TARI DAN UNSUR PENDUKUNGNYA — 61
Bab 3
TARI DAN UNSUR PENDUKUNGNYA
D a
lam Bab 1 telah disinggung bahwa substansi bahan baku tari adalah gerak tubuh. Setiap gerak tubuh membutuhkan waktu dan energi (tenaga). Tetapi, tidak semua gerak tubuh itu adalah tari. Kemudian telah pula dibicarakan bahwa gerak dalam tari memiliki aspek rasa yang membuat gerakan itu menjadi bermakna. Dengan kata lain, rasa gerak itulah yang menjadi unsur utama dalam pemaknaan suatu tarian, dan bukan terletak pada arti yang diisyaratkan oleh geraknya. Gerak-gerak sebagai bahasa isyarat tangan, umpamanya yang biasa dilakukan oleh orang tuna-rungu, sangat memiliki muatan makna harfiah (verbal), namun gerakan itu belum bisa dikatakan tari, karena tidak juga dimaksudkan untuk “menari.” Aspek kedua yang juga telah dibicarakan adalah waktu, atau irama. Gerak tari adalah gerak yang berirama, yakni gerak yang dilakukan dalam suatu kerangka atau pola waktu, seperti panjang-pendeknya, cepat-lambatnya, pengulangannya, dan sebagainya. Sedangkan aspek ketiga adalah tenaga, yang mengatur kuat-lemahnya gerak, ringanberatnya, atau kendur-tegangnya. Ketiga aspek ini (ruang, waktu, dan energi), disebut elemen-elemen dasar tari, yang satu sama lain tidak bisa dipisahkan. Akan tetapi, tidak seluruh gerakan yang berirama disertai pengaturan tenaganya adalah tari. Ada aspek lain dalam gerak tari, yakni rasa atau makna. Rasa ini bisa mengisi gerak sehingga timbul maknanya, tapi juga bisa sebaliknya dilahirkan oleh pengaturan ketiga elemen di atas. Jadi, tari pada dasarnya adalah gerak tubuh yang teroganisasi dalam ruang dan waktu sehingga melahirkan makna. Maknanya adalah makna “menari” yakni tersalur atau terungkapkannya rasa gerak menari.
62 — TARI TONTONAN
Dalam bab ini, kita akan melihatnya dari sudut pandang yang lain, yakni mulai dari unsur atau bagian-bagian tubuh sebagai sumber gerak tersebut, dan kemudian disusul dengan pengamatan terhadap unsurunsur lain yang berhubungan.
3.1 Gerak Tubuh Sumber gerak tari adalah tubuh secara keseluruhan. Seperti kita tahu tubuh itu merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisah-pisah. Ketika seorang penari melangkahkan kaki atau merentangkan tangannya, umpamanya saja, tidak berarti bahwa bagian-bagian tubuh lainnya tidak “turut menari.” Bahkan, menurut konsep menari dalam banyak tradisi, kesatuan atau keseimbangan seluruh anggota tubuh itu sangat utama. Anggota tubuh yang secara tidak sadar digerakkan, harus tetap menjadi satu kesatuan, sehingga keseimbangan dari perwujudan seluruh tubuh itu tetap terjaga. Apa yang mengatur agar seluruh anggota tubuh manakala menari itu bisa berada dalam keseimbangan dan terjaga untuk mencapai perwujudan tari? Apakah diatur sepenuhnya oleh pikiran? Untuk menjawabnya, mari kita hitung: Ada berapa, bagian dari tubuh kita itu? Kaki, betis, paha, pinggul, perut dada, bahu, lengan, ke pala, mata, jari, dan lain-lain. Sungguh jumlah yang sangat banyak. Suatu hal yang tidak mungkin jika semuanya harus dipikirkan satu demi satu dalam melakukan suatu gerakan. Tapi, untunglah, seluruh anggota badan itu bisa dilatih untuk bisa “cerdas” saling menyesuaikan satu sama lain. Ketika salah satu bagian tubuh melakukan suatu gerakan, bagian lainnya tidak harus diatur atau dipikirkan lagi dalam membuat keseimbangan. Jadi koordinasi tubuh itu seolah secara otomatis bisa terjaga setiap saat. Tubuh penari yang senantiasa terlatih seluruh bagian tubuhnya selalu terkoordinasi. Masing-masing akan secara otomatis terkoordinasi dalam melakukan gerakan apapun, termasuk manakala melakukan gerak-gerak yang cepat sekalipun. Karena sumber “kecerdasan gerak” tidak semata-mata berasal dari pikiran, artinya bahwa sebagian besar dari bagian tubuh kita itu bergerak di luar kesadaran. Andai saja segala sesuatu itu harus masuk dalam wilayah kesadaran, kita malah tidak akan mampu bergerak dengan baik. Dengan kata lain, kekuatan kesadaran senantiasa harus dibarengi dengan ketidaksadaran, dalam istilah umum disebut bawah-sadar. Kekuatan bawah sadar ini sangat penting dalam tari, termasuk dalam dunia kesenian lainnya, dan bahkan dalam seluruh kegiatan kehidupan. Kekuatan ini merupakan salah satu jenis kecerdasan anugerah
TARI DAN UNSUR PENDUKUNGNYA — 63
Tuhan. Mungkin kalian pernah tahu “gerak refleks.” Itulah salah satu kecerdasan tubuh yang bergerak tanpa menunggu perintah atau kontrol otak. Coba pula rasakan ketika kalian berjalan. Apakah kalian harus mengatur setiap langkah? Ketika melangkah, bagaimana gerakan tangan kalian? Nah, pastilah kita tidak semuanya ingat, tidak semuanya melalui kesadaran, melainkan bergerak atau memposisikan dengan sendirinya. Untuk lebih jelas lagi, coba rasakan bagaimana sikap tubuh kalian ketika menendang bola, atau ketika meloncat, ketika naik sepeda, dan lain-lain, keseluruhan tubuh kita sesungguhnya terkoordinasi sehingga ada dalam posisi keseimbangan untuk efektifnya suatu gerakan. Bagian tubuh yang diatur dalam menari mesti lebih banyak daripada ketika kalian berjalan biasa. Karena itu, untuk melakukan tarian yang gerakannya rumit, kalian akan butuh waktu latihan yang lebih lama daripada latihan naik sepeda. Latihan itu, adalah untuk membuat tubuh terampil, “cerdas,” atau terbiasa melakukan gerakan yang awalnya tidak biasa. Karena terlatih maka gerakan yang sulit pun akhirnya terasa atau tampak seperti tidak sulit. Perhatikan gambar di samping, suatu pose dari dua orang penari laki-laki, yang satu menyangga yang lain. Untuk posisi seperti itu, mungkin kons ent rasi pert ama dari penari penyangga adalah pada kaki kiri yang dinaiki penari satunya, karena kaki itulah yang menahan beban terberat. Kaki kanann ya, membuat keseimb anga n, tapi juga sekaligus men jadikan suatu garis lurus dengan kaki yang menaiki. Tangan kanannya merentang ke belakang disertai dengan posisi badannya yang juga condong ke belak ang, sehingga keduanya menambah keseimbangan, baik dari sisi gravitasi, maupun dari sisi bentuknya. Sedangkan pada pihak yang disangga, konsentrasi
64 — TARI TONTONAN
teknis pertama pada kaki kanan yang menginjak, dan pada pegangan tangan kanan. Sedangkan dari sisi bentuk pada kaki kiri, yang lurus dengan kaki kanan penyangga, dan pada tangan kiri yang menjulang ke atas. Bagian tubuh lainnya, kemungkinan besar membentuk atau memposisikan diri secara otomatis, tanpa harus diatur oleh pikirannya. Tapi seluruhnya (yang diatur dan yang tidak diatur) berhasil membentuk suatu kesatuan dan keseimbangan. Komposisi ini tercapai karena seluruh bagian tubuh mereka telah terlatih untuk “memahami” satu sama lain. Perhatikan pula, muka dan titik pandang kedua penari; keduanya bertemu pada satu titik yang kira-kira pada posisi tangan yang disangga. Hubungan titik pandang serta tangan yang disangga dan yang menyangga, mungkin pula bukan merupakan bagian tubuh yang benarbenar diatur oleh pikiran, akan tetapi semuanya itu turut membentuk kesatuan keseluruhan yang lebih bermakna. Contoh ini menerangkan dua hal: pertama walau masing-masing anggota tubuh itu fungsinya berbeda satu sama lain, mereka menyatu dalam satu jiwa dan satu rasa yang juga diberdayakan oleh sumber darah yang sama. Kedua, bahwa kesatuan itu bisa terbentuk oleh dua kekuatan sekaligus, yakni kesadaran dan kebawahsadaran. Kedua kekuatan ini, seperti dikatakan di atas, amat penting karena kedua hal inilah yang membuat keseimbangan. Latihan-latihan gerak adalah untuk meningkatkan kepekaan tubuh terhadap kedua kesadaran tersebut. Kini perhatikan gambar yang berbeda dari penari yang sama di bawah ini, dan cobalah terangkan apa yang kalian bisa katakan dari gambar ini, sehubungan dengan hal kesadaran, kebawahsadaran, dan
Gbr. 3-2: Sehubungan dengan hal kesadaran, kebawahsadaran, dan keseimbangan, cobalah ceritakan gambar ini.
TARI DAN UNSUR PENDUKUNGNYA — 65
keseimbangan. Untuk menambah kecermatan kita dalam melihat tari, dan mung kin juga dalam berlatih tari, berikut ini kita akan melihat tubuh dari bagian-bagiannya yang biasa diatur dalam menari, seperti misalnya tangan, kaki, kepala, bahu, dan lain-lain.
3.2 Bagian-bagian Tubuh 3.2.1 Kaki Kaki merupakan bagian tubuh yang berfungsi penting sebagai penyang ga, dan pembawa langkah ke tempat yang ingin dituju. Selain fungsi seperti itu, khususnya dalam tari, gerakan kaki pun merupakan media ekspresi. Sebagian tradisi tari memanipulasi gerak kaki dengan hentak an-hentakannya ke lantai atau tanah sehingga menimbulkan suara yang cukup keras. Bahkan sering juga di pergelangannya disertakan untaian genta (bel) yang bergemerincing ketika kaki bergerak. Pada masyarakat Sabu, NTT, bukan untaian genta yang dipakai melainkan anyaman semacam ketupat kosong yang terbuat dari daun lontar, diisi kacang-kacangan, jagung kering, atau mungkin juga kerikil, sehingga bunyinya gemericik. Dalam tari Flamenco dari Spanyol, penari memakai sepatu khusus, sehingga ketika “dihentakkan” ke lantai menimbulkan suara yang ber beda-beda. Serupa dengan itu, sol (alas) sepatu untuk step-dancing, di Amerika dan Eropa, dilapisi logam seperti sepatu kuda, sehingga ketika dihentakkan ke lantai terdengar suaranya yang tajam. Dengan demikian, penari Flamenco dan Step-dancing itu sekaligus juga sebagai pemusik perkusi, dengan kakinya kadang-kadang memainkan irama yang rumit dengan tempo yang amat cepat. Yang menarik di situ adalah bahwa bukan hanya gerakan tarilah yang kemudian menimbulkan musik, tapi mungkin juga sebaliknya, karena memainkan musiknya maka terlahir gerak-gerak tari yang unik. Dalam beberapa tradisi, kaki menjadi bagian dari desain gerak. Dalam tari Jawa, misalnya, gerak kaki sangat diatur bentuknya, seperti tekukan pada tungkai dan lututnya, maupun cara mengangkat dan jatuhannya. Dalam tari Ballet dan beberapa aliran tari modern di Barat, kaki pun menjadi bagian desain yang amat penting. Melalui latihan yang khusus, dan dengan sepatu yang khusus pula, penari bisa berdiri di atas ujung jari, sehingga ia tampak seolah mengambang di lantai. Untuk bisa melakukan gerakan yang tidak normal itu, penari harus dilatih sejak kecil, semasa tubuhnya masih fleksibel (lentur), seperti misalnya pelatih tari di Thailand yang tampak dalam gambar 3-10. Selain itu, kaki juga ada yang
66 — TARI TONTONAN
menggerakkan sesuatu yang lain, seperti misalnya menyepak selendang dalam tari Sunda, atau menyepak ujung kain dalam tari putri di Jawa.
Gbr. 3-3: Tari Perang dari daerah Maluku yang memakai “gelang kaki” mencolok, dokumen KITLV, Belanda, tahun 1920-an.
Gbr. 3-4: Tari dari masyarakat Sabu, NTT, yang memakai semacam ketupat daun lontar dengan biji-bijian di dalamnya, yang menghasilkan bunyi ketika digerakkan.
Gbr. 3-5: Seorang penonton bajidoran di Jawa Barat, yang menari lucu dengan banyak mengolah gerak kaki.
Gbr. 3-6: Penari ballet yang dapat berdiri di atas ujung jari kaki dengan sepatu yang khusus, sehingga ia tampak “mengambang” dari lantai.
TARI DAN UNSUR PENDUKUNGNYA — 67
Gbr. 3-7: Tari Cakil dari Jawa Surakarta, dengan sikap kaki yang kuat, yang menunjukkan kegagahan tokoh yang diperankannya.
Gbr. 3-8: Seorang anak sedang belajar menari flamenco tanpa sepatu.
Gbr. 3-10: Seorang pelatih sedang membantu melatih pembentukan kelenturan pangkal kaki calon penari, agar bisa terbuka lebar ke samping.
Gbr. 3-9: Penari Flamenco dengan sepatunya yang khusus, yang membuat bunyi keras ketika dimainkan dengan hentakan ke lantai.
3.2.2 Tangan Dibanding dengan kaki, tangan lebih banyak memiliki fungsi sebagai media komunikasi gagasan, seperti misalnya isyarat untuk menunjuk, memanggil, mengacungkan jempol, dan lain-lain. Demikian pula dalam kerja, seperti makan-minum, membuka pintu, menulis, dan sebagainya. Dengan itu, tidaklah mengherankan jika dalam tari pun tangan menjadi bagian yang amat penting sebagai media ungkap. Desain atau konsep gerak tangan dalam tari pun sangat dominan dan variatif, dan terdapat dalam banyak tradisi. Bahkan di beberapa tradisi, ketika orang bicara “tari” yang pertama terbayang adalah gerak-gerak tangan.
68 Ñ
TARI TONTONAN
Konsep gerak tangan, bukan hanya pada liukan atau putarannya saja, melainkan juga rentangan atau ayunan lengannya, posisi jari-jarinya, dan hubungan antara tangan kanan-kiri. Dalam tarian di India, betuk-bentuk posisi tangan ini banyak sekali macamnya yang terstandarisasikan, dan masing-masing mempunyai makna verbal (seperti kata). Beberapa dari bentuk tangan ini terdapat dalam tarian di Asia Tenggara, namun tidak disertai dengan makna verbalnya, sehingga dalam tarian di Nusantara pun bentuk-bentuk tangan ini hanya sebagai makna gerak, bukan makna kata. Coba perhatikan gambar di bawah yang menunjukkan sebagian bentuk mudra, kemudian bandingkan pula dengan tarian-tarian yang pernah kalian lihat, dan coba identifikasi adakah bentuk-bentuk yang mirip. Dalam tari Jawa, misalnya, bentuk tangan ini banyak kemiripannya, tapi juga tidak memiliki makna seperti halnya di India. Hal ini menunjukkan pula pada kita bahwa tidak ada makna universal dari suatu bentuk, baik dari sisi keindahannya maupun dari sisi arti verbalnya. Norma-norma yang ada dalam beberapa tradisi tari bukan hanya
Gbr. 3-11: Beberapa contoh posisi tangan dan jari dalam mudra dari India, yang masing-masing mempunyai makna verbal, seperti kata-kata. Beberapa bentuk tangannya terdapat di Nusantara, tapi tidak berserta makna verbalnya.
Gbr. 3-12: Tiga dari sekitar 10 bentuk tangan dari tari Jawa Surakarta
tari Nusantara. Dalam tarian berpasangan atau berkelompok, banyak terdapat gerakan tangan yang berpegangan, bersalaman, bergandengan, dan lain-lain.
TARI DAN UNSUR PENDUKUNGNYA — 69
terhadap posisi satu tangan, melainkan juga menyangkut kombinasi dari kedua tangan, seperti misalnya dapat dilihat dalam gambar-gambar di bawah, baik yang simetris maupun yang tidak simetris. Dalam beberapa tradisi, posisi tangan ini berhubungan dengan karakter atau keraslembutnya watak tari yang dibawakan, sedangkan di Batak, dalam tortor, posisi tangan memiliki makna kekeluargaan, menurut status marga dalam suatu peristiwa. Selain itu, dalam tari di Bali, di Jambi, dan di Thailand, umpamanya, jari-jari tangan seperti diperpanjang dengan kuku tempelan, terbuat dari logam, tanduk, atau bahan serupa, sehingga dengan itu, desain geraknya pun menjadi membesar. Tangan juga digunakan untuk memainkan properti tari (akan dibicarakan di bawah), seperti misalnya selendang, sapu tangan, piring dan lain-lain, yang juga banyak terdapat dalam khazanah
Gbr. 3-13: Dalam tari Batak, posisi tangannya berdasar pada status keluarga dalam suatu peristiwa.
Gbr. 3-14: Penari Didong, Ibrahim Kadir dari Gayo, Aceh, mendemonstrasikan variasi gerak tangan, dalam suasana informal.
70 — TARI TONTONAN
Gbr. 3-16: Tari Sriwijaya dari Palembang yang memakai kuku buatan, meperbesar desain gerak.
Gbr. 3-15: Penari bharatanatyam, Medha Hari dari India Selatan, dengan suatu posisi tangan dan mudra-nya. Perhatikan pula bahwa kedua tangan itu menciptakan satu desain (pola) gerak.
Gbr. 3-17: Penari dari Thailand dengan kuku buatan.
Gbr. 3-19: Murid-murid tari di Thailand harus melatih tangan dan jarinya agar bisa melengkung ke belakang dan demikian juga lengan atau sikutnya.
Gbr. 3-18: Tangan banyak berfungsi dalam menggerakkan properti tari dan membuat desain-desain gerak yang tampak besar, seperti selendang atau kain seperti dalam tarian orang Yi, Provinsi Yunan, RRC, dan juga banyak jenis tarian lain di Nusantara.
TARI DAN UNSUR PENDUKUNGNYA — 71
Gbr. 3-20: Dalam tari Saman di Aceh, gerak tangan secara berkelompok menjadi suatu desain tersendiri.
3.2.3 Kepala dan Wajah Dalam kebanyakan tradisi tari, kepala umumnya tidak menjadi bagian tubuh yang dieksplorasi sebagai media gerak, sebanyak tangan dan kaki. Namun demikian, jika kita perhatikan secara seksama, kepala merupakan bagian yang penting pula dalam berbagai tarian. Tari Saman di Aceh, Tari Indang di Minangkabau, umpamanya saja, merupakan tari kelompok yang banyak menggerakkan kepala. Dalam tarian di Jawa dan Bali, penari harus juga melatih beberapa macam gerak kepala, yang kebanyakan kontrolnya dari leher, untuk bisa bergerak secara luwes. Gerakan mengangguk, menoleh, atau menggelengkan kepala, dalam beberapa tarian diatur dengan cara yang tersendiri, sehingga harus melalui latihan yang secara khusus pula. Pada bagian kepala pula wajah kita berada. Oleh karena itu pada tarian tertentu kepala dan muka menjadi bagian terpenting untuk me nyampaikan ekspresi. Mata dan bibir sebagai bagian dari wajah kita dapat menunjukkan geraknya yang khas, misalnya kerlingan, pelototan, kerdipan, belalakan, dan lain sebagainya, yang dapat menyiratkan ekspresi-ekspresi tertentu seperti, sedih, gembira, marah, dan lain seba gainya. Dalam tari Bali gerakan-gerakan mata ini disebut gerak nyledet. Kepala sebagai sumber gerak sebenarnya sudah sering kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari seperti mengangguk sebagai tanda setuju, menggeleng sebagai tanda menolak, menoleh ke kanan, ke kiri, atau tengadah. Masing-masing gerakan memiliki maksud tersendiri. Jika
72 — TARI TONTONAN
gerakan tangan bisa untuk menyampaikan komunikasi tertentu, maka pada organ kepala cenderung bisa memberikan penekanan atau ekspresi. Meskipun begitu, pentingnya aspek kepala dan wajah sebagai sarana untuk menyampaikan ekspresi, tidak berarti bahwa itulah satusatunya medium untuk menyampaikan ekspresi di dalam tari. Ini, secara sederhananya bisa dibandingkan dengan seni teater yang memang cen derung menempatkan wajah sebagai pusat ekspresi. Sedangkan ekspresi pada tari tetap bergantung kepada koordinasi keseluruhan anggota tubuh. Pada beberapa tradisi tari bahkan ada yang “membatasi” peng olahan wajah. Tarian di keraton Jawa, misalnya, menuntut peredaman ekspresi wajah, tidak diperkenankan tersenyum ataupun merengut, dengan tatapan yang tenang merunduk. Tapi, secara struktur bentuk, justru posisi itulah yang menunjukkan atau melengkapkan keseluruhan kekuatan tariannya.
3.3 Desain Gerak
Gbr. 3-21: Dalam tari Bali, terdapat gerak mata yang bermacam-macam. Gerak mata itu yang sangat efektif pada ekspresi muka, dan bagian dari ekspresi gerak tari.
TARI DAN UNSUR PENDUKUNGNYA — 73
Gbr. 3-22: Seorang (bekas) penari tua di Bali (90 tahun), mendemonstrasikan gerakan dengan berbagai ekspresi muka.
Gbr. 3-23: Marcel Merceau, seorang seniman pantomim terkenal di Perancis, menekankan ekspresinya melalui gerak dan muka.
74 — TARI TONTONAN
Gbr. 3-24: Pelawak dengan rias muka lucu, di suatu desa di daerah Cirebon, Jawa Barat, memakai kalung untaian uang, menari di jalan, dan menerima sumbangan suka rela dari penontonnya, dalam suatu arak-arakan.
Gbr. 3-25: Dalam Tari Tengkae (“lawakan”) dari masyarakat Dayak di Kalimantan Timur, laki-laki dengan pakaian perempuan (dan sebaliknya), banyak mengungkapkan kelucuan dengan berbagai ekspresi muka.
Gbr. 3-26: Wajah para penari pada tari Rung Sarung dari grup kesenian Jawa Timur, yang mengolah wajah sebagai bagian dari ekspresi tari dalam sebuah pertunjukan di TMII.
Gbr. 3-27: Dalam tari indang di Sumatera Barat, gerak kepala secara bersama-sama membuat desain-desain gerak yang menonjol.
TARI DAN UNSUR PENDUKUNGNYA — 75
Gbr. 3-28: Penari keraton Yogyakarta, almarhum Ben Suharto, menarikan karakter alusan (laki-laki tenang-lembut): ekspresi tari adalah dari keseluruhan tubuh, sementara ekspresi mukanya justru harus ditahan atau dikendalikan.
Manakala kita menyaksikan sebuah pertunjukkan tari, aspek pertama tertangkap oleh penglihatan kita mestilah aspek visual. Di sinilah sosok tubuh dengan keseluruhan anggotanya, gerak yang membentuk garisgaris, tubuh dan posisi-posisi penari di dalam ruang yang membentuk gambaran rupa (visual) yang berbentuk gerakan; dari satu posisi ke posisi lainnya terus mengalir dan memberikan suatu figur bentuk visual yang memercikkan perasaan (sensasi). Hal ini bisa dilihat baik dalam tarian tunggal maupun dalam tarian kelompok.
3.3.1 Gerak dan Diam Suatu gerakan pada dasarnya adalah suatu perpindahan atau perubahan dari suatu titik ke titik lain, atau dari suatu bentuk ke bentuk lainnya. Gambar-gambar tari di atas pada dasarnya adalah bentuk statis, yakni objek yang tidak bergerak. Berbeda ketika kalian menonton film, gambargambar itu gergerak. Andaikata kalian sempat melihat film bingkai (frame) demi bingkai, maka setiap bingkai akan tampak seperti foto. Ketika film diputar, yang ditangkap oleh mata adalah gerak. Demikian pula di dalam tari, andaikata mata kita menjadi lensa kamera, dan mampu merekam 25 bingkai setiap detik, misalnya, maka setiap bingkainya akan berupa gambar diam (still) seperti foto-foto di atas. Jadi, dari sisi visualnya, gerak tari itu bisa dikatakan sebagai suatu perjalanan perubahan bentuk dari suatu pose tubuh ke pose lainnya.
76 — TARI TONTONAN
Akan tetapi, karena mata kita bukan kamera yang tidak memiliki perasaan, pandangan mata kita justru masuk ke otak dan rasa sehingga yang tertangkap bukanlah 25 bingkai diam setiap detik melainkan gerak. Di dalam tari, gerak itulah sebagai pola atau desainnya, bukan bentuk-bentuk diamnya. Itulah sesungguhnya esensi dari tari sebagai seni gerak, bukan seni bentuk yang diam. Gerak itu bukan hanya yang tertangkap oleh penonton, melainkan juga yang dilakukan dan dirasakan oleh penarinya. Namun demikian, karena dalam tari itu suatu posisi diamnya pun penting seperti misalnya di atas dikatakan tentang posisi tangan dan kaki maka untuk bisa bergerak dengan baik umumnya harus memper hitungkan kediaman. Tubuh yang menari itu tidak berarti harus bergerak terus tanpa henti. Malahan, penghentian itu kerap menjadi bagian dari desain gerak yang penting seperti halnya dalam musik, hening (tanpa bunyi) itu bagian dari musik. Coba perhatikan, umpamanya ketika sese orang menyanyi, pasti ada diamnya, bukan sekadar untuk tarik nafas melainkan merupakan bagian dari irama (rasa waktu) sehingga hadirnya nada-nada itu pada saat yang tepat. Dengan demikian, keheningan yang menjadi bagian musik itu adalah “keheningan yang berbunyi,” Sejalan dengan itu, diam dalam tari adalah “diam yang bergerak,” atau “diam yang hidup” yakni yang memiliki daya atau makna, bukan diam yang mati.
3.3.2 Sikap dan Gerak Dalam banyak tradisi, kedua hal ini, diam (still) dan gerak (motion), sangat dipentingkan. Banyak budaya tari yang aturan geraknya itu berfokus pada sikap atau posisi tubuh ketika diam. Mudra yang dibicarakan di atas adalah suatu contoh yang jelas. Untuk berdiri diam pun, beberapa tradisi menguraikan normanya dengan rinci, seperti misalnya jarak kaki, tegak-condongnya badan, posisi tangan, arah pandangan, dan sebagainya. Posisi-posisi diamnya, itu sesungguhnya merupakan sikap-sikap tertentu ke sikap tertentu berikutnya. Sikap yang mana yang “tertentu” itu? Untuk menjawab hal itu tak cukup hanya dengan melihat, karena hal itu bergantung pada apa yang ditentukan oleh norma masing-masing budaya atau senimannya. Adapun mengenai waktunya, cepat-lambatnya gerakan (motion), itulah yang berhubungan dengan irama, yang umum nya juga setiap budaya tari memiliki norma sendiri-sendiri. Gambar di bawah ini adalah pose-pose tangkapan kamera dari suatu gerakan tortor
TARI DAN UNSUR PENDUKUNGNYA — 77
c
a
e
f
i Gbr. 3-29: Proses pergerakan tangan dari satu posisi atau sikap (a) hingga ke posisi (i).
(tari) Batak Toba selama sekitar 5 detik. Pengambilan 9 bingkai gambar di atas tidaklah diambil secara beraturan setiap setengah detik, melainkan atas posisi tangannya yang dapat menggambarkan proses perpindahan geraknya. Coba kalian perhatikan, dan jika berminat praktekkanlah! Selama pergerakan tangan tersebut, tubuhnya turun naik sambil berputar ke kanan perlahan-lahan. Seluruh gerakannya itulah yang dimaksud dengan desain gerak. Dalam tari, desain gerak ini ada dua macam, yakni desain atas dan desain bawah. Desain atas menyangkut bentuk-bentuk di atas lantai, dan desain bawah adalah pola lantainya. Keduanya termasuk elemen ruang dalam tari. Perlu dicatat bahwa pengertian ruang di dalam tari tidak hanya berkenaan dengan yang tampak secara fisik dalam panggung berbingkai (panggung proscenium), melainkan juga ruang yang tidak kasat mata, yakni ruang imajiner. Ruang imajiner ini amat penting, baik untuk desain atas maupun desain bawah, yang akan pula menentukan tingkat kemam puan penarinya. Seorang penari yang tubuhnya kecil, umpamanya, bisa tampak besar ketika menari, karena ia mampu menciptakan ruang imajiner ini. Atau seorang penari yang berat tubuhnya 70 kg, bisa kelihatan
78 — TARI TONTONAN
jauh lebih ringan ketika ia mampu menari dengan lincah. Dengan demikian, jika dalam Bab 1 disebutkan bahwa semua gerak membutuhkan atau mengisi ruang, sebaliknya, gerakan itu sendiri juga menciptakan ruang. Ruang yang dipakai oleh tubuh, sesuai dengan volume fisiknya yang kasat mata kita sebut ruang positif, dan ruang yang diciptakannya adalah ruang imajiner kita sebut ruang negatif. Ruang imajiner adalah juga faktor yang menentukan terciptanya makna gerak. Penari umumnya berlatih untuk menciptakan ruang ini agar menjadi bagian dari kekuatan seni tari. Ruang imajiner pula yang termasuk menentukan terciptanya sensasi bentuk sekaligus makna dari keseluruhan tarian. Bergantung ruangan yang dipakai, dan aspek-aspek lain di sekelilingnya; gerak yang sama akan menimbulkan kesan berbeda ketika dipertunjukkan di dalam ruang yang berbeda seperti di dalam panggung berbingkai, tertutup, terbuka, arena, halaman, tanah lapang, jalanan dan lain sebagainya. Sosok-sosok tubuh penari, posisi dan hubungan satu sama lain antar-penari, pola garis dari setiap gerak penari, dan aspek-aspek lain biasanya memiliki makna-makna tertentu yang berhubungan dengan sensasi visual, melukiskan watak dari suatu tokoh (karakter), atau meng alirkan/menggambarkan cerita, kejadian, atau situasi tertentu (narasi). Untuk sampai kepada rancangan (desain) dan melaksanakannya dalam latihan-latihan hingga mencapai bentuk pada pementasannya di kemudian hari, seorang penari atau pun pencipta tari (koreografer) mesti memperhatikan pula yang berkenaan dengan volume gerak dan maknanya sebagai suatu ekspresi.
3.3.3 Volume Gerak Volume gerak berhubungan dengan persoalan arah dan karakter gerak. Arah gerak tangan biasanya berhubungan dengan aspek-aspek keruangan, misalnya arah gerak tangan ke luar atau ke dalam. Gerakgerak tangan yang mengarah ke luar selalu memerlukan ruang gerak yang lebih luas. Sementara gerak-gerak tangan yang ditarik ke dalam cenderung mempersempit ruang. Pada konsep penyusunan dan penyajian tari, persoalan arah gerak ini menjadi sesuatu yang penting karena berhubungan dengan makna gerak tari. Misalnya gerakan arah gerak ke luar memberi kesan keme gahan, kegembiraan, dan sebagainya. Sedangkan gerak-gerak tangan yang ditarik ke dalam bisa menyiratkan ekspresi kesedihan, ketertutupan atau rasa pesimis. Arah gerak yang bersinggungan dengan keruangan pada prosesnya
TARI DAN UNSUR PENDUKUNGNYA — 79
selalu disertai dengan penyaluran tenaga atau energi yang disesuaikan dengan kualitas ekspresi yang diinginkan. Kualitas gerak dalam volume yang sama bisa disalurkan dengan energi yang berbeda seperti lemah, lembut, kuat, tegang, mengalir, patah-patah, cepat, lambat, dan sebagainya. Penyaluran energi lewat volume gerak tersebut akan memperlihatkan karakteristik gerak yang masing-masing berbeda. Gerak-gerak yang kuat, cepat, patah-patah, tegang selalu memerlu kan energi yang lebih besar. Sebaliknya untuk gerak-gerak yang lemah, lembut, pelan, relatif memerlukan energi yang lebih sedikit tapi cen derung membutuhkan intensitas yang lebih tinggi. Tetapi apakah gerak itu menggunakan energi yang banyak atau sedikit, di dalam konteks
Gbr. 3-30: Dua gambar ini menunjukkan bahwa dua posisi atau gerak tertentu membentuk dua rasa ruang yang berbeda.
menari, tetap harus bisa menunjukkan suatu ekspresi tertentu.
3.3.4 Makna Gerak dan Ekspresi Gerak-gerak di dalam tari bersifat murni dan maknawi. Pengertian gerak murni adalah motif-motif gerak yang semata-mata menekankan pada keindahan geraknya itu sendiri dan tidak berkait/dikaitkan dengan pe maknaan tertentu. Sedangkan gerak maknawi merupakan gerak-gerak yang secara mudah dapat diiden tifikasi makna dan artinya, misalnya gerak mencangkul, menanam padi, memukul, menangkis, menendang, dan lain sebagainya. Baik bagi kepentingan gerak murni atau maknawi, pemaknaannya
80 — TARI TONTONAN
tetaplah tak lepas dari pengorganisasian keseluruhan/kesatuan unsurunsur yang lain sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya. Pemaknaan gerak amat berhubungan dengan aspek ruang, volume, penyaluran energi, serta pengorganisasian waktu (tempo, ritme, dan irama). Ekspresi adalah suatu ungkapan untuk memperkuat atau mempertegas suatu maksud tertentu. Oleh sebab itu, ekspresi selalu muncul setidaknya pada dua unsur yaitu roman muka/wajah dan gerak. Kekuatan suatu ekspresi muncul apabila gerak dan roman muka mampu menimbulkan sensasi-sensasi perasaan bagi penontonnya. Sementara keberhasilan suatu ekspresi sangat tergantung pada kedalaman penghayatan penarinya. Bila penari gagal dalam mengungkapkan ekspresinya, tarian yang dibawakan akan terasa hambar dan tidak memikat penontonnya. Oleh sebab itu, tidaklah heran jika kita sering menemukan suatu pertunjukan tari yang tampaknya rapi, gerakan-gerakan tarinya lancar mengalir, tetapi belum mampu memperlihatkan kekuatan ekspresinya. Rapi dan lancar atau mengalir, biasanya karena tarian tersebut telah dihapal dengan baik. Itu tentu saja sudah baik tapi ternyata pula belumlah cukup sebab masih diperlukan tahapan berikutnya yaitu penghayatan demi tercapainya daya ekspresi
Gbr. 3-32: Kekuatan suatu ekspresi muncul apabila gerak dan roman muka mampu menimbulkan sensasi-sensasi perasaan bagi penontonnya. Untuk para penari wayang wong dari Yogyakarta ini, ekspresinya sesuai dengan karakter yang dibawakan (gagah).
TARI DAN UNSUR PENDUKUNGNYA — 81
3.4 Struktur Struktur sederhananya bisa diartikan sebagai susunan dari berbagai material atau komponen yang disusun dengan cara tertentu sehingga berbentuk. Misalnya kita memiliki material sejumlah garis yang tidak beraturan atau belum tersusun (gambar a). Material garis-garis tersebut kemudian kita susun sehingga didapatlah bentuk seperti pada gambar b.
Seperti kita lihat, garis-garis yang semula tidak memiliki makna itu telah berubah menjadi memiliki makna atau menginformasikan bentuk yang bisa kita kenali, yaitu bentuk rumah. Namun, dalam hal menyusun tidaklah selalu harus merujuk kepada bentuk yang kita kenali dalam kehidupan keseharian semisal rumah, pohon, meja, dan lain sebagainya. Melainkan bisa pula menyusun menjadi seperti gambar c dan d seperti berikut ini:
Susunan bentuk c dan d tidaklah menunjukan kebendaan yang bisa kita kenali, tetapi tetap menimbulkan rasa ketersusunan. Inilah yang disebut sebagai penyusunan berdasarkan aspek visual. Pertimbangannya tidaklah kepada bentuk yang kita kenali tapi lebih kepada unsur kesetimbangan, dinamika, dan rasa ruang. Oleh karena itu, dari material garis-garis yang sama bisa pula dibuat berbagai macam bentuk sejauh daya kreativitas kita.
82 — TARI TONTONAN
Kini, kita kembali kepada pembicaraan tari. Seperti telah dibahas pada bab-bab terdahulu, bahwa material tari itu antara lain adalah tubuh dengan geraknya yang tertata dalam ruang, seperti halnya gambar di atas. Dan satu hal lagi yang tidak ada pada seni visual (seni rupa) seperti dicontohkan di atas, bahwa dalam tari terdapat aspek waktu. Di dalam suatu pementasan tari menjalani suatu porsi waktu yang batasannya dari mulai pentas sampai akhir dari pentas. Sepanjang awal hingga akhir berlangsungnya suatu pementasan (tari) itulah struktur terbentuk. Seperti juga permainan garis-garis di atas hingga bisa menghasil kan bermacam-macam bentuk, maka di sepanjang waktu pementasan tari pun bisa menghasilkan bermacam-macam kemungkinan bentuk. Berkenaan dengan itu, maka berbagai latar kebudayaan, memiliki struk tur tarinya masing-masing. Setiap struktur yang ada menentukan bentuk dan kararkter tariannya. Sebagai contoh di dalam tari Jawa (Yogyakarta) ada bagian-bagian tari yang disebut maju gendhing (bagian awal) -beksan (tengah/inti tari)- mundur gendhing (bagian akhir); yang tak lain adalah suatu struktur dari persepsi waktu. Kemungkinan tercapainya struktur hingga membentuk tarian ter tentu, bisa berbeda dari satu penari dengan penari lainnya. Itu semua amat tergantung kepada masing-masing dalam hal mengolah tubuh dan gerakan-gerakannya. Terutama bagi penari-penari yang telah mencapai tingkat empu, seringkali struktur ini menjadi hal yang berjalan dengan sendirinya di atas pentas dan ketika itu pula bentuk terciptakan. Oleh karena itu, seringkali kita temukan pertunjukan tari tradisi yang dibawakan oleh para empu, tidaklah dimulai dengan suatu peren canaan struktur pementasan. Atau, kalau pun direncanakan, rencana itu tidaklah menjadi acuan baku melainkan bisa tiba-tiba berubah di tengah berlangsungnya pementasan. Perubahan atau terciptanya struktur dan bentuk di atas pentas, itu bisa pula disebabkan oleh interaksi (kesalingberhubungan) antara satu penari dengan penari lainnya. Di sinilah dua atau lebih dari tiga penari saling membentuk kreativitasnya masing-masing, sambil tetap satu sama lain saling memperhatikan sehingga struktur yang tumbuh di pentas ketika itu pun tetaplah terjaga. Faktor lainnya yang bisa juga tiba-tiba mengubah suatu struktur adalah hubungan pementasan tersebut dengan penontonnya. Para penari yang telah memiliki banyak pengalaman pentas, biasanya memiliki ke pekaan khusus yang bisa merasakan kondisi penontonnya. Kondisi itu bisa berupa respon-respon fisik semisal tepuk tangan, tertawa, atau ber gemuruh. Tapi bisa pula berupa respon-respon yang tidak terungkapkan secara fisik. Dua hal ini, biasanya, ditanggapi sekaligus dalam bentuk
TARI DAN UNSUR PENDUKUNGNYA — 83
gerak-gerak tertentu sehingga terciptanya struktur tertentu ketika itu juga di atas pentas. Tapi, sehubungan dengan pola awal-tengah-akhir di dalam suatu pentas tari, terdapat pola umum yang disebut pola linear. Jika digam barkan, pola struktur linear tersebut seperti berikut ini:
Gbr. 3-33: Struktur linear atau piramida dramatik Aristotelian.
Gambaran itu menjelaskan bahwa pementasan biasanya dimulai dengan pengenalan baik tokoh atau peran tertentu di dalam tarian; jika di dalam lakon teater bisa dengan narasi atau dialog, sedangkan di dalam tari tentu saja melalui gerak. Setelah itu, watak pentas mengalami perkembangan baik dalam hal gerak atau pun susunan koreografinya (komplikasi); untuk kemudian situasi pentas itu pun akan mencapai klimaks; selepas klimaks suatu pentas akan sampai kepada pilihanpilihan kemungkinan (resolusi); pilihan-pilihan itulah yang kemudian menghasilkan pemahan (konklusi). Contohnya, katakanlah, kamu dan kawan-kawan membuat struk tur tarian seperti berikut ini: Pertama kamu masuk pentas sambil menari dengan gerakan-gerakan yang menggambarkan suasana sedih (penge nalan: bahwa kamu sedang sedih); kedua, muncul empat penari lainnya yang mengajak kamu menari bersama, ruang pentas pun jadi agak penuh dan pola tarian pun kian rumit karena tidak lagi sendiri, selain itu ada pula ajakan menari yang tentu saja ajakan itu bisa ditolak atau pun diterima (komplikasi); ketiga, katakanlah kamu menerima ajakan empat kawan itu, ke empat kawan itu pun segera menampakan kegembiraan nya, demikian juga kamu (klimaks, puncak kegembiraan); keempat, kalian berlima menari bersama-sama menikmati kegembiraan (resolusi); kelima, mengakhiri tarian dengan suasana riang yang berbeda sekali dengan awal, penonton pun kemudian menyimpulkan bahwa persahabatan itu sangat membahagiakan (konklusi). Apakah garis struktur itu hanya yang betul-betul linear atau selurus itu? Tentu saja tidak, oleh karena itu pula kemudian ada lagi yang menggambarkan struktur itu berada pada patahan-patahan dan tidak selalu harus mengerucut seperti piramida. Gambarannya seperti berikut ini: Pola ini, mungkin, lebih dekat dengan dunia tari mengingat pokok
84 — TARI TONTONAN
Gbr. 3-34: Struktur dramatik berdasarkan tensi/tegangan.
cenderung repetitif atau berulang-ulang? Jika tidak menunjukan penaik an aksi, apakah kemudian disebut non-struktur? Jawabnya, tegas, tidaklah demikian. Para peneliti atau pun sejum lah seniman/penari/koreografer mutahir tak sedikit yang melakukan penelitian terhadap kesenian lama yang bersifat ritual. Dari penelitianpenelitian itu bahkan kemudian melahirkan konsep baru yang disebut struktur sirkular. Jika digambarkan, struktur tersebut seperti berikut:
Pada pola ini, tentang awal dan akhir sesungguhnya tidaklah terla lu jelas kecuali hanya di dalam fisiknya yang dibatasi oleh waktu/masa pentas. Kekuatan (dramatik)nya yang mendasar adalah di dalam pola situasinya yang mengalir bagaikan aliran air yang memusar; sementara repetisi, baik bunyi atau musik dan gerak, menjadi aksen-aksen sekaligus semacam “nafas” atau “detak nadi” yang memang paling akrab berada Gbr. 3-35: Di dalam satu tegangan terbuka kemungkinan adanya serangkaian irama (gambar kiri). Ketika tegangan-tegangan ini ditemdi dalam tubuh kita. patkan pada struktur linear akan tampak struktur linear itu menjadi seperti pada gambar kanan. Cobalah kalian perhatikan pula tari Darwis dari Turki yang gerak annya hanya berputar-putar dari awal hingga akhir, atau tari Cak dari Bali yang ditarikan oleh sejumlah penari tapi seluruh penarinya tak beranjak dari tempat duduk dan hanya mengeluarkan suara cak cak cak. Suasana dramatik pada tari Darwis justru muncul dari gerakan memutar dari lambat sampai kadang sangat cepat sekali untuk kemudian melambat lagi, demikianlah berulang-ulang. Bersamaan dengan itu, tarian pun
TARI DAN UNSUR PENDUKUNGNYA — 85
penglihatannya kepada tensi atau tegangan emosi, baik tegangan yang dimunculkan oleh penampil (penari atau aktor) atau pun tegangan yang menjadi situasi keseluruhan pentas. Hal ini mungkin terjadi sebab di setiap penggalan bagian aksi terbuka kemungkinan adanya serangkaian perubahan irama. Masih ingatkah pembahasan tentang irama? Ya, irama (permainan atau tarian) itu berada atau mengisi pola struktur. Irama tertentu bila berada di dalam struktur tertentu maka akan menghasilkan bentuk dan watak tarian yang tertentu pula. Misalnya di salah satu bagian di dalam aksi 1 sesungguhnya ada rincian gerak dengan irama cepat, sedang, dan lambat; sementara di aksi berikutnya, katakanlah, berstruktur irama lambat, sangat cepat, dan tiba-tiba berhenti. Itu saja sudah memperlihatkan dua kemungkinan variasi. Jadi, di dalam satu garis itu bisa saja terjadi seperti gambar berikut:
Di dalam tari, tensi/tegangan dari struktur tersebut adakalanya terasa melalui struktur musiknya. Di dalam ragam tari topeng Cirebon, Gbr. 3-36: Strukturdodoan sirkular. atau irama musik lambat, unggah tengah misalnya, dikenal istilah irama sedang, dan deder irama cepat. Bagian per bagian dari musikalitas tersebut atau pun kombinasi satu dengan lainnya itulah yang memiliki kemungkinan membangun tensi/tegangan situasi pentas. Pola ini memang terasa agak lebih rumit lagi. Oleh karena itu, marilah kita kembali kepada contoh di atas. Katakanlah ketika mendapat ajakan empat teman tadi tiba-tiba muncul satu penari lain yang meng ganggu atau menghalangi kamu dari ajakan itu. Terjadi, misalnya, konflik antara empat teman dengan yang baru datang ini. Sementara kamu menari memperlihatkan kebingungan karena yang baru datang itu pun temanmu juga. Terasa ada kerumitan struktur bukan? Nah, kerumitan atau konflik-konflik yang menciptakan suasana tegang seperti ini bisa juga diciptakan di bagian-bagian lain, sehingga struktur tari pun menjadi lebih beragam lagi. Pertanyaan berikutnya: bagaimana dengan tari-tari upacara yang
86 — TARI TONTONAN
Nah, ketika semua masuk pentas pun pada awalnya sibuk atau menari dengan dunianya sendiri. Kemudian satu demi satu mulai mem perhatikan kamu, hingga akhirnya semua terpusat (konsentrik) kepada kamu yang sedang sedih. Berikutnya berlanjutlah tarian kepada gerakangerakan menghibur kamu yang sedih, misalnya. Penguraian ringkas tentang struktur di atas, tentu saja bukan mak sudnya untuk menunjukkan bahwa tarian itu harus berada di dalam sa lah satu struktur tersebut. Dan tidak pula bahwa tarian itu harus naratif (bercerita) seperti dicontohkan di atas. Seperti pada permulaan pembicaraan, disebutkan bahwa garisgaris itu memang bisa dibentuk menjadi gambar yang bisa kita kenali tapi bisa juga menjadi gambar yang berdasarkan aspek visual belaka. Demikian pula halnya dengan tari; di dalam struktur itu memang bisa menggambarkan narasi (cerita), tapi bisa juga strukturnya itu terbentuk semata-mata oleh komposisi-komposisi gerak. Komposisi itu bisa muncul di dalam pola setiap gerak penari, pola lantainya, atau pun pada struktur pengelompokan penari jika tarian itu berupa tari kelompok. Gbr. 3-37: Struktur konsentrik.
3.4.1 Pengelompokan Penari Kehadiran jumlah penari dalam suatu tarian memiliki keindahan nya sendiri-sendiri, dan ini merupakan tantangan bagi setiap koreo grafer/penari. Tarian solo atau tunggal yang hanya dilakukan oleh seorang penari akan mengarahkan fokus perhatian penonton pada satu penari. Sedangkan untuk jenis tari duet atau berpasangan (dua penari), akan membawa perhatian penonton kepada bagaimana keserasian, dan komunikasi dua penari di dalam menarikan tarian duet tersebut. Demi kian pula untuk jenis tari kelompok (trio, kuartet atau lebih dari lima penari) yang salah satu keindahannya terletak pada permainan garap pola lantai. Secara umum, pola lantai itu terkategorikan dalam pola setengah lingkaran, lingkaran penuh, garis lurus diagonal, horizontal, vertikal, dan lain sebagainya. Di samping itu penggarapan tari kelompok juga sering dilakukan dengan membagi kelompok itu menjadi dua, tiga atau lebih sesuai dengan jumlah penarinya. Misalnya tari kelompok dengan lima penari. Pertama, mengelompokkan lima penari dalam satu kesatu an, dan kedua, membagi kesatuan kelompok itu menjadi menjadi dua dengan tiga, atau empat dengan satu. Intinya, bahwa banyak kemung kinan yang bisa dilakukan dalam penggarapan tari kelompok. Pem bagian-pembagian itu kemudian bisa diarahkan kepada pola lantainya masing-masing. Perhatikan gambar di bawah ini: Tipe-tipe yang khas pada permainan tarian kelompok adalah
TARI DAN UNSUR PENDUKUNGNYA — 87
biasanya dibarengi dengan nyanyian-nyanyian dengan tema ketuhanan. Bisa kalian bayangkan suasana ritualnya bukan? Begitu pula dengan tari Cak, kekuatan dramatiknya justru ketika ia sanggup membawa perasaan-perasaan kita ke dalam suasana komunal seperti itu. Struktur lainnya yang kerap muncul, baik pada seni pertunjukkan tradisi atau pun mutahir, adalah pola struktur yang disebut konsentrik. Dalam bentuk gambar, struktur tersebut adalah sebagai berikut:
Untuk jelasnya tentang pola struktur ini, baiknya kita kembali ke contoh tarian yang kalian buat bersama teman-teman tadi. Katakanlah ketika kamu berada di tengah pentas dengan gambaran-gambaran gerak yang sedih, ke empat teman tadi masuk tidak dengan gerakan yang sama bahkan dengan gambaran tokoh yang berbeda-beda, misalnya yang satu berperan sebagai kelinci dengan gerak-gerak menyerupai kelinci, ada lagi yang jadi kancil, kupu-kupu, dan burung merpati. Betapa macammacam gerakannya bukan?
Gbr. 3-38a: Enam penari dalam posisi berjajar rata.
88 — TARI TONTONAN
Gbr. 3-38b: Membentuk formasi setengah lingkaran.
Gbr. 3-38c: Posisi “leveling,” untuk menimbulkan rasa atas dan bawah (lihat 3.4.3).
gerakan serempak atau rampak. Gerakan serempak atau rampak mene kankan pada keseragaman gerak yang dilakukan serta kebersamaan dan ketepatan pada pola-pola permainan iramanya. Selain itu juga ada gerakan selang-seling, misalnya pada tari Saman dari Aceh.
3.4.2 Garis lantai (Arah Pergerakan) Aspek ruang merupakan sesuatu yang penting karena menyangkut ruang geraknya penari untuk melahirkan garis-garis lantai atau bloking secara imajinatif. Garis-garis lantai dan arah pergerakan penari dapat memberi rasa keindahan visual bagi penontonnya. Penguasaan dan kesadaran ruang bagi setiap penari mutlak diperlukan agar setiap penari dapat menghayati pola-pola ruang yang dibangunnya. Aspek-aspek keruangan secara umum meliputi pola lantai, arah pergerakan dan permainan level: ruang atas, tengah dan bawah. Maksud penguasaan ruang di sini bukan menjelajahi seluruh bagian area pentas. Pada tari-tari tertentu malah sering dijumpai sekelompok penari itu hanya melingkar di tengah/pusat pentas saja, dan tanpa bergeser ke samping, ke belakang atau ke depan. Namun tetap tarian tersebut juga menarik dan menimbulkan daya pikat keruangan yang luar biasa. Sebagai contoh, pola lantai tari Cak dari Bali hanya berbentuk lingkaran yang statis dengan level bawah (sambil duduk dan bernyanyi). Tetapi permainan arah tangan ke berbagai sisi, disertai dengan permainan vokalnya, dapat membetot perhatian penonton kepada fokus pola lantai yang melingkar tersebut. Meski statis atau tidak terjadi pergerakan pola lantai, tari Cak tetap saja menarik untuk ditonton. Demikian pula tari Topeng Panji dari Cirebon, walaupun tarian ini ditarikan dengan gerakan statis dan penarinya hampir tak pernah beranjak dari tempatnya berdiri, ia tetap mempunyai daya magis keruangan yang juga luar biasa. Arah pergerakan penari bisa menimbulkan garis lantai yang ber
TARI DAN UNSUR PENDUKUNGNYA — 89
macam-macam, seperti garis lurus (vertikal, horizontal, diagonal), me lingkar, zigzag, huruf S atau angka delapan, setengah lingkaran, meng ular dan lain-lain. Lihat beberapa contoh arah pergerakan di bawah ini.
3.4.3 Level
Gbr. 3-39a: vertikal
Gbr. 3-39b:horizontal
Gbr. 3-39c:diagonal
Gbr. 3-39d:melingkar
Gbr. 3-39e:zigzag
Gbr. 3-39f:meng s
90 — TARI TONTONAN
Level, bisa diartikan peninggian dari dasar lantai pentas. Tapi dalam pengertian tari bisa pula berarti ketinggian posisi dari jarak dasar lantai. Gerakan-gerakan meloncat, berjingkat dengan gerakan-gerakan tangan menjuntai ke atas, memberikan kesan kuat pada penggarapan level atas. Sebaliknya gerakan-gerakan duduk, bersimpuh, jongkok, merebah ke lantai, merupakan penggarapan level bawah. Sedangkan pengarapan di level tengah lebih bertumpu pada sikap kaki yang menekuk.
Gbr. 3-40:Sebuah posisi gerakan meloncat, menimbulkan efek melayang dari lantai dasar pentas.
3.5 Rias dan Busana Rias dan busana tidak semata-mata dilihat dari aspek keserasian atau kegemerlapan (glamour)nya saja. Rias dan busana terkait erat dengan tema tari yang dibawakan. Jika tata rias dan busana itu pas, maka hanya dengan melihat aspek itu saja kita dapat memahami tema tari dan sekali gus menentukan karakteristik tariannya. Bahkan dalam beberapa kasus tertentu, identitas sebuah tarian juga bisa ditentukan lewat pemakaian busananya. Hal ini mudah dipahami karena tema tari sering dimaknakan atau disimbolkan oleh aspek rias dan busananya. Oleh sebab itulah visualisasi rias dan busana pada suatu tari biasanya diwujudkan dalam bentuk yang simbolis atau realisis. Tata Rias Realis, lebih berfungsi untuk mempertegas/mempertebal garis-garis wajah agar wajah penari tetap menunjukkan wajah aslinya tapi sekaligus mempertegas ekspresi dari karakter tarian yang hendak dibawakan. Garis, bentuk, dan penggunaan warna rias nyaris menyerupai segala hal yang kita lihat di dalam keseharian. Dalam berbagai tari tradisi kerap kita jumpai pula tata rias yang tidak menggambarkan manusia melainkan bentuk-bentuk hewan seperti
TARI DAN UNSUR PENDUKUNGNYA — 91
macan, kucing, burung, ular, dan lain-lain. Sejauh garis dan bentuknya diarahkan kepada pendekatan garis dan bentuk yang senyatanya, maka tata rias tersebut masih bisa dikate gorikan tata rias realis. Tata Rias Simbolis adalah tata rias yang cenderung hampir selalu kita dapati di berbagai bentuk seni tradisi. Secara se derhananya tata rias simbolis bisa diartikan sebagai tata rias dengan garis dan bentuk yang tidak menggambarkan wajah/ alam keseharian. Oleh karena itulah, akan terbukti betapa banyak sekali tata rias seni tari tradisi kita itu bersifat simbolis. Sebut misaln ya kalau topeng pun kita angg ap sebagai bagian tata rias karena fungsinya pun sama yaitu untuk mengubah wajah atau tampilan, maka akan kita jumpai banyak sekali jenis topeng yang tidak ada di dalam rujukan kehidupan keseharian kecuali dirujuk ke alam simbolis. Wajah/topeng raksasa, roh jahat atau pun roh baik, burung engg ang, naga, barongan, rias pada berbagai tarian masyarakat Papua adalah gambaran-gambaran yang tidak akan pernah kita temukan di alam kehidupan keseh aria n kecuali di dunia tari. Seluruh gambaran itu pun sama sekali bukan untuk memperlihatkan kembali keseharian, melainkan
92 — TARI TONTONAN
secara simbolik memperlihatkan “dunia lain” yang berkenaan dengan kehidupan manusia. Tata Busana Realis. Sesungguhnya tak berbeda dengan konsep pada tata rias, maka tata busana realis pun pada dasarnya merujuk kepada umumnya tata busana yang bisa kita lihat dalam keseharian. Di dalam tari tradisi, mungkin, tidak begitu mudah didapat contoh-contohnya karena umumnya model-model tari tradisi lebih dekat kepada tata busana simbolis. Kecuali pada bentuk-bentuk tari modern dan bahkan kontemporer, semakin banyak kita temukan karena bersama genre itu pun muncul konsep-konsep tari yang justru merujuk kepada gerak dan perilaku keseharian. Namun demikian, dari sedikit contoh yang bisa didapat dari khasanah tari tradisi tersebut antara lain bisa dilihat pada jenis tarian yang biasanya muncul pada upacara “bubur Sura” di daerah Sumedang. Busana pada upacara dan tarian upacara tersebut adalah jenis busana kebaya yang umumnya merupakan pakaian keseharian di desa-desa. Contoh-contoh lain dari model tata busana realis di dalam seni tari tradisi kita, yang terdekat, mungkin bisa dirujuk pada berbagai model busana seni penca (Jawa Barat), pencaksilat (Jawa Timur), silek (Minang), mancak (Bali), akmencak (Makassar). Pada jenis-jenis tarian yang lebih dekat ke bela diri tersebut, umumnya menggunakan busana-busana
Gbr. 3-43: Upacara “Bubur Sura” yang menjadi tradisi di daerah Sumedang, di antara upacara ritualnya terdapat sekelompok orang menari dengan pakaian sehari-hari.*
TARI DAN UNSUR PENDUKUNGNYA — 93
keseharian. Pada penca di Jawa Barat, misalnya, biasanya menggunakan baju kampret dan celana pangsi. Model busana ini sangat umum sebagai pakaian keseharian para petani di pedesaan atau bahkan pada suatu masa merupakan pakaian keseharian. Tata Busana Simbolis. Berbeda dengan tata busana realis, tata busana simbolis di dalam seni tari tradisi kita cenderung memperlihatkan keberlimpahannya. Tidak bisa dikatakan seluruhnya, tapi hampir sebagian besar model busana tari-tarian tradisi yang terdapat di Nusantara umumnya berorientasikan kepada konsep-konsep simbolik. Ini bisa dibuktikan bahwa mulai dari rancang busana yang paling sederhana, nyaris selalu merupakan busana yang telah mengalami pengayaan (stylization) jika dibandingkan dengan realitas busana keseharian. Tidak hanya pada rancangan dasarnya tapi lebih kentara lagi jika kita memperhatikan detail-detail ornamentasinya. Secara umum pula sering kita saksikan detail-detail busana yang menerakan ornamen-ornamen simbolik yang berasal dari simbol-simbol kebudayaannya. Model-model busana tari yang berasal dari kebudayaan Dayak di Kalimantan, misalnya, tegas sekali memperlihatkan detail-detail oranamen yang menggambarkan simbol-simbol dari kebudayaan tersebut. Contoh seperti itu, praktis bisa diperpanjang lagi dengan contoh-contoh dari berbagai kebudayaan lain di Nusantara. Kalian pun bisa melacak nya, dan cobalah mulai mem perhatikan busana-busana tari di sekitar tempat kalian tinggal, kemudian catatlah mulai bentuk dasar hingga detail-datail orna mennya. Jika hal ini dilakukan, mestinya kalian akan mene mukan bentuk-bentuk busana dan gambar-gambar ornamen yang masing-masing berkaitan dengan simbol-simbol tertentu.
3.6 Properti Tari Properti adalah alat tertentu yang digunakan penari untuk menari, bisa berupa alat tersendiri bisa pula bagian dari tata busana. Jenisnya ber-
94 — TARI TONTONAN
macam-macam. Untuk beberapa tarian, properti bisa tak terpisahkan dari gerak-gerak yang dilakukan oleh penari. Bagian-bagian tata busana yang sering digunakan atau difungsikan sebagai properti misalnya keris, sampur, kain, tutup kepala, panah. Sedangkan properti yang bukan bagian dari tata busana, misalnya tongkat, kipas, sapu tangan, payung, senjata (pedang, tombak, gada, tameng/perisai). Yang penting dipahami bahwa properti itu adalah suatu alat yang dimainkan oleh penari yang tujuannya untuk mempertegas atau men dukung suatu tema tari yang dibawakan. Dengan demikian, properti itu bukanlah asesoris atau sekadar penghias tambahan, keberadaan dan pemakaiannya haruslah mempertimbangkan keserasian dengan tata busana secara keseluruhan, sekaligus mempertimbangkan pula tingkat kepentingannya bagi tarian. Jenis properti tari ada yang berbentuk dan digunakan secara realis (nyata), tetapi ada pula jenis-jenis properti tertentu yang bentuk dan cara penggunaannya bersifat simbolis. Properti Realis adalah suatu alat yang dimainkan oleh penari atau untuk mendukung suatu adegan tertentu yang bentuknya dapat dikenali dan menggambarkan suatu tema tari tertentu. Contohnya properti berupa pedang, tombak, perisai pada tari-tarian perang. Kain selendang pada tari Selendang, atau kipas pada tari kipas, payung pada tari payung, piring pada tari piring, dan sebagainya. Untuk bentuk-bentuk properti realis ini cara mempermainkannya juga harus sesuai dengan bentuk dan sifat propertinya. Misalnya tarian dengan properti pedang, tentu cara-cara memainkannya pun terikat oleh bentuk, ukuran, dan sifat pedang tersebut. Perlu pula dicatat di sini bahwa adakalanya penari dalam memba wakan tariannya memakai/menggambarkan alat/benda realis tertentu tapi tidak dengan benda/alat yang sebenarnya. Contohnya adalah pemain longser Ateng Jafar (almarhum) seperti halnya Bang Tilil yang juga berasal dari Bandung, manakala membuka pertunjukan atau di tengah pertunjukan biasanya menari. Di antara tariannya ia melukiskan adegan duduk di kursi/bangku, dan sebagainya. Yang dijadikan bangku/kursi ternyata sebuah gendang, tapi ia bisa tampil dengan meyakinkan dan penonton pun “yakin” bahwa ia duduk di sebuah bangku/kursi. Pada batas-batas tertentu, kenyataan seperti ini masih bisa disebut sebagai penggunaan alat/properti untuk suatu penggambaran realis. Kelak, jika di antara kalian berlanjut mencintai dan belajar seni pentas, niscaya akan menemukan suatu teori yang disebut ‘teater miskin’ yang diperkenalkan oleh Jerzy Grotowski. Ia menteorikan seperti apa yang dilakukan Ateng Jafar (seniman longser, teater tradisional dari desa di Jawa Barat), bahwa dalam kondisi tertentu apa pun bisa dijadikan alat atau properti yang menggambarkan apa pun sejauh yang
TARI DAN UNSUR PENDUKUNGNYA — 95
mem aink annya bisa meyakinkan penontonnya. Semua benda itu bisa diperlakukan untuk kepentingan realis atau pun simbolis. Sampur (selendang) yang digunakan penari, misalnya, suatu ketika bisa berubah jadi busur atau panah. Demikian halnya sebuah tongkat berubah menjadi tombak, bedil, dan lain-lain. Idiom (bahasa ungkap) seperti ini agak umum terdapat dalam teater-teater tradisional di desa-desa di banyak wilayah di Indonesia, yang banyak berisikan tari di dalamnya. Teater Makyong dari Melayu, misalnya, mengungkapkan panah dengan saputangan, dan melesatnya panah pun dibawa oleh seorang aktor atau penarinya hingga sampai pada sasarannya. Selanjutnya adalah hal yang tidak termasuk properti tetapi perlu pula dicatatkan di sini adalah gerak-gerak mime atau mungkin pantomime seperti yang telah disinggung di atas. Di dalam tari pun sering muncul gerak-gerak yang menyerupai pantomime. Ateng Jafar, antara lain pernah menarikan tari layang-layang, tapi baik layang-layang atau benangnya tidaklah dihadirkan bendanya. Benda-benda itu dengan meyakinkan ia hadirkan di dalam pola-pola pantomime. Properti Simbolis, bentuknya bisa benda nyata (realis) atau bisa pula pola-pola visual (garis, bentuk, dan warna). Penyampaian/penampilan bentuk-bentuk tersebut di pentas biasanya tidak langsung untuk menun jukkan realitas benda atau bentuknya tapi lebih mengungkapkan hal lain ketimbang “informasi” atau data faktual dari benda/bentuk tersebut. Contohnya sebutlah di suatu pentas tari, penata artistiknya mele takan sebuah lampu ambulans di sebuah sudut di atas sebuah peninggian (level). Setelah mengamati seluruh susunan adegan, gerak semua penari, tata cahaya, musik/bunyi; belakangan penonton pun tahu bahwa maksudnya bukanlah untuk menunjukkan bahwa di sudut sana itu ada sebuah ambulans. Tapi, yang terasa bahwa di dalam pentas itu tiba-tiba
96 — TARI TONTONAN
muncul suasana “suatu kegawatan.” Dan suasana itu pula yang sesung guhnya ingin dicapai oleh penggarapnya. Lampu ambulan di atas menjadi berfungsi simbolis. Mari kita perhatikan gambar salah satu seni arak-arakan yang kita jumpai di Lombok atau bisa ditemukan pula dalam bentuk seni arakarakan di berbagai daerah lain. Pada gambar tersebut tampak salah satu sosok yang diusung itu dilindungi oleh sebuah payung yang bergagang panjang. Payung adalah benda nyata (realis) yang semua orang menge nalinya, fungsinya pun semua orang mafhum yaitu untuk pelindung dari hujan atau panas. Pada gambar seni arak-arakan tersebut, apakah payung masih berkedudukan seperti fungsi umumnya yaitu untuk pelindung dari hujan atau panas? Kalau masih sebagai pelindung hujan atau panas, kenapa orang-orang lain yang jumlahnya banyak itu tidak berlindung dan tidak berpayung? Kalau tidak lagi berfungsi utama sebagai pelindung, lantas berfungsi sebagai apakah payung tersebut? Payung pada adegan itu memang telah beralih fungsi dari fungsi keseharian ke fungsi simbolis. Orang-orang setempat atau mungkin kita pun telah tahu bahwa payung di sana untuk memberikan simbol kebesaran atau keagungan.
3.7 Musik Tari Penataan atau pembuatan musik untuk tari, pada dasarnya adalah pekerjaan yang dimulai dengan interpretasi (tafsir) atas garapan tari yang dihadapi, kemudian disusun atau dilatihkan hingga menjadi komposisi musik yang memang pas untuk tarian tersebut. Tapi, khususnya di dalam tari tradisi, musik itu umumnya sudah berupa musik yang telah jadi meskipun beberapa di antaranya tak sedikit pula karya musik yang dibuat baru. Khususnya pada kategori “musik yang telah jadi” bagi musik tradisi, sama sekali bukan artinya tidak ada kreativitas atau para pemusik itu hanya tinggal mengulang saja yang telah ada. Justru bisa dikatakan sebaliknya, sebab seringkali musik tari tradisi itu malah tumbuh pada saat itu pula atau pada saat pertunjukkan tari berlangsung. Baik bagi musik yang dibuat baru atau pun pada pola musik tradisi, secara garis besarnya terangkum di dalam dua kerangka yang disebut musik eksternal dan musik internal. Musik Eksternal dan Internal. Musik dalam pertunjukan tari berhu bungan dengan pola-pola ritme gerak dan pembentukan suasana. Maksudnya ialah, bahwa unsur-unsur musikal itu digarap dan dior-
TARI DAN UNSUR PENDUKUNGNYA — 97
Gbr. 3-46: Seni arak-arakan di Lombok, tampak antara lain menggunakan properti berupa payung. Fungsi utamanya bukan karena hujan atau berlindung dari panas, payung di sini difungsikan sebagai simbol keagungan.
ganisasikan sesuai dengan pola-pola gerakan tarinya dan difungsikan untuk menciptakan suasana-suasana tertentu, misalnya suasana sedih, gembira, semangat, tegang, dan sebagainya. Dalam pelaksanaannya, musik tari dapat dilakukan oleh orang lain (pemusik tersendiri -nayaga), yang secara umum sering kita lihat dalam berbagai pementasan tari. Jenis permainan musik tari ini dapat digolongkan sebagai musik tari eksternal. Namun ada pula musik tari yang dimainkan langsung oleh penarinya sendiri, dan ada pula yang hanya berupa unsur-unsur musikal yang ditimbulkan dari anggota tubuh penarinya (termasuk vokal penari). Beberapa tarian yang para penarinya sekaligus memainkan alat-alat musik sebagai pengiringnya antara lain tari Reog Dodog dari Tulung Agung, Jawa Timur, dan beberapa tari kerakyatan di Flores, Maluku, Kalimantan, Papua, dan sebagainya. Adapun musik-musik tari yang dihasilkan dari anggota tubuh penari, biasanya berupa nyanyian, teriakan, tepukan tangan, tepukan pada tubuh dan paha, ataupun hentakan-hentakan kaki di lantai, dan sebagainya. Sebagai contoh adalah tari Seudati dan Saman dari Aceh. Contoh-contoh terakhir di atas dapat dikategorikan sebagai tari yang musiknya internal.
98 — TARI TONTONAN
Irama dan Pola Ritme, secara mendasar unsur-unsur musikal yang dapat dirasakan oleh penonton adalah sifat iramanya, misalnya cepat, lambat, sedang. Juga pola-pola ritmenya, apakah selaras atau kontras. Pengertian selaras merujuk pada pola-pola ritme musik yang cocok, mendukung dan mempertegas pola-pola geraknya. Pada variasi pola gerak yang didukung dengan pola irama atau ritme yang selaras itulah menjadikan gerak-gerak itu nampak hidup dan ekspresif. Di dalam tari Jawa dan Sunda, pola-pola geraknya berkaitan erat dengan pola-pola permainan kendang (gendang) yang mengiringinya. Bandingkan dengan tari Pakarena dari Makasar atau tari-tarian Minang misalnya, permainan instrumen gendang yang menggemuruh itu tidak terkait dengan polapola gerak tarinya. Irama dan pola ritme tersebut tidak selalu ditimbulkan atau dapat diamati dari permainan musik tarinya saja karena ada pula tari-tarian tertentu (biasanya modern atau garapan baru) yang tidak diiringi suatu permainan musik secara fisik (permainan instrumen maupun pengolah an suara-suara dari anggauta tubuh penarinya). Penonton pun tidak mendengar suara-suara musik pengiringnya. Tetapi mengamati polapola gerak, kualitas aliran gerak (mengalir lembut, patah-patah, dan lain sebagainya), terasa sekali bahwa unsur-unsur musikal (tempo dan ritme) tetap ada di dalam tarian dimaksud. Musik Iringan Paralel dan Kontras, ada pula kecenderungan musik tari yang bisa digolongkan kepada pola paralel dan pola ilustratif. Pengertian musik iringan paralel dan ilustratif sudah dicontohkan sebelumnya. Misalnya, pola simetris dan asimetris atau kontras. Musik iringan paralel adalah musik iringan yang simetris, yakni selaras antara pola ritme musik dengan pola-pola ritme gerakannya. Dengan kata lain antara musik iringan dan gerakan tarinya berjalan paralel. Sebaliknya, musik iringan kontras lebih ditekankan untuk membangun atau memperkuat suasana. Biasanya pola-pola ritme geraknya tidak terikat dengan polapola ritme atau ketukan musik iringanya karena orientasi musik lebih bertujuan menciptakan suasana saja. Dalam hal ini terjadi kontras antara musik iringan dan gerakan tari, musik iringannya keras dan iramanya cepat tetapi gerakan tarinya halus dan lambat. Salah satu contoh musik kontras seperti ini adalah tari Topeng Panji Cirebon.
3.8 Rangkuman Mencermati bahasan pada bab ini membawa kita pada suatu pemahaman tentang elemen-elemen yang ada di dalam tari. Ada elemen-elemen pokok dan ada pula elemen-elemen yang bersifat mendukung. Tetapi elemen pokok maupun pendukung tetap merupakan satu kesatuan yang utuh
TARI DAN UNSUR PENDUKUNGNYA — 99
agar suatu tari memiliki kesatuan makna yang utuh pula. Elemen-elemen pokok misalnya tentang gerak dengan segala persoalannya. Kemudian properti sebagai suatu alat tari untuk mendukung, memperkuat dan memperkaya desain dan ruang gerak. Selain itu kita juga dapat mengenal elemen-elemen yang berkaitan dengan komposisi atau pembentukan, misalnya struktur tari, garis lantai serta arah pergerakan penari di suatu area pentas. Level juga merupakan elemen yang berkaitan dengan komposisi. Sedangkan elemen-elemen pendukung yang lain adalah rias dan busana, properti serta musik tari. Secara ringkas dapat dijelaskan, bahwa yang disebut tari adalah kesatuan yang utuh antara elemen-elemen tersebut tadi sehingga memiliki makna dan arti.
100 — TARI TONTONAN