BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu Naini (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Loyalitas Pelanggan (Studi pada Pasien yang melakukan perawatan di RSIA Aminah Kota Blitar) mempunyai tujuan untuk mengetahui pengaruh variabel kualitas layanan
yang
meliputi
tangible
(bukti
langsung),
reliability
(keandalan),
responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan), dan empathy (empati) terhadap pembentukan loyalitas pelanggan pada RSIA Aminah Blitar. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup. Teknik analisis data dengan regresi berganda melalui program SPSS 11.00 for Windows. Uji hipotesis dilakukan dengan uji t yaitu uji hipotesis secara parsial dan uji F yang merupakan uji hipotesis secara simultan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa untuk variabel Tangible (bukti fisik), reliability (keandalan), responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan), empathy (empati), jika signifikansi t < 0,05, maka hasil tersebut dapat dikatakan signifikan. Rahadian (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan antara citra rumah sakit dan persepsi kualitas pelayanan dengan loyalitas pasien rumah sakit, berdasarkan hasil analisis menggunakan teknik analisis regresi dua prediktor diketahui ada hubungan yang sangat signifikan antara citra rumah sakit dan persepsi terhadap kualitas pelayanan dengan loyalitas pasien, ditunjukkan oleh nilai R = 0,406; Fregresi = 6,990; p < 0,01. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah ada
9 Universitas Sumatera Utara
10
hubungan yang sangat signifikan antara citra rumah sakit dan persepsi terhadap kualitas pelayanan dengan loyalitas pasien. Sabri (2009) dengan judul Pengaruh Kualitas Layanan, Citra, Nilai dan Kepuasan Terhadap Loyalitas Pasien (Studi Kasus pada Industri Rumah Sakit di Kota Makassar)” menyimpulkan bahwa : (1) Kualitas layanan Rumah Sakit berpengaruh terhadap citra Rumah Sakit, (2) Kualitas layanan Rumah Sakit berpengaruh terhadap nilai pasien, (3) Kualitas layanan Rumah Sakit berpengaruh terhadap kepuasan pasien, (4) Kualitas layanan Rumah Sakit berpengaruh terhadap loyalitas pasien, (5) Citra Rumah Sakit berpengaruh terhadap nilai pasien, (6) Citra Rumah Sakit tidak berpengaruh terhadap kepuasan pasien, (7) Citra Rumah Sakit tidak berpengaruh terhadap loyalitas pasien, (8) Nilai pasien berpengaruh terhadap kepuasan pasien, (9) Nilai pasien berpengaruh terhadap loyalitas pasien, (10) Kepuasan pasien berpengaruh terhadap loyalitas pasien Susanto (2009) Pengaruh Kualitas Layanan dan Citra terhadap Kepuasan Pasien dan Kepercayaan serta Loyalitas Pasien Rawat Inap pada Rumah Sakit Umum Daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta menyimpulkan bahwa Pelayanan dan citra yang baik itulah yang akan memberikan kepuasan serta menumbuhkan kepercayaan dan loyalitas pada pasien, serta memberikan saran agar pihak manajemen rumah sakit perlu memberikan perhatian lebih pada variabel kepercayaan karena variabel inilah yang paling dominan dan kuat terhadap loyalitas pasien. Selain itu, paramedis
Universitas Sumatera Utara
11
diharapakan dapat mempelajari, mengenali, memahami pasien untuk berusaha memberikan pelayanan yang terbaik terhadap kepuasan pasien, membangun citra, serta membuat kepercayaan pasien pada rumah sakit yang pada akhirnya mampu meningkatkan loyalitas pasien.
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Pengertian Rumah Sakit Menurut UU RI N0 44 (2009) Rumah Sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karaktristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan, kesehatan, kemajuan tehnologi, kehidupan social, ekonomi masyarakat, dan harus tetap mampu meningkatkan meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terjadi derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorang secara paripurna yang menediakan ruang rawat inap, rawat jalan dan ruang gawat darurat. Di samping melaksanakan fungsi pelayanan kesehatan masyarakat, rumah sakit juga mempunyai fungsi pendidikan dan penelitian Boekitwetan (1997) dalam Muluk (2001). Organisasi rumah sakit memiliki beberapa sifat yang secara umum tidak dimiliki organisasi umumnya. Beberapa kerakteristik dari rumah sakit antara lain :
Universitas Sumatera Utara
12
1) Sebagian besar tenaga kerja rumah sakit adalah tenaga professional 2) Wewenang kepala rumah sakit berbeda dengan wewenang pimpinan perusahaan. 3) Tugas-tugas kelompok professional lebih banyak dibandingkan tugas kelompok manajerial. 4) Beban kerjanya tidak bisa diatur. 5) Jumlah pekerjaan dan sifat pekerjaan di unit kerja beragam. 6) Hampir semua kegiatannya bersifat urgent. 7) Pelayanan rumah sakit sifatnya sangat individualistik. Setiap pasien harus dipandang sebagai individu yang utuh, aspek fisik, aspek mental, aspek sosiokultural, dan aspek spiritual harus mendapat perhatian penuh. 8) Tugas memberikan pelayananya bersifat pribadi, pelayanan ini harus cepat tepat, kesalahan tidak bisa ditolerir. 9) Pelayanan berjalan terus menerus 24 jam dalam sehari. (Djojodibroto, 1997) Untuk menunjang keberhasilan pelayanan perawatan pasien, maka rumah sakit menyediakan berbagai jenis fasilitas, baik fasilitas yang berhubungan langsung dengan pasien juga fasilitas yang akan digunakan keluarga pasien dan pengunjung rumah sakit lainnya. Secara umum rumah sakit akan dilengkapi dengan ruang unit gawat
darurat,
ruang
periksa
umum,
ruang
inap,
ruang
ICU,
ruang
administrasi/keuangan, ruang dapur, ruang dokter, ruang tunggu, kamar mandi, ruang bersalin, ruang keamanan/satpam, gudang, apotik. (Aditama, 2003).
Universitas Sumatera Utara
13
2.2.2. Klasifikasi Rumah Sakit (1) Rumah Sakit Umum Swasta Pratama, adalah rumah sakit umum yang memberikan pelayanan medik bersifat umum (2) Rumah Sakit Umum Swasta Madya, adalah rumah sakit umum yang memberikan pelyabab medik bersifat umum dan spesialistik dalam empat cabag. (3) Rumah Sakit Umum Swasta Utama, adalah rumah sakit umum yang memberikan pelayanan medik bersifat umum, spesialistik dan sub spesialistik. (Kepmenkes, 1987). Menurut Depkes (2002) tugas rumah sakit adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya-upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan. Pelayanan jasa rumah sakit dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu : a.
Pelayanan Medis, adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien sesuai dengan ilmu kedokteran mutahir, kemampuan serta fasilitas rumah sakit. Dapat dilaksanakan di Unit Rawat Jalan. Unit Gawat Darurat, Unit Rawat Inap, Kamar Bedah, dan Kamar Bersalin, sehingga diperlukan kebijakan, prosedur kerja dan uraian tugas yang jelas di unit tersebut. Pelayanan medis di sebuah rumah sakit tergantung dari jenis rumah sakit, kelas rumah sakit, jenis peralatan medis dan ahli yang tersedia.
b.
Pelayanan Penunjang Medis, adalah merupakan tugas pokok dari kegiatan rumah sakit yang lebih bersifat struktural sehingga pengontrolan oleh pihak manajemen
Universitas Sumatera Utara
14
rumah sakit lebih mudah karena ada prosedur khusus. Pelayanan penunjang medis terdiri dari pelayanan radiology, pelayanan laboratorium, pelayanan anastesi, pelayanan gizi, pelayanan farmasi, dan pelayanan rehabilitasi medis. Jenis pelayanan yang bisa diberikan kepada pasien dari setiap rumah sakit tergantung dari tipe rumah sakit, jenis perawatan yang tersedia dan jenis tenaga yang ada. c.
Pelayanan
Administrasi,
adalah
merupakan
kegiatan
penunjang
yang
memberikan dukungan untuk melaksanakan jasa profesional terdiri dari administrasi umum yang mengelola informasi yang tepat, teliti dalam bidang ketatausahaan, keuangan, kepegawaian sesuai dengan pelayanan yang ada. (Soedjadi, 1999)
2.2.3. Mutu Pelayanan
Defenisi mutu berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Menurut Wickof (1998) dalam
Tjiptono F (2004) mutu adalah tingkat
keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan untuk memenuhi keinginan pelanggan.Baik tidaknya mutu tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsiten. Menurut Al-Assaf (2002) mutu adalah melakukan hal yang benar sejak pertama kali dan melakukannya lebih baik lagi pada saat yang beikutnya. Sedangkan pendapat lainnya mengatakan mutu adalah memenuhi persyaratan yang diminta
Universitas Sumatera Utara
15
konsumen, baik konsumen internal maupun eksternal dalam hal layanan dan produk yang bebas cacat. Selaras dengan pendapat tersebut mengatakan bahwa mutu adalah menyediakan konsumen kita dengan produk yang inovatif dan layanan yang sepenuhnya memuaskan permintaan mereka. Pendapat lainnya menyebutkan mutu adalah suatu proses pemenuhan kebutuhan dan harapan konsumen baik internal maupun eksternal. Mutu juga dapat dikaitkan sebagai suatu proses perbaikan yang bertahap dan terus menerus. (Al-Assaf, 2002). Beberapa pendapat lainnya tentang mutu adalah totalitas dari wujud serta cirri dari suatu barang atau jasa yang dihasilkan, yang didalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa aman dan/atau terpenuhinya kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang dihasilkan tersebut (Azrul,2001). Roberts dan Provost dalam Azrul (2001) dimensi mutu yang dianut antara pemakai jasa, penyelenggara pelayanan kesehatan, penyandang dana pelayanan kesehatan adalah sangat berbeda-beda dimana menurut dimensi pemakai jasa pelayanan kesehatan mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi antara petugas dengan pasien, keprihatinan dan keramahtamahan petugas dalam melayani pasien dan atau kesembuhan penyakit yang sedang diderita oleh pasien. Menurut Soejitno, (2002) dimensi penyelenggara pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan
yang
diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan tehnologi kedokteran mutakhir dan/atau adanya otonomi profesi pada waktu menyelenggarakan pelayanan kesehatan
Universitas Sumatera Utara
16
sesuai dengan kebutuhan pasien. Sedangkan menurut dimensi penyandang dana pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efisiensi pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan, kesehatan, dan/atau kemampuan pelayanan kesehatan mengurangi kerugian penyandang dana pelayanan kesehatan. Pemenuhan kebutuhan (bukan keinginan konsumen) adalah hal yang harus dilakukan, tentu saja masalah keterjangkauan dan ketersediaan sumber daya harus dipertimbangkan. Kebutuhan dan harapan konsumen internal dan eksternal juga harus dipelajari. Staf dan pegawai merupakan konsumen internal bagi administrasi dan kebutuhan serta harapan mereka harus diketahui dan dipelajari serta setiap upaya haru dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ini Konsumen eksternal pada dasarnya diwakili pasien, tetapi entitas lain yang terkait dengan organisasi tersebut juga harus diselidiki dan dipelajari untuk mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan serta harapan mereka. Mutu pelayanan atau jasa merupakan suatu kajian yang sangat menarik sehingga banyak para ahli yang menganalisanya antara lain model kesenjangan (Gap Model) dari parasuraman (dalam Tjiptono,2004) yaitu kehandalan (reliability), ketanggapan (responsiveness), jaminan (ansurance), empati (empathy) dan bukti fisik (tangible), sedangkan model dimensi kualitas dari Gonroes (dalam Tjiptono 2004) lebih menekankan evaluasi kualitas jasa dari aspek output, proses, dan citra (result and process-oriented)
Universitas Sumatera Utara
17
2.2.4. Loyalitas Menurut James D (2007) Loyalitas secara umum diartikan sebagai kepatuhan dari seseorang kepada seseorang atau lembaga/institusi yang disenanginya. Namun loyalitas dalam arti yang lebih luas sering juga diartikan sebagai kesetiaan seseorang atas suatu produk, baik barang maupun jasa tertentu dan merupakan manifestasi dan kelanjutan dari kepuasan konsumen dalam menggunakan fasilitas maupun jasa pelayanan yang diberikan oleh suatu perusahaan, serta untuk tetap menjadi konsumen dari perusahaan tersebut. Pengertian selanjutnya diberikan bahwa loyalitas seorang pelanggan merupakan
suatu
kesetiaan
yang
diberikan
pelanggan
terhadap
suatu
perusahaan/lembaga/ organisasi yang telah menyediakan barang atau jasa kepadanya secara memuaskan . Etimologi latin dari loyalitas adalah hukum atau prinsip (loyal berasal dari kata latin : legalis yang berarti legal/hukum). Menurut Griffin (2003) loyalitas seseorang umumnya lebih mengarah pada suatu kebiasaan yang ditujukan pada pembeliaan secara terus menerus yang didasarkan pada unit pengambilan keputusan yang telah teruji. Loyalitas dapat juga diartikan sebagai persentase dari orang yang pernah membeli barang/jasa dalam kerangka waktu tertentu dan melakukan pembelian selanjutnya secara berulang-ulang. Alasan untuk tetap tertarik terhadap suatu produk
Universitas Sumatera Utara
18
yang akan mengarahkan pelanggan untuk berminat membeli ulang adalah pengalaman yang memuaskan terhadap produk/jasa tersebut (Hizrani, 2003) Kotler (2002) menyimpulkan bahwa produk jasa umumnya memiliki ciri kualitas berdasarkan kepercayaan yang mengakibatkan konsumen jasa lebih mengandalkan pada kabar dari mulut ke mulut (orang ke orang), dan konsumen juga lebih memperhatikan harga, pemberi jasa dan isyarat fisik untuk menilai kualitas jasa sehingga konsumen akan sangat loyal bila pemberi jasa layanan tersebut memuaskan mereka. Selanjutnya Kotler (2002) mengklasifikasikan tahapan loyalitas seseorang kedalam delapan tahapan antara lain : 1.
Suspects, meliputi semua orang yang membeli barang atau jasa seseorang/ perusahaan tapi pembeli tersebut belum tau apapun mengenai barang, seseorang dan perusahaan tersebut,
2.
Prospects, adalah orang yang memiliki kebutuhan akan produk atau jasa tertentu dan mempunyai kemampuan untuk membelinya, walaupun konsumen belum melakukan pembelian namun mereka telah mengetahui keberadaan perusahaan dan barang atau jasa yang ditawarkan karena seseorang telah merekomendasikan barang atau jasa tersebut.
3.
First Time Consumens, adalah pelanggan yang membeli untuk pertama kali dan merupakan pelanggan baru,
4.
Repeat Customer, adalah pelanggan yang membeli untuk kedua kalinya,
Universitas Sumatera Utara
19
5.
Client, ada orang yang secara rutin membeli barang atau jasa yang mereka butuhkan dan mereka biasanya tidak terpengaruh oleh persaingan dari produk lain,
6.
Members, adalah pelanggan yang membeli secara rutin dan mendapat perlakuan khusus karena pembelian secara teratur dan dalam jumlah yang besar,
7.
Advocates, adalah pelanggan seperti members namun mereka menyarankan teman-teman mereka untuk membeli barang atau jasa tersebut dan membawa pelanggan untuk perusahaan tersebut. Berbeda halnya dengan Kotler yang membagi tahapan loyalitas menjadi 8
tahapan, Baloglu (2002) membagi tingkatan loyalitas hanya dalam 4 (empat) tingkatan, tingkatan tersebut didasarkan pada penilaian perilaku dan kebiasaan orang tersebut, antara lain : 1.
High (true) loyalty, orang tersebut memiliki cirri-ciri dengan pola pembelian yang tinggi serta menunjukkan perilaku loyal yang tinggi.
2.
Latent loyalty, orang tersebut dengan ciri-ciri pola perilaku pembelian yang rendah, meskipun mereka mempunyai komitmen yang kuat terhadap perusahaan. Perilaku pembelian yang rendah tersebut dapat disebabkan karena harga yang mahal, keterkangkauan atau distribusinya yang tidak tersebar dengan baik.
3.
Spurious/artificial loyalty, dengan ciri-ciri mereka melakukan pembelian yang berulang meskipun tidak suka atau secara emosional tidak terikat terhadap merek tertentu, Hal tersebut dapat dikarenakan oleh beberapa faktor seperti kebiasaan pembelian, insentive yang didapat dan tidak ada pilihan lain.
Universitas Sumatera Utara
20
4.
Low loyalty, menunjukkan lemahnya perilaku loyal dan rendahnya perilaku pembelian. Menurut Kotler (2002) menyatakan bahwa persepsi terhadap kualitas
pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Kualitas pelayanan yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang pihak penyelia pelayanan, melainkan berdasarkan sudut pandang pelanggan. Dengan demikian meningkatnya tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi masyarakat dan sejalan dengan lajunya informasi pengetahuan dan teknologi maka semakin meningkat pula tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dalam hal ini pelayanan rumah sakit. Menurut Bachtiar dkk (2002) menyatakan bahwa kepuasan pasien adalah suatu keadaan dimana kebutuhan, keinginan dan harapan pasien dapat dipenuhi melalui produk/jasa yang diterimanya, yang berarti bahwa keputusan pasien sangat ditentukan oleh persepsi pasien tentang hal-hal yang dibutuhkan dan diinginkannya selama proses pelayanan kesehatan. Dari sepuluh dimensi pokok jasa oleh Parasuraman dkk (1985) yaitu Reliabilitas,
Daya
tanggap,
Kompetensi,
Akses,
Kesopanan,
Komunikasi,
Kredibilitas, Keamanan, Kemampuan memahami pelanggan, dan Bukti fisik. Maka jasa pelayanan dapat diukur dengan lima dimensi mutu yang sering disebut “SERVQUAL” (Service Quality) dan dikembangkan Parasuraman dkk seperti yang dikutip Supranto , dalam Tjiptono (2004) yaitu : 1. Tangible, meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi.
Universitas Sumatera Utara
21
2. Reliability, kemampuan untuk memberikan jasa pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan dengan memuaskan. 3. Responsiveness, keinginan untuk memberikan pelayanan dengan tanggap dan segera. 4. Assurance, meliputi kemampuan memberikan pelayanan dengan sopan dan dapat dipercaya serta bebas dari bahaya, resiko dan keraguan. 5. Emphaty, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan pelanggan. Kualitas memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pasien, dimana kualitas memberikan dorongan kepada pasien untuk menjalin ikatan hubungan yang lebih kuat dengan rumah sakit dan pada gilirannya kepuasan pasien dapat menciptakan kesetiaan atau loyalitas pelanggan kepada rumah sakit yang memberikan kualitas memuaskan tersebut (Tjiptono, 2004). Menurut Baloglu (2002) mengatakan bahwa untuk mengukur loyalitas pelanggan didasarkan atas dua variabel (perilaku dan sikap) bisa dikategorikan menjadi, yaitu : 1. Kepercayaan (trust) 2. Keterikatan secara emosional (Psychological/emotional commitment) 3. Biaya peralihan (Switching cost) 4. Publisitas dari mulut ke mulut (word of mouth) 5. Kerja sama (cooperation) Sehingga dapat dikatakan bahwa loyalitas pasien di RSU Herna Medan terdiri dari kepercayaan, keterikatan secara emosional, memperhitungan biaya peralihan,
Universitas Sumatera Utara
22
menarik pelanggan lain dengan melakukan word-of-mouth, dan bekerja sama setelah merasakan mutu pelayanan rumah sakit tersebut (Denove dan James, 2002). Kualitas memberikan dorongan kepada pasien untuk menjalin ikatan hubungan yang lebih kuat dengan rumah sakit dan pada gilirannya dapat menciptakan kesetiaan atau loyalitas pelanggan, maka Rumah Sakit akan melakukan strategi promosi kesehatan baik advokasi, bina suasana dan pemberdayaan masyarakat (Maulana, 2009).
2.3. Kerangka Konsep Penelitian Kerangka konsep penelitian pada hakekatnya adalah suatu uraian dan visualisasi
dan
konsep-konsep
serta
variabel-variabel
yangakan
diukur.
(Sarwono,2006). Penelitian ini menggambarkan antara dua variabel yang berbeda yaitu variabel mutu pelayanan dan variabel loyalitas pasien. Menurut Parasuraman dkk (dalam Tjiptono & Chandra,2004), mutu adalah suatu proses pemenuhan kebutuhan dan harapan pasien baik internal maupun ekternal, dan dapat diukur dengan lima dimensi yang disebut dengan SERQVUAL. Adapun indikator dari servqual adalah tangible, reliability, responsiveness, assurance, emphaty.Sedangkan loyalitas adalah kesetiaan seseorang atas suatu produk, baik barang maupun jasa (James 2007) dengan kategori, trust psychological commitment, switching cost, word of mouth, cooperation, seperti halnya penelitian yang pernah dilakukan oleh Hidayati (2003) dengan judul Hubungan hubungan kualitas pelayanan dengan loyalitas pasien rawat inap di Rumah Sakit Islam Aisyiyah Malang. Artinya terdapat hubungan positif yang signifikan antara kualitas pelayanan dengan loyalitas. Untuk memberikan ganbaran yang jelas
Universitas Sumatera Utara
23
dan terarah, alur penelitian ini menggambarkan kedua variabel dalam kerangka konsep konseptual seperti di bawah ini. Variabel Independen
Variabel Dependent
MUTU PELAYANAN : -
Berwujud (Tangible) Keandalan (Reliability) Cepat tanggap (Responsiveness) Kepastian (Assurance) Empati (Empaty)
LOYALITAS PASIEN - Trust - Psychological Commitment - Switching Cost - Word of Mouth - Cooperation
Gambar.2.1. Kerangka Konsep Pada kerangka konsep di atas dapat dilihat variabel Mutu Pelayanan yang meliputi berwujud (tangible) keandalan (relability), cepat tanggap (responsiveness), kepastian (assurance), empati (emphaty) akan dianalisis untuk melihat pengaruhnya terhadap variabel loyalitas pasien yang meliputi trust, psychological commitment, switching cost, word of mouth dan cooperation.
Universitas Sumatera Utara