BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ergonomi 2.1.1. Penerapan Ergonomi Pedoman dalam penerapan ergonomi sebagai berikut : a. Sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, ukuran, susunan, dan penempatan mesin dan peralatan serta perlengkapan kerja; juga bentuk, ukuran dan penempatan alat kendali serta alat petunjuk, cara kerja mengoperasikan mesin dan peralatan yang merinci macam gerak, arah dan kekuatannya yang harus dilakukan. b. Untuk standarisasi bentuk dan ukuran mesin dan peralatan kerja, harus diambil ukuran terbesar (misal rerata +2 deviasi standar) sebagai dasar serta diatur suatu cara, sehingga dengan ukuran tersebut mesin dan peralatan kerja dapat dioperasikan oleh tenaga kerja yang ukuran antropometrisnya kurang dari ukuran standar. Sebagai contoh adalah kursi yang tinginya dapat dinaikturunkan sesuai dengan ukuran antropometris tenaga kerja yang duduk pada kursi tersebut, atau tempat duduk yang disetel (diatur posisinya) mundur ke belakang atau maju ke depan untuk menyesuaikannya terhadap ukuran jarak ujung lutut ke garis belakang punggung. c. Ukuran antropometris statis terpenting sebagai dasar desain dan pengoperasian mesin atau peralatan kerja antara lain :
10
11
Berdiri :
Duduk :
-
Tinggi badan berdiri
-
Tinggi bahu
-
Tinggi siku
-
Tinggi pinggul
-
Panjang depa
-
Panjang lengan
-
Tinggi duduk
-
Panjang lengan atas
-
Panjang lengan bawah dan tangan
-
Jarak lekuk lutut-garis punggung
-
Jarak lekuk lutut-telapak kaki
d. Standar ukuran meja kerja bagi pekerjaan yang dilakukan dengan berdiri : •
Pada pekerjaan tangan (manual) yang dilakukan dengan cara berdiri, tinggi meja kerja sebaiknya 5-10 cm di bawah tinggi siku
•
Apabila bekerja dilakukan dengan berdiri dan pekerjaan dikerjakan di atas meja dan jika dataran tinggi siku dinyatakan sebagai dataran 0 maka bidang kerja : -
Untuk pekerjaan memerlukan ketelitian 0+ (5-10) cm
-
Untuk pekerjaan ringan 0- (5-10) cm
-
Untuk bekerja berat yang perlu mengangkat barang berat dan memerlukan bekerjanya otot punggung 0-(10-20) cm
12
e. Dari segi otot, posisi duduk yang paling baik adalah sedikit membungkuk, sedangkan dari aspek tulang, terbaik adalah duduk yang tegak, agar pinggang tidak bungkuk dan otot perut tidak berada pada keadaan yang lemas. Sebagai jalan keluar dianjurkan agar digunakan posisi duduk yang tegak dengan diselingi istirahat dalam bentuk sedikit membungkuk. f. Tempat duduk yang baik memenuhi persyaratan sebagai berikut : •
Tinggi dataran duduk dapat diatur dengan papan injakan kaki sehingga sesuai dengan tinggi lutut, sedangkan paha berada dalam keadaan datar;
•
Tinggi papan sandaran punggung dapat diatur dan menekan dengan baik kepada punggung;
•
Lebar alas duduk tidak kurang dari lebar terbesar ukuran antropometris pinggul misalnya lebih dari 40 cm.
g. Pekerjaan berdiri sedapat mungkin dirubah menjadi pekerjaan yang dilakukan dengan posisi duduk. Untuk pekerjaan yang dilakukan sambil berdiri, bagi tenaga kerja disediakan tempat duduk dan diberi kesempatan untuk duduk. h. Pembebanan kerja sebaiknya dipilih yang optimal yaitu beban kerja yang dapat dikerjakan dengan pengerahan tenaga yang paling efisien. Beban fisik maksimum menurut standar ILO sebesar 50 kg (untuk Indonesia beban demikian terlalu besar dan 35 kg adalah realistis); cara mengangkat dan menolak serta menarik memperhatikan kaidah ilmu gaya mekanika dan dihindarkan penggunaan tenaga yang tidak perlu. Gaya dari beban diupayakan berada pada pusat penyangga beban
13
yaitu pinggul dan ditopang oleh sistem otot-tulang dengan pemanfaatan secara tepat potensi kekuatannya. i. Waktu istirahat didasarkan kepada keperluan atas pertimbangan ergonomi. Harus dihindari istirahat sekehendak tenaga kerja atau istirahat curian diluar sistem kerja, yaitu istirahat oleh karena turunnya kemampuan dan keanggupan tubuh untuk melakukan pekerjaan atau tenaga kerja sebenarnya telah menjadi lelah dan tidak kuat lagi bekerja (Jeyaratnam dan Koh, 2010) . 2.1.2. Sakit dan Cacat Akibat Cara Kerja yang tidak Ergonomis Cara kerja harus dilakukan dengan benar, karenanya sangat perlu mendapatkan perhatian yang layak, sebab cara kerja yang tidak benar dari segi faal kerja atau ergonomi dapat menyebabkan risiko gangguan kesehatan, penyakit bahkan juga kecacatan. Cara mengetik yang tidak mengindahkan norma tingginya meja pengetikan akan berakibat keluhan sakit dada pada tenaga kerja administratif juru ketik yang bersangkutan. Mengoperasikan komputer tanpa memperhatikan norma kerja yang benar dapat mengakibatkan aneka keluhan seperti sakit kepala, iritasi dan kelelahan mata, nyeri otot dan pegal bahu, lengan dan tangan. Mengangkat barang yang tidak mengikuti standar prosedur kerja, yang merupakan pedoman bagaimana pekerjaan tersebut semestinya dilakukan, seringkali berakibat terjadinya trauma pada sistem otot lengan atau punggung atau pinggang tenaga kerja. Pekerjaan yang dapat menyebabkan nyeri punggung bawah adalah pekerjaan mengangkat, membawa, menarik atau mendorong beban berat atau yang dilakukan dengan posisi tubuh yang tidak alami/dipaksakan. Posisi tubuh dalam bekerja atau
14
cara kerja yang salah dapat berakibat cacat pada tubuh. Contoh yang paling terkenal adalah dada tukang sepatu sebagai akibat tekanan terus-menerus kepala pisau pemotong kulit atau bahan sol sepatu kepada dada pengrajin sepatu. Kerja sambil berdiri dapat menyebabkan varices (melebar dan bekelok-keloknya vena) pada kaki atau juga dapat mengakibatkan datarnya telapak kaki (plat voet). Memikul dengan tekanan gaya yang sangat kuat ke punggung adalah salah satu penyebab dari hernia akibat kerja baik bantalan tulang belakang maupun hernia ingunalis yang pada kelainan ini sangat meningkatnya tekanan dalam rongga perut merupakan penyebabnya. Kecacatan dapat pula terjadi pada sidrom pemakaian berlebihan akibat kerja atau juga nyeri punggung bawah (Suma’mur, 2009).
2.2. Sikap Kerja Posisi netral (duduk dan berdiri secara normal) merupakan kondisi yang paling alamiah untuk bekerja, dengan usaha otot dan tekanan pada sendi, tendon, dan ligamen yang paling minimum. Banyak pekerjaan yang memaksa pekerjanya dengan posisi bungkuk, jongkok, atau sikap kerja dengan pergelangan tangan menekuk, leher mendongak, dll. Sikap-sikap kerja yang melelahkan inilah yang sering menjadi keluhan pekerja. Dalam jangka panjang, sikap kerja tersebut sangat berisiko berdampak pada gangguan sistem otot-rangka. Kerja yang menggunakan kekuatan otot secara berlebih (forceful exertions) akan mengakibatkan penekanan yang berlebihan pada tendon, ligamen, dan sendi. Nyeri atau cedera pada punggung bawah
15
biasanya diakibatkan oleh kerja angkat dan angkut yang berlebihan (Iridiastadi dan Yassierli, 2014). Semua sikap tubuh yang tidak alamiah dalam bekerja, misalnya sikap menjangkau barang yang melebihi jangkauan tangannya harus dihindarkan. Apabila hal ini tidak memungkinkan maka harus diupayakan agar beban statiknya diperkecil. Penggunaan meja dan kursi kerja ukuran baku oleh orang yang mempunyai ukuran tubuh yang lebih tinggi atau sikap duduk yang terlalu tinggi sedikit banyak akan berpengaruh terhadap hasil kerjanya. Tanpa disadari tenaga kerja tersebut akan sedikit membungkuk saat melakukan pekerjaannya. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kelelahan lokal di daerah pinggang dan bahu, yang pada akhirnya akan menimbulkan nyeri pinggang dan nyeri bahu. Dalam sistem kerja angkat dan angkut, sering dijumpai nyeri pinggang sebagai akibat kesalahan dalam mengangkut maupun mengangkat, baik itu mengenai teknik maupun berat/ukuran beban. Nyeri pinggang dapat pula terjadi sebagai sikap paksa yang disebabkan karena penggunaan sarana kerja yang tidak sesuai dengan ukuran tubuhnya. Kondisi demikian menggambarkan tidak adanya keserasian antara ukuran tubuh pekerja dengan bentuk dan ukuran sarana kerja, sehingga terjadi pembebanan setempat yang berlebihan di daerah pinggang dan inilah yang menyebabkan nyeri pinggang akibat kerja (Budiono, 2009). 2.2.1. Kerja Posisi Duduk Duduk memerlukan lebih sedikit energi daripada berdiri, karena hal itu dapat mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Namun sikap duduk yang keliru akan merupakan penyebab adanya masalah-masalah punggung. Operator dengan
16
sikap duduk yang salah akan menderita pada bagian punggungnya. Tekanan pada bagian tulang belakang akan meningkat pada saat duduk, dibandingkan dengan pada saat berdiri atau berbaring. Jika diasumsikan tekanan tersebut 100%, maka cara duduk yang tegang atau kaku (erect posture) dapat menyebabkan tekanan tersebut mencapai 140% dan cara duduk yang dilakukan dengan membungkuk ke depan menyebabkan tekanan tersebut sampai 190%. Sikap duduk yang tegang lebih banyak memerlukan aktivitas otot atau urat saraf belakang daripada sikap duduk yang condong ke depan. Kenaikan tekanan tersebut dapat meningkat dari suatu perubahan dalam lekukan tulang belakang yang terjadi pada saat duduk. Suatu keletihan pada pinggul sekitar 90º tidak dapat dicapai hanya dengan rotasi dari tulang pada sambungan paha (persendian tulang paha) (Nurmianto, 2008).
Gambar 2.1 Sikap Kerja Duduk Posisi duduk pada otot rangka (muscolusskeletal) dan tulang belakang (vertebral) terutama pada pinggang (sacrum, lumbar dan thoracic) harus dapat
17
ditahan oleh sandaran kursi agar terhindar dari nyeri (back pain) dan terhindar cepat lelah. Ketika duduk, kaki harus berada pada alas kaki dan dalam sikap duduk dapat bergerak dengan relaksasi. Pada posisi duduk tekanan tulang belakang akan meningkat dibandingkan berdiri atau berbaring, bila posisi duduk tidak benar (Santoso, 2004). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam posisi kerja duduk, yaitu: a. Duduk bergantian dengan berdiri dan berjalan b. Ketinggian kursi dan sandaran kursi harus disesuaikan c. Batasi jumlah kemungkinan penyesuaian d. Memberikan petunjuk posisi duduk yang benar e. Karakteristik kursi secara spesifik ditentukan oleh jenis tugas f. Ketinggian bekerja bergantung pada tugas g. Ketinggian permukaan kerja, tempat duduk, dan kaki harus kompatibel h. Gunakan sandaran kaki jika tinggi pekerjaan tetap i. Hindari jangkauan berlebihan j. Pilih permukaan kerja miring untuk membaca tugas k. Biarkan ruang untuk kaki yang memadai (Kuswana, 2014). 2.2.2. Kerja Posisi Berdiri Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus sangat mungkin akan terjadi penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki, hal ini akan bertambah bila berbagai bentuk dan ukuran sepatu yang tidak sesuai. Seperti pembersih, dokter gigi, penjaga tiket, tukang cukur pasti memerlukan sepatu ketika bekerja, apabila sepatu
18
tidak pas (tidak sesuai) maka sangat mungkin akan sobek (bengkak) pada jari kaki, mata kaki dan bagian sekitar telapak kaki. Desain sepatu untuk kerja berdiri, ukuran sepatu harus lebih longgar dari ukuran telapak kaki, apabila bagian sepatu di kaki terjadi penahanan yang kuat pada tali sendi (ligaments) pergelangan kaki, dan terjadi pada jangka waktu yang lama, maka otot rangka akan mudah mengalami kelelahan (Santoso, 2004).
Gambar 2.2 Sikap Kerja Berdiri Beberapa penelitian yang lalu berusaha untuk mengurangi kelelahan pada tenaga kerja posisi berdiri, seperti Granjean (1988) dikutip Santoso (2004) merekomendasikan bahwa untuk jenis pekerjaan teliti (precision) letak tinggi meja kerja diatur 10cm diatas tinggi siku, untuk jenis pekerjaan ringan letak tinggi meja
19
diatur sejajar dengan tinggi siku, dan untuk jenis pekerjaan berat letak tinggi meja kerja diatur 10cm di bawah tinggi siku. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kerja berdiri yaitu: a. Berdiri bergantian dengan duduk dan berjalan b. Ketinggian pekerja bergantung pada tugas c. Ketinggian meja kerja harus disesuaikan d. Jangan gunakan bentuk plat e. Menyediakan cukup ruang untuk kaki f. Hindari jangkauan berlebihan g. Perubahan postur h. Menawarkan variasi dalam tugas dan kegiatan i. Perkenalkan duduk-berdiri stasiun kerja j. Postur duduk alternatif k. Postur tangan dan lengan l. Pilih model alat yang tepat m. Hindari melaksanakan tugas diatas bahu (Kuswana, 2014). 2.2.3. Kerja Berdiri Setengah Duduk Berdasarkan hasil penelitian Santoso (2004) bahwa tenaga kerja bubut yang telah terbiasa bekerja dengan posisi berdiri tegak diubah menjadi posisi berdiri setengah duduk tanpa sandaran dan setengah duduk pakai sandaran menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kelelahan otot biomekanik antar kelompok. Kerja bubut posisi berdiri tegak lebih melelahkan dibanding setengah duduk tanpa sandaran
20
dan setengah duduk pakai sandaran. Posisi kerja berdiri tegak, setengah duduk tanpa sandaran dan setengah duduk pakai sandaran berpengaruh terhadap perubahan sudut tubuh. Suatu tempat kerja untuk jenis kerja posisi berdiri diubah maka akan mengakibatkan perubahan pula pada performen tubuh. Oleh karena itu, apabila bekerja dalam waktu yang relatif lama dengan performen posisi berdiri yang berbeda maka berdampak pada besar performen perubahan sudut tubuh. Posisi berdiri pada awal kerja sampai dengan akhir kerja, tubuh semakin condong ke depan, akibatnya perubahan sudut tubuh semakin besar juga. 2.2.4. Pertimbangan Ergonomis dalam Sikap Kerja Beberapa jenis pekerjaan memerlukan sikap dan posisi tertentu yang kadangkadang cenderung untuk tidak mengenakkan. Kondisi kerja seperti ini memaksa pekerja selalu berada pada sikap dan posisi kerja yang aneh dan kadang-kadang juga harus berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan pekerja cepat lelah, membuat banyak kesalahan atau menderita cacat tubuh. Untuk menghindari sikap dan posisi kerja yang kurang mengenakkan ini, pertimbangan ergonomis antara lain: •
Mengurangi keharusan operator untuk bekerja dengan sikap dan posisi membungkuk dengan frekwensi kegiatan yang sering atau jangka waktu lama. Untuk mengatasi problem kerja ini maka stasiun kerja harus dirancang terutama sekali dengan memperlihatkan fasilitas kerjanya seperti meja kerja,
21
kursi, dll. Ketentuan ini ditekankan bilamana pekerjaan-pekerjaan harus dilaksanakan dengan posisi berdiri •
Operator tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum yang bisa dilakukan. Pengaturan posisi kerja dalam hal ini dilakukan dalam jarak jangkauan normal. Disamping pengaturan ini bisa memberikan sikap dan posisi yang nyaman juga akan mempengaruhi aspek-aspek ekonomi gerakan. Untuk hal-hal tertentu operator harus mampu dan cukup leluasa mengatur tubuhnya
agar
memperoleh
sikap
dan
posisi
kerja
yang
lebih
mengenakkannya. •
Operator tidak seharusnya duduk dan berdiri pada saat bekerja untuk waktu yang lama dengan kepala, leher, dada atau kaki berada dalam sikap atau posisi miring. Demikian pula sedapat mungkin menghindari cara kerja yang memaksa operator harus bekerja dengan posisi terlentang atau tengkurap.
•
Operator tidak seharusnya dipaksa bekerja dalam frekwensi atau periode waktu yang lama dengan tangan atau lengan berada dalam posisi diatas level siku yang normal (Wignjosoebroto, 2008). Sikap tubuh dalam bekerja yang dikatakan secara ergonomik adalah yang
memberikan rasa nyaman, aman, sehat dan selamat dalam bekerja, yang dapat dilakukan antara lain dengan cara : a. Menghindari sikap yang tidak alamiah dalam bekerja. b. Diusahakan beban statis menjadi sekecil-kecilnya.
22
c. Perlu dibuat dan ditentukan kriteria dan ukuran baku tentang peralatan kerja yang sesuai dengan ukuran antropometri tenaga kerja penggunanya. d. Agar diupayakan bekerja dengan sikap duduk dan berdiri secara bergantian (Budiono, 2009). 2.2.5. Analisis Sikap Kerja 2.2.5.1. Analisis Metode OWAS OWAS (Ovako Work Posture Analysis System) merupakan metode analisis sikap kerja yang mendefinisikan pergerakan bagian tubuh punggung, lengan, kaki, dan
beban
berat
yang
diangkat.
Masing-masing
anggota
tubuh
tersebut
diklasifikasikan menjadi sikap kerja. Menurut Karhu (1981) yang dikutip oleh Astuti, dkk (2007) diperoleh klasifikasi sikap bagian tubuh yang diamati untuk dianalisa dan dievaluasi: A. Sikap punggung 1. Lurus 2. Membungkuk 3. Memutar atau miring ke samping 4. Membungkuk dan memutar atau membungkuk ke depan dan menyamping. B. Sikap lengan 1. Kedua lengan berada di bawah bahu 2. Satu lengan berada pada atau diatas bahu 3. Kedua lengan pada atau diatas bahu C. Sikap kaki
23
1. Duduk 2. Berdiri bertumpu pada kedua kaki lurus 3. Berdiri bertumpu pada satu kaki lurus 4. Berdiri bertumpu pada kedua kaki dengan lutut ditekuk 5. Berdiri bertumpu pada satu kaki dengan lutut ditekuk. 6. Berlutut pada satu atau kedua lutut 7. Berjalan D. Berat beban 1. Berat beban adalah kurang dari 10 Kg (W ≤ 10 Kg ) 2. Berat beban adalah 10 Kg – 20 Kg (10 Kg ≤ W ≤ 20 Kg ) 3. Berat beban adalah lebih besar dari 20 Kg (W ≥ 20 Kg ) Hasil dari analisa sikap kerja OWAS terdiri dari empat level skala sikap kerja yang berbahaya bagi para pekerja. Kategori 1
:
Pada sikap ini tidak masalah pada sistem muskuloskeletal. Tidak perlu perbaikan.
Kategori 2
:
Pada sikap ini berbahaya pada sistem muskuloskeletal (sikap kerja mengakibatkan pengaruh ketegangan yang signifikan). Perlu perbaikan dimasa yang akan datang.
Kategori 3
:
Pada sikap ini berbahaya bagi sistem muskuloskeletal (sikap kerja mengakibatkan pengaruh ketegangan yang sangat signifikan). Perlu perbaikan segera mungkin.
24
Kategori 4
:
Pada sikap ini berbahaya bagi sistem muskuloskeletal (sikap kerja ini mengakibatkan resiko yang jelas). Perlu perbaikan secara langsung/saat ini.
2.2.5.2. Analisis Metode NIOSH Metode ini untuk mengetahui gaya yang terjadi di punggung (L5S1). Ada 2 metode dalam NIOSH dalam Budiman dan Setyaningrum (2006) yaitu : a.
Metode MPL (Maximum Permissible Limit) Pada metode MPL, input berupa rentang postur (posisi aktivitas), ukuran
beban dan ukuran manusia yang dievaluasi. Proses analisis dimulai dengan penghitungan gaya yang terjadi pada telapak tangan, lengan bawah, lengan atas, dan punggung. Output yang dihasilkan berupa gaya depan/kompresi (Fc) pada lumbar ke 5 sacrum pertama (L5S1). Standar yang diberikan metode MPL adalah besar gaya tekan dibawah 6500N pada L5S1 sedangkan batasan gaya angkat normal (The Action Limit) sebesar 3500 pada L5S1, sehingga didapat standar sebagai berikut: •
Apabila Fc< AL (aman)
•
Apabila AL
•
Apabila Fc>MPL (berbahaya)
b.
RWL (Recommended Weight Limit) Metode RWL adalah metode yang merekomendasikan batas beban yang
diangkat oleh manusia tanpa menimbulkan cidera meskipun pekerjaan tersebut dilakukan secara repetitif dan dalam jangka waktu yang lama. Input metode RWL
25
adalah jarak beban terhadap manusia, jarak perpindahan, dan postur tubuh (sudut yang dibentuk). Proses metode RWL menghasilkan perhitungan Lifting Index, untuk mengetahui indeks pengangkatan yang tidak mengandung resiko cidera tulang, dengan persamaan : LI = (Load weight/RWL) Standar metode RWL adalah≤ LI 1, maka aktivitas tersebut tidak mengandung resiko cidera tulang belakang sedangkan jika LI > 1, maka aktivitas tersebut mengandung resiko cidera tulang belakang. Kelemahan metode ini adalah postur kerja tidak diperhatikan secara detail hanya gaya dan beban yang dianalisa, untuk penggunaan tenaga otot (statis/repetitif) dan postur leher belum dianalisa. 2.2.5.3. Analisis Metode REBA Hignett dan McAtamney memperkenalkan metode Rapid Entery Body Assesment (REBA). Input metode REBA yaitu pengambilan data postur pekerja menggunakan handycam, penentuan sudut pada batang tubuh, leher, kaki, lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Output REBA berupa pengelompokan action level sebagai berikut : Tabel 2.1 Action Level Metode REBA Action level REBA score 0 1 1 2-3 2 4-7 3 8-10 4 11-15 Sumber : Hignett dan McAtamney, 2000
Risk level Negligible Low Medium High Very High
Action non necessary maybe necessary necessary necessary soon necessary now
26
Metode REBA tepat untuk menganalisa aktivitas MMH yang dominan menggunakan tubuh bagian atas karena tubuh bagian atas dianalisa secara detail. 2.2.5.4. Analisis Metode RULA Menurut McAtamney dan Corlett (1993) bahwa dalam penilaian postur tubuh, maka tubuh dibagi atas 2 segmen grup yaitu grup A dan grup B. A.
Grup A
A.1. Lengan atas (upper arm) Penilaian terhadap lengan atas adalah penilaian yang dilakukan terhadap sudut yang dibentuk lengan atas pada saat melakukan aktivitas kerja.
Gambar 2.3 Posisi Lengan Atas Skor bagian lengan atas adalah : • 1 jika pergerakan 20° pergerakan ke depan maupun ke belakang dari tubuh • 2 jika pergerakan >20° ke belakang atau 20° - 45° • 3 jika pergerakan 45° - 90° • 4 jika pergerakan >90° Skor pergerakan tersebut +1 jika bahu naik, jika lengan berputar/bengkok skor +1.
27
A.2. Lengan bawah (Lower Arm) Penilaian terhadap lengan bawah adalah penilaian yang terhadap sudut yang dibentuk lengan bawah pada saat melakukan aktivitas kerja. Sudut yang dibentuk oleh lengan bawah diukur menurut posisi batang tubuh.
Gambar 2.4 Posisi Lengan Bawah Skor bagian lengan bawah adalah: • 1 jika pergerakan 60° - 100° • 2 jika pergerakan <60° atau >100° Ketika melakukan pergerakan tersebut jika lengan bawah bekerja melewati garis tengah atau keluar dari sisi tubuh skor +1. A.3. Pergelangan Tangan (Wrist) Penilaian terhadap pergelangan tangan adalah penilaian yang dilakukan terhadap sudut yang dibentuk oleh pergelangan tangan pada saat melakukan aktivitas kerj. Sudut yang dibentuk oleh pergelangan tangan diukur menurut posisi lengan bawah.
28
Gambar 2.5 Posisi Pergelangan Tangan Skor bagian pergelangan tangan adalah: • 1 jika posisi netral • 2 jika 0-15° (ke atas maupun ke bawah) • 3 jika >15° (ke atas maupun ke bawah) Ketika melakukan pergerakan tersebut, skor +1 jika pergelangan tangan putaran menjauhi sisi tengah. A.4. Putaran Pergelangan Tangan (Wrist Twist) Untuk putaran pergelangan tangan postur netral diberi skor: 1 = Posisi tengah dari putaran 2 = Pada atau dekat dari putaran Nilai dari postur tubuh lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan putaran pergelangan tangan dimasukkan ke dalam tabel postur grup A untuk memperoleh skor seperti pada tabel berikut:
29
Tabel 2.2 Skor Grup A Wrist posture score 1 2 3 Lower Upper arm arm Wrist twist Wrist twist Wrist twist 1 2 1 2 1 2 1 1 2 2 2 2 3 1 2 2 2 2 2 3 3 3 2 3 2 3 3 3 1 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 4 1 2 3 3 3 4 4 3 2 2 3 3 3 4 4 3 2 3 3 4 4 4 1 3 4 4 4 4 4 4 2 3 4 4 4 4 4 3 3 4 4 5 5 5 1 5 5 5 5 5 6 5 2 5 6 6 6 6 7 3 6 6 6 7 7 7 1 7 7 7 7 7 8 6 2 7 8 8 8 8 9 3 9 9 9 9 9 9 Sumber : McAtamney dan Corlett (1993)
4 Wrist twist 1 2 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 6 6 6 7 7 7 7 8 8 9 9 9 9 9
A.5. Penambahan Skor Aktivitas Setelah diperoleh hasil skor untuk postur tubuh grup A, maka hasil skor tersebut ditambahkan dengan skor aktivitas. Skor aktivitas adalah: •
+1 jika postur statik dimana satu/lebih bagian tubuh statis/diam
•
+1 jika ada pengulangan dimana tindakan dilakukan berulang-ulang lebih dari 4 kali per menit.
30
A.6. Penambahan Skor Beban Setelah diperoleh hasil penambahan dengan skor aktivitas untuk postur tubuh Grup A, maka hasil skor tersebut ditambahkan dengan skor beban. Skor beban adalah: • 0 jika beban < 2 kg • 1 jika beban 2 kg – 10 kg • 3 jika beban > 10 kg Skor beban tersebut +1 jika postur statis dan dilakukan berulang-ulang. B.
Grup B Penilaian postur grup B terdiri atas leher (neck), batang tubuh (trunk), dan kaki
(legs). B.1. Leher (Neck) Penilaian terhadap leher adalah penilaian yang dilakukan terhadap posisi leher pada saat melakukan aktivitas kerja.
Gambar 2.6 Postur Tubuh Bagian Leher
31
Skor bagian leher adalah: • 1 jika pergerakan 0 - 10° • 2 jika pergerakan 10° - 20° • 3 jika pergerakan > 20° • 4 jika pergerakan ke belakang Skor tersebut +1 jika leher berputar/bengkok dan +1 jika batang tubuh bengkok. B.2. Batang Tubuh (Trunk) Penilaian terhadap batang tubuh merupakan penilaian terhadap sudut yang dibentuk tulang belakang tubuh saat melakukan aktivitas kerja dengan kemiringan yang sudah diklasifikasikan.
Gambar 2.7 Postur Bagian Batang Tubuh Skor bagian batang tubuh adalah: • 1 jikaposisi normal • 2 jika posisi 0 - 20° • 3 jika posisi 20° - 60°
32
• 4 jika posisi >60° Skor tersebut +1 jika leher berputar/bengkok dan +1 batang tubuh bungkuk. B.3. Kaki Penilaian terhadap kaki adalah penilaian yang dilakukan terhadap posisi kaki pada saat melakukan aktivitas kerja dimana operator bekerja dengan posisi normal/seimbang diberi skor 1 atau bertumpu pada satu kaki lurus diberi skor 2. Nilai dari skor postur tubuh leher, batang tubuh, dan kaki dimasukkan ke tabel postur Grup B sebagai berikut: Tabel 2.3 Skor Grup B Trunk Postur Score Neck 1
1
2
3
4
5
6
Legs
Legs
Legs
Legs
Legs
Legs
2
1
2
1
1 3 2 3 3 1 2 3 2 3 4 2 3 3 3 4 4 3 5 5 5 6 6 4 7 7 7 7 7 5 8 8 8 8 8 6 Sumber : McAtamney dan Corlett (1993)
2
1
2
1
2
1
2
4 5 5 7 8 8
5 5 5 7 8 8
5 5 6 7 8 9
6 6 6 7 8 9
6 7 7 7 8 9
7 7 7 8 8 9
7 7 7 8 8 9
B.4. Penambahan skor aktivitas Setelah diperoleh hasil skor untuk postur tubuh grup B, maka hasil skor tersebut ditambahkan dengan skor aktivitas. Skor aktivitas adalah: •
+1 jika postur statik dimana satu/lebih bagian tubuh statis/diam
33
•
+1 jika ada pengulangan dimana tindakan dilakukan berulang-ulang lebih dari 4 kali per menit.
B.5. Penambahan skor beban Setelah diperoleh hasil penambahan dengan skor aktivitas untuk postur tubuh grup B, maka hasil skor tersebut ditambahkan dengan skor beban. Skor beban adalah: • 0 jika beban < 2 kg • 1 jika beban 2 kg – 10 kg • 3 jika beban > 10 kg Skor beban tersebut +1 jika postur statis dan dilakukan berulang-ulang. Untuk memperoleh skor akhir (grand score), skor yang diperoleh untuk postur tubuh grup A dan grup B dikombinasikan seperti tabel berikut: Tabel 2.4 Grand Total Score Table Score Group A
Score Group B 1
2
3
4
5
6
7+
1 2 3 1 2 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 5 4 4 5 6 5 5 6 7 5 5 6 8+ Sumber : McAtamney dan Corlett (1993)
3 4 4 4 5 6 6 7
4 4 4 5 6 6 7 7
5 5 5 6 7 7 7 7
5 5 6 6 7 7 7 7
34
Hasil skor Tabel 2.4 tersebut diklarifikasikan ke dalam beberapa kategori level resiko seperti berikut: Hasil kategori tindakan RULA diperoleh menjadi 4 level tingkatan, yaitu: Tindakan level 1 : skor 1 atau 2 menunjukkan bahwa postur diterima jika tidak dipelihara atau berulang-ulang untuk waktu yang lama. Tindakan level 2 : skor 3 atau 4 menunjukkan bahwa penyelidikan lebih lanjut diperlukan dan perubahan mungkin diperlukan. Tindakan level 3 : skor 5 atau 6 menunjukkan bahwa penyelidikan dan perubahan yang diperlukan segera. Tindakan level 4 : skor 7 menunjukkan bahwa penyelidikan dan perubahan yang diperlukan sekarang juga.
2.3. Nyeri Pungung Bawah Memahami mekanisme bagian tubuh yang terlibat dalam kegiatan mengangkat atau membawa beban merupakan dasar dari teknik-teknik dan praktikpraktik pengembangan untuk memastikan otot-otot tidak bekerja melampaui batas (Ridley, 2004).
35
Sumber : Bull and Archard, 2007 Gambar 2.8 Anatomi Tulang Belakang Punggung
merupakan
bagian
penting
dari
diri
kita.
Punggung
menggambarkan batang tubuh mulai dari bawah leher, terus ke bawah sampai ke tulang ekor. Punggung bagian atas disebut punggung bagian toraks (dada) dan punggung bagian bawah merupakan punggung bagian lumbal (pinggang). Punggung disusun oleh tulang, otot dan jaringan lainnya. Tiga puluh tiga tulang kecil yang disebut vertebra (berbentuk seperti cincin iregular, satu tulang tertumpuk diatas tulang yang lain untuk membentuk punggung yang menyangga berat badan, dan melingkupi serta melindungi sumsum tulang belakang. Rongga sumsum tulang
36
belakang (kolumna spinalis) terletak di dalam mangkuk tulang yang besar yang disebut pelvis (panggul), dan di bagian atasnya ditutup oleh tengkorak. Tulang ekor adalah koksigis (coccyx) yang merupakan seperangkat vertebra yang menyatu di bagian bawah punggung dan tidak memiliki fungsi yang nyata. Vertebra, yang memberikan fleksibilitas pada punggung, yang satu tertumpuk di atas yang lain dan dihubungkan oleh diskus (cakram) pada bagian depan dan sendi faset pada bagian belakang. Diskus yang memisahkan vertebra memberikan bantalan dan bekerja sebagai peredam kejut. Sendi faset (hanya terdapat pada punggung bagian bawah) merupakan permukaan berbentuk cekungan yang membentuk sendi yang dapat bergerak dengan panggul kita. Pada setiap vertebra, terdapat cabang-cabang saraf yang keluar menuju ke seluruh tubuh. Selain itu, ligamen yang kuat membantu menyatukan vertebra dan memperkuat punggung (Bull dan Archard, 2007). Salah satu penyebab nyeri punggung adalah bergesernya bantalan tulang belakang sehingga menekan saraf belakang. Sendi atau ruas tulang belakang memiliki komponen inti yang disebut nucleus yang berbentuk seperti agar-agar dan berfungsi sebagai bantalan dan peredam kejut. Akibat pembebanan terus menerus, misalnya pada buruh angkut, nucleus tertekan atau pecah dan menekan ujung saraf atau sumsum tulang belakang. Kondisi ini menimbulkan sakit yang luar biasa. Penyebab lain nyeri punggung adalah spondilosis, yakni kerusakan pada sendi tulang belakang (intervetebral disc) akibat aus atau terkikisnya tulang rawan yang melindungi ruas tulang belakang. Hasil studi menunjukkan bahwa banyak sopir alat berat tambang
37
yang mengalami gangguan ini yang diakibatkan oleh paparan getar saat mengemudi (Iridiastadi dan Yassierli, 2014). Nyeri punggung dapat berkaitan dengan penjalaran ke bawah pada satu atau kedua tungkai. Nyeri tersebut dapat merupakan nyeri alih yang berasal dari diskus intervertrebralis atau dari daerah datar sendi tulang belakang atau radikular akibat terkenanya akar saraf tulang belakang oleh diskus intervetrebalis yang mengalami prolaps. Nyeri alih secara khas menjalar dari bagian belakang paha ke bagian belakang lutut sedangkan gejala radikular terasa pada daerah dermatom akar saraf yang terkena, menjalar melampaui lutut ke kaki dan dapat terjadi bersamaan dengan parestesia pada daerah dermatom akar saraf yang terkena. Penting untuk menanyakan pengendalian kandung kencing untuk menyingkirkan adanya tekanan pada kauda ekuina akibat prolaps diskus sentralis yang masif. Saat terdapat keluhan nyeri di daerah spinal, pada pemeriksaan fisik umumnya diperiksa adanya spasme otot paraspinal, kemiringan batang tubuh, keterbatasan derajat dan arah gerakan tulang belakang, namun hal ini tidak spesifik untuk diagnosis tertentu. Adanya deformis tulang belakang dicatat. Ketegangan akar saraf tulang belakang diperiksa dengan test mengangkat tungkai yang diluruskan. Lakukan pemeriksaan neurologis yang lengkap pada tungkai bawah termasuk pemeriksaan sensorik daerah perianal. Sendi paha dan sakroiliaka rutin diperiksa pada pemeriksaan tulang belakang. Sakroilitis dan osteoartritis paha dan kondisi patologis sendi lain sering disalahartikan sebagai nyeri tulang belakang. Pemeriksaan gerakan tulang belakang dan test mengangkat tungkai yang diluruskan dapat
38
menyebabkan ketidaknyamanan bagi pasien yang mengalami nyeri punggung akut. Bila pasien tidak bisa bekerja sama dalam pemeriksaan lengkap tulang belakang pada tahap ini, maka diperbolehkan beristirahat dan pemeriksaan dilakukan kembali bila nyeri membaik (Jeyaratnam dan Koh, 2010).
2.3.1. Faktor Risiko Nyeri Punggung Bawah 2.3.1.1. Faktor Individu 1. Usia Terdapat kenaikan angka kejadian dan prevalensi nyeri punggung dengan bertambahnya usia yang tidak dipengaruhi kondisi kerja. Namun, masalah punggung mungkin secara tidak langsung berhubungan dengan proses menua vertebra lumbal. Dalam suatu penelitian yang dilakukan di suatu pabrik industri yang besar di Amerika Serikat menemukan risiko cedera punggung yang lebih tinggi secara bermakna pada pegawai yang berusia kurang dari 25 tahun. Hal ini mencerminkan waktu dan pengalaman yang diperlukan untuk mempelajari metode penggunaan punggung yang aman dan efisien. Walaupun angka cedera lebih tinggi pada kelompok usia muda, biaya klaim cenderung lebih lebih rendah yang mungkin mencerminkan potensi pegawai usia muda untuk mengalami pemulihan gejala yang lebih cepat. Data mereka juga menunjukkan bahwa kelompok yang rentan terhadap cedera punggung dengan biaya tinggi cenderung pada kelompok usia 31-40 tahun (Jeyaratnam dan Koh, 2010).
39
2. Jenis Kelamin Masalah punggung dilaporkan mengenai baik pria maupun wanita dalam perbandingan yang sama banyak. Berdasarkan data kompensasi pekerja oleh Klein dkk, 1984); Snook, (1978) dalam Jeyaratnam dan Koh (2010), pria dilaporkan melakukan 76% dan 80% semua klaim kompensasi punggung. Secara keseluruhan, wanita lebih sedikit mengalami cedera dibandingkan pria tapi wanita cenderung mempunyai peluang yang bertambah untuk mengajukan klaim dan menjadi penagih kompensasi cedera yang mahal. 3. Kebugaran Jasmani Pekerja dengan kebugaran jasmani yang lemah mungkin beresiko mengalami cedera punggung. Cady, dkk., (1979) yang dikutip Jeyaratnam dan Koh (2010) dalam sebuah penelitian prospektif terhadap 1.652 orang pemadam kebakaran melaporkan frekuensi cedera yang dialami kelompok pekerja yang kurang bugar sebanyak sepuluh kali lipat lebih tinggi dibandingkan kelompok pekerja yang sebagian paling bugar. Mereka mengambil kesimpulan bahwa kebugaran jasmani dan penyesuaian berperan dalam mencegah terjadinya cedera punggung 4. Faktor Psikososial Berbagai penelitian menunjukkan pentingnya tingkat pendidikan sebagai faktor prognostik nyeri punggung dan penyakit muskuloskeletal lain. Korelasi ini kuat hanya untuk kaum pria. Pria yang memiliki tingkat pendidikan yang terbatas dan pekerjaan dengan bayaran yang rendah lebih mungkin melakukan pekerjaan yang berat atau pekerjaan yang melibatkan getaran atau beban lain terhadap tulang
40
belakang. Penelitian Bergenudd dan Nilsson (1988) yang dikutip oleh Jeyaratnam dan Koh (2009) mengenai prevalensi nyeri punggung terhadap 575 sampel penduduk di Malmo berusia paruh baya, individu dengan nyeri punggung kurang berhasil saat melakukan test inteligensia pada masa kanak-kanak, memiliki jangka waktu pendidikan lebih pendek dan mengerjakan pekerjaan fisik yang berat. 5. Perubahan Radiografis Nyeri punggung bawah berhubungan dengan abnormalitas struktur vertebrata lumbosakral hanya pada 3% pasien. Pada pekerja muda, manifestasi degenerasi diskus pada gambaran radiologi jarang ditemukan. Abnormalitas radiologi seperti vertebra lumbal berjumlah 4 atau 6, adanya vertebra transisional, pertambahan sudut lumbosakral, perbedaan panjang tungkai, spina bifida occulta, tropisme, spondilosis, dan spondilosistesis ditemukan dalam frekuensi yang sama banyak pada pasien dengan keluhan nyeri punggung maupun kelompok kontrol. Pada pasien yang lebih tua, bukti radiologi berupa degenerasi diskus dapat ditemukan dan mungkin penting secara klinis. Perubahan degeneratif diskus ditemukan pada 80% pasien yang telah kehilangan waktu kerja karena nyeri punggung dan hanya 20% kelompok kontrol yang ditemukan perubahan degeneratif pada diskus tanpa mengalami masalah punggung (Jeyaratnam dan Koh, 2010). 2.3.1.2. Faktor Tempat Kerja 1. Jenis Pekerjaan Mengangkat dan memutar adalah gerakan spesifik yang paling berhubungan dengan nyeri punggung. Penanganan material dengan cara yang paling umum dan
41
cara mengangkat yang tidak tepat merupakan penyebab cedera tersering di perusahaan Boeing, terjatuh hanya meliputi 10% cedera punggung. Klein, dkk., (1984) dalam Jeyaratnam dan Koh (2010) dengan menggunakan data kompensasi pekerja menemukan bahwa penggunaan tenaga yang berlebihan termasuk mengangkat barang, menarik dan melempar menghasilkan 72% klaim kompensasi. Sering mengangkat benda dengan berat lebih dari 10 kg, mengerahkan tenaga maksimal secara mendadak dan tidak terduga, mengangkat benda berat jauh di atas badan, dan gagal membengkokkan lutut sewaktu mengangkat benda adalah gerakan spesifik lain yang dihubungkan dengan bertambahnya risiko nyeri punggung bawah. Faktor pekerjaan selain beban mekanis tulang belakang juga penting. Ketegangan fisik yang lebih ringan tapi membosankan dan repetitif (pekerjaan ban berjalan) dan pekerjaan yang melibatkan getaran (mengendarai kendaraan dan mengoperasikan alat bertenaga) dikaitkan dengan meningkatkan pelaporan nyeri punggung. 2. Kepuasan Kerja Pekerja yang tidak puas dengan pekerjaan sekarang, tempat bekerja atau situasi sosial mempunyai angka kejadian nyeri punggung bawah yang lebih tinggi. Pada penelitian prospektif longitudinal terhadap 3.020 pegawai pesawat terbang, faktor yang paling dapat diramalkan yang didapatkan dari laporan mengenai masalah punggung adalah pemahaman pekerjaan, reaksi psikososial tertentu yang ditemukan pada MMPI. Pekerja yang menyatakan bahwa mereka nyaris tidak pernah menikmati tugas pekerjaan mereka 2,5 kali lebih mungkin melaporkan cedera punggung
42
daripada pekerja yang hampir selalu menikmati tugas pekerjaan mereka. Menurut Migos, dkk. (1986) dalam Jeyaratnam dan Koh (2010) melaporkan satu korelasi yang menarik antara cedera punggung dan pemberian nilai pengkajian pegawai setiap enam bulan sekali. Pegawai dengan hasil evaluasi buruk dari atasan langsung tampak mempunyai risiko lebih besar terhadap cedera punggung dengan biaya tinggi.
2.3.2. Strategi Pencegahan di Tempat Kerja Strategi pencegahan yang umumnya digunakan dalam kelainan punggung akibat kerja meliputi seleksi pegawai baru yang tepat, pelatihan teknik penanganan secara manual dan modifikasi ergonomi pada tempat kerja dan melakukan tugas. Pelamar pekerjaan disaring dengan harapan untuk dapat mengidentifikasi dan menghidari pekerja yang mungkin mempunyai risiko mengalami nyeri punggung bawah. Prosedur yang biasanya dipakai adalah riwayat sebelum bekerja dan pemeriksaan fisik. Diperkirakan bahwa 10% pekerja yang diduga akan mengalami nyeri punggung bawah dapat dikenali melalui riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik sebelum diterima sebagai pegawai. Hal yang dapat memberikan perkiraan yang tepat adalah adanya riwayat masalah punggung tapi calon pegawai yang mengalami hal ini tidak akan mau menyampaikan informasi tersebut secara sukarela. Secara medis rontgen punggung bawah calon pegawai yang dilakukan secara rutin tidak mempunyai nilai prediksi. Pendidikan dan latihan mengenai metode pengangkatan telah dipakai untuk mengurangi kejadian nyeri punggung dan cedera. Pengetahuan ergonomi penting
43
untuk mengurangi kadar ketegangan tulang belakang sehingga suatu pekerjaan dapat dilakukan dengan aman tanpa memicu atau menyebabkan gejala punggung. Hal ini juga memungkinkan pekerjaan diteruskan atau langsung kembali bekerja bagi mereka yang mengalami gejala punggung. Kewaspadaan terus-menerus untuk menggunakan teknik yang aman dalam menangani bahan adalah penting. Petunjuk dapat diberikan pada pekerja dalam bentuk instruksi kelompok kerja sebagai bagian dari pembahasan kesehatan secara teratur atau dengan peran serta “Sekolah Punggung”. Tempat kerja harus dirubah untuk menyesuaikan kemampuan para pekerja. Merubah tinggi bangku kerja, mengurangi berat dan ukuran benda, serta merubah posisi dan mekanisme mesin atau alat adalah berupa tindakan untuk menghasilkan tempat kerja yang lebih ramah punggung. Pendekatan lain yang mungkin dilakukan meliputi eliminasi tugas penanganan secara manual, pemakaian alat pembantu mekanis, dan reorganisasi jadwal kerja untuk menjamin pembagian kegiatan berbahaya yang lebih merata diantara para pegawai (Jeyaratnam & Koh, 2010). 2.3.3. Penilaian Menggunakan Kuesioner Nordic Body Map Questionaire Kuesioner ini digunakan untuk mengetahui keluhan yang dialami oleh pekerja batu bata. Kuesioner ini secara lengkap menggambarkan bagian-bagian tubuh yang mungkin dikeluhkan oleh pekerja mulai dari leher hingga pergelangan kaki, yang dibagi atas 9 area, yaitu leher, bahu, punggung atas, punggung bawah, siku, tangan/pergelangan tangan, paha, lutut dan telapak kaki/pergelangan kaki. Kuesioner ini juga mampu menggambarkan persepsi pekerja apa keluhan yang dirasakan berhubungan dengan pekerjaan atau tidak (Iridiastadi dan Yassierli, 2014).
44
Sumber : Santoso, 2004 Gambar 2.9 Nordic Body Map
2.4. Landasan Teori Nyeri punggung merupakan salah satu bentuk gangguan jaringan saraf yang paling sering dialami pekerja di industri terutama bagian bawah punggung yang dikenal dengan nyeri punggung bawah. Nyeri punggung merupakan satu alasan paling umum yang membuat orang tidak dapat bekerja, terutama pada industri berat. Para pekerja pabrik, pekerja bangunan dan perawat juga berisiko menderita sakit
45
punggung, karena mereka sering mengangkat benda-benda berat dengan sikap badan yang kurang tepat. Nyeri punggung secara khas muncul saat seseorang duduk atau bediri selama beberapa waktu, saat mengangkat atau menarik, atau saat mengambil posisi tertentu yang tidak lazim pada pekerjaannya Pekerjaan yang dapat menyebabkan nyeri punggung bawah adalah pekerjaan mengangkat, membawa, menarik atau mendorong beban berat atau yang dilakukan dengan posisi tubuh yang tidak alami/dipaksakan. Posisi tubuh dalam bekerja atau cara kerja yang salah dapat berakibat cacat pada tubuh. Mengangkat dan memutar adalah gerakan spesifik yang paling berhubungan dengan nyeri punggung. Bigos, dkk., menemukan penanganan material dengan cara yang paling umum dan cara mengangkat yang tidak tepat merupakan penyebab cedera tersering di perusahaan Boeing, terjatuh hanya meliputi 10% cedera punggung. Pekerja yang ada di pabrik batu bata banyak melakukan sikap dan posisi kerja yang kurang ergonomis. Hal ini akan berpengaruh terhadap adanya keluhan kesehatan yang akan dialami seperti nyeri punggung bawah. 2.5. Kerangka Konsep Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah : Sikap Kerja
Keluhan Nyeri Punggung Bawah
Gambar 2.10 Kerangka Konsep Penelitian