BAB 3 PERCOBAAN
3.1 Bahan, Alat dan Hewan Percobaan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Daun kucai (Allium schoenoprasum L.), sediaan tonik rambut minoxidil (Regrou®), air suling, perontok rambut (veet krim), gliserin, propilenglikol, klorokresol, pewangi floral jasmine (IFF), etanol 95%. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Bantalan kasa, plester hipoalergik, perban, alat pencukur rambut, pipet, gelas ukur, gelas kimia, kain batis, kertas saring, kandang restriksi kelinci. Hewan yang digunakan adalah kelinci albino galur New Zealand berjenis kelamin jantan.
3.2 Penyiapan Bahan Penyiapan Bahan meliputi pengumpulan, determinasi tanaman, pengolahan bahan dan pembuatan ekstrak. 3.2.1 Pengumpulan dan Determinasi Tanaman Daun kucai diperoleh dari Pasir Kemir, Ciwidey pada bulan Januari 2007. Tanaman kucai dideterminasi di Herbarium Bandungense Departemen Biologi Institut Teknologi Bandung. 3.2.2 Pengolahan Bahan dan Pembuatan Ekstrak Daun kucai segar dipotong dan dipisahkan dari umbinya. Daun kucai dibersihkan dengan air bersih untuk menghilangkan kotoran – kotoran, seperti tanah yang melekat pada bahan, dan ditiriskan. Setelah dibersihkan dilakukan perajangan untuk memperkecil ukuran bahan. Pembuatan ekstrak air dilakukan dengan memblender daun kucai segar, disaring dan dikeringkan dengan teknik kering beku (freeze dry).
19
20 3.3 Penapisan Fitokimia Penapisan fitokimia ekstrak meliputi pemeriksaan terhadap flavonoid, alkaloid, tanin, saponin, kuinon, dan steroid/triterpenoid. 3.3.1 Pemeriksaan Golongan Flavonoid Sebanyak 1 g serbuk ekstrak ditambahkan 100 ml air panas, kemudian dididihkan selama 5 menit dan disaring. Filtrat yang diperoleh disebut filtrat A dan akan digunakan juga untuk pemeriksaan golongan tanin, saponin, dan kuinon. Filtrat A sebayak 5 ml ditambah sedikit serbuk magnesium, 2 ml campuran larutan alkohol-asam klorida pekat (1:1) dan 10 ml amil alkohol. Dikocok kuat – kuat dan dibiarkan memisah. Terbentuknya warna merah kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukan adanya flavonoid. 3.3.2 Pemeriksaaan Golongan Alkaloid Sebanyak 2 g serbuk ekstrak ditambahkan 5 ml amonia 25%, digerus dalam mortir. Lalu ditambahkan 20 ml kloroform dan digerus kembali dengan kuat. Campuran disaring menggunakan kertas saring, filtrat berupa larutan organik diambil dan diteteskan pada kertas saring, kemudian pada tetesan tersebut ditetesi pereaksi Dragendorff. Terbentuk warna merah atau jingga pada kertas saring menunjukkan adanya alkaloid. Sisa larutan organik diekstraksi dua kali dengan larutan asam klorida 10% dan dipisahkan dari lapisan airnya. Lapisan air sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan diuji dengan penambahan pereaksi Meyer. Terbentuknya endapan putih menunjukkan adanya alkaloid. Larutan air sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang lain dan diuji dengan penambahan beberapa tetes pereaksi Dragendorff. Terbentuknya endapan merah bata menunjukkan adanya alkaloid. 3.3.3 Pemeriksaan Golongan Tanin Filtrat A dibagi ke dalam tiga bagian, masing – masing bagian berisi 5 ml. Ke dalam bagian pertama filtrat A ditambahkan larutan besi(III)klorida 1% , timbulnya warna hijau violet atau hitam menunjukkan adanya tanin. Ke dalam bagian kedua ditambahkan larutan gelatin, terbentuknya endapan putih menunjukkan adanya tanin. Ke dalam bagian ketiga ditambahkan pereaksi Steasny yang terdiri dari formaldehid 30% dan asam klorida (2:1), kemudian dipanaskan dalam penangas air, terbentuknya endapan warna merah muda menunjukkan adanya tanin katekat. Selanjutnya endapan disaring, filtrat dijenuhkan dengan natrium asetat dan ditambahkan beberpa tetes larutan besi(III)klorida, terbentuknya warna biru tinta menunjukkan adanya tanin galat.
21 3.3.4 Pemeriksaan Golongan Saponin Sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dikocok secara vertikal selama 10 detik. Terbentuknya busa yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1–10 cm yang tidak hilang pada penambahan asam klorida menunjukkan adanya saponin. 3.3.5 Pemeriksaan Golongan Kuinon Filtrat A sebanyak 5 ml ditambahkan beberapa tetes larutan natrium hidroklorida (NaOH) 1 N. Jika terbentuk warna merah menunjukkan adanya kuinon. 3.3.6 Pemeriksaan Golongan Steroid/Titerpenoid Serbuk ekstrak sebanyak 1 g dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam, kemudian disaring. Filtrat sebanyak 5 ml diuapkan dalam cawan penguap hingga diperoleh residu. Lalu ke dalam residu ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Terbentuknya warna hijau, biru, merah, atau violet menunjukkan adanya steroid/triterpenoid.
3.4 Karakterisasi Ekstrak Ekstrak air yang telah dikeringkan dikarakterisasi dengan penentuan kadar air, pemeriksaan kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total, dan susut pengeringan. 3.4.1 Penetapan Kadar Air Tabung penerima dan kondensor dibersihkan, kemudian dibilas dengan air dan dikeringkan. Sejumlah 200 ml toluen dan 2 ml air dimasukkan ke dalam labu destilasi kemudian dipanaskan selama 2 jam dan didinginkan selama 30 menit. Volume air dibaca pada skala dengan ketelitian 0,05 ml dan hasil yang diperoleh disebut volume destilasi pertama (n). Serbuk simplisia sebanyak 20 g dimasukkan ke dalam labu destilasi yang telah didinginkan. Potongan batu didih juga dimasukkan ke dalam labu. Labu dipanaskan perlahan selama 15 menit. Saat larutan mulai mendidih, penyulingan dimulai dengan kecepatan 2 tetes per detik hingga sebagian air tersuling, kemudian dinaikkan menjadi 4 tetes per detik. Setelah air tersuling seluruhnya, bagian dalam kondensor dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit kemudian pemanasan dihentikan. Tabung
22 penerima didinginkan pada suhu kamar. Air yang menempel pada dinding tabung penerima dilepaskan dengan cara mengetuk – ngetuk tabung. Lapisan air dan toluen dibiarkan memisah dan volume air yang terbaca disebut volume destilasi total (n1). Kadar air dinyatakan dalam persen menurut rumus : Kadar air (%) =
100(n1 − n) w
Keterangan : W = massa serbuk simplisia (g) n = volume destilasi pertama (ml) n1 = volume destilasi kedua (ml) 3.4.2 Penetapan Kadar Sari Larut Air
Sebanyak 5 g serbuk simplisia atau ekstrak dimaserasi dalam 100 ml air-kloroform selama 24 jam dalam labu bersumbat sambil dikocok selama 6 jam pertama dan didiamkan selama 18 jam berikutnya. Setelah 24 jam disaring dan 20 ml filtrat diambil dan diuapkan dalam cawan uap dangkal berdasar rata yang telah ditara hingga kering. Residu dipanaskan hingga 105ºC hingga bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Ditjen POM, 1978). 3.4.3 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol
Sebanyak 5 g serbuk simplisia atau ekstrak dimaserasi dalam 100 ml etanol selama 24 jam dalam labu bersumbat sambil dikocok selama 6 jam pertama dan didiamkan selama 18 jam berikutnya. Setelah 24 jam disaring dan 20 ml filtrat diambil dan diuapkan dalam cawan uap dangkal berdasar rata yang telah ditara hingga kering. Residu dipanaskan hingga 105ºC hingga bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Ditjen POM, 1978). 3.4.4 Penetapan Kadar Abu Total
Sebanyak 2 g simplisia digerus dan ditimbang dengan seksama dan dimasukkan ke dalam krus platina yang telah dipijarkan dan ditara. Bahan dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis kemudian didinginkan dan ditimbang. Apabila dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas dan saring melalui kertas saring bebas abu. Sisa kertas dan kertas saring dipijarkan dalam krus yang sama. Filtrat dimasukkan ke dalam krus, diuapkan dan dipijarkan hingga bobot tetap kemudian ditimbang. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara. Kadar abu total serbuk simplisia teh tidak
23 lebih dari 7% dan kadar abu total serbuk simplisia seledri tidak lebih dari 12% (Ditjen POM,1978) 3.4.5 Penetapan Susut Pengeringan Ekstrak
Sebanyak 1-2 g sampel uji ditimbang dengan seksama dalam botol timbang bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105°C dan telah ditara. Zat dalam botol diratakan dengan menggoyangkan botol, sampai setebal 5-10 mm. Botol dimasukkan ke dalam ruang pengering dengan tutup terbuka dan dikeringkan hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, botol dibiarkan dalam keadaan tertutup mendingin dalam desikator hingga suhu kamar. Susut pengeringan yang didapat dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Ditjen POM, 1978).
3.5 Pembuatan Bahan uji
Bahan uji yang digunakan adalah ekstrak air daun kucai dengan tiga konsentrasi berbeda, yaitu 10%, 20%, dan 30%. Sejumlah ekstrak kering ditimbang dan dicampur dengan air suling hingga diperoleh ekstrak air konsentrasi 10%, 20% dan 30%.
3.6 Pembuatan Sediaan Larutan Penyubur Rambut
Ekstrak kering kucai dilarutkan dengan sejumlah air suling dan ditambahkan pengawet yang telah dilarutkan dalam etanol, lalu diaduk hingga homogen. Untuk formula 1 ke dalam campuran ekstrak tersebut ditambahkan propilenglikol dan gliserin, untuk formula 2 ditambahkan propilenglikol, untuk formula 3 ditambahkan gliserin ke dalam campuran tersebut dan diaduk hingga homogen. Sedangkan untuk formula 4 tidak ditambahkan gliserin maupun propilenglikol. Selanjutnya ke dalam setiap formula ditambahkan pewangi dan sisa air suling, diaduk hingga homogen.
3.7 Evaluasi Sediaan Tonik Rambut
Evaluasi sediaan tonik rambut meliputi pengamatan organoleptik sediaan, pengukuran viskositas sediaan, penetapan bobot jenis sediaan, dan pengukuran pH sediaan.
24 3.7.1 Pengamatan Organoleptik Sediaan
Sediaan tonik rambut diamati perubahan bau, warna dan pertumbuhan mikroorganisme setiap 1 minggu selama penyimpanan. 3.7.2 Pengukuran Viskositas Sediaan
Pengukuran viskositas sediaan tonik rambut dilakukan dengan menggunakan alat Viskometer Hoeppler. Tabung diisi dengan sediaan tonik rambut tetapi tidak sampai penuh, kemudian dimasukkan bola yang sesuai dan ditambahkan lagi sediaan tonik rambut sampai penuh dan tabung ditutup. Pengukuran dilakukan dengan menghitung waktu yang dibutuhkan oleh bola untuk menempuh jarak tertentu melalui cairan dalam tabung. Viskositas cairan dihitung dengan rumus : η = B (ρ1 – ρ2 ) t Keterangan : η = viskositas cairan B = konstanta bola ρ1= bobot jenis bola ρ2= bobot jenis cairan t = waktu yang dibutuhkan bola untuk menempuh jarak tertentu
3.7.3 Pengukuran Bobot Jenis Sediaan
Penetapan bobot jenis dilakukan dengan menggunakan piknometer yang bersih dan kering (dicuci terlebih dahulu dan dibilas dengan etanol lalu aseton). Timbang piknometer kosong (w1), lalu diisi dengan air suling, bagian luar piknometer dilap sampai kering dan ditimbang (w2). Kemudian air suling tersebut dibuang dan piknometer dikeringkan lalu diisi dengan cairan yang akan diukur bobot jenisnya pada suhu yang sama pada saat pemipetan, dan ditimbang (w3). Bobot jenis cairan dihitung dengan rumus :
ρ=
w3 − w1 w2 − w1
Keterangan : ρ = bobot jenis cairan pada suhu t w1 = bobot piknometer kosong w2 = bobot piknometer + air suling w3 = bobot piknometer + cairan
25 3.7.4 Pengukuran pH Sediaan
pH meter dikalibrasi menggunakan dapar standar. Cairan kemudian diukur pH-nya menggunakan pH meter Beckman yang telah dikalibrasi. Sediaan tonik rambut diukur pHnya setiap 1 minggu selama penyimpanan
3.8 Pengujian terhadap Hewan Uji
Pengujian efek penumbuh rambut dari ekstrak air kucai dan sediaan larutan penyubur rambut ekstrak kucai dilakukan pada 3 ekor kelinci albino galur New Zealand berjenis kelamin jantan yang sehat. Uji iritasi sediaan tonik rambut kucai dilakukan pada 3 ekor kelinci albino galur New Zealand, berjenis kelamin jantan yang sehat dan tidak terdapat iritasi pada kulit dan mata. 3.8.1 Uji Pertumbuhan dan Kelebatan Rambut Ekstrak Air Daun Kucai dengan Konsentrasi 10%, 20% dan 30%
Untuk pengujian masing – masing kelinci dicukur bulunya pada bagian punggung dengan luas 2,5x3 cm2 untuk tiap daerah uji, dibuat 4 daerah uji. Pencukuran awal menggunakan alat pencukur, setelah rambutnya agak pendek, punggung kelinci yang digunakan untuk pengujian diolesi dengan krim depilatori (veet krim) selama 10-15 menit. Setelah itu dibilas dengan air hingga rambut rontok. 24 jam kemudian bahan uji baru dioleskan. Bahan uji dioleskan pada daerah uji sebanyak 0,5 ml setiap hari selama 3 minggu. Daerah A diolesi ekstrak air kucai konsentrasi 10%, daerah B diolesi air suling sebagai kontrol, daerah C diolesi ekstrak air kucai konsentrasi 20%, daerah D diolesi ekstrak air kucai konsentrasi 30%. Setiap 7 hari sekali dilakukan pengukuran panjang rambut dan pengamatan kelebatan rambut. Pengukuran panjang rambut dilakukan dengan mengukur panjang 10 helai rambut dengan menggunakan penggaris berskala yang ditempelkan pada ujung rambut pada kulit punggung kelinci pada setiap daerah. Pengukuran kelebatan rambut dilakukan secara visual dengan menggunakan cetakan (template) berbentuk 9 bujur sangkar (Gambar 3.1) yang kemudian pada setiap bujur sangkar diberi penilaian (skor) berupa angka 0 sampai dengan 6 (Tabel 3.1). Pada minggu ketiga perlakuan dilakukan penimbangan bobot rambut dengan menggunting seluruh rambut pada setiap daerah. Data yang diperoleh diolah secara statistik dengan metode ANAVAR untuk melihat apakah ada perbedaan yang bermakna antara daerah uji dan daerah kontrol.
26 Tabel 3.1 Nilai Kelebatan Rambut
Nilai
Pertumbuhan Rambut
0
Tidak ada rambut yang tumbuh
1
Hanya beberapa helai rambut yang tumbuh
2
Rambut yang tumbuh sedikit sekali (Rambut yang tumbuh menutupi seperempat permukaan daerah uji) Rambut yang tumbuh sedikit (Rambut yang tumbuh hampir menutupi setengah permukaan daerah uji) Rambut yang tumbuh lebat sedang (Rambut yang tumbuh menutupi setengah permukaan daerah uji) Rambut yang tumbuh lebat (Rambut yang tumbuh menutupi tiga perempat permukaan daerah uji) Rambut yang tumbuh lebat sekali (Rambut yang tumbuh menutupi seluruh permukaan daerah uji)
3 4 5 6
2,5 cm
3 cm Gambar 3.1 Template skor kelebatan Rambut
3.8.2 Uji Pertumbuhan dan Kelebatan Rambut Berbagai Formulasi Larutan Penyubur Rambut (tonik rambut) Daun Kucai
Untuk pengujian masing – masing kelinci dicukur bulunya pada bagian punggung dengan luas 2,5x3 cm2 untuk tiap daerah uji, dibuat 5 daerah uji. Bahan uji dioleskan pada daerah uji sebanyak 0,5 ml setiap hari selama 3 minggu. Daerah A diolesi pembanding berupa tonik rambut minoksidil (Regrou®), daerah B diolesi formula 1, daerah C diolesi formula 2, daerah D diolesi formula 3, dan daerah E diolesi formula 4. Pengukuran panjang rambut dan pengamatan kelebatan rambut dilakukan dengan cara yang sama seperti pada uji pertumbuhan dan kelebatan rambut ekstrak air daun kucai.
3.8.3 Uji iritasi
Uji iritasi meliputi uji iritasi kulit dan uji iritasi okular.
27 a. Uji iritasi kulit Untuk pengujian iritasi kutan primer formula 2 digunakan 3 ekor kelinci albino dan untuk pengujian iritasi kutan primer formula 3 digunakan 3 ekor kelinci albino yang dicukur bulu punggungnya dan kulitnya tidak boleh rusak. Pencukuran awal menggunakan alat pencukur, setelah rambutnya agak pendek, punggung kelinci yang digunakan untuk pengujian diolesi dengan krim depilatori (veet krim) selama 10-15 menit. Setelah itu dibilas dengan air hingga rambut rontok. Pada hari percobaan, sisi punggung kelinci sebelah kiri dibuat goresan sepanjang 2 cm menggunakan lanset steril untuk setiap zat uji sedangkan sisi punggung sebelah kanan tidak digores. Goresan hanya mencakup epidermis, tidak sampai dermis. Sediaan larutan penyubur rambut, pembawanya serta tonik rambut minoksidil (Regrou®) masing – masing dioleskan sebanyak 0,5 ml pada daerah yang digores dan daerah yang tidak digores (Gambar 3.2). Setelah pengolesan bagian punggung kelinci yang diolesi ditutup dengan plester hipoalergi kemudian badan kelinci ditutup dengan perban. Setelah 23 jam perban dan plester dibuka dan dibiarkan selama 1 jam. Dilakukan pengamatan terhadap eritema dan udem yang terjadi, kemudian diberi skor sesuai dengan panduan uji yang terangkum pada Tabel 3.2 (Hayes, 2001). Biarkan selama 48 jam dan dengan cara yang sama dilakukan pengamatan untuk 72 jam. Data yang diperoleh selanjutnya diolah untuk memperoleh indeks iritasi primer kutan seperti tercantum pada Tabel 3.3 (Hayes, 2001).
D’ A B C
A’
D
B’ C’
E E’
Gambar 3.2 Daerah Pengolesan Zat Uji
Keterangan : A & A’ = diolesi formula 2; B & B’ = diolesi pembawa formula 2; C & C’ = diolesi formula 3; D & D’ = diolesi pembawa formula 3; E & E’ = diolesi pembanding (minoksidil)
28 Tabel 3.2 Nilai Keadaan Kulit
Eritema Jenis Tidak ada eritema Sedikit eritema (hampir tidak tampak) Eritema tampak jelas
Nilai 0 1 2
Eritema sedang sampai kuat
3
Eritema parah (merah-ungu dan ada lecet ringan)
4
Udema Jenis Tidak ada udema Udema sangat ringan Udema ringan (tepi dan pembesaran jelas) Udema sedang (ketebalan kira – kira 1 mm) Udema parah (ketebalan melebihi 1 mm dan melebihi kasa
Nilai 0 1 2 3 4
Tabel 3.3 Klasifikasi Indeks Iritasi Primer (PII) Kulit
Nilai PII 0
Jenis Iritasi Tidak mengiritasi
0,04 – 0,99
Hampir tidak mengiritasi
1,00 – 1,99
Mengiritasi sangat ringan
2,00 – 2,99
Mengiritasi ringan
3,00 – 5,99
Mengiritasi sedang
6,00 – 8,00
Mengiritasi kuat
b. Uji iritasi okular Pengujian iritasi pada mata dilakukan dengan menempatkan sediaan uji sebanyak 0,1 ml pada bagian kantung konjungtiva mata kanan 3 ekor kelinci, sedangkan mata sebelah kiri tidak diberi bahan uji dan digunakan sebagai kontrol. Kelinci dibiarkan 18 jam dalam kotak penahan. Mata kelinci diamati pada hari ke-1,2,3,4 dan 7 setelah diberi bahan uji. Efek yang diamati meliputi perubahan pada kornea, yaitu derajat dan luas opasitas, kerusakan iris, reaksi terhadap cahaya, pemerahan dan udem konjungtiva serta adanya ekskresi air mata kemudian diberi skor seperti yang tercantum dalam Tabel 3.4 (Wattimena, 1986)
29 Tabel 3.4 Nilai Keadaan Mata Jenis Kornea
Keadaan Mata Derajat Opasitas • Sama sekali tidak ada opasitas (tidak hilang kilapnya) • Ada zona iritasi, nampak difus, struktur iris jelas • Ada zona iritasi yang translusid, mudah diidentifikasi, struktur iris agak kabur • Ada zona iritasi yang opalesen, pinggiran pupil mata hampir tidak nampak • Ada opasitas yang mengakibatkan bahwa iris tidak kelihatan Luas Opasitas • ¼ atau kurang, tidak 0 • ¼ sampai ½ • ½ sampai ¾ • ¾ sampai seluruh permukaan
Iris
Nilai total = nilai derajat opasitas x nilai luas opasitas x 5 (maksimum 80) • Normal • Jelas lebih berkerut dari normal, kongesti, bengkak, injeksi sirkumkorneal, iris masih bereaksi terhadap cahaya (reaksi yang lambat masih merupakan reaksi yang positif) • Iris tidak bereaksi terhadap cahaya, pendarahan, kerusakan berarti (1 atau lebih atau semua karakteristik ini)
Nilai 0 1 2 3 4 1 2 3 4
0 1
2
Catatan : nilai x 5 (maksimum 10) konjungtiva Pemerahan konjungtiva kelopak mata • Pembuluh normal • Pembuluh jelas lebih besar dari normal • Warna merah menyala, lebih difus, pembuluh suril dibedakan secara individual • Warna merah, darah Khemosis / udem • Tidak bengkak, termasuk membran niktitan • Bengkak jelas, kelopak mata terbalik • Bengkan, kelopak mata tertutup separuh • Bengkak, kelopak mata tertutup lebih dari separuh atau seluruhnya Eksresi air mata • Tidak ada ekskresi air mata • Sedikit ekskresi air mata • Ekskresi air mata yang membasahi kelopak mata dan bulu di dekatnya • Ekskresi air mata yang membasahi kelopak mata dan bulu di daerah yang luas sekitar mata Catatan : evaluasi pembengkakan dan ekskresi air mata harus dilakukan sebelum kelopak mata hewan dibuka Nilai total = (nilai pemerahan konjungtiva + nilai khemosis + nilai ekskresi air mata) x 2 (maksimum 20)
0 1 2 3 0 1 2 3
0 1 2 3
30 3.8.4
Uji Pertumbuhan dan Kelebatan Rambut Sediaan Larutan Penyubur Rambut Ekstrak Daun Kucai yang Telah Disimpan Selama 2 Bulan
Untuk pengujian masing – masing kelinci dicukur bulunya pada bagian punggung dengan luas 2,5x3 cm2 untuk tiap daerah uji, dibuat 4 daerah uji. Bahan uji dioleskan pada daerah uji sebanyak 0,5 ml setiap hari selama 3 minggu. Daerah A diolesi formula 3 yang baru dibuat, daerah B diolesi formula 3 yang telah disimpan selama 2 bulan, daerah C diolesi ekstrak air 30%, daerah D diolesi pembawa formula 3 sebagai kontrol. Pengukuran panjang rambut dan pengamatan kelebatan rambut dilakukan dengan cara yang sama seperti pada uji pertumbuhan dan kelebatan rambut ekstrak air daun kucai.