BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1
Simpulan Setelah pembahasan pada bab sebelumnya dimana dilakukan evaluasi
terhadap laporan laba/ rugi perusahaan, dan melakukan rekonsiliasi perhitungan laba/ rugi, maka dapat menyimpulkan hal- hal sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil evaluasi ditemukan bahwa perusahaan memiliki Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang yang belum dilaporkan sejumlah Rp.7.957.000. Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang yang belum dilaporkan perusahaan tersebut terdapat dalam biaya pegawai tidak tetap, dimana perusahaan memasukan biaya Pegawai tidak tetap tersebut ke dalam biaya lain-lain, hal ini disebabkan bahwa pihak perusahaan berasumsi bahwa biaya pegawai tidak tetap tersebut bukan bersifat biaya umum melainkan biaya yang tidak tetap dan tidak berkaitan langsung dengan operasional perusahaan, oleh karena itu perusahaan memasukkan biaya pegawai tidak tetap tersebut kedalam biaya lain-lain dalam akun biaya usaha. Sedangkan berdasarkan Peraturan Direktur Jendral Pajak No.5 Per-15/PJ/2006 penghasilan yang didapat oleh pegawai tidak tetap harus tetap dikenakan Pajak Penghasilan pasal 21. Akibat dari hasil evaluasi yang telah dilakukan maka Perusahaan akan menambah jumlah Pajak Penghasilan 21 terutang sebesar Rp.7.957.000 atas 73 orang pegawai tidak tetap. 2. Berdasarkan
hasil
evaluasi
ditemukan
sertifikat
atas
permohonan
penambahan luas lokasi Kawasan Berikat yang diajukan PT. Cilegon Fabricators dengan No. 144-0586 tanggal 23 Juli 2004, yang dinyatakan
86
bahwa penambahan luas lokasi Kawasan Berikat telah memenuhi syarat untuk ditetapkan. Setelah PT. CIlegon Fabricators dinyatakan memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai kawasan berikat, maka Menteri Keuangan merbitkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 158/ KMK.04/2001 tentang penetapan sebagai Kawasan Berikat dan pemberian persutujuan Penyelenggara Kawasan Berikat (PKB) merangkap Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKB) kepada PT. Cilegon Fabricators yang berlokasi di Kawasan Peruntukan Industri, Jalan Raya Pulorida, Desa Argawana, Kecamatan Bojonegara, Serang, Banten . Dari hasil penelitian permohonan atas jenis hasil produksi yang diajukan oleh PT. Cilegon Fabricators yaitu hasil industri kontruksi logam untuk keperluan industri berupa steel structure, container crane, boiler, dan platform. Pengaruh pemberian fasilitas oleh Keputusan Menteri Keuangan tesebut, PT. Cilegon Fabricators mendapatkan fasilitas kepabeanan dan perpajakan penangguhan Bea Masuk dan tidak dipungut PPN, PPnBM, dan PPh pasal 22 dan pembebasan Cukai. Namun terdapat sejumlah sisa-sisa material (scrap) yang tidak dapat digunakan lagi sehingga harus dijual di dalam negeri sehingga PT. Cilegon Fabricators membayar kewajiban pajaknya dan bea masuknya seperti PPN dan PPh pasal 22 –nya sebesar Rp. 12.866.000. ( PPN =10.515.000, PPH 22 = 2.351.000) 3. Transaksi yang berkaitan dengan Pajak Penghasilan pasal 23 yang di lakukan oleh PT. Cilegon Fabricators adalah jasa maklon dan teknik. Setelah di evaluasi diketahui adanya Kredit Pajak Dalam Negeri berupa Bukti Potong PPh 23 yang belum dimasukkan dalam SPT Tahunan PPh WP Badan 2010 sebesar Rp.160.359.559. Seluruh bukti potong tersebut berasal dari kegiatan jasa maklon PT. Cilegon Fabricators untuk BUT Repr. of Mitsubishi
87
Corporation (NPWP 01.001.179.9-053.000) yang terjadi pada bulan Desember 2010. Sehingga PT. Cilegon Fabricators harus melakukan koreksi atas penambahan kredit Pajak Penghasilan pasal 23 yang akan menambah kredit pajaknya menjadi Rp.1.508.169.402.4. Pengelompokan aktiva tetap perusahaan dilakukan dengan benar, namun perusahaan berasumsi bahwa masa manfaat kelompok 1 dapat dipercepat menjadi 3 tahun. Akan tetapi seharusnya harus berpatokan dengan tarif dan masa manfaat berdasarkan perlakuan pajak yang berlaku yaitu 4 tahun dengan menggunakan metode garis lurus. Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa ada perbedaan antara penyusutan versi perusahaan yang berjumlah sebesar Rp.24.000.000 dengan versi perpajakan setelah dievaluasi menjadi sebesar Rp.18.000.000. Dimana dalam perhitungannya baik perusahaan maupun fiskal menggunakan metode garis lurus. Akibatnya adalah penyusutan harus dilakukan koreksi positif sebesar Rp.6.000.000 yang akan menambah laba kena pajak perusahaan dan mengurangi penyusutan yang terdapat pada laporan laba rugi perusahaan. 5. Dalam Biaya komunikasi terdapat biaya telepon dan biaya pembelian atau pengisian pulsa handphone. Berdasarkan evaluasi atas perbedaan tetap pada biaya pembelian atau pengisian pulsa handphone dapat dikurangkan sebesar 50% dari penghasilan bruto perusahaan, maka seharusnya dilakukan koreksi fiskal positif sebesar Rp.12.000.000 hal ini dapat dilakukan berdasrkan Kep220/PJ/2002. 6. Berdasarkan Surat Edaran Pajak seharusnya tidak ada koreksi yang dilakukan pada biaya jamuan. Biaya jamuan yang terdapat pada akun biaya bagian dari akun Biaya Variabel sebesar Rp.23.209.405 untuk jamuan para klien bisnis,
88
pemegang saham dan jamuan untuk para karyawan dan direksi dalam rangka buka puasa bersama sebesar Rp.96.883.350 sehingga jumlah biaya jamuan yang dikeluarkan perusahaan sebesar Rp.120.092.755. Namun perusahaan tidak memiliki daftar nominatif, maka tidak diperkenankan mengurangi penghasilan bruto perusahaan. Akibatnya harus dibuat koreksi positif atas biaya jamuan tersebut dan akan mengurangi jumlah biaya dan menambah laba kena pajak. 7. Dalam biaya perbaikan dan pemeliharaan diketahui bahwa biaya tersebut adalah biaya perbaikan mess karyawan. Dalam hal ini mess karyawan bukan merupakan kegiatan operasional perusahaan, atau tidak termasuk dalam memelihara, menagih, mendapatkan sesuai Undang-Undang. 8. Berdasarkan Undang Undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000 Pasal 9 ayat (1) dan Keputusan Direktorat Jendral Pajak No. Kep-220/PJ/2002 tgl.19 April 2002 Pasal 2 ayat (1) tentang perlakuan Pajak Penghasilan atas biaya pemakaian telepon selular dan kendaraan bermotor , bahwa biaya untuk keperluan pribadi tidak berhubungan dengan biaya operasional perusahaan. Sehingga biaya perpanjangan STNK mobil pribadi direktur sebesar Rp.2.500.000,- harus dikeluarkan dari biaya Perusahaan. 9. Peredaran usaha
PT.Cilegon Fabricators secara keseluruhan adalah
Rp.134.212.395.143 dan didalamnya termasuk peredaran Jasa Konstruksi sebesar Rp.10.434.295.200, dan dari peredaran usaha jasa konstruksi tersebut telah dilakukan pemotongan pajak final sebesar 3% dari peredaran usaha bruto yang hasilnya adalah sebesar Rp.313.028.856. Sehingga untuk menghitung
PPh
badan
peredaran
usaha
Jasa
Konstruksi
sebesar
Rp.10.434.295.200 harus dikeluarkan dari peredaran usaha tersebut diatas
89
dan biaya-biaya yang untuk jasa konstruksi juga harus dikeluarkan dari biayabiaya
secara
keseluruhan
yaitu
sebesar
Rp.9.432.863.500
(HPP;
Rp.8.630.630.500+ Biaya usaha :Rp. 802.233.000). Dengan dikeluarkannya peredaran usaha dan biaya-biaya yang berhubungan dengan jasa konsruksi, maka sisa hasil usaha(penghasilan neto) setelah evaluasi adalah sebesar Rp.4.932.085.343 dengan pembulatan menjadi Rp. 4.932.085.000,-. Setelah itu penghasilan neto dikalikan dengan tarif PPh Badan sebesar 25% menjadi Rp.1.233.021.250 kemudian dikurangkan dengan kredit pajak atas PPh 22 dan PPh 23 sebesar Rp.1.510.520.402. Sehingga terdapat kelebihan bayar sebesar Rp.277.499.152 yang harus direstitusi oleh PT.Cilegon Fabricators.
5.2
Saran Saran-saran untuk perusahaan yang didapat dari hasil evaluasi yang perlu dilakukan antara lain sebagai berikut : 1. Seharusnya sumber daya manusia yang menangani bagian akuntansi dan perpajakannya harus lebih teliti lagi dalam menangani perpajakan.hal ini dapat dilihat dari kesalahan-kesalahan seperti berikut ini : o Perusahaan tidak melakukan pemotongan dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 terhadap pegawai tidak tetap. o Perusahaan
melakukan
kesalahan
dalam
pengelompokan
penyusutan aktiva tetap. o Kekurang telitian dalam menentukan biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan seperti perbaikan mess karyawan dan perpanjangan STNK mobil sedan direktur, biaya pulsa seluler, dan sumbangan.
90
o Tidak terdapatnya perincian biaya-biaya, seperti biaya jamuan atau entertainment, yang tidak sesuai dengan aturan di minta dalam Surat edaran Pajak SE-27/PJ22/1986 . 2. Disarankan kepada Pimpinan perusahaan, agar : o Mengingatkan para karyawan yang bertugas sebagai Akuntansi dan Perpajakan untuk lebih meningkatkan kecermatan dan ketelitian didalam membukukan biaya biaya, serta memperhatikan aturan aturan perpajakan yang mengatur masalah pembebanan biaya sesuai aturan perpajakan yang benar. o Melakukan pembayaran ke Kas Negara atas PPh pasal 21 yang terhutang dari koreksi pendapatan Pegawai Tidak Tetap sebesar Rp. 7.957.000,o Mengajukan restitusi ke KPP atas PPh pasal 28 a yang sebesar Rp.277.499.152,-
91