemoni kekuasaan yang melumpuhkan daya tampil individu dan masyarakat. Dalam praktiknya banyak kita jumpai, individu, kelompok masyarakat, elite politik, elite penguasa yang berbicara atau berbuat atas nama demokrasi, walau secara esensial justru sebaliknya. Kesadaran masyarakat akan demokrasi bisa dibeli dengan uang. Kelompok masyarakat tertentu diatur untuk bertikai demi demokrasi. Perseteruan eksekutif dan legislatif saat ini sebenarnya tidak kondusif bagi pemulihan ekonomi kita, tetapi hal itu tetap dilakukan demi demokrasi. Kalau rakyat kecil selalu jadi korban, apakah makna demokrasi yang kita perjuangkan sudah betul? Atau sedang mengalami distorsi.
72 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
BAB III 1. KESIMPULAN Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa teori-teori demokrasi terdapat banyak perbedaan dan saling bertolak belakang. Selain itu dalam teori nya saja masih terdapat kekurangan. Dalam teori pasti ada praktik, sekarang tergantung negara saja, jika ingin menggunakan demokrasi yang menurutnya baik dalam praktiknya. Karena adapun teori jika tak dipraktikkan sama saja dengan tidak. Demokrasi dan demokratisasi adalah bentuk perubahan multidimensi yang harus disikapi secara cerdas dan inovatif. Jika tidak, demokrasi dan demokratisasi menjadi malapetaka ditengah rendahnya pendidikan dan kemerosotan ekonomi. Demokrasi dan demokratisasi adalah model yang diadopsi dari dunia barat yang memiliki sejarah dan peradaban yang berbeda. Paradigma ketatanegaraan juga ikut menentukan dalam memilih solusi bentuk pelembagaan politik berupa undang-undang mekanisme pembagian kekuasaan dan kewenangan antara pusat-pusat kekuasaan, khususnya antara pemerintah pusat dan lokal. Termasuk di dalamnya tentang mekanisme rekruitmen politik, apakah mampu melahirkan elit-elit politik di pemerintah, parlemen (DPRD), dan parpol lokal yang berkualitas dan mempunyai integritas moral tinggi. Kemampuan para elit politik akan menentukan dalam mengelola demokrasi dan demokratisasi sebagai konsep dan strategi untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara ditengah persaingan global. Pilihan-pilihan strategis yang diambil oleh para elit politik sangat menentukan apakah suatu negara atau suatu daerah berhasil membangun sistem demokrasi yang stabil dan pencapaian kesejahteraan rakyatnya.
73 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
2. SARAN Beberapa langkah yang bisa ditempuh untuk proses perbaikan kondisi dan iklim politik Indonesia adalah sebagai berikut : Pendidikan politik pada masyarakat, yang memberikan pencerahan sepenuhnya akan hak-hak mereka sebagai warga negara dan bukan melulu sekedar kewajiban yang dituntutkan negara pada pundaknya yang memang sudah terlalu sering dibebani hak negara dan penguasa. Dengan ini diharapkan mereka memiliki keberanian untuk menyatakan pendapatnya sesuai dengan hati nuraninya sekalipun berbeda dengan penguasa. Penguasa yang berada di balik kemeja nama pemerintah harus diyakinkan bahwa mereka akan memiliki legitimasi alias keabsahan yang kuat hanya dengan dukungan rakyat yang sebenar-benarnya, bukan tekanan atau ketakutah n akan materi- materi, tetapi atas dasar kepercayaan. Dan untuk menopang seluruh kepercayaan seantero rakyat Indonesia dibutuhkan keikhlasan untuk melayani kepentingan rakyat dan bersumpah mati untuk membangun kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Mendorong kaum intelektual dalam level manapun untuk menyadari sepenuhnya tanggung jawab mereka dalam memasyarakatkan gagasan-gagasan demokrasi dan memberikan keteladanan yang maksimal pada seluruh lapisan masyarakat, juga menjadi parner dinamis pemerintah sebagai pengawal pelaksanaan demokrasi ideal dan wajar di Indonesia. Musibah demi musibah terus bermunculan di panggung tanah air kita. Perjalanan sebuah bangsa yang bermimpi merdeka bukan sekedar perjalanan waktu tetapi juga perjalanan 74 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i
pengalaman keberbangsaan yang tentu sangat kompleks dan nyata. Tentu tidak ada kata terlambat untuk berbenah diri dan itu berarti tidak ada kata takut untuk melakukan sebuah revolusi demi kepentingan berbenah.
75 | P e r a n a n L e m b a g a P e r w a k i l a n R a k y a t D a l a m P e n i n g k a t a n K u a li t a s De m o k r as i