BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Pesan persuasif dalam wacana iklan merupakan salah satu bentuk dari tindak tutur direktif atau impositif yang bertujuan untuk mempengaruhi orang lain untuk membeli produk. Oleh karena tindak tutur direktif merupakan tindakan yang dapat mengancam muka orang lain, maka penting sekali bagi pengiklan untuk menggunakan berbagai macam teknik kebahasaan untuk mengurangi daya ancaman tindak tutur tersebut demi menjalin hubungan emosional yang baik dengan
calon konsumen. Salah satu cara yang digunakan pengiklan untuk
menjalin hubungan baik dengan calon konsumen adalah melalui penerapan strategi kesopanan. Mengingat
banyak cendekiawan yang mempunyai teori
tentang kesopanan, penelitian ini menggunakan teori kesopanan Brown dan Levinson untuk memfokuskan landasan teoritis. Menurut teori kesopanan Brown dan Levinson, kesopanan berhubungan dengan muka negatif dan positif seseorang sehingga diperlukan teknik-teknik kesopanan untuk dapat menjaga muka positif dan negatif tersebut. Dalam penelitian wacana iklan ini, ditemukan bahwa Indonesia dan Jepang mempunyai orientasi yang berbeda mengenai kesopanan. Berdasarkan analisis data ditemukan bahwa majalah remaja putri Indonesia menggunakan 4 dari 5 strategi kesopanan yang terdapat dalam teori strategi kesopanan Brown dan Levinson. Keempat strategi tersebut adalah strategi bald on record, strategi kesopanan positif, strategi kesopanan negatif dan strategi off record. Dari keempat
215
216
strategi tersebut, strategi kesopanan positif memiliki persentasi penggunaan tertinggi yaitu sejumlah 57,6%, kemudian disusul dengan strategi off record dengan prosentase 24%, strategi bald on record dengan persentase 14,8% dan yang terakhir adalah strategi negatif dengan persentase 3,6%. Berbeda dengan Indonesia, wacana iklan dalam majalah remaja putri Jepang menggunakan 3 strategi kesopanan dari 5 strategi kesopanan ditawarkan oleh Brown dan Levinson. Ketiga strategi tersebut adalah strategi kesopanan positif, strategi kesopanan negatif dan strategi off record. Dari ketiga strataegi tersebut, strategi off record memiliki persentase penggunaan tertinggi yaitu sejumlah 67,6%, kemudian disusul dengan strategi positif dengan prosentase 22,4%, dan yang terakhir adalah strategi negatif dengan persentase 10 persen. Dari pengontrasan strategi kesopanan yang digunakan dalam majalah remaja putri Indonesia dan Jepang, diketahui bahwa terdapat sejumlah persamaan dan perbedaan dalam penggunaan strategi kesopanan. Perbedaan strategi kesopanan dalam kedua majalah terutama menyangkut teknik, frekuensi dan cara yang digunakan untuk mewujudkan suatu suatu strategi. Dalam hal ini perbedaan tersebut dipengaruhi oleh perbedaan dalam konteks budaya dan sosial yang kemudian menyebabkan munculnya perbedaan nilai menyangkut apa yang disebut sebagai kesopanan di Jepang dan Indonesia. Dari sudut pandang konteks kebudayaan, budaya keramahtamhan di Indonesia menyebabkan digunakannya strategi bald on record secara produktif dan banyaknya cara-cara yang menunjukkan kepedulian terhadap calon konsumen dalam memanifestasikan strategi kesopanan positif. Keramahan kepada calon
217
konsumen calon konsumen banyak ditunjukkan melalui kejujuran dan kelugasan dalam menyampaikan manfaat produk yang diyakini akan memberikan kebaikan dan keuntungan untuk calon konsumen. Berbeda dengan Indonesia, budaya meiwaku wo shinai koto (jangan mengganggu orang lain) di Jepang menyebabkan strategi bald on record yang sangat lugas tidak ditemukan dan lebih banyak digunakannya tuturan-tuturan yang lebih implisit dalam memanifestasikan strategi-strategi kesopanan. Dalam hal ini, penghindaran penggunaan strategi bald on record dan digunakannya tuturan-tuturan yang lebih implisit bertujuan agar calon konsumen tidak merasa terganggu. Jika dilihat dari sudut pandang sosial, masyarakat Jepang yang cenderung lebih kolektif daripada masyarakat Indonesia yang semakin mengarah kepada individualis menyebabkan perbedaan orientasi pada strategi kesopanan positif. Kolektivisme masyarakat Jepang yang cenderung melihat seseorang dalam kelompok-kelompok terlihat dari usaha pengiklan untuk menandakan dirinya berada dalam kelompok yang sama dengan calon konsumen yaitu remaja putri. Usaha dalam menciptakan harmoni dengan kelompoknya juga terlihat dalam cara pengiklan yang sangat berhati-hati dalam mengungkapkan opini pribadinya. Berbeda dengan Jepang, masyarakat Indonesia yang semakin mengarah pada masyrakat individualis menyebabkan kesopanan lebih ditekankan dengan cara menghargai calon konsumen sebagai seorang individu. Penghargaan tersebut dilakukan dengan menyampaikan tuturan dengan ekspresi-ekspresi yang lugas, relevan dan efisien. Cara pandang tersebut terutama ditunjukkan dengan teknik janji dan penawaran dan memperhatikan kebutuhan konsumen yang menempati
218
urutan pertama dan kedua dalam strategi kesopanan positif. Dalam penyampaian janji, penawaran ataupun memperhatikan kebutuhan konsumen yang dilakukan dengan menyebutkan manfaat produk, pengiklan menggunakan tuturan-tuturan yang lugas dan tidak implisit supaya efektif dan tidak membuang-buang waktu calon konsumen untuk menebak maksud tuturannya. Kecenderungan ini juga ditunjukkan dengan penggunaan tuturan-tuturan imperatif dalam strategi bald on record yang disampaikan dengan lugas sebagai bentuk kepedulian, simpati dan penghargaan terhadap kepada calon konsumen sebagai seorang individu. Secara keseluruhan, perbedaan strategi kesopanan pada wacana iklan majalah remaja putrid Indonesia dan Jepang terutama dapat dilihat dari penggunaan strategi yang paling dominan. Berdasarkan hasil pengontrasan diketahui bahwa pengiklan di Indonesia lebih banyak menggunakan strategi kesopanan positif sedangkan pengiklan di Jepang lebih banyak menggunakan strategi off record. Perbedaan penggunaan strategi kesopanan yang paling dominan ini terutama dipengaruhi oleh perbedaan pengiklan di Jepang dan Indonesia dalam mengukur besarnya bobot ancaman pesan persuasif dalam wacana iklan. Berdasarkan penjumlahan bobot tiga skala kesopanan, yaitu jarak/ distant (D), kekuatan/ power (P) dan rangking imposisi (R), diketahui bahwa bobot ancaman keseluruhan pesan persuasif wacana iklan di Jepang lebih besar daripada di Indonesia. Besarnya bobot ancaman pesan persuasif di Jepang menyebabkan pengiklan di Jepang memilih strategi yang lebih implisit dalam mengutarakan maksudnya.
219
Selain itu, perbedaan cara pandang dalam konteks budaya dan sosial di atas juga berpengaruh dalam mengorientasikan skala kesopanan yang dianggap paling penting untuk menjaga keharmonisan dengan calon konsumen. Pemilihan penggunaan strategi positif dalam wacana iklan majalah remaja putri Indonesia disebabkan karena pengiklan di Indonesia lebih menitikberatkan skala kesopanan pada jarak/distant (D). Dalam hal ini, keakraban dan kedekatan dengan calon konsumen mempunyai nilai yang sangat tinggi sehingga tuturan-tuturan yang digunakan
bersifat
lebih
langsung
dan
lugas
sebagai
wujud
budaya
keramahtamahan dan penghargaan kepada calon konsumen sebagai seorang individu. Berbeda dengan pengiklan di Indonesia, pemilihan strategi off record sebagai strategi yang dominan di Jepang disebabkan karena pengiklan di Jepang lebih menitik beratkan skala kesopanan pada rangking imposisi (R). Dalam hal ini, pesan persuasif wacana iklan dinilai mempunyai rangking imposisi yang sangat tinggi sehingga diperlukan penyampaian-penyampain yang lebih implisit untuk dapat menyelaraskan keharmonisan dalam kelompok dan
tidak
berbentrokan dengan nilai-nilai budaya dalam masyarakat. Dengan kata lain, strategi kesopanan pada wacana iklan pada majalah remaja putri Indonesia lebih diorentasikan pada wajah positif calon konsumen, yaitu keinginan calon konsumen untuk diterima, dipedulikan dan dihargai,
sedangkan strategi
kesopanan pada wacana iklan pada majalah remaja putri Jepang lebih diorientasikan pada wajah negatif calon konsumen, yaitu keinginan calon konsumen untuk merasa bebas dari imposisi atau paksaan.
220
6.2 Saran Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, untuk dapat lebih mengembangkan penelitan pragmatik kontrastif antara Indonesia dan Jepang, terutama yang berhubungan dengan masalah kesopanan disarankan bagi para peneliti selanjutnya untuk dapat melihat kesopanan dalam konteks yang lebih luas. Dalam penelitian ini hanya ada dua konteks yang dibicarakan, yaitu konteks budaya dan sosial. Namun, penulis yakin, masalah orientasi kesopanan pada dua negara yang berbeda tidak hanya dipengaruhi oleh dua konteks itu saja. Konteks-konteks lain seperti konteks sejarah, agama maupun politis bisa menjadi faktor lain yang mempengaruhi orientasi dalam pemilihan strategi kesopanan.