BAB 9 CACAT KAYU AKIBAT PENGERINGAN DI DALAM TANUR
9.1. Penampilan dan Kualitas Kayu Penampilan kayu menjadi indikasi bagi kualitas kayu, sehingga penampilan tersebut berpengaruh terhadap penggunaan kayu, baik pada saat kayu itu diolah menjadi kayu gergajian sebagai bahan konstruksi maupun diolah menjadi produk-produk lain yang terbuat dari kayu. Penampilan kayu yang berpengaruh tersebut meliputi: mats kayu, gambaran berupa garis-garis lingkaran tahun, corak kulit dan mineral, kantong-kantong saluran damar, keberadaan kayu reaksi (kayu kompresi dan kayu tank), arch serat (lurus, terpuntir atau berpadu). Penampilan tersebut berpengaruh secara langsung terhadap derajat dan nilai setiap individu papan. Penampilan yang tidak menguntungkan terhadap kayu seringkali disebut sebagai cacat kayu. Oleh karena itu, banyak proses penggergajian dalam kerangka pembentukan papan kayu dari kayu gelondong, seringkali dimaksudkan pula sebagai sarana untuk menghilangkan penampilan alami yang tidak menguntungkan atau cacat tersebut. Dengan demikian, penggergajian juga dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas dan nilai papan suatu surtomen kayu. Cacat-cacat yang mengurangi derajat, kualitas dan nilai kayu gergajian tersebut sering berkembang dalam setiap proses pengolahan kayu. Cacat kayu tidak hanya dalam proses pembalakan di dalam kawasan hutan dan penggergajian di dalam kilang pengergajian, tetapi cacat tersebut juga berkembang di dalam proses pengeringan, permesinan kayu dan penanganan kayu secara mekanis lainnya serta pengerjaan akhir berupa pemolesan kayu (wood finishing). Dalam berbagai lingkungan yang memungkinkan bagi pemunculan cacat kayu tersebut diatas, pokok bahasan saat ini hanya akan dipusatkan pada cacat yang berkembang selama proses pengeringan. Dengan pokok bahasan ini, proses pengeringan akan diarahkan dan dikendalikan agar terjadinya cacat dapat dihindarkan. Kalau tidak menungkinkan demikan, maka pengendalian tersebut dilakukan agar perkembangan cacat tersebut ditekan sehingga pada ukuran yang sekecil mungkin. Hal ini disebabkan karena cacat kayu sudah tentu berkonsekuensi pada nilai ekonomi Tingkat kehati-hatian dalam latihan untuk menguasai kiat dan metode atau tata-cara penghindaran terhadap terjadinya cacat pengeringan ini, sangat bergantung pada penggunaan akhir terhadap kayu basil pengeringan. Dalam membatasi perkembangan cacat-cacat khusus pada pengeringan, operator tanur harus menentukan prosedur tertentu yang juga untuk menghindari pemunculan cacat lainnya yang mungkin menurunkan nilai kayu sebagai bahan baku untuk dioleh lebih lanjut. Operator harus selalu memodifikasi prosedur pengeringan untuk menahan kehilangan bahan kayu karena adanya berbagai jenis cacat yang menimpa kayu. Universitas Gadjah Mada
1
9.2. Pengaruh Suhu terhadap Kekuatan Kayu Suhu yang tinggi mengurangi dan menurunkan kekuatan kayu, terutama bila kayu tersebut mempunyai kadar air yang tinggi. Semakin tinggi suhu yang diberlakukan terhadap kayu dan semakin tinggi kadar air kayu serta semakin panjang jangka waktu (durasi) pengeringan, semakin besar pula pengurangan kekuatan kayu. Untuk sebagian besar penggunaan kayu, pengurangan dalam hal kekuatan kayu tidaklah signifikan. Pengeringan pada temperatur sampai dengan 160 °F (65 °C) mengurangi sangat sedikit kekuatan kayu selama siklus pengeringan berlangsung secara normal. Meskipun demikian, apabila diinginkan kekuatan dan kekerasan yang tinggi, suhu yang lebih tinggi dari 160 °F seharusnya tidak diterapkan. Kayu untuk pesawat terbang, raket tenis, tangga, alat pemukul, tangkai senapan dan produk-produk sejenisnya tergolong ke dalam kategori ini. Pengaruh temperatur terhadap kekuatan kayu telah dipikirkan dan diperhitungkan ketika memilih dan mempersiapkan skedul pengeringan, dan hal itu telah dibicarakan dalam bab 8. Oleh karena itu, ketika menggunakan skedul, operator tanur pengering tidak. perlu memperhatikan pengaruh panas terhadap kekuatan kayu yang sedang dikeringkan. 9.3. Variabilitas Cacat Kayu yang Terjadi Selama Proses Pengeringan Cacat yang terjadi selama proses pengeringan dikelompokkan menjadi tiga kelas berdasarkan penyebabnya, yaitu 1. penyusutan, 2. jamur dan 3. kemikalia dalam kayu. Cacat yang berkaitan dengan penyusutan biasanya bertambah dan menjadi lebih serius ketika pengeringan menggunakan suhu bola kering yang tinggi secara berlebihan atau depresi suhu bola basah yang besar selama tahap-tahap kritis dalam proses pengeringan. Cacat oleh jamur biasanya terjadi ketika digunakan temperatur yang rendah dan kelembaban relatif yang tinggi dalam pengeringan kayu basah. Noda kimiawi yang terjadi pada kayu selama proses pengeringan terutama sehubungan dengan pengaruh panas terhadap zat ekstraktif kayu.
Universitas Gadjah Mada
2
9.4. Cacat yang Berkaitan dengan Pengerutan Banyak cacat yang dihubungkan dengan penyusutan kayu sepanjang proses pengeringannya. Mengetahui bagian kayu yang mengalami cacat, waktu terjadinya cacat dan mengapa cacat ini terjadi akan memungkinkan operator untuk mengambil tindakan untuk menjaga agar cacat ini terjadi pada tingkatan yang minimal. Pengeringan tanur seringkali dipersalahkan atas terjadinya cacat. Oleh karena itu, dalam usaha pengeringan kayu dilakukan dengan mengkombinasikan pengeringan dalam tanur pengering tersebut dengan pengeringan secara alami, meskipun sebagian besar cacat dapat terjadi selama berlangsungnya pengeringan masing-masing proses tersebut. Dalam tanur pengering, cacat dapat ditekan dengan memodifikasi kondisi pengeringan. Sementara itu, dalam pengeringan secara alami pengurangan terjadinya cacat dilakukan dengan menunpuk kayu secara benar dengan mengikuti prosedur penumpukan yang telah dibakukan Cacat kayu yang diakibatkan oleh penyusutan dapat menampilkan diri dalam berbagai perwujudan. Wujud cacat tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu retak dan perubahan bentuk. Retak antara lain mencakup retak permukaan, retak ujung pecah ujung, koleps (collaps), retak dalam, dan retak pada lingkaran pertumbuhan. Sementara itu. Cacat perubahan bentuk sortimen kayu antara lain mencakup pembusuran, pemelengkungan dan pengenjangan. Retak permukaan merupakan kegagalan ikatan antar dinding sel yang biasanya terjadi pada sel jari-jari kayu, pada permukaan bidang gergajian kayu gergajian atau pada bendabenda yang lain yang terbuat dari kayu. Retak ini juga dapat terjadi pada saluran damar dan kantong-kantong mineral. Retak tersebut jarang muncul pada ujung-ujung bahan yang digergaji secara tangensial yang berketebalan maksimum 6/4 inci, tetapi akan muncul pada ujung-ujung bahan yang digergaji secara tangensial atau radial dengan ketebalan yang lebih dari 6/4 inci. Kegagalan ini biasanya terjadi pada tahap awal proses penggergajian, tetapi dalam beberapa kayu jarum, bahaya retak permukaan ini terjadi setelah tahap awal pengeringan. Retak permukaan berkembang karena permukaan kayu gergajian menjadi terlalu kering, sebagai akibat dari kelembaban yang terlalu rendah. Pada sortimen kayu gergajian yang sisi lebarnya terbentuk dari bidang gergajian tangensial dan yang ukuran lebar relatif besar serta sortimen ini relatif tebal, maka sortimen yang tebal itu akan cenderung lebih mudah mengalami retak permukaan pada sisi tangensial tersebut dibandingkan dengan sortimen yang tipis dan sempit.
Universitas Gadjah Mada
3
Beberapa retak permukaan yang telah terjadi akan dapat tertutup lagi selama proses pengeringan berlangsung, terutama pada sortimen kayu yang berasal dari golongan kayu dawn. Pada produk-produk yang mempersyaratkan permukaan kayu yang direka-oles (dipoles) secara sempurna, seperti halnya pada beberapa bentuk bingkai hiasan interior, kabinet dan mebel, adanya retak permukaan yang tertutup kembali itu tetap tidak dikehendaki. Retak permukaan yang demikian ini mungkin akan terbuka lagi dalam beberapa hal selama penggunaan, karena adanya fluktuasi kondisi atmosfir. Retak permukaan yang dangkal tidak perlu diperhatikan, karena retak tersebut akan hilang oleh libasan akibat penyerutan pada bagian tersebut selama proses permesinan terhadap permukaan kayu. Dalam penggunaan beberapa produk kayu seperti raket tenis, pegangan pada berbagai peralatan, dan komponen struktur bangunan, maka retak permukaan yang terbuka maupun yang tertutup, akan cenderung meningkat menjadi pecah. Ada produkproduk kayu lain yang dapat memberi toleransi bagi keberadaan retak permukaan yang telah tertutup ini. Produk kayu yang dimaksud antara lain berupa papan lantai dan beberapa produk furniture, atau produk kayu lainnya yang nilainya tidak dipengaruhi oleh retak permukaan yang telah tertutup lagi. Dalam proses pengeringan yang dilakukan secara kombinasi antara pengeringan secara alami dan pengeringan di dalam tanur pengering, kayu sebagai bahan balm yang telah mengalami retak permukaan selama proses pengeringan secara alami, tidak boleh dibasahi atau didedah pada kelembaban relatif yang sangat tinggi sebelum atau selama pengeringan selanjutnya di dalam tanur pengering. Hal itu disebabkan beberapa perlakuan tersebut seringkali akan memperlebar, memperdalam dan memperpanjang dimensi retak. Material yang mempunyai retak terbuka tidak pelu dibasahi lagi setelah pengeringan dengan tanur, karena pendedahan yang berkelanjutan terhadap kondisi pabrik akan mengeringkan permukaan yang basah dan memperlebar retak. Sebagaimana retak permukaan, Retak Ujung pada umumnya terjadi pada jari-jari kayu, tetapi terletak pada permukaan ujung batang atau sortimen kayu. Retak ini juga terjadi pada tahap awal pengeringan, dan dapat diminimalisasikan dengan menggunakan kelembaban relatif yang lebih tinggi. Bahan yang mengalami retak ujung tidak boleh dibasahi atau dikenai kelembaban relatif yang sangat tinggi sebelum, selama atau setelah proses pengeringan. Kecenderungan untuk mengalami retak ujung menjadi lebih besar pada semua jenis kayu seining dengan meningkatnya ketebalan dan kelebaran dimensi sortimen kayu. Berdasarkan atas alasan ini, permukaan ujung bahan yang tebal atau lebar dan harus dilapisi pada bagian ujungnya. Popor senjata merupakan salah sate contoh bagi bends yang terbuat dari kayu yang bentuknya persegi atau bujur sangkar. Di camping itu, terdapat Universitas Gadjah Mada
4
pula beberapa contoh lain yang dapat disebutkan sebagai contoh atas barang-barang khusus yang berukuran lebih pada sisi lebarnya. Pelapisan ujung harus dilakukan pada potongan baru atau potongan yang masih segar, agar pengaruh lapisan itu terekspresi secara paling efektif. Pelapisan seperti itu bahkan jugs harus dilakukan pada permukaan ujung kayu yang masih berkondisi segar, meskipun ujung tersebut belum mengalami retak. Sikap ini dilakukan untuk mencegah terjadinya retak ujung pada sortimen kayu. Untuk memperjelas pemahaman terhadap retak permukaan maka disajikan gambar berikut:
Gambar 16. Retak ujung pada sortimen kayu. Sumber Rasmussen (1961).
Pecah Ujung biasanya dihasilkan dari perkembangan lebih lanjut dari retak ujung. Oleh karena itu, bila perkembangan lebih lanjut secara berlebihan atas retak ujung dapat dihindari, maka pecah ujung tampaknya akan berkurang intensitasnya. Penempatan ganjalganjal secara berderet menuju ke tingkat yang lebih atas pada bagian yang paling ujung dari setiap papan atau sortimen kayu yang sedang dikeringkan, akan membantu mengurangi berkembangnya pecah ujung. Koleps (Collapse) yang disebut jugs salah-bentuk adalah beberapa distorsi pada permukaan kayu atau perataan sel-sel pada permukaan kayu. Dalam jumlahnya yang sedikit, cacat ini mungkin sulit untuk dideteksi atau bahkan tidak mungkin untuk dideteksi. Keberadaan cacat kolep ini sering terlihat sebagai lekukan atau alur atau bagian mengombak atau menggelombang pada permukaan kayu. Koleps mungkin disebabkan oleh dua hal. Pertama, tegangan pengeringan yang menekan (kompresi) pada bagian interior kayu, sehingga bagian ini mengalami gaya penekanan. Kedua, tegangan cairan pada rongga sel kayu yang semula terisi sepenuhnya oleh air. Kedua kondisi ini teijadi pada awal proses pengeringan. Koleps biasanya tidak terlihat pada permukaan kayu, sampai pada proses pengerjaan kayu berikutnya. Cacat ini pada umumnya berkaitan dengan temperatur bola kering yang tinggi secara berlebihan pada tahap awal pengeringan. Apabila cacat koleps terjadi pada proses pengeringan di dalam tanur, maka penurunan terhadap temperatur pada tahap awal proses pengeringan harus dilakukan, terutama pada pengeringan yang diberlangsungkan terhadap muatan Universitas Gadjah Mada
5
berikutnya yang terdiri atas jenis kayu dan karakter yang sama. Untuk memperjelas pemahaman terhadap koleps maka disajikan gambar berikut:
Gambar 17. Koleps atau salah bentuk Sumber Rasmussen (1961).
Koleps merupakan cacat yang serius dan oleh karena itu jika memungkinkan, cacat ini harus dihindarkan. Dalam konteks inilah perlu disakan untuk menggunakan skedul pengeringan khusus yang memang dirancang untuk mengurangi kehadiran kolep tersebut, terutama pada kayu yang rentan. Beberapa kayu yang rentan terhadap cacat ini pada umumnya dikeringkan secara alami, sebelum dikeringkan dengan tanur pengering. Retak dalam atau Honey-comb merupakan celah internal di dalam kayu yang disebabkan karena kegagalan tarik menarik dalam arah serat. Hal ini biasanya terjadi pada jari-jari kayu. Cacat ini dihasilkan karena penggunaan suhu yang tinggi secara berlebihan dalam periode waktu yang terlalu panjang, ketika air bebas masih berada di dalam rongga sel. Sementara itu, kayu mungkin tidak sungguh-sungguh gagal sampai dengan pertengahan perjalanan proses pengeringan atau perjalanan lebih lanjut dalam proses pengeringan. Pengurangan kekuatan kayu mungkin dimulai pada setiap langkah pada perjalanan proses pengeringan bila suhu disetel pada kondisi yang sungguh-sungguh tinggi secara berlebihan. Oleh karena itu, retak-dalam dapat dikendalikan pada tingkat yang minimum dengan menghindarkan penyetelan suhu bola kering yang terlalu tinggi dari awal proses Pengeringan sampai dengan proses pengeringan yang ditandai dengan sudah terevaporasinya semua air-bebas dari seluruh bagian kayu. Untuk memperjelas pemahaman terhadap retak-dalam maka disajikan gambar berikut:
Universitas Gadjah Mada
6
Gambar 18. Retak dalam (honeycomb) pada sortimen kayu. Sumber Rasmussen (1961).
Retak permukaan dan retak ujung yang dalam, yang oleh kondisi tertentu kedua retak itu telah tertutup kembali secara rapat pada bagian permukaan bahan, meskipun masih tetap terbuka pada bagian bawah permukaan tersebut. Dua jenis retak permukaan tersebut seringkali juga disebut sebagai retak-dalam. Kegagalan atau kerusakan ini juga sering disebut retak leher botol. Retak-dalam dapat menghasilkan kehilangan yang cukup banyak dalam arah panjang. Meskipun demikian, retak-dalam pada beberapa kasus tidak dapat dideteksi pada bagian permukaan papan atau kayu gergajian. Oleh karena itu, retak-dalam sulit untuk ditemukan sebelum kayu yang mengalami retak-dalam ini sedang berada pada proses pengerjaan kayu yang menggunakan mesin pengolah. Akan tetapi, sortimen kayu yang mengalami beberapa retak-dalam, seringkali mempunyai menampakkan permukaan kayu yang bergelombang atau berombak. Retak-dalam sangat sering berasosiasi (hadir secara bersama) dengan koleps, terutama terjadi pada sortimen kayu yang berada pada muatan yang ditempatkan pada posisi tertentu di dalam tanur pengering. Pada posisi tertentu itulah terjadi terkonsentrasi kelembaban udara yang tinggi selama proses pengeringan berlangsung. Dengan demikian, disadari bahwa di dalam tanur pengering terdapat bagian atau wilayah pengeringan yang bervariasi kondisi suhu dan kelembabannya, meskipun skedul suhu dan kelembaban yang dioperasikan adalah sama di dalam tanur pengering tersebut. Kegagalan Lingkaran Pertumbuhan merupakan cacat yang terjadi secara paralel dengan lingkaran tahun, baik berada dalam lingkaran atau di antara lingkaran pertumbuhan. Dalam penampilannya, kegagalan ini mirip dengan luka bacokan, yang terjadi pada pohon yang masih berdiri atau dalam pohon ketika pohon tersebut ditebang. Biasanya kegagalan mencakup beberapa lingkaran pertumbuhan, dimulai dari salah satu lingkaran pertumbuhan dan memotong melintang lingkaran pertumbuhan yang lain sepanjang jari-jari kayu. Hal ini dapat terjadi sebagai kegagalan pada permukaan ujung papan pada tahap awal pengeringan. Cacat ini akan membesar, baik menuju ke arah Universitas Gadjah Mada
7
dalam maupun menuju ke arah panjang, sejalan dengan berlanjutnya proses pengeringan. Kegagalan ini jugs dapat terjadi secara internal, disebabkan oleh cacat indung madu (retak-dalam) dan melemahnya ikatan antara lingkaran tahun ketika penerapan suhu tinggi dalam proses pengeringan. Kegagalan lingkaran dapat ditahan pada tingkat minimum dengan pelapisan ujung kayu atau dengan penggunaan skedul pengeringan yang diwarnai dengan kelembaban relatif yang lebih tinggi pada awal proses pengeringan dan suhu bola kering yang lebih rendah. Untuk memperjelas pemahaman terhadap kegagalan lingkaran pertumbuhan maka disajikan gambar berikut:
Gambar 19. Cacat kegagalan lingkaran pertumbuhan. Sumber Rasmussen (1961). Pecah Kotak Hati merupakan cacat berupa pecah yang terdapat pada hati atau empulur kayu. Pecah ini mulai berkembang pada tahap awal proses pengeringan dan perkembangan menjadi bertambah buruk dan parah sejalan dengan kondisi kayu yang semakin kering. Pecah ini disebabkan oleh perbedaan antara besarnya pengerutan tangensial dan radial pada bagian kayu yang berada di sekitar empulur. Perbedaan besarnya penyusutan tersebut menyebabkan beberapa tegangan pada permukaan yang sama pada bagian tertentu pada kayu, dan hal inilah yang membuat kayu mengalami pecah. Cacat ini tidak mungkin dapat dihindarkan, bahkan memberi perlindungan secara alami untuk melindungi kayu terhadap cacat ini tidak mungkin untuk dilakukan. Cacat pecah hati dapat diilustrasikan dalam gambar berikut.
Universitas Gadjah Mada
8
Gambar 20. Pecak kotak hati (pecah pada bagian empulur) Sumber Rasmussen (1961). Melengkung merupakan salah satu bentuk cacat perubahan bentuk pada sortimen kayu. Cacat ini berkembang sejalan dengan mengeringnya kayu. Perkembangan cacat ini terlihat dari distorsi dalam hal ukuran dan bentuk yang dialami oleh sortimen kayu yang bersangkutan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pengerutan dalam sumbu radial, tangensial, dan longitudinal. Pemelengkungan demikian menjadi lebih hebat dan bertambah menjadi lebih buruk yang disebabkan oleh dua hal. Pertama ketidak-teraturan arah serat pada sortimen kayu atau adanya serat kayu yang terdistorsi. Kedua, atas kehadiran kayu yang tidak normal di dalam sortimen kayu. Memangkuk merupakan distorsi papan yang di dalamnya terdapat deviasi pelengkungan terhadap garis lurus pada arah lebar papan. Cacat ini mulai menampakkan diri pada tahap sangat awal proses pengeringan dan menjadi berkelanjutan memburuknya sejalan dengan terus berlangsungnya proses pengeringan. Pemangkokan disebabkan oleh pengerutan pada arah paralel lingkaran pertumbuhan lebih besar daripada panyusutan pada arah melintang lingkaran pertumbuhan. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin besar perbedaan antara pengerutan tangensial dan radial, semakin besar pula derajat pemangkukan yang terjadi pada sortimen kayu tersebut. Sebuah papan yang digergaji secara tangensial yang dipotong dari posisi di dekat kulit, memiliki kecenderungan untuk memangkok yang lebih kecil daripada papan yang sama yang dipotong dari daerah yang berada di dekat hati. Papan hasil gergajian tangensial memangkok ke arah permukaan yang paling dekat dengan kulit. Pemangkokan mungkin mengakibatkan kehilangan yang cukup berlebihan atas volume kayu selama proses permesinan terhadap sortimen kayu yang dimaksud. Cacat ini dapat dikurangi dalam beberapa hal dengan membuat modifikasi terhadap skedul pengeringan untuk menghindarkan pengeringan yang Universitas Gadjah Mada
9
kelewat batas. Di samping itu, cacat ini dalam beberapa hal dapat dihindarkan dengan cara pengeringan alami terhadap persediaan bahan sebelum bahan tersebut dikeringkan dalam tanur pengering. Metode atau cara terbaik untuk mengontrol perkembangan cacat pemangkokan ialah dengan penumpukan yang baik atau dengan praktek-praktek penumpukan yang mengikuti prosedur penumpukkan secara benar. Sortimen berupa papan yang semakin tipis, maka papan tersebut akan semakin besar kecenderungannya untuk menderita cacat memangkok. Membusur (Bow) adalah suatu deviasi pelengkungan lebar terhadap garis lurus yang ditarik dari ujung yang satu terhadap ujung yang lain dalam satu papan. Cacat ini diasosiasikan dengan pengerutan longitudinal dalam kayu yang berasal dari posisi yang berdekatan dengan empulur pohon. Di samping itu, cacat membusur juga cenderung terjadi pada sortimen yang mengandung kayu tekan atau kayu tarik, yaitu sortimen kayu yang berasal dari bagian batang pohon yang merunduk. Cacat membusur juga terjadi pada sortimen kayu yang arahnya tegak lurus arah serat kayu. Cacat ini dapat dikendalikan dengan prosedur yang sama dengan prosedur yang digunakan untuk mengurangi pemangkokan. Melekuk (Crook) adalah deviasi pelengkungan pada sisi tebal terhadap garis lurus yang ditarik dari ujung yang satu ke ujung yang lain pada suatu papan. Penyebab melekuk sama dengan penyebab pada pembusuran. Cacat ini lebih sulit untuk dihindarkan daripada pemangkokan atau pembusuran. Memuntir (Twist) merupakan perputaran atau pembelitan pada tepi papan sedemikian serupa sehingga empat sudut pada setiap permukaan kayu tidak lagi berada dalam satu bidang datar. Hal ini terjadi dalam kayu yang tersusun atas serat-serat yang berarah spiral, serat yang berombak, serat yang berarah miring secara diagonal, serat yang terdistorsi atau serat berpadu. Kayu gergajian yang mengandung karakter serat demikian kadang-kadang dapat dikeringkan secara merata dengan menggunakan prosedur penumpukan yang benar. Pembentukan diamon atau cacat mengintan merupakan sebuah bentuk pemuntiran yang ditemukan dalam ujung kayu yang berbentuk bujur sangkar. Dengan demikian, cacat mengintan sering terjadi pada sortimen kayu yang dalam proses pengeringannya, penampang melintang kayu yang semula berbentuk bentuk bujur sangkar berubah menjadi bentuk jajaran genjang tertentu, yang kemudian bentuk jajaran genjang terseebut diasumsikan sebagai sebuah bentuk diamond. Cacat ini dihasilkan dari perbedaan antara besarnya pengerutan dalam arah radial dan arah tangensial dalam bidang bujur sangkar yang di dalamnya terdapat lingkaran-lingkaran tahun mengarah secara diagonal dari sudut yang satu ke sudut yang lain di dalam bidang bujur-sangkar tersebut. Berbagai bentuk pemuntiran diilustrasikan pada gambar berikut: Universitas Gadjah Mada
10
Gambar
21.
Cacat
melengkung,
melekuk,
membusur,
memuntir,
menggenjang, memangkuk. Sumber Rasmussen (1961).
Retak pada Mata Kayu merupakan suatu kondisi yang sering dilihat sebagai cacat. Retak ini muncul dalam serat akhir suatu mata kayu yang terdapat pada jari-jari kayu (Lihat Gambar 22). Cacat ini dihasilkan dari perbedaan pengerutan paralel dan arah melintang lingkaran pertumbuhan dalam mata kayu. Cacat ini terjadi dalam tahap awal pengeringan dan diperparah oleh penggunaan kelembaban relatif yang terlalu rendah. Mata kayu yang retak dapat dikendalikan dengan penggunaan kelembaban relatif yang lebih tinggi dan dengan pengeringan pada kadar air yang lebih tinggi, akan tetapi hal ini hampir tidak mungkin dihalangi atau dihindarkan. Mata Kayu yang Lepas merupakan cacat yang dialami oleh sortimen kayu, karena hal ini mengkakibatkan adanya lubang pada permukaan sortimen kayu tersebut. Mata kayu, baik mata kayu yang mati maupun mata kayu yang hidup, selalu lepas dari sortemen kayu selama proses pengeringannya (Lihat Gambar 23). Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa mata kayu tidak tumbuh pada kayu di sekitarnya, tetapi hanya ditempati oleh kulit dan empulur. Mata kayu mengalami pengerutan yang sangat besar dalam dua arah permukaan kayu, yaitu seluruh arah lebar dan sepanjang arah panjang. Sementara itu, papan yang menjadi tempat bagi mata kayu tersebut akan mengkerut secara cukup besar pada arah lebar, tetapi mengerut secara sangat sedikit pada arah panjang. Sebagai konsekuensi atas kedua hal itu, maka mata kayu yang telah mengering akan memiliki dimensi yang lebih kecil daripada dimensi lobang yang dibentuk oleh mata kayu tersebut. Universitas Gadjah Mada
11
Hal ini akan memungkinkan sangat seringnya mata kayu itu terlepas dari sortimen kayu gergajian, pada saat kayu gergajian tersebut diolah atau dikerjakan lebih lanjut dalam proses permesinan berikutnya. Tidak ada satu pun cars yang dapat dilakukan untuk melindungi terlepasnya mata kayu mati dari sortimen kayu selama proses pengeringannya. Meskipun demikian, bila kayu gergajian tidak dikeringkan sampai pada kadar air yang rendah sebelum kayu tersebut dikerjakan dengan mesin, maka mata kayu akan lebih mampu bertahan pada sortimen kayu gergajian.
Gambar 22. Pecah pada mato. kayu
Gambar 23. Mata kayu yang lepas
Sumber Rasmussen (1961).
Sumber Rasmussen (1961).
Cacat pengerasan pada bagian luar sortimen kayu (Case Hardening) merupakan hasil yang tidak dapat dielakkan dari tegangan pengeringan yang berasosiasi dengan pengerutan. Tegangan akan hadir saat kayu mengering secara tidak merata. Ada yang setuju tetapi ada pula yang tidak setuju ketika case hardening ini dikatagorikan sebagai cacat. Case hardening akan dilihat sebagai cacat atau bukan cacat, sangat bergantung pada penggunaan akhir bahan kayu yang telah mengering tersebut. Kayu gergajian yang telah mengalami case hardening akan sulit diproses dengan mesin. Case hardening dapat dihilangkan, sehingga sortimen kayu akan terbebas dari cacat ini. Cara pemulihannya dilakukan dengan menerapkan perlakuan pengkondisian (conditioning treatment) pada tahap akhir proses pengeringan ketika sortimen kayu tersebut masih dikeringkan dalam tanur pengering kompartemen. 9.5. Cacat yang Berhubungan dengan Penularan Jamur Universitas Gadjah Mada
12
Ada tiga bush cacat yang berkaitan dengan penularan atau serangan jamur, yaitu jamur noda kayu gubal, jamur pembusuk (decay) dan jamur pembuluk (mold). Semua cacat akibat serangan jamur ini, sebagaimana telah didiskusikan pada bagian awal, dapat terjadi selama berlangsungnya proses pengeringan dengan tanur, apabila kondisi suhu dan kelembaban udara dalam tanur pengering itu sesuai dengan habitat bagi pertumbuhan dan perkembangan jamur tersebut. Noda biru yang diakibatkan oleh jamur penoda kayu gubal (sap), yang oleh karena itu jamur ini lebih dikenal sebagai jamur penyebab noda biru, akan dikatagorikan sebagai cacat pada beberapa penggunaan kayu gergajian. Kayu gubal dari beberapa spesies kayu yang sangat rentan terhadapnya (Gambar 117). Cacat ini terjadi pada tahap awal proses pengeringan. Hal ini disebabkan oleh jamur yang pertumbuhannya tergantung pada tiga faktor, yaitu makanan, kelembaban udara dan suhu yang cocok, dapat menemukan kondisi yang sesuai dengan persyaratan pertumbuhannya. Apabila salah satu faktor tersebut tidak sesuai, maka noda itu tidak akan terjadi. Jamur tumbuh paling cepat antara suhu 75 °F dan 85 °F pada kayu yang memiliki kadar air 20% atau lebih. Noda sap dapat dikurangi secara subtansial dan seringkali dapat dihilangkan secara tuntas melalui pengeringan yang cepat terhadap kayu gergajian yang masih segar, baik pengeringan secara alami dengan sirkulasi udara yang cepat, atau pengeringan dengan tanur pada temperatur 150 °F atau lebih. Bila kayu gergajian yang masih segar harus dikeringkan dalam tumpukan yang sulit dan sebelum dikeringkan tumpukan itu berada pada suatu kondisi yang kondusif bagi serangan atau penularan jamur penoda sap, maka kayu tersebut harus diperlakukan atau disemprot dengan cairan kimia beracun, yang sering disebut fungisida.
9.6. Cacat yang Berhubungan dengan Bahan Kimia di dalam Kayu Ekstraktif di dalam kayu mengalami perubahan kimia selama proses pengeringan yang mungkin menyebabkan perubahan warna pada permukaan kayu. Warna ini sering disebut sebagai noda kimiawi. Ekstraktif ini mengalir ke luar bersama dengan perpindahan air dari bagaian dalam kayu ke bagian permukaan kayu, karena ekstraktif tersebut melarut di dalam air. Apabila air menguap dari permukaan kayu, maka zat ekstraktif akan diendapkan pada permukaan kayu. Mekanisme inilah yang menyertai terbentuknya noda kimia pada permukaan kayu. Di samping itu, noda peda permukaan kayu juga berkait dengan adanya kandung resin atau damar pada kayu. Apabila damar yang ada tidak mengalami pengerasan di dalam saluran damar itu selama proses pengeringan kayu berlangsung, sehingga damar itu mengalir ke luar menuju ke permukaan kayu dan mengalami pengerasan pada permukaan tersebut, maka akan Universitas Gadjah Mada
13
mungkin akan menimbulkan kesulitan. Kesulitan itu timbul terutama pada produk-produk kayu yang akan diperlakukan permukaannya dengan penggunaan vernis dan cat serta perekat atau pengikat lainnya untuk melekatkan kayu. Noda biru merupakan noda yang terjadi pada banyak kayu jarum, terutama pada Pinus merkusii dan Pinus panderusa. Warna ini sangat bervariasi dari biru muda ke biru sangat
gelap.
Noda
ini
hanya
mempengaruhi
penampilan
kayu,
tetapi
ticlak
mempengaruhi kekuatan kayu. Noda biru dipercaya bahwa disebabkan oleh reaksi kimia yang berlangsung dalam ekstraktif larut dalam air yang kemudian terkonsentrasi dan didepositkan selama pengeringan. Noda ini mungkin berkembang di dalam sortimen kayu maupun pada permukaan sortimen tersebut. Perendaman kayu dalam air panas mungkin merupakan salah satu cara untuk menghilangkan beberapa noda. Meskipun demikian, pemasakan seperti ini juga memungkinkan untuk mendedah wilayah yang bernoda itu menjadi berwarna yang lebih gelap. Noda ini dapat dikurangi secara nyata melalui tiga cara. Pertama, setelah pohon ditebang, balak (log) yang dihasilkannya segera dipotong dan digergaji menjadi kayu gergajian dan proses itu yang dilakukan secepat mungkin, yakni tanpa ada waktu jeda terhadap aktifitas penebangan. Kedua, pengeringan kayu gergajian dilakukan sesegera mungkin, juga tanpa penundaan waktu dari aktifitas penggergajian. Ketiga, proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan temperatur suhu bola basah yang tidak melebihi dari 130 °F, dan kelembaban relatif serendah mungkin tetapi masih dapat ditoleransi oleh bahan kayu tanpa menyebabkan retak ujung dan retak permukaan yang berlebihan, di samping itu juga mengatur suhu bola basah tidak melebihi 120 °F selama proses pengeringan berlangsung. Noda pembekasan ganjal terjadi pada beberapa kayu selama proses pengeringannya, baik dengan pengeringan udara secara alami maupun dengan tanur pengering. Pewarnaan yang bervariasi dalam hal warna ini, mungkin terjadi pada permukaan atau bagian di bawah permukaan papan di bawah ganjal atau muncul sebagai coretan gelap yang sempit pada permukaan tepi ganjal. Kadang-kadang pewarnan bekas ganjal
dapat
dihilangkan
dengan
perlakuan
permukaan
atau
pengampelasan.
Pembekasan ganjal dipercaya sebagai hal yang berhubungan dengan konsentrasi substansi ekstraktif atau perubahan kimiawinya selama proses pengeringan. Meskipun anjuran untuk mencegahnya telah dikemukakan, tidak berarti bahwa perlindungan terhadap diskolorasi ini telah diketahui. Prosedur perlakuan tertentu akan menghilangkan penodaan karena ganjal. Hal ini meliputi penggunaan ganjal yang kering, dan ukurannya relatif sempit atau menggunakan ganjal yang beralur untuk mengurangi luasnya daerah kontak. Disamping itu, sikap untuk secepat mungkin memulai untuk mengeringkan kayu gergajian yang masih segar juga dianj urkan.. Universitas Gadjah Mada
14
Perubahan warna lainnya yang terjadi selama pengeringan terhadap beberapa spesies kayu muncul berasosiasi dengan gerakan kimia. Salah satu contoh adalah pemunculan warna merah muda pada kayu hickory, yaitu pewarnaan dengan warna merah muda yang tidak berefek terhadap kekuatan kayu, tempi dikategorikan sebagai cacat untuk beberapa penggunaan. Pemerah-mudaan dapat dilindungi penyebarannya dengan penggunaan skedul pengeringan khusus. Meskipun secara efektif dapat mengontrol diskolorasi, skedul khusus ini juga tidak efisien karena memperpanjang jangka waktu pengeringan secara signifikan. Bumbungan lunak (saluran damar) merupakan saluran resin atau kantong resin yang terdapat pada semua jenis pinus, Douglas fir, spruce dan western larch. Selama kayu ini mengalami proses pengeringan, beberapa substansi yang mudah menguap mengalami evaporasi di dalam kantong resin. Proses demikian akan menvebabkan pengerasan pada resin tersebut. Apabila bumbungan ini tidak mengeras sepenuhnya, maka sebagian resin akan menetes ke luar atau meluber menuju kepada permukaan kayu kitaka kayu tersebut berada pada penggunaan atau pemanfaatannya. Bumbungan dapat dipadatkan atau dikeraskan sepenuhnya dengan menggunakan temperatur160 °F atau lebih pada proses pengeringannya. Daftar Pertanyaan 1. Uraian hubungan antara penampilan dan kualitas kayu 2. Jelaskan pengaruh suhu terhadap kekuatan kayu 3. Sebutkanlah berbagai cacat kayu yang terjadi selama proses pengeringan 4. Sebutkan berbagi cacat pengeringan yang berkaitan dengan pengerutan 5. Sebutkan berbagai cacat pengeringan yang berhubungan dengan penularan jamur 6. Sebutkan berbagai cacat pengeringan yang berhubungan dengan zat ekstraktif kayu
Universitas Gadjah Mada
15