BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemanfaatan Pelayanan Antenatal Care (ANC) 2.1.1. Antenatal Care (ANC) Antenatal care (ANC) merupakan kegiatan pengawasan wanita hamil untuk menyiapkan
ibu
hamil
sebaik-baiknya
baik
fisik
maupun
mental,
serta
menyelamatkan ibu dan bayi dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas (Depkes RI, 2009). Antenatal care (ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal. Pada setiap kunjungan Antenatal Care (ANC), petugas mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan diagnosis kehamilan intrauterine serta ada tidaknya masalah atau komplikasi (Saifudin, 2005). Pemeriksaan kehamilan (antenatal care) merupakan pemeriksaan ibu hamil baik fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka setelah post partum menjadi sehat dan normal, tidak hanya fisik tetapi juga mental (Prawiroharjo, 2005). Pelayanan asuhan antenatal pada ibu hamil dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik
Universitas Sumatera Utara
(umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam pemeriksaan) (Depkes RI, 2009). Kunjungan kehamilan dimaksudkan untuk mendeteksi secara dini gangguan kehamilan. Deteksi dini kehamilan dengan faktor risiko merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai faktor risiko dan komplikasi kebidanan. Deteksi dini dapat juga diartikan ibu hamil yang melakukan kunjungan ke tenaga kesehatan. Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal, tetapi tetap mempunyai risiko untuk terjadinya komplikasi. Oleh karenanya deteksi dini oleh tenaga kesehatan dan masyarakat terutama ibu hamil tentang adanya faktor risiko dan komplikasi, serta penanganan yang adekuat sedini mungkin, merupakan kunci keberhasilan dalam penurunan angka kematian ibu dan bayi yang dilahirkannya. Salah satu faktor risiko pada ibu hamil adalah kejadian anemia pada ibu hamil yaitu kadar hemoglobin kurang dari 11 gr/dl (Depkes RI, 2009). Karena itu, petugas kesehatan secara rutin mengukur kadar hemoglobin dalam darah dan melakukan beberapa pengujian terhadap contoh darah ibu hamil. Biasanya pengujian dilakukan pada kunjungan pertama dan pengujian berikutnya pada kehamilan kira-kira 28 minggu. Banyak tenaga kesehatan menyarankan agar semua wanita hamil minum tablet besi sebanyak 90 tablet selama kehamilan (Jones, 2005). Keuntungan antenatal care adalah diketahuinya secara dini keadaan gangguan, risiko (komplikasi), pada ibu hamil dan janin, sehingga dapat melakukan pengawasan yang lebih intensif, memberikan pengobatan sehingga risikonya dapat
Universitas Sumatera Utara
dikendalikan, melakukan rujukan untuk mendapatkan tindakan yang adekuat, segera dilakukan terminasi kehamilan (Manuaba, 2010). Pemanfaatan pelayanan ANC adalah penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan oleh ibu hamil yang disediakan baik pemerintah maupun swasta dalam bentuk asuhan pelayanan kehamilan meliputi kegiatan anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam pemeriksaan) ataupun melakukan kunjungan rumah oleh petugas atau kegiatan lain dari pemanfaatan pelayanan tersebut. Dalam penelitian ini pemanfaatan pelayanan ANC yang dimaksud adalah penggunaan pelayanan kesehatan oleh remaja putri yang hamil di luar nikah ataupun hamil sesudah menikah tetapi berada pada usia kurang dari 20 tahun.
2.1.2. Jumlah Kunjungan Antenatal Care Menurut Kusmiyati (2009), setiap wanita hamil memerlukan minimal 4 (empat) kali kunjungan selama periode antenatal yaitu: 1. Satu kali kunjungan selama trimester pertama (sebelum 14 minggu) 2. Satu kali kunjungan selama trimester kedua (antara minggu 14-28) 3. Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (antara 28-36 dan sesudah minggu ke 36). Bila ibu hamil mengalami masalah, tanda bahaya atau jika merasa khawatir dapat sewaktu-waktu melakukan kunjungan. Adanya perbedaan jumlah kunjungan di setiap semester karena semakin tua usia kehamilan, risiko pun semakin besar, antara lain makin banyaknya komplikasi
Universitas Sumatera Utara
sehingga pemeriksaan pun harus lebih sering dilakukan. Sebaliknya, waktu hamil muda, risiko lebih sedikit dan perkembangan janin pun masih lambat. Pemeriksaan empat minggu sekali dianggap sudah memadai. Kecuali jika ada keluhan-keluhan dari ibu hamil sehingga petugas kesehatan akan melakukan pemeriksaan lebih sering. Ibu hamil sangat memerlukan tenaga kesehatan, tempat ia bisa bertanya tentang segala hal yang ingin dan harus diketahui. Sekedar bertemu dengan dokter atau bidan saja, secara psikis sudah membantu meringankan beban pikiran ibu (Solihah, 2005). 2.1.3. Tujuan Melakukan Antenatal Care (ANC) Untuk menegakkan kehamilan risiko tinggi pada ibu dan janin adalah dengan cara melakukan anamnese yang intensif (baik), melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan rongten, pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan lain yang dianggap perlu. Berdasarkan waktu, keadaan risiko ditetapkan pada menjelang kehamilan, saat hamil muda, saat hamil pertengahan, saat in partu dan setelah persalinan (Manuaba, 2010). Menurut Kusmiyati (2009), tujuan dilakukan ANC adalah sebagai berikut : 1. Mempromosikan dan menjaga kesehatan fisik dan mental ibu dan bayi dengan pendidikan, nutrisi, kebersihan diri dan proses kelahiran bayi. 2. Mendeteksi dan menatalaksana komplikasi medis, bedah dan atau obstetri selama kehamilan. 3. Mengembangkan persiapan persalinan serta kesiapan menghadapi komplikasi. 4. Membantu menyiapkan ibu untuk menyusui dengan sukses, menjalankan nifas normal dan merawat anak secara fisik, psikologis dan sosial.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Manuaba (2010), melakukan pengawasan antenatal bertujuan untuk dapat menegakkan secara dini dan menjawab pertanyaan : 1. Apakah kehamilan berjalan dengan baik. 2. Apakah terjadi kelainan bawaan pada janin. 3. Bagaimana fungsi plasenta untuk tumbuh kembang janin. 4. Apakah terjadi penyulit pada kehamilan. 5. Apakah terdapat penyakit ibu yang membahayakan janin. 6. Bila diperlukan, terminasi kehamilan (apakah terminasi dilakukan untuk menyelamatkan ibu, apakah janin dapat hidup di luar kandungan, bagaimana teknik terminasi kehamilan sehingga tidak menambah penyulit ibu atau janin). 7. Bagaimana
kesanggupan
memberikan
pertolongan
persalinan
dengan
memperhitungkan tempat pertolongan itu dilakukan, persiapan alat yang diperlukan untuk tindakan, kemampuan diri sendiri untuk melakukan tindakan. 8. Menetapkan sikap yang akan diambil menghadapi kehamilan dengan kehamilan risiko rendah dapat ditolong setempat, kehamilan dengan risiko meragukan perlu pengawasan intensif, kehamilan dengan risiko tinggi dilakukan rujukan. 2.1.4. Tipe Pelayanan dalam ANC
Universitas Sumatera Utara
Menurut Kusmiyati (2009), tipe pelayanan dalam asuhan kebidanan meliputi layanan kebidanan primer, layanan kebidanan kolaborasi dan layanan kebidanan rujukan. 1. Layanan kebidanan primer merupakan pelayanan bidan yang sepenuhnya menjadi tanggungjawab bidan. 2. Layanan kebidanan kolaborasi merupakan layanan bidan sebagai anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara bersama atau sebagai salah satu urutan proses kegiatan layanan. 3. layanan kebidanan rujukan adalah layanan bidan dalam rangka rujukan ke sistem pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya bidan menerima rujukan dari dukun, juga layanan horisontal maupun vertikal ke profesi kesehatan lain. Dalam memberikan pelayanan kepada ibu hamil, sebagaimana hak pasien pada umumnya, Kusmiyati (2009) menyebutkan ibu hamil juga mempunyai hak-hak yang sama dengan hak pasien antara lain: 1. Wanita berhak mendapatkan pelayanan kesehatan komprehensif, yang diberikan secara bermartabat dan dengan rasa hormat. 2. Asuhan harus dapat dicapai, diterima, terjangkau untuk/semua perempuan dan keluarga. 3. Wanita berhak memilih dan memutuskan tentang kesehatannya.
Menurut Depkes RI (2009), dalam penerapannya, pelayanan antenatal care (ANC) terdiri dari:
Universitas Sumatera Utara
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan. 2. Ukur tekanan darah 3. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas) 4. Ukur tinggi fundus uteri 5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ). 6. Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan. 7. Pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan. 8. Tes laboratorium (rutin dan khusus) 9. Tatalaksana kasus 10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan. Tabel 2.1.
No 1
Jenis Layanan di Setiap Trimester dan Nilai Normal Fisiologis Kehamilan
Jenis Layanan Timbang badan
Tinggi badan
2
Tekanan darah
3
LILA
4
Tinggi Uteri
Fundus
Trimester I Kenaikan BB 0,50,75 kg setiap bulan Tinggi badan minimal 150 cm Sistolik (110-120 mmHg) Diastolik (70-80 mmHg) LILA = ≥ 23,5 cm -
Trimester II Kenaikan 0,25 kg setiap minggu Tinggi badan minimal 150 cm Sistolik (110-120 mmHg) Diastolik (70-80 mmHg) *
Trimester III Kenaikan 0,5 kg setiap minggu Tinggi badan minimal 150 cm Sistolik (110-120 mmHg) Diastolik (70-80 mmHg) *
TFU ≥25 cm
TFU ≥30 cm
Tabel 2.1. (Lanjutan)
Universitas Sumatera Utara
120-160 denyut per menit 6 Imunisasi TT * * Imunisasi TT I Imunisasi TT II 7 Tablet besi * * Fe=45 tablet 8 Tes Tes kehamilan, Periksa Hb = Laboratorium Periksa Hb= ≥11gr% ≥11 gr% (Hb) 9 Tatalaksana (jika terjadi kasus) (jika terjadi kasus) Kasus 10 Konseling Gizi, gangguan Pemeliharaan kehamilan Kehamilan Ket: = Pelaksanaan kegiatan di setiap trimester * = disesuaikan dengan kontak pertama ibu hamil 5
DJJ
-
120-160 denyut per menit * * Fe=45 tablet Periksa Hb = ≥11 gr% (jika terjadi kasus) Tanda-tanda persalinan dan KB
Sumber : Depkes RI (2009), Manuaba (2010), Saifuddin (2002). 2.1.5. Tindakan Bidan Setiap Kali Kunjungan Ibu Hamil Menurut Kusmiyati (2009), tindakan bidan untuk setiap kali kunjungan yaitu: Tabel 2.2. Tindakan Bidan Setiap Kali Kunjungan Ibu Hamil Kunjungan Trimester Pertama
Waktu Sebelum minggu ke-14
Kegiatan / Tindakan 1. Membina hubungan saling percaya antara bidan dan ibu hamil. 2. Mendeteksi masalah dan mengatasinya. 3. Memberitahukan hasil pemeriksaan dan usia kehamilan. 4. Mengajari ibu cara mengatasi ketidaknyamanan. 5. Mengajarkan dan mendorong perilaku yang sehat (cara hidup sehat ibu hamil, nutrisi, mengenali tanda-tanda bahaya kehamilan) 6. Memberikan imunisasi TT, tablet besi. 7. Mulai mendiskusikan mengenai persiapan kelahiran bayi dan kesiapan untuk menghadapi kegawatdaruratan. 8. Menjadwalkan kunjungan berikutnya. 9. Mendokumentasikan pemeriksaan dan asuhan. Tabel 2.2. (Lanjutan)
Universitas Sumatera Utara
Trimester Kedua
Sebelum minggu ke-28
1. Sama seperti di atas, ditambah dengan: 2. Kewaspadaan khusus terhadap preeklampsia (tanya ibu tentang gejala-gejala preeklampsia, pantau tekanan darah, evaluasi edema, periksa untuk mengetahui proteinuria). Trimester Antara minggu 1. Sama seperti di atas, ditambahkan ketiga 28-36 2. Palpasi abdominal untuk mengetahui apakah ada kehamilan ganda. Setelah 36 1. Sama seperti di atas, ditambahkan minggu 2. Deteksi letak janin dan kondisi lain kontra indikasi bersalin di luar rumah sakit. Apabila ibu mengalami masalah/ Diberikan pertolongan awal sesuai dengan komplikasi/kegawatdaruratan masalah yang timbul. Sumber: Kusmiyati (2009). 2.1.6. Tipe Umum Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Selama 3 dekade yang lalu, sejumlah besar riset telah dilakukan ke dalam faktor-faktor penentu (determinan) pemanfaatan pelayanan kesehatan. Kebanyakan model-model adanya pemanfaatan pelayanan kesehatan dikembangkan dan dilengkapi. Model-model pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu model demografi (kependudukan) model struktur sosial, model psikolog sosial, model sumber keluarga, model sumber daya masyarakat, model organisasi, model sistem kesehatan dari
Anderson,
model
kepercayaan
kesehatan
dari
Lewin
dan
model
PRECEDE (Predisposing, Reinforcing and Enabling Causes in Education Diagnosis and Evaluation) dari Green (Notoatmodjo, 2007). Dalam penelitian ini yang akan dibahas adalah teori model sistem kesehatan dari
Anderson,
model
kepercayaan
kesehatan
dari
Lewin
dan
model
PRECEDE (Predisposing, Reinforcing and Enabling Causes in Education Diagnosis and
Universitas Sumatera Utara
Evaluation) dari Green, karena ketiga teori ini yang sering digunakan dalam perilaku pencarian pelayanan kesehatan.
2.1.6.1. Model Sistem Kesehatan (Health System Model) dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Berdasarkan Teori Anderson Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2007) menggambarkan model sistem kesehatan (health system model) dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Dalam model Anderson ini terdapat 3 kategori utama yaitu karakteristik predisposisi, karakteristik pendukung, karakteristik kebutuhan. 1. Karakteristik predisposisi (predisposing characteristics) Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu, yang digolongkan ke dalam 3 kelompok yaitu : a. Ciri-ciri demografi, seperti jenis kelamin dan umur. b. Struktur sosial, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, kesukuan atau ras dan sebagainya. c. Manfaat-manfaat kesehatan, seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakit. 2. Karakteristik pendukung (enabling characteristics) Karakteristik ini mencerminkan bahwa meskipun mempunyai predisposisi untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan, ia tak akan bertindak untuk memanfaatkan-
Universitas Sumatera Utara
nya, kecuali bila ia mampu memanfaatkannya. Pemanfaatan pelayanan kesehatan yang ada tergantung kepada kemampuan konsumen untuk membayar. 3. Karakteristik kebutuhan (need characteristics) Faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan untuk mencari pengobatan dapat terwujud di dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai kebutuhan. Dengan kata lain kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan enabling itu ada. Kebutuhan (need) di sini dibagi menjadi 2 kategori, dirasa atau perceived (subject assessment) dan evaluated (clinical diagnosis). Model Anderson in diilustrasikan pada gambar berikut ini.
Predisposing
Enabling
Need
Demography
Family resources
Perceived
Social Structure
Community Resources
Evaluated
Health Service Use
Health beliefs
Gambar 2.1. Model Anderson Dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Universitas Sumatera Utara
2.1.6.2. Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model) Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Berdasarkan Teori Lewin
dalam
Munculnya model ini didasarkan pada kenyataan bahwa problem-problem kesehatan ditandai oleh kegagalan-kegagalan orang atau masyarakat untuk menerima usaha-usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh provider. Kegagalan ini akhirnya memunculkan teori yang menjelaskan perilaku pencegahan penyakit (preventive health behaviour), yang oleh Becker (1974) dikembangkan dari teori lapangan (Field Theory, Lewin, 1954) menjadi model kepercayaan kesehatan (health belief model). Teori Lewin menganut konsep bahwa individu hidup pada lingkup kehidupan sosial (masyarakat). Di dalam kehidupan ini individu akan bernilai, baik positif maupun negatif, di suatu daerah atau wilayah tertentu. Apabila seseorang keadaannya atau berada pada daerah positif, maka berarti ia ditolak dari daerah negatif. Implikasinya di dalam kesehatan adalah penyakit atau sakit adalah suatu daerah negatif sedangkan sehat adalah wilayah positif. Apabila individu bertindak untuk melawan atau mengobati penyakitnya, ada empat variabel kunci yang terlibat di dalam tindakan tersebut, yakni kerentanan yang dirasakan terhadap suatu penyakit, keseriusan yang dirasakan, manfaat yang diterima dan rintangan yang dialami dalam tindakannya melawan penyakitnya dan hal-hal yang memotivasi tindakan tersebut. 1. Kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility) Agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan bahwa ia rentan (susceptible) terhadap penyakit tersebut. Dengan kata
Universitas Sumatera Utara
lain, suatu tindakan pencegahan terhadap suatu penyakit akan timbul bila seseorang telah merasakan bahwa ia atau keluarganya rentan terhadap penyakit tersebut. 2. Keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness) Tindakan individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan penyakit akan didorong pula oleh keseriusan penyakit tersebut terhadap individu atau masyarakat. Penyakit polio misalnya, akan dirasakan lebih serius bila dibandingkan dengan flu. Oleh karena itu tindakan pencegahan polio akan lebih banyak dilakukan bila dibandingkan dengan pencegahan (pengobatan) flu. 3. Manfaat yang diterima dan rintangan yang dialami dalam tindakannya melawan penyakitnya (perceived benefit and barriers) Apabila individu merasa dirinya rentan untuk penyakit yang dianggap gawat (serius), ia akan melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan ini akan tergantung pada manfaat yang dirasakan dan rintangan-rintangan yang ditemukan dalam mengambil tindakan tersebut. Pada umumnya manfaat tindakan lebih menentukan daripada rintangan-rintangan yang mungkin ditemukan di dalam melakukan tindakan tersebut. 4. Isyarat atau tanda-tanda (cues) Untuk mendapatkan tingkat penerimaan yang benar tentang kerentanan, kegawatan dan keuntungan tindakan, maka diperlukan isyarat-isyarat
yang
berupa faktor-faktor eksternal. Faktor-faktor tersebut, misalnya pesan-pesan pada media massa, nasehat atau anjuran kawan-kawan atau anggota keluarga lain dari
Universitas Sumatera Utara
si sakit dan sebagainya. Model kepercayaan kesehatan dari Lewin digambarkan sebagai berikut : Variabel demografis (umur, jenis kelamin, bangsa kelompok etnis) Variabel sosial psikologis (peer dan reference groups, kepribadian, pengalaman sebelumnya). Variabel struktur (kelas sosial, akses ke pelayanan kesehatan dan sebagainya).
Kecenderungan yang dilihat (perceived) mengenai gejala/penyakit. Syaratnya yang dilihat mengenai gejala dan penyakit.
Ancaman yang dilihat mengenai gejala dan penyakit
Pendorong (cues) untuk bertindak (kampanye media massa, peringatan dari dokter/dokter gigi, tulisan dalam surat kabar, majalah)
Manfaat yang dilihat dari pengambilan tindakan dikurangi biaya (rintangan) yang dilihat dari pengambilan tindakan
Kemungkinan mengambil tindakan tepat untuk perilaku sehat/sakit
Gambar 2.2. Health Belief Model (Model Kepercayaan Kesehatan)
Universitas Sumatera Utara
2.1.6.3. Model PRECEDE dalam Berdasarkan Teori Green
Pemanfaatan
Pelayanan
Kesehatan
Pemanfaatan pelayanan ANC oleh remaja putri yang hamil merupakan bentuk perilaku kesehatan. Menurut Green (1980) yang diterjemahkan oleh Hamdy dkk (2002) bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan sebagai suatu perencanaan perilaku kesehatan dalam bentuk kerangka kerja yang disebut PRECEDE (Predisposing, Reinforcing and Enabling Causes in Education Diagnosis and Evaluation). Faktor predisposisi (predisposing) terdiri dari pengetahuan; keyakinan, sikap, nilainilai dan persepsi. Faktor pemungkin (enabling) merupakan faktor kedua terdiri dari ketersediaan fasilitas dan ketercapaian sarana kesehatan dan faktor ketiga yaitu reinforcing adalah faktor penguat alam bentuk sikap dan perilaku kesehatan dan dukungan dari orang lain. Adapun uraian ketiga faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1. Predisposing faktor, adalah faktor-faktor yang mendahului perilaku seseoarang yang akan mendorong untuk berperilaku, misalnya, pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai-nilai dan persepsi yang mendorong seseorang atau kelompok untuk melakukan tindakan. Faktor-faktor sosiodemografi seperti umur, jenis kelamin, besar keluarga dan tingkat pendidikan juga merupakan bagian dalam faktor predisposisi. 2. Enabling faktor adalah faktor-faktor yang memungkinkan motivasi individu atau kelompok akan terlaksana. Hal-hal yang termasuk dalam kelompok pemungkin atau enabling factor adalah ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan, kemudahan mencapai sarana kesehatan, waktu pelayanan, kemudahan transportasi, keterampilan petugas dan sebagainya. 3. Reinforcing faktor, adalah faktor-faktor yang mendukung atau menguatkan perubahan perilaku seseorang dalam upaya pemanfaatan pelayanan kesehatan. Adanya manfaat
Universitas Sumatera Utara
sosial ekonomi, manfaat fisik merupakan bentuk dari reinforcing factor termasuk di dalamnya adalah adanya dukungan keluarga, teman, tenaga kesehatan ataupun keluarga. Kerangka kerja PRECEDE dapat digambarkan sebagai berikut : Faktor predisposisi: - Pengetahuan - Sikap - Nilai - Persepsi
Faktor pemungkin: - Ketersediaan sumber daya - Keterjangkauan - Rujukan - Keterampilan
Penyebab non perilaku
Masalah non kesehatan Kualitas Hidup Masalah kesehatan
Penyebab perilaku
Faktor penguat: Sikap dan perilaku petugas kesehatan dan petugas lain, teman sebaya, orang tua, majikan, dsb
Gambar 2.3. Perilaku Kesehatan dengan Model PRECEDE
2.1.7.
Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan (ANC) oleh Remaja Putri Hamil Beberapa faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan (ANC) oleh
remaja putri hamil karena hamil di luar nikah ataupun hamil setelah menikah pada usia kurang dari 20 tahun adalah sebagai berikut : 2.1.7.1. Pendidikan Untuk pengembangan diri ibu hamil maka pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar, karena dengan tingkat pendidikan yang lebih baik maka kehidupan diri
Universitas Sumatera Utara
maupun keluarganya dapat ditingkatkan. Surbakti (1988) dalam Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa semakin tinggi pendidikan maka semakin mudah menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan kesejahteraan. Pendidikan formal yang dimiliki seseorang akan memberikan wawasan kepada orang tersebut terhadap fenomena lingkungan yang terjadi, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan semakin luas wawasan berfikir sehingga keputusan yang akan diambil akan lebih realistis dan rasional. Dalam konteks kesehatan tentunya jika pendidikan seseorang cukup baik, gejala penyakit akan lebih dini dikenali dan mendorong orang tersebut untuk mencari upaya yang bersifat preventif (Notoatmodjo, 2007). Hasil Penelitian Notoatmodjo (2003) memperlihatkan bahwa kelompok masyarakat yang lebih tinggi tingkat pendidikannya akan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang lebih canggih. Demikian halnya penelitian tentang pemanfaatan laboratorium di RSUD Budhi Asih yang dilakukan oleh Fachran (1998), menunjukkan bahwa tingkat pendidikan mempunyai pengaruh terhadap pelayanan kesehatan modern. Penelitian Gani (1980) dalam Yulfar (2003) tentang demand masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di Karang Anyar, Jawa Tengah mengungkapkan bahwa faktor pendidikan mempunyai pengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan modern. Alisyahbana (1980) dalam Rusydi (1999), dari hasil penelitiannya di Ujung Bening, Jawa Barat menemukan bahwa ibu muda dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi lebih banyak memanfaatkan pelayanan antenatal, lebih sering ke bidan dibanding ibu tua usia dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah. Penelitian Murniati (2007) berjudul Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan antenatal oleh ibu hamil di Kabupaten Aceh Tenggara bahwa
Universitas Sumatera Utara
pendidikan ibu hamil sebagian besar sudah termasuk baik (SMA) yaitu 53,3% dan perguruan tinggi (7,5%), sedangkan pendidikan rendah (SD) yaitu 15,8% dan SMP yaitu 23,3%. Dari hasil uji statistik bahwa pendidikan tidak mempunyai hubungan dengan pemanfaatan pelayanan antenatal, dimana nilai p lebih besar dari 0,05 (p=0,0516). 2.1.7.2. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007). Beberapa pendapat yang apatis mengatakan bahwa pengetahuan tidak menghasilkan perbedaan apa-apa, sedangkan pendapat yang terlalu optimis mengatakan bahwa pengetahuan itu menghasilkan perubahan dalam segala hal. Perspektif yang tepat untuk diambil adalah perspektif pertengahan yakni pengetahuan merupakan faktor yang penting namun bukan faktor yang utama dalam perubahan perilaku kesehatan seseorang (Hamdy, 2002). Hasil penelitian pengaruh pengetahuan terhadap pelaksanaan ANC telah dilakukan oleh Mariam (2006) tentang faktor-faktor penyebab belum tercapainya cakupan K4
antenatal care di Desa Sukoharjo I Wilayah Kerja Puskesmas Sukoharjo Kabupaten Tanggamus mendapatkan hasil bahwa tingkat pengetahuan ibu hamil sangat memengaruhi dalam pelaksanaan antenatal care. Penelitian Murniati (2007) mendapatkan hasil bahwa pengetahuan ibu berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan
antenatal di Kabupaten Aceh
Tenggara. Ibu hamil yang memanfaatkan pelayanan antenatal lebih banyak pada ibu yang
mempunyai
pengetahuan
baik
(97,1%),
sedangkan
ibu
yang
tidak
Universitas Sumatera Utara
memanfaatkan pelayanan antenatal lebih banyak pada ibu yang mempunyai pengetahuan kurang (20,9%). Hasil penelitian Muzayyaroh (2007), diperoleh hasil bahwa tingkat pengetahuan ibu hamil tinggi dengan prosentase 46,7 % dan pencegahan anemia selama kehamilannya baik dengan prosentase sebesar 43,3 %. Uji korelasi dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh hasil 0,866 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara tingkat pengetahuan ibu hamil dengan pencegahan anemia selama kehamilan. 2.1.7.3. Sikap terhadap Pelayanan Kesehatan Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap
secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologis sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2007). Sikap merupakan salah satu diantara kata yang paling samar namun paling sering digunakan di dalam kamus ilmu perilaku. Untuk menjadikannya singkat dan sederhana, Green (1980) dalam Hamdy (2002) menawarkan dua definisi yang jika digabungkan akan mencakup unsur-unsur penting dari sikap. Mucchielli menguraikan sikap sebagai suatu
Universitas Sumatera Utara
kecenderungan jiwa atau perasaan yang relatif tetap terhadap kategori tertentu dari objek, orang, atau situasi. Kirscht menyebutkan bahwa sikap menggambarkan suatu kumpulan keyakinan yang selalu mencakup aspek evaluatif, sehingga sikap selalu dapat diukur dalam bentuk baik dan buruk atau positif dan negatif. Edwards (1957) sebagaimana dikutip Supriadi (1993) mengatakan bahwa sikap merupakan suatu bentuk kecenderungan untuk bertingkah laku, dapat juga diartikan sebagai suatu bentuk respons evaluatif, yaitu suatu respons yang sudah dalam pertimbangan individu yang bersangkutan. Dengan demikian bila seseorang bersikap positif terhadap sesuatu hal maka ia akan bertindak untuk mendukung keyakinannya tersebut. Adanya sikap yang positif terhadap pelayanan yang diberikan puskesmas ataupun terhadap tenaga kesehatan yang ada tentunya akan mendorong seseorang untuk selalu berobat ke puskesmas. Hasil penelitian Bintang (1989) sebagaimana dikutip Herlina (2001) memperlihatkan bahwa sikap petugas kesehatan berpengaruh terhadap pemanfaatan poliklinik Departemen Keuangan R.I, yang mana makin baik sikap petugas kesehatan makin meningkat pemanfaatan poliklinik oleh pegawai. Dampak pemberian pelayanan yang dehumanis dan depersonalistis, Headler dalam Lumenta (1989) dalam penelitiannya di Amerika Serikat berkesimpulan bahwa karena pasien lapisan bawah tidak membayar (subsidi pemerintah) maka para tenaga pelayanan kesehatan dan tenaga medis menganggap dapat memperlakukan pasien sesuka hati dan sebagai akibatnya pasien cenderung akan mengurangi kunjungan dalam memperoleh pelayanan. Penelitian Situmeang (2010) tentang pengaruh faktor predisposisi, pemungkin
dan kebutuhan terhadap pemanfaatan sarana pelayanan antenatal oleh ibu hamil di Kabupaten Tapanuli Tengah mendapatkan hasil bahwa sikap berpengaruh signifikan
Universitas Sumatera Utara
terhadap pemanfaatan sarana pelayanan antenatal dan terjadinya anemia pada ibu hamil (p=0,000). Semakin positif sikap ibu hamil terhadap sarana pelayanan antenatal maka ibu akan memanfaatkan pelayanan antenatal sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya anemia. Demikian juga hasil penelitian Bastary (2001) bahwa tidak ada hubungan yang bermakna sikap ibu hamil dengan pemanfaatan ANC dan terjadinya anemia {p=0,572) berarti kemungkinan responden yang bersikap positif untuk melakukan ANC lengkap dan mengalami anemia sama besar dengan yang bersikap negatif. 2.1.7.4. Dukungan Pihak Luar Dukungan pihak luar adalah dukungan yang diperoleh dari orang-orang terdekat yang disebut sebagai faktor penguat (reinforcing factors).Dukungan keluarga adalah adanya orang lain yang diyakini mampu mendorong orang tersebut untuk melakukan sesuatu seperti pemeriksaan kehamilan. Dalam hal ini orang yang dianggap keluarga antara lain keluarga ibu hamil itu sendiri seperti suami (bagi remaja yang telah bersuami), orang tua/mertua, saudara dan kerabat dekat lainnya yang diseganinya, dapat juga dari tenaga kesehatan seperti bidan, dokter, bahkan dapat juga dari teman, tetangga, tokoh masyarakat dan sebagainya. Adanya dukungan pihak luar ini sebagai faktor penunjang (penguat) yang mendorong atau menganjur-kan seseorang untuk melakukan sesuatu dalam hal ini mendorong remaja putri yang hamil untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan (ANC) (Notoatmodjo, 2010).
Pemanfaatan pelayanan kesehatan dapat terwujud dengan baik apabila ada dukungan dari pihak-pihak tertentu. Ikatan keluarga yang kuat sangat membantu ketika anggota keluarga menghadapi masalah, karena anggota keluarga sangat membutuhkan dukungan dari anggota keluarga lainnya. Hal itu disebabkan orang
Universitas Sumatera Utara
yang paling bertanggung jawab terhadap keluarganya adalah pasangan itu sendiri. Dukungan tersebut akan tercipta apabila hubungan interpersonal masing-masing anggota keluarga baik (Notoatmodjo, 2007). Hasil penelitian Rusydi (1999) diperoleh hasil dari hasil uji statistik tampak bahwa tingkat keteraturan pemanfaatan pelayanan antenatal di puskesmas dan rendahnya kejadian anemia pada ibu hamil yang ada dukungan pihak luar memanfaatkan pelayanan lebih sering dan teratur dibandingkan dengan ibu hamil tanpa dukungan pihak luar (p<0,05). Demikian juga penelitian Wibowo pada tahun 1992 yang melakukan penelitian di Ciawi (dalam Rusydi, 1999) juga menemukan bahwa hampir semua pemanfaatan pelayanan antenatal oleh ibu hamil terjadi atas anjuran atau dukungan dari pihak luar sehingga tidak mengalami anemia.
2.2. Konsep Remaja Menurut Pieter dan Lubis, (2010) kata remaja berasal dari bahasa Latin adolescentia yang berarti remaja yang mengalami kematangan fisik, emosi, mental dan sosial. Piaget dalam Hurlock (2003) mengatakan bahwa masa remaja ialah masa berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana individu tidak lagi merasa di bawah tingkatan orang dewasa akan tetapi sudah dalam tingkatan yang sama. Monks (1999) dalam Nasution (2007), menyatakan bahwa remaja adalah individu yang berusia antara 12-20 tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, dengan pembagian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan dan 18-20 tahun masa remaja akhir.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pembagian tersebut, proses remaja menuju kedewasaan disertai dengan karakteristiknya, yaitu : 1. Remaja awal (12-15 tahun) Pada tahap ini, remaja masih merasa heran terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan tersebut. Mereka mulai mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya pengendalian terhadap ego dan menyebabkan remaja sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa. 2. Remaja madya (15-18 tahun) Pada tahap ini, remaja sangat membutuhkan teman-teman. Ada kecenderungan narsistik yaitu mencintai diri sendiri, dengan cara lebih menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Pada tahap ini, remaja berada dalam kondisi kebingungan karena masih ragu harus memilih yang mana, peka atau peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis dan sebagainya. 3. Remaja akhir (18-20 tahun) Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan pencapaian : a. Minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek. b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan mendapatkan pengalaman-pengalaman baru.
Universitas Sumatera Utara
c. Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi. d. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain. e. Tumbuh dinding pemisah antara diri sendiri dengan masyarakat umum. 2.3. Kejadian Anemia pada Kehamilan Remaja 2.3.1. Anemia Anemia adalah suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal, berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin dan kehamilan (Masrizal, 2007). Anemia ialah suatu kondisi tubuh dimana jumlah hemoglobin darah kurang dari normal. Salah satu sebabnya adalah kurangnya suplemen zat gizi, yakni kadar hemoglobin kurang dari 12 gr/100 ml. Karena itulah anemia sering disebut sebagai kurang darah. Selama hamil, kebutuhan sel darah merah meningkat. Oleh sebab itu, biasanya ketika hamil banyak wanita menderita anemia ringan, yakni hanya mempunyai kadar hemoglobin 9-11 g/100 ml (Indiarti, 2009). Anemia merupakan suatu keadaan adanya penurunan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit di bawah nilai normal (< 11gr/dl). Penyebabnya karena kurangnya zat gizi untuk pembentukan darah, misalnya zat besi, asam folat dan vitamin B12, tetapi yang sering terjadi adalah anemia karena kekurangan zat besi (Rukiyah, 2011). Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi dan merupakan jenis anemia yang pengobatannya relatif mudah, bahkan murah. Anemia pada kehamilan
merupakan masalah nasional karena
mencerminkan nilai
Universitas Sumatera Utara
kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia kehamilan disebut potential danger to mother and child (potensial membahayakan ibu dan anak), karena itulah anemia memerlukan perhatian serius dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan pada lini terdepan (Manuaba, 2010). Hasil penelitian kejadian anemia pada ibu hamil di beberapa Puskesmas yaitu penelitian yang dilakukan Bakta (2005) menemukan di Puskesmas Kota Denpasar 50,7% wanita hamil mengalami anemia sedangkan Sindhu (2008) di Puskesmas Ngawi menemukan sebesar 33,4% wanita hamil menderita anemia. Simanjuntak (2009) mengemukakan bahwa sekitar 70% ibu hamil di Indonesia mengalami anemia akibat kekurangan gizi (Manuaba, 2010). 2.3.2. Etiologi Anemia Banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya anemia defisiensi besi pada ibu hamil, antara lain kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya gangguan absorpsi di usus, perdarahan akut maupun kronis dan meningkatnya kebutuhan zat besi (Rukiyah, 2011). Pada pengamatan lebih lanjut menunjukkan bahwa kebanyakan anemia yang diderita masyarakat terutama ibu hamil adalah karena kekurangan zat besi yang dapat diatasi melalui pemberian zat besi secara teratur dan peningkatan gizi. Selain itu di daerah pedesaan banyak dijumpai ibu hamil dengan malnutrisi atau kekurangan gizi. Kehamilan dan persalinan dengan jarak berdekatan, ibu hamil dengan pendidikan dan tingkat sosial ekonomi rendah (Rukiyah, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Secara umum ada tiga penyebab anemia pada ibu hamil yaitu: 1. Kehilangan banyak darah baik akut maupun kronis Banyaknya darah yang keluar berperan pada kejadian anemia karena wanita tidak mempunyai persediaan Fe yang cukup dan absorbsi Fe ke dalam tubuh tidak dapat menggantikan hilangnya Fe saat menstruasi. Perdarahan patologis akibat penyakit/infeksi parasit dan saluran pencernaan berhubungan positif terhadap terjadinya anemia (Manuaba, 2002). 2. Asupan Fe yang tidak memadai Hanya sekitar 25% WUS memenuhi kebutuhan Fe sesuai angka kecukupan gizi yaitu 26 milligram/hari. Secara rata-rata wanita mengonsumsi 6,5 μg per hari melalui diet makanan. Kecukupan intake Fe tidak hanya dipenuhi dari konsumsi makanan sumber Fe (daging sapi, ayam, ikan, telur dan lain-lain), tetapi dipengaruhi oleh variasi penyerapan Fe. Variasi ini disebabkan oleh perubahan fisiologis tubuh seperti hamil dan menyusui sehingga meningkatkan kebutuhan Fe bagi tubuh dan tipe Fe yang dikonsumsi. Jenis Fe yang dikonsumsi jauh lebih penting dari pada jumlah Fe yang dimakan. Heme iron dari Hb dan mioglobin hewan lebih mudah dicerna. Non heme iron yang membentuk 90% Fe dari makanan non daging tidak mudah diserap oleh tubuh (Manuaba, 2002). 3. Peningkatan kebutuhan fisiologi akan zat besi Peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah yang lazim berlangsung pada masa pertumbuhan bayi, masa pubertas, masa kehamilan dan menyusui (Arisman, 2004). Kebutuhan Fe meningkat selama hamil untuk
Universitas Sumatera Utara
memenuhi kebutuhan Fe akibat peningkatan volume darah, untuk menyediakan Fe bagi janin dan plasenta dan untuk menggantikan kehilangan darah saat persalinan. Peningkatan absorpsi Fe selama trimester II kehamilan membantu peningkatan kebutuhan. Beberapa studi menggambarkan hubungan suplementasi Fe selama kehamilan dan peningkatan konsentrasi Hb pada trimester III kehamilan dapat meningkatkan BBLR dan usia kehamilan (Manuaba, 2002). 2.3.3. Gejala Anemia Manifestasi klinis dari anemia defisiensi besi sangat bervariasi, bisa hampir tanpa gejala, bisa juga gejala-gejala penyakit dasarnya yang menonjol, ataupun bisa ditemukan gejala anemia bersama-sama dengan gejala penyakit dasarnya. Gejalagejalanya dapat berupa kepala pusing, palpitasi, berkunang-kunang, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem neuromuscular, lesu, lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limpa. Bila kadar Hb <7 gr/dl maka gejala-gejala dan tandatanda anemia akan jelas (Rukiyah, 2011). Gejala dan tanda ibu hamil mengalami anemia yaitu gampang lelah, lesu dan sesak nafas saat beraktivitas atau berolahraga, permukaan kulit dan wajah pucat, mudah pusing dan dapat pingsan. Kerja jantung meningkat sehingga denyutnya jadi cepat, bahkan dapat berakibat gagal jantung jika kondisi jantung memang buruk (Solihah, 2005). 2.3.4. Diagnosis dan Klasifikasi Anemia Untuk menegakkan diagnosis anemia kehamilan dapat dilakukan dengan anamnesa. Pada anamnesa akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata
Universitas Sumatera Utara
berkunang-kunang dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda. Pemeriksaan
dan
pengawasan
hemoglobin
(Hb)
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan alat Sahli dan cyanmethemoglobin. Hasil pemeriksaan Hb dengan metode Sahli dapat digolongkan sebagai berikut : Hb ≥11 gr%
:
Tidak anemia
Hb 9 – 10 gr%
:
Anemia ringan
Hb 7 – 8 gr%
:
Anemia sedang
Hb <7 gr%
:
Anemia berat
(Manuaba, 2010) Menurut Manuaba (2010), pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan, yaitu pada trimester I dan trimester III. Dengan pertimbangan bahwa sebagian besar ibu hamil mengalami anemia, maka dilakukan pemberian preparat Fe sebanyak 90 tablet selama kehamilan. Faktor-faktor yang memengaruhi pembentukan darah adalah sebagai berikut:
1. Komponen (bahan) yang berasal dari makanan terdiri dari : a. Protein, glukosa dan lemak b. Vitamin B 12 , B 6 , asam folat dan vitamin C. c. Elemen dasar: Fe, ion Cu dan zink. 2. Sumber pembentukan darah adalah sumsum tulang. 3. Kemampuan reabsorpsi usus halus terhadap bahan yang diperlukan.
Universitas Sumatera Utara
4. Umur sel darah merah (eritrosit) terbatas sekitar 120 hari. Sel-sel darah merah yang sudah tua dihancurkan kembali menjadi bahan baku untuk membentuk sel darah yang baru. 5. Terjadinya perdarahan kronis (gangguan menstruasi, penyakit yang menyebabkan perdarahan pada wanita seperti mioma uteri, polip serviks, penyakit darah, parasit dalam usus: askariasis, ankilostomiosis, taenia). 2.3.5. Metode Pemeriksaan Darah pada Ibu Hamil Diantara metode yang paling sering digunakan di laboratorium dan yang paling sederhana adalah metode sahli dan yang lebih canggih adalah metode cyanmethemoglobin. 1. Prosedur pemeriksaan dengan metode Sahli Prosedur pemeriksaan dengan Sahli adalah sebagai berikut : a. Bahan yang dibutuhkan adalah HCl (0,1N), aquades, pipet hemoglobin, alat sahli, pipet pastur, pengaduk. Dengan prosedur kerja pertama masukan HCl 0,1 N ke dalam tabung sahli sampai angka 2.
b. Bersihkan ujung jari yang akan diambil darahnya dengan larutan desinfektan (alkohol 70%, betadin dan sebagainya), kemudian tusuk dengan lanset atau alat lain, isap dengan pipet Hb sampai melewati batas, bersihkan ujung pipet kemudian teteskan darah sampai ke tanda batas dengan cara menggeserkan ujung pipet ke kertas saring / kertas tisu.
Universitas Sumatera Utara
c. Masukkan pipet yang berisi darah ke dalam tabung hemoglobin sampai ujung pipet menempel pada dasar tabung, kemudian tiup pelan-pelan. Selanjutnya campurkan sampai rata dan diamkan selama kurang lebih 10 menit. Dan terakhir masukan ke dalam alat pembanding, encerkan dengan cairan aquades tetes demi tetes sampai warna larutan (setelah diaduk sampai homogen) sama dengan warga gelas dari alat pembanding. Bila sudah sama, baca kadar Hb pada skala tabung (Gandasoebrata, 2003). 2. Prosedur pemeriksaan dengan metode cyanmethemoglobin Pada metode cyanmethemoglobin, hemoglobin dioksidasi oleh kalium ferrosianida menjadi methemoglobin yang kemudian bereaksi dengan ion sianida membentuk cyanmethemoglobin yang berwarna merah. Intensitas warna dibaca dengan fotometer dan dibandingkan dengan standar. Karena yang membandingkan alat elektronik, maka hasilnya lebih objektif. Prosedur pemeriksaan dengan metode cyanmethemoglobin adalah sebagai berikut : a. Reagnesia : 1) Larutan kalium ferrosianida (K3Fe(CN)6 0.6 mmol/l 2) Larutan kalium sianida (KCN) 1.0 mmol/l b. Alat/sarana : 1) Pipet darah 2) Tabung cuvet 3) Kolorimeter c. Prosedur kerja :
Universitas Sumatera Utara
1) Masukkan campuran reagen sebanyak 5 ml ke dalam cuvet 2) Ambil darah kapiler seperti pada metode sahli sebanyak 0,02 ml dan masukkan ke dalam cuvet diatas, kocok dan diamkan selama 3 menit 3) Baca dengan kolorimeter pada lambda 546 d. Perhitungan : 1) Kadar Hb = absorbs x 36,8 gr/dl/100 ml 2) Kadar Hb = absorbs x 22,8 mmol/l 2.3.6. Penanganan Anemia pada Kehamilan Pemberian suplemen tablet tambah darah atau zat besi secara rutin adalah untuk membangun cadangan besi, sintesa sel darah merah dan sintesa darah otot. Setiap tablet besi mengandung FeSO 4 mg (zat besi 30 mg), minimal 90 tablet selama kehamilan. Dasar pemberian zat besi adalah adanya perubahan volume darah atau hydraemia (peningkatan sel darah merah 20-30% sedangkan peningkatan plasma darah 50%). Tablet besi sebaiknya tidak diminum bersama teh atau kopi karena mengandung tannin atau pitat yang menghambat penyerapan zat besi (Kusmiyati, 2009).
2.3.7. Pengaruh Anemia pada Kehamilan dan Janin Menurut Manuaba (2010), pengaruh anemia pada kehamilan dan janin adalah sebagai berikut : 1. Pengaruh anemia terhadap kehamilan
Universitas Sumatera Utara
a. Bahaya selama kehamilan. Dapat terjadi abortus, persalinan prematuritas, hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, mudah terjadi infeksi, ancaman dekompensasi kordis (Hb <6 gr%), molahidatidosa, hiperemesis gravidarum, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini (KPD). b. Bahaya saat persalinan. Gangguan his (kekuatan mengejan), kala pertama dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar, kala dua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan, kala uri dapat diikuti retensio plasenta dan perdarahan postpartum karena atonia uteri, kala empat dapat terjadi perdarahan postpartum sekunder dan atonia uteri. c. Pada kala nifas: terjadi subinvolusi uteri menimbulkan perdarahan postpartum, memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran ASI berkurang, terjadi dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan, anemia kala nifas, mudah terjadi infeksi mammae pada payudara. 2. Pengaruh anemia terhadap janin. Sekalipun tampaknya janin mampu menyerap berbagai kebutuhan dari ibunya, tetapi dengan anemia akan mengurangi kemampuan metabolisme tubuh sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Akibat anemia dapat terjadi gangguan dalam bentuk: abortus, kematian intrapartum, persalinan prematuritas tinggi, berat badan lahir rendah, kelahiran dengan anemia, dapat terjadi cacat bawaan, bayi mudah mendapatkan infeksi sampai kematian perinatal dan inteligensia rendah. 2.3.8. Kehamilan Remaja
Universitas Sumatera Utara
Kehamilan remaja adalah kehamilan yang terjadi pada perempuan berusia remaja. Kehamilan tersebut dapat disebabkan karena pernikahan dini, pemerkosaan, hubungan seksual (hubungan intim) dengan pacar, maupun faktor-faktor lain yang menyebabkan sperma membuahi telurnya dalam rahim perempuan tersebut (Masland, 2004). Salah satu akibat kehamilan remaja adalah kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted pregnancy) merupakan suatu kondisi dimana pasangan tidak menghendaki adanya proses kelahiran dari suatu kehamilan. Kehamilan ini bisa merupakan akibat dari suatu perilaku seksual/hubungan seksual baik yang disengaja misalnya dengan pacar maupun yang tidak disengaja (akibat perkosaan) (Widyastuti, 2009). Remaja yang hamil di luar nikah menghadapi berbagai masalah psikologis yaitu rasa takut, kecewa, menyesal dan rendah diri terhadap kehamilannya sehingga terjadi usaha untuk menghilangkan dengan gugur kandung (aborsi). Dalam persepsi mereka, aborsi mempunyai kerugian yang paling kecil bila dibandingkan dengan melanjutkan kehamilan. Keadaan akan semakin rumit bila lelaki yang menghamili tidak bertanggungjawab sehingga penderitaan hanya ditanggung sendiri oleh wanita dan keluarganya. Keluarga pun menghadapi masalah yang sulit di tengah masyarakat seolah-olah tidak mampu memberikan pendidikan moral kepada anak gadisnya (Manuaba, 2010). Menurut Manuaba (2010), penyulit pada kehamilan remaja lebih tinggi dibandingkan “kurun waktu reproduksi sehat” antara usia 20-30 tahun. Keadaan ini disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk hamil, sehingga dapat merugikan
Universitas Sumatera Utara
kesehatan ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan janin. Keadaan tersebut akan semakin menyulitkan bila ditambah dengan tekanan (stres) psikologis, sosial, ekonomi, sehingga memudahkan terjadinya: 1. Keguguran (aborsi), sebagian dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan kehamilan remaja yang tidak dikehendaki. Keguguran sengaja yang dilakukan oleh tenaga non profesional dapat menimbulkan akibat samping yang serius seperti tingginya angka kematian dan infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kemandulan. 2. Persalinan prematur, berat badan lahir rendah (BBLR) dan kelainan bawaan. Kekurangan berbagai zat yang diperlukan saat pertumbuhan dapat mengakibatkan makin tingginya kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan cacat bawaan. 3. Mudah terjadi infeksi. Keadaan gizi yang buruk, tingkat sosial ekonomi rendah dan stres memudahkan terjadi infeksi saat hamil, terlebih pada kala nifas. 4. Anemia kehamilan. Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi. Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. 5. Keracunan kehamilan. Kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia makin meningkatkan terjadinya keracunan kehamilan, dalam bentuk preeklampsia atau eklampsia. Preeklampsia dan eklampsia memerlukan perhatian yang serius karena dapat menyebabkan kematian.
Universitas Sumatera Utara
6. Kematian ibu yang tinggi. Remaja putri yang stres akibat kehamilannya sering mengambil jalan pintas untuk melakukan gugur kandung oleh tenaga dukun. Angka kematian karena gugur kandung yang dilakukan dukun cukup tinggi, tetapi angka pasti tidak diketahui. Kematian ibu terutama karena perdarahan dan infeksi. 2.3.9. Pengaruh Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan terhadap Kejadian Anemia Remaja putri termasuk kelompok yang rawan terhadap anemia, hal ini disebabkan karena kebutuhan Fe pada wanita 3 kali lebih besar dari kebutuhan pria. Wanita mengalami menstruasi setiap bulannya yang berarti kehilangan darah secara rutin dalam jumlah banyak, juga kebutuhan Fe meningkat karena untuk pertumbuhan fisik, mental dan intelektual dan kurang mengkonsumsi sumber makanan hewani yang merupakan sumber Fe yang mudah diserap. Kelompok remaja putri mempunyai risiko paling tinggi untuk menderita anemia karena pada masa itu terjadi peningkatan kebutuhan Fe. Peningkatan kebutuhan ini terutama disebabkan karena pertumbuhan pesat yang sedang dialami dan terjadinya kehilangan darah akibat menstruasi. Kelompok ini juga memiliki kebiasaan makan tidak teratur, mengkonsumsi makanan berisiko seperti fast food, snack dan soft drink (Fikawati, 2004). Terjadinya anemia pada remaja putri yang hamil karena dalam kehamilan keperluan akan zat makanan bertambah dan terjadi perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang. Volume darah bertambah banyak dalam kehamilan, akan tetapi pertambahan sel-sel darah merah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma, sehingga terjadi pengenceran darah dengan perbandingan plasma 30%, sel darah
Universitas Sumatera Utara
merah 18% dan hemoglobin 19%. Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian fisiologis dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita, karena pertama pengenceran meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat selama kehamilan. Kedua, pada waktu perdarahan dalam persalinan unsur besi yang hilang lebih sedikit dibanding apabila darah itu tetap kental (Wiknjosastro, 2005). Selain faktor fisiologis kehamilan terjadinya anemia, faktor perilaku juga memicu terjadinya anemia pada kehamilan. Remaja putri yang hamil di luar nikah mempunyai rasa malu untuk memeriksakan kehamilannya pada tenaga kesehatan, sehingga tidak mendapatkan tablet zat besi akan menyebabkan terjadinya anemia. Penelitian yang dilakukan Susilowati (1993) dalam Syarief (1994) bahwa dari 777 ibu hamil yang anemia, masih ditemukan sebanyak 21,1% ibu hamil yang tidak memeriksakan kehamilannya, 14,2% ibu hamil pernah memeriksakan kehamilannya sebanyak 1 kali dan sisanya (64,8%) ibu hamil pernah memeriksakan kehamilan 2 kali atau lebih. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Dinan (1983) dalam Syarief (1994) tentang karakteristik ibu hamil dengan anemia bahwa sekalipun pemeriksaan kehamilan lebih sering dilakukan oleh ibu hamil, namun prevalensi anemia masih tetap tinggi. Pengaruh pemeriksaan kehamilan dalam menurunkan prevalensi anemia tampak nyata hanya pada ibu-ibu yang melahirkan di Rumah Sakit Hasan Sadikin, akan tetapi penurunan tidak begitu nyata pada ibu-ibu yang melahirkan di rumah sakit di luar Kabupaten Bandung. Dari gambaran tersebut dapat diartikan bahwa bukan hanya seringnya melakukan pemeriksaan kehamilan saja, akan tetapi kemampuan ibu
Universitas Sumatera Utara
dalam memperbaiki keadaan kesehatan sendiri ikut menentukan turunnya prevalensi anemia pada ibu hamil. Hasil penelitian Susilowati (1993) dalam Syarief (2003) dilaporkan bahwa dari 777 ibu hamil yang anemia, masih ditemukan sebanyak 21,1% ibu hamil yang tidak memeriksakan kehamilannya, 14,2% ibu hamil tidak pernah memeriksakan kehamilannya sebanyak 1 kali dan sisanya (64,8%) ibu hamil pernah memeriksakan kehamilan 2 kali atau lebih. Namun dalam penelitian ini tidak dijelaskan bagaimana hubungannya dengan anemia gizi pada ibu hamil. 2.4. Landasan Teori Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit dan tidak merasakan sakit sudah barang tentu tidak akan bertindak apa-apa terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha. Respon seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut: Pertama, tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa (no action); kedua, tindakan mengobati sendiri (self treatment), dengan alasan fasilitas kesehatan sangat jauh letaknya, para petugas kesehatan tidak simpatik, judes, tidak responsif dan sebagainya; ketiga
mencari pengobatan ke
fasilitas pengobatan tradisional (traditional remedy); keempat, mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung obat (chemist shop); kelima, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas modern seperti balai pengobatan, puskesmas dan
Universitas Sumatera Utara
rumah sakit; keenam, mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang diselenggarakan oleh dokter praktik (private medicine) (Hamdy dkk, 2002). Kehamilan pada masa remaja mempunyai risiko medis yang cukup tinggi, karena pada masa remaja alat reproduksi belum cukup matang untuk melakukan fungsinya. Rahim (uterus) akan siap melakukan fungsinya setelah wanita berumur 20 tahun, karena pada usia ini fungsi hormonal akan bekerja maksimal. Pada usia 15-19 tahun, sistem hormonal belum stabil. Dengan sistem hormonal yang belum stabil
maka
proses kehamilan menjadi tidak stabil, mudah terjadi anemia,
perdarahan, abortus atau kematian janin. Pengaruh anemia kehamilan khususnya pada usia remaja dapat menyebabkan bahaya selama hamil seperti terjadi abortus, persalinan prematuritas, hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, mudah terjadi infeksi, perdarahan, hiperemesis, ketuban pecah dini dan bahaya saat persalinan yaitu gangguan his (kekuatan mengejan), kala pertama berlangsung lama, terjadi partus terlantar, perdarahan post partum, atonia uteri. Dengan banyaknya pengaruh anemia pada kehamilan terutama pada remaja, maka perlu melakukan deteksi dini dengan melakukan kunjungan pada pelayanan kesehatan (Manuaba, 2010). Beberapa model pemanfaatan pelayanan kesehatan dapat mengidentifikasi perilaku seseorang dalam mencari pelayanan kesehatan. Model sistem kesehatan (health system model) yang dikembangkan oleh Anderson terdapat 3 kategori utama dalam pelayanan kesehatan yaitu karakteristik predisposisi, karakteristik pendukung dan karakteristik kebutuhan. Model kepercayaan kesehatan (health belief model)
Universitas Sumatera Utara
yang dikembangkan Becker berdasarkan teori Lewin bahwa ada empat variabel kunci yang terlibat di dalam tindakan individu untuk melawan atau mengobati penyakitnya yaitu: kerentanan yang dirasakan terhadap suatu penyakit, keseriusan yang dirasakan, manfaat yang diterima dan rintangan yang dialami dalam tindakan melawan penyakitnya dan hal-hal yang memotivasi tindakan tersebut. Sementara Green mengembangkan teori PRECEDE, bahwa perilaku mencari untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan terdiri dari faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pemungkin (enabling factors) dan faktor penguat (reinforcing factors) (Hamdy dkk, 2002). Berdasarkan modifikasi konsep Anderson, Lewin dan Green, selanjutnya disesuaikan dengan tujuan penelitian yang akan dicapai, maka penelitian ini menganalisis apakah faktorfaktor pada remaja putri yang hamil yang terdiri dari faktor predisposisi (pendidikan, pengetahuan, sikap) dan faktor penguat (dukungan pihak luar) dalam pemanfaatan pelayanan antenatal memengaruhi kejadian anemia pada kehamilan remaja putri.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Kerangka Konsep Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan terarah, maka alur penelitian ini digambarkan dalam kerangka konsep berikut. • • • •
Pendidikan Pengetahuan Sikap Dukungan pihak luar
Pemanfaatan Pelayanan ANC: - Jumlah kunjungan - Jenis Layanan
Kejadian Anemia Pada Kehamilan Remaja
Keterangan : = Tidak diuji = Uji Bivariat = Uji Bivariat dan Multivariat Gambar 2.4. Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka konsep di atas bahwa pendidikan, pengetahuan, sikap dan dukungan dari luar berhubungan dengan kejadian anemia pada kehamilan remaja, dan pemanfaatan pelayanan ANC yang terdiri dari jumlah kunjungan dan jenis layanan akan memengaruhi terjadinya anemia pada kehamilan remaja putri.
Universitas Sumatera Utara