ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Bahaya dan Faktor Bahaya di Tempat Kerja Semua sumber atau situasi yang berpotensi mengakibatkan cidera atau sakit
pada manusia, kerusakan properti, kerusakan terhadap lingkungan maupun gangguan proses disebut bahaya atau hazard (Dewi, 2011). Kountur (2008) menjelaskan bahwa bahaya merupakan segala sesuatu yang berpotensi menimbulkan cidera atau kerugian baik itu pada manusia, proses, properti maupun lingkungan. Berdasarkan OHSAS 18001:2007 pengertian bahaya atau hazard adalah semua sumber, situasi ataupun aktivitas yang berpotensi menimbulkan cidera (kecelakaan kerja) dan atau penyakit akibat kerja (PAK) (Ramli, 2008). Jadi, dapat disimpulkan bahwa bahaya adalah segala sesuatu yang memiliki potensi merugikan bagi manusia, properti dan lingkungan. Bahaya di lingkungan kerja adalah segala kondisi yang dapat memberi pengaruh yang merugikan terhadap kesehatan atau kesejahteraan orang yang terpajan di lingkungan kerja. Bahaya dilingkungan kerja memiliki berbagai macam faktor yang menjadi penyebab munculnya bahaya seperti, paparan debu, paparan kebisingan dan pencahayaan. Secara keseluruhan faktor bahaya di lingkungan kerja meliputi faktor Kimia, Biologi, Fisika, Fisiologi dan Psikologi (Suma’mur, 2009).
9 tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.2
10
Hirarki Pengendalian Bahaya Risiko dan bahaya yang sudah diidentifikasi dan dilakukan penilaian
memerlukan langkah pengendalian untuk menurunkan tingkat risiko dan bahayanya agar dapat menuju titik yang aman. Pengendalian risiko merupakan suatu hirarki (dilakukan berurutan sampai dengan tingkat risiko dan bahaya berkurang menuju titik yang aman). Hirarki pengendalian tersebut antara lain adalah eliminasi, subtitusi, rekayasa teknik (perancangan), administrasi dan alat pelindung diri (APD) (Adzim, 2013). Hirarki pengendalian bahaya terbagi atas eliminasi, subtitusi, rekayasa teknik, administrasi dan alat pelindung diri. Eliminasi adalah menghilangkan suatu bahan atau tahapan proses berbahaya. Langkah eliminasi adalah langkah pertama yang dilakukan jika bahan atau proses berbahaya dalam suatu proses produksi dapat dihilangkan tetapi tidak mengganggu proses produksi tersebut. Pengendalian risiko dan bahaya dengan cara eliminasi memiliki tingkat keefektifan, kehandalan dan proteksi tertitnggi di antara pengendalian lainnya (Adzim, 2013) . Pengendalian risiko dan bahaya setelah eliminasi adalah subtitusi. Subtitusi bertujuan untuk mengganti suatu bahan atau proses kerja yang berbahaya dengan bahan atau proses yang lebih aman untuk digunakan. Penggantian bahan ini tidak mempengaruhi proses produksi suatu pekerjaan, tetapi hanya mengganti bahan yang akan digunakan. Prinsip dari alat kendali ini adalah menggatikan sumber risiko dengan sarana atau peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah. Adapun contoh subtitusi bahan adalah penggunaan bahan kimia berbahaya dengan yang lebih rendah
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
11
tingkatan bahayanya, seperti mengganti bahan kimia yang berbahan gas dengan bahan cair, mengganti toxic solvent dengan deterjen dan mengganti kaca dengan plastik (Suardi, 2005). Rekayasa teknik merupakan pengendalian risiko atau bahaya setelah subtitusi. Rekayasa teknik bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi tingkat keparahan bahaya melalui desain awal, desain ulang, menutup, relokasi atau perubahan teknik lainnya. Kelebihan dalam langkah rekayasa teknik ini adalah menghilangkan potensi bahaya itu sendiri dan tidak bergantung pada perubahan perilaku pekerja. Kelemahan langkah rekayasa teknik ini adalah tidak dapat dilkukan karena memerlukan waktu yang panjang dan biaya tinggi (Adzim, 2013). Langkah selanjutnya adalah pengendalian secara administratif. Langkah pengendalian administratif bertujuan mengurangi durasi, frekuensi dan severiti paparan melalui perubahan prosedur dan cara kerja, penjadwalan jam kerja, rotasi kerja, waktu istirahat dan pelatihan. Kelamahan dalam langkah ini adalah keberhasilannya
sangat
tergantung
pada
sistem
pengawasan
pelaksanaan
pengendalian dan tingkah laku pekerja (Adzim, 2013). Langkah terakhir dalam hirarki pengendalain risiko dan bahaya adalah alat pelindung diri (APD). APD digunakan hanya sebagai penghalang antara pekerja dengan bahaya. Kelemahan dalam langkah APD ini adalah keberhasilan sangat bergantung pada sistem pengawasan dan pelaksanaan pengendalian serta tingkah laku pekerja. APD merupakan upaya paling akhir yang dilakukan di dalam hirarki pengendalian bahaya (Adzim, 2013). Alat pelindung diri sebaiknya tidak digunakan
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
12
sebagai pengganti dari sarana pengendali risiko lainnya. Alat pengaman diri ini disarankan hanya digunakan bersamaan dengan penggunaan alat pengendali lainnya, sehingga perlindungan keamanan dan kesehatan individu akan lebih efektif (Suardi, 2005). Tahapan hirarki pengendalian berdasarkan kehandalan dalam melindungi pekerja seperti yang telah dijelaskan di atas mulai dari eliminasi hingga APD, dapat dilihat tahapan tersebut pada gambar 2.1.
Menghilangkan Penggantian Engineering/rekayasa Administrasi Alat pelindung diri Sumber : Rudi Suardi, 2005
Gambar 2.1 Gambar Tahapan Hirarki Pengendalian Risiko
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.3
13
Penyakit Akibat Kerja (PAK) Penyakit akibat kerja secara umum dikenal sebagai penyakit yang diderita oleh
seorang pekerja yang diakibatkan oleh pekerjaannya. Pengertian dari penyakit akibat kerja ini didefinisikan oleh banyak ahli, namun memiliki makna yang sama. Pengertian penyakit akibat kerja berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 01/1981 tentang kewajiban melapor penyakit akibat kerja pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (Budiono, 2012). Menurut WHO (1985) pengertian mengenai penyakit akibat kerja adalah penyakit yang berkaitan dengan faktor penyebab yang spesifik dalam pekerjaan, sepenuhnya dipastikan dan faktor tersebut dapat diidentifikasi, diukur dan dikendalikan. Selain penyakit akibat kerja adapula dikenal dengan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan yang kemudian dikenal dengan penyakit akibat hubungan kerja. Penyakit akibat hubungan kerja berbeda dengan penyakit akibat kerja karena penyakit hubungan kerja tidak disebabkan di tempat kerja, tetapi tempat kerja meningkatkan risiko penyakit bawaan dari pekerja. Menurut ILO dan WHO (1989) penyakit akibat hubungan kerja adalah penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan, lingkungan kerja, proses kerja, cara kerja maupun risiko lain yang terkait dimana sebelumnya pekerja yang bersangkutan tidak menderita penyakit tersebut. Penyakit akibat kerja maupun penyakit yang timbul karena hubungan kerja mempunyai pengertian yang sama yaitu penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
14
atau lingkungan kerja, sedangkan, penyakit akibat kerja adalah istilah yang dipakai dalam peraturan yang dibuat atas dasar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, sedangkan penyakit yang timbul karena hubungan kerja merupakan istilah yang erat kaitannya dengan kompensasi (ganti rugi) kecelakaan kerja. 2.4
Penyebab Penyakit Akibat Kerja Faktor yang menjadi penyebab penyakit akibat kerja dalam ruang atau di
tempat kerja adalah sebagai berikut (Suma’mur, 2009): 1. Faktor Fisis, seperti : a. Suara yang dapat mengakibatkan tuli akibat kerja. b. Radiasi sinar rontgen atau sinar radioaktif, yang menyebabkan antara lain penyakit susunan darah dan kelainan kulit. Radiasi sinar infra merah dapat mengakibatkan katarak kepada lensa mata, sedangkan sinar ultraviolet menjadi sebab konjungtivitis foto elektrika. c. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke, kejang panas, atau hiperpireksia, sedangkan suhu terlalu rendah antara lain menimbulkan frostbite. d. Tekanan udara tinggi menyebabkan penyakit kaison. e. Penerangan lampu yang buruk dapat menyebabkan kelainan kepada indra penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya kecelakaan.
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
15
2. Faktor Kimiawi, yaitu antara lain : a. Debu yang menyebabkan pneumokoniosis, diantaranya silikosis dan asbestosis. b. Uap yang diantaranya menyebabkan demam uap logam, dermatosis akibat kerja, atau keracunan oleh zat toksis uap formaldehida. c. Gas, misalnya keracunan oleh CO dan H2S. d. Larutan zat kimia yang misalnya menyebabkan iritasi kepada kulit. e. Awan atau kabut, misalnya racun serangga, racun jamur dan zat yang menimbulkan keracunan. 3. Faktor Biologis, misalnya bibit penyakit antraks atau brusella yang menyebabkan penyakit akibat kerja pada pekerja penyamak kulit. 4. Faktor Fisiologis atau Ergonomis, yaitu antara lain kesalahan konstruksi mesin, sikap badan yang tidak benar dalam melakukan pekerjaan lain yang kesemuanya menimbulkan kelelahan fisik dan gangguan kesehatan bahkan lambat laun dapat terjadi perubahan fisik tubuh pekerja atau kecacatan. 5. Faktor Mental Psikologis yang terlihat misalnya pada hubungan kerja atau hubungan industrial yang baik, dengan akibat timbulnya misalnya depresi atau penyakit psikosomatis.
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.5
16
Diagnosis Penyakit Akibat Kerja Diagnosis penyakit akibat kerja juga merupakan penentu bagi dimilikinya
hak atas manfaat jaminan penyakit kerja yang tercakup dalam program jaminan kecelakaan kerja. Sebagaimana berlaku bagi semua penyakit pada umumnya hanya dokter yang berkompeten membuat diagnosis penyakit akibat kerja. Penetapan diagnosis suatu penyakit akibat kerja hanya dapat dilakukan oleh dokter yang berwenang. Tegak tidaknya diagnosis penyakit akibat kerja sangat tergantung kepada sejauh mana metodologi diagnosis penyakit akibat
kerja
dilaksanakan oleh dokter yang bersangkutan (Suma’mur, 2009). Cara menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja mempunyai kekhususan apabila dibandingkan terhadap diagnosis penyakit pada umumnya. Diagnosis penyakit akibat kerja, anamnesis dan pemeriksaan klinis serta laboratorium yang biasa digunakan bagi diagnosis penyakit pada umumnya belum cukup, melainkan harus pula dikumpulkan data dan dilakukan pemeriksaan terhadap tempat kerja, aktivitas pekerjaan dan lingkungan kerja guna memastikan bahwa pekerjaan atau lingkungan kerja adalah penyebab penyakit akibat kerja yang bersangkutan. Selain itu, anamnesis terhadap pekerjaan baik yang sekarang maupun pada masa sebelumnya harus dibuat secara lengkap termasuk kemungkinan terhadap terjadinya paparan kepada faktor mekanis, fisis, kimiawi, biologis, fisiologis atau ergonomis dan mental psikologis.
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
17
2.6 Radiasi Radiasi adalah suatu cara perambatan atau pancaran energi dari suatu sumber melalui medium atau ruang dalam bentuk gelombang elektromagnetik dan partikel (Batan, 2011). Radiasi dalam era globalisasi telah menjadi bahan pembicaraan baik di dalam dunia kesehatan dan dunia elektronik. Radiasi memiliki pengaruh yang baik yang dapat digunakan dalam dunia kesehatan, tetapi radiasi juga memiliki efek buruk bagi kesehatan manusia. Radiasi dapat dihasilkan dari berbagai macam sumber seperti sinar matahari, sinar gamma, jaringan telepon seluler dan sinar-X (Hidayati, 2012). Radiasi terdiri dari beberapa jenis dan setiap jenis radiasi tersebut memiliki panjang gelombang berbeda. Ditinjau dari massanya, radiasi dapat dibagi menjadi radiasi elektromagnetik dan radiasi partikel. Radiasi elektromagnetik adalah radiasi yang tidak memiliki massa. Radiasi ini terdiri dari gelombang radio, gelombang mikro, inframerah, cahaya tampak, sinar X, sinar gamma dan sinar kosmik. Radiasi partikel adalah radiasi berupa partikel yang memiliki massa, misalnya partikel beta, alfa dan neutron (Batan, 2011). Berdasarkan sumbernya radiasi dapat dibagi menjadi radiasi yang berasal secara alamiah dan buatan. Sumber radiasi alamiah dapat berasal dari sinar kosmis, radiasi dari unsur kimia yang terdapat dalam kerak bumi, radiasi yang terjadi pada atmosfir sebagai akibat terjadinya lintasan perputaran bola bumi dan radiasi yang berasal dari radioaktif yang terdapat pada lapisan tanah. Sumber radiasi buatan, terjadi antar lain dari bahan radioaktif yang melalui spesifikasinya dengan alat khusus dapat dihasilkan
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
18
jenis radiasi tertentu. Sumber radiasi buatan antara lain: sinar X, sinar alfa, sinar beta, sinar gamma dan sinar laser (Batan, 2011). Berdasarkan ada tidaknya ionisasi dapat dibagi dalam 2 kategori yaitu (Gabriel, 1996) : a. Radiasi Pengion Radiasi yang dapat berinteraksi dengan materi, membangkitkan partikel bemuatan yang berlawanan. Radiasi ionisasi meliputi radiasi sinar alfa, beta, gamma, sinar X dan proton. b. Radiasi Bukan Pengion Radiasi bukan pengion meliputi sinar ultra ungu, sinar infra merah dan gelombang ultrasonik. 2.6.1
Interaksi Radiasi dengan Sistem Biologi Penyerapan energi dari radiasi ke dalam bahan biologik dapat menyebabkan
eksitasi atau ionisasi. Eksitasi adalah munculnya satu elektron negatif dalam suatu atom atau molekul pada tingkat energi yang lebih tinggi tanpa pengusiran elektron. Jika radiasi memiliki cukup energi untuk mengusir satu atau lebih elektron orbital dari atom atau molekul disebut ionisasi dan radiasi tersebut disebut radiasi ionisasi (pengion) dimana karakteristiknya yang penting adalah pelepasan secara lokal sejumlah besar energi (lusiyanti, 2006). Efek biologik radiasi menghasilkan kerusakan pada sel yang secara lebih mendetail berupa kerusakan DNA yang merupakan sasaran utama pajanan radiasi.
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
19
Ketika suatu bentuk radiasi, baik sinar-X, gamma atau partikel bermuatan maupun tidak bermuatan mengenai atau berada dalam suatu jaringan tubuh organisme, maka ada kemungkinan akan berinteraksi langsung dengan sel atau sub seluler dengan sasaran kritis dalam sel seperti inti sel yang mengandung kromosom. Atom dalam sasaran dapat tereksitasi atau terionisasi dan akan memulai serangkaian kejadian yang mengarah ke perubahan biologik. Radiasi juga dapat berinteraksi dengan atom atau molekul lain dalarn sel (terutama air) untuk menghasilkan radikal bebas yang dapat berdifusi lebih jauh untuk mencapai dan melukai sasaran kritik dalam sel (Hall, 1994). Semua perubahan yang terjadi akibat interaksinya dengan radiasi pengion dalam materi biologik dapat digunakan untuk menentukan besarnya dosis radiasi. Interakasi radiasi pengion dalam sel mamalia dapat menginduksi sejumlah besar jenis kerusakan molekuler dalam DNA seperti single strand breaks (ssb), double strand breaks (dsb), berbagai jenis kerusakan basa dan ikat silang (cross links) DNA-protein, serta kombinasi lokal dari semua kerusakan tersebut (Nikjoo, 1997). Sifat yang khas dari radiasi pengion adalah kemampuannya dalam menyebabkan sejumlah kerusakan dengan dimensi DNA helix atau lebih besar lagi. Perhitungan dan penelitian saat ini difokuskan pada kerusakan radiasi pada DNA karena terbukti berperan dalam menyebabkan mutasi, aberasi kromosom, inaktivasi sel dan efek seluler lainnya yang tergantung pada integritas genom (Ward, 1988). Pada prinsipnya terdapat tiga tahapan interaksi antara radiasi pengion dengan materi (DNA) yang dilaluinya yakni pertama, perjalanan partikel pengion dalam lingkungan DNA, kedua, simulasi target (sasaran) biologik dan ketiga adalah langkah atau proses menuju
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
20
pembentukan kerusakan awal biologik, dengan segala ketidak tentuannya. Studi lebih dari 40 tahun juga menunjukkan bahwa sel raksasa (giant) terbentuk baik secara in vivo maupun secara in vitro setelah pajanan radiasi pengion. Struktur sel tersebut, volume sel dan DNA, RNA serta massa protein bertambah hingga 20-200 kali lipat daripada sel normal. Sebagian besar pengamatan menunjukkan bahwa sel raksasa terbentuk setelah radiasi dosis 1,5 Gy atau lebih, meskipun dapat juga terjadi pada dosis serendah 0,12 Gy (Prieur, 2003). Prinsip dosimetri biologi adalah memperkirakan dosis (serap) radiasi dengan mengukur perubahan yang terjadi akibat radiasi pada tubuh manusia. Dosimetri ini memiliki sejumlah aplikasi. Salah satu yang paling menonjol adalah dalam kasus kecelakaan radiasi yang tidak disertai dengan dosimetri fisik. Terkadang metode dosimetri fisik harus dilengkapi atau didukung oleh uji biologik, sebagai contoh terjadinya pajanan sebagian tubuh (parsial) dengan dosimetri fisik diluar area radiasi. Cek silang dosis yang diukur secara fisik memang diperlukan pada kondisi tertentu. Akan tetapi, jika dosis ditentukan secara biologik, variabilitas biologik akan mempengaruhinya, karena diyakini untuk individu yang radiosensitif akan memiliki efek yang lebih besar pada materi biologiknya daripada ukuran rata-rata (Muller, 1991). Sel darah perifer merupakan salah satu diantara berbagai macam materi yang dapat dimanfaatkan dengan sel limfosit menjadi andalan utama karena berbagai kelebihannya. Materi biologi yang lain yang dapat digunakan meliputi sel induk, kuku, gigi, rambut, sperma dan urin. Limfosit manusia adalah sel yang memiliki masa
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
21
hidup panjang serta mudah diperoleh dari sampel darah. Karena sebagian besar dalam keadaan tidak membelah, maka mereka pada umunya pada keadaan fasa sel G0 yakni fase sebelum replikasi DNA (Nowell, 1960). 2.6.2
Efek Radiasi terhadap Kesehatan Paparan radiasi memiliki berbagai macam efek terhadap kesehatan pada
manusia. Secara umum efek paparan radiasi ini dapat dibedakan berdasarkan sifat radiasi itu sendiri yaitu radiasi dapat menyebabkan efek akut dan efek kronis. Efek akut biasanya dapat dilihat langsung setelah terjadinya paparan, sedangkan paparan kronis mulai timbul jika terakumulasi beberapa tahun setelah terpapar. Penjelasan lebih lanjut mengenai efek papara radiasi berdasarkan WHO (1986) adalah sebagai berikut: a. Efek Klinis Efek yang berbahaya dari radiasi mengion dapat dibedakan menjadi efek somatik dan efek genetik. Efek somatik timbul secara langsung pada individu yang terkena radiasi, sedangkan efek genetik akan terlihat pada bayi atau turunan dari individu yang bersangkutan (WHO, 1986). Efek radiasi mengion dapat pula dibedakan menjadi stochastic effect dan nonstochastic effects. Stochastic effects adalah efek yang mungkin timbul dan efek ini tergantung dari dosis yang terpapar meskipun tidak perlu menunjukkan tingkat keparahannya dan dalam hal ini dosis yang diperlukan untuk menimbulkan efek tersebut diperkirakan tidak ada nilai ambangnya. Jadi, makin besar dosis yang terpapar, makin besar pula memungkinkan timbulnya stochastic effect. Efek
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
22
genetik dan karsinogenik merupakan stochastic effects dari radiasi mengion (R.S.F Schilling, 1981). Istilah non-stochastic digunakan untuk efek somatik dimana tingkat keparahan dari efek ini tergantung dari dosis radiasi yang terpapar dan untuk dosis ini ada nilai ambangnya (R.S.F Schilling, 1981). Contoh dari non-stochastic effect atau efek somatik diantaranya adalah katarak, tumor kulit yang jinak, depresi pada organ pembentuk darah, dan kemandulan karena kerusakan pada sperma atau sel telur atau ovum (WHO,1986). b. Efek Akut Efek akut merupakan efek yang langsung diterima oleh manusia dan pada saat itu akan langsung terlihat efek akibat paparannya. Pemaparan akut di tempat kerja sangat jarang terjadi dan hanya terjadi bila pekerja mengalami kecelakaan (accidental exposure). Efek ini juga berbeda akibat paparannya berdasarkan bagian tubuh yang dilaluinya. Adapun efek paparan radiasi akut sebagai berikut WHO (1986): 1) Pemaparan Seluruh Tubuh Pemaparan tunggal atau pemaparan selama lebih dari 1-2 hari terhadap radiasi mengion pada dosis diatas 1 Gray (Gy) akan menimbulkan acute radiation syndrome yang ditandai dengan kerusakan sel dan kematian jaringan tubuh yang terpapar radiasi tersebut. Pada dosis 0,05-0,25 Gray, pemaparan radiasi mengion biasanya tidak menimbulkan tanda dan gejala klinis meskipun kerusakan kromosom
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
23
mungkin dapat dideteksi pada sel limfosit. Pemaparan pada dosis sampai dengan 1 Gray umumnya juga tidak menimbulkan gejala klinis, namun pada beberapa individu pemaparan tersebut dapat menyebabkan penurunan jumlah sel darah putih dan trombositnya bila dibandingkan dengan pre-exposure values (WHO, 1986). Pemaparan pada dosis 1-2,5 Gray akan menimbulkan gejala seperti mual, muntah, dan kelelahan dan perubahan hematologik yang dini terutama penurunan jumlah sel limfosit dan peningkatan jumlah sel darah putih yang sifatnya sementara. Setelah suatu fase laten atau fase dimana gejala tidak timbul, pemaparan pada dosis ini akan menyebabkan terjadinya leukopenia atau jumlah sel darah putih menurun, dan anemia. Penderita akan sering mengalami pendarahan dan infeksi. Dosis diatas 4 Gray, pemaparan akut akan menyebabkan acute radiation syndrome yang hebat dengan komplikasi pada saluran pencernaan (WHO, 1986). 2) Pemaparan Lokal Pemaparan lokal terutama yang mengenai tangan lebih sering terjadi di industri daripada whole body irradiation. Beberapa menit setelah pemaparan, akan timbul eritema (erythema) pada kulit. Setelah periode laten tertentu, kemudian akan timbul gejala fase kedua yakni warna kulit menjadi bertambah merah (hyperamea) dan kulit menjadi bengkak (edema). Lamanya gejala tersebut berlangsung tergantung dari tingkat pemaparan (degree of exposure). Bila pemaparan terjadi pada dosis dibawah 10 Gray (1 Gy = 100 Rad), maka
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
24
hyperemia dan edema pada kulit secara perlahan akan berkurang, namun kulit dapat mengalami hyper pigmentation atau depigmentation. Bila pemaparan terjadi pada dosis diatas 20 Gray, gejala fase kedua akan timbul dalam waktu (periode laten) yang relatif lebih pendek dan gejala tersebut berupa vesicular (kulit melepuh) dan borok pada kulit (skin ulcers). Pada dosis 25-50 Gy, local irradiation akan menyebabkan nekrosis pada kulit (WHO, 1986). c. Efek Kronis Efek kronis paparan radiasi berbeda dengan efek akut yang dapat langsung terlihat efeknya terhadap kesehatan, sedangkan efek kronis efeknya baru dapat dilihat setelah beberapa tahun. Efek ini akan timbul pada pemaparan radiasi yang berulang dan dalam periode waktu yang lama (beberapa tahun) dimana dosis kumulatif paling sedikit telah mencapai 1,5-4 Gray (WHO, 1986). Efek ini baru dapat terlihat pada waktu hitungan tahun dan biasanya terjadi pada kerusakan pada organ reproduksi dan gangguan sistem hematopoetik. Efek radiasi pada kasus yang ringan, akan terjadi gangguan keseimbangan yang ringan pada sistem saraf otonom, tekanan darah cenderung menurun, denyut nadi meningkat dan tidak teratur, gangguan peristaltik usus dan saluran empedu, mudah terangsang, dan jumlah sel darah putih menurun. Kasus yang lebih berat, perubahan tersebut menjadi lebih parah dan stabil, dimana saraf otonom fungsinya akan semakin terganggu, gangguan sekresi getah lambung, gangguan atau kelainan fungsi otot jantung, hipotensi yang persisten, perubahan struktur pada sistem saraf pusat, gangguan fungsi ovarium, hipoplasia sumsum tulang
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
25
dengan leukopenia yang menetap, dan jumlah sel trombosit menurun. Timbulnya anemi menunjukkan prognosis yang buruk dan rasa sakit pada tulang (WHO, 1986). Chronic radiodermatitis dapat terjadi bila dosis total dari radiasi yang mengenai kulit paling sedikit telah mencapai 20-30 Gray. Tanda dan gejala radiodermatitis antara lain adalah kesemutan, gangguan rasa, kulit terasa gatal, kulit menjadi kering, timbulnya garis halus pada permukaan kulit telapak tangan dan bagian terminal dari ruas jari-jari dan kelainan pada kuku tangan. Pemaparan dengan dosis kumulatif sebesar 40 Gray akan menyebabkan kulit menjadi bengkak dan bewarna kemerah-merahan, retak dan terasa sakit, dan hypertrofi pada lapisan tanduk. Pada pemaparan dengan dosis kumulatif sebesar 50 Gray atau lebih, radiasi mengion akan menyebabkan timbulnya borok pada kulit yang sulit disembuhkan. Kanker kulit dapat terjadi pada bagian kulit yang luka (WHO, 1986). Katarak lensa mata dapat terjadi setelah lensa mata terpapar radiasi mengion (sinar X, sinar gamma, dan terutama partikel neutron) pada dosis yang tinggi. Terjadinya katarak mata, hanya diperlukan dosis sebesar 0,5 Gray untuk neutron, dan 6 Gray atau lebih untuk sinar-X. Katarak mata dapat pula terjadi pada pemaparan radiasi mengion dalam waktu yang lama, namun dosis kumulatif yang diperlukan adalah jauh lebih tinggi. Pada stadium ini, katarak lensa mata yang terjadi karena pemaparan radiasi mengion dapat dengan mudah dibedakan dengan senile katarak atau katarak karena usia atau proses menua, tetapi pada stadium
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
26
lanjut hal ini sulit atau tidak mungkin dibedakan karena inti dari lensa mata telah rusak (WHO, 1986). d. Efek Menahun Pada pemaparan yang menahun, radiasi mengion dapat menyebabkan berbagai jenis kanker. Jenis kanker berikut ini dapat dihubungkan dengan pemaparan di tempat kerja (occupational exposure) (WHO, 1986): 1)
Kanker kulit dapat terjadi pada mereka yang menderita chronic radiodermatitis.
2)
Tumor tulang dapat ditemukan pada mereka yang terpapar radium dan personil kesehatan yang bekerja di bagian radioterapi.
3)
Leukemia atau kanker darah terutama dapat ditemukan pada radiologis.
4)
Kanker paru dapat ditemukan pada pekerja tambang uranium dan sebagai penyebab dari kanker paru ini adalah gas radon.
2.6.3 Pengaruh Radiasi terhadap Organ Tubuh Manusia Pembahasan sebelumnya telah dijelaskan pengaruh radiasi terhadap kesehatan manusia secara umum, penjelasan berikut akan menjelaskan lebih spesifikasi mengenai dampak radiasi terhadap organ
tubuh manusia. Setiap
organ tubuh yang dilalui oleh radiasi akan menimbulkan efek yang berbeda, sehingga perlu diidentifikasi pengaruh paparan radiasi terhadap seluruh tubuh. Tubuh manusia terdiri dari berbagai macam organ seperti mata, kulit, tiroid,
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
27
ginjal dan paru akan memiliki masing-masing efek sebagai berikut (Kusdiyantini, 2012): a. Organ Kulit Efek deterministik pada kulit bergantung pada besarnya dosis. Pada kulit saat dosis sekitar 3 – 8 Gy menyebabkan terjadinya kerontokan rambut (epilasi) dan pengelupasan kulit (deskuamasi kering) dalam waktu 3 – 6 minggu setelah paparan radiasi. Dosis yang lebih tinggi, sekitar 12 – 20 Gy, akan mengakibatkan terjadinya pengelupasan kulit disertai dengan pelepuhan dan bernanah (blister) serta peradangan akibat infeksi pada lapisan dalam kulit (dermis) sekitar 4 – 6 minggu kemudian. Kematian jaringan (nekrosis) timbul dalam waktu 10 minggu setelah paparan radiasi dengan dosis lebih besar dari 20 Gy, sebagai akibat dari kerusakan yang parah pada kulit dan pembuluh darah. Bila dosis yang diterima mencapai 50 Gy, nekrosis akan terjadi dalam waktu yang lebih singkat yaitu sekitar 3 minggu (Kusdiyantini, 2012). Efek stokastik pada kulit adalah kanker kulit. Keadaan ini, berdasarkan studi epidemiologi, banyak dijumpai pada para penambang uranium yang menderita kanker kulit di daerah muka akibat paparan radiasi dari debu uranium yang menempel pada muka (Kusdiyantini, 2012).
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
28
b. Mata Mata terkena paparan radiasi baik akibat dari radiasi lokal (akut atau protraksi) maupun paparan radiasi seluruh tubuh. Lensa mata adalah struktur mata yang paling sensitif terhadap radiasi. Kerusakan pada lensa diawali dengan terbentuknya titik-titik kekeruhan atau hilangnya sifat transparansi sel serabut lensa yang mulai dapat dideteksi setelah paparan radiasi sekitar 0,5 Gy. Kerusakan ini bersifat akumulatif dan dapat berkembang sampai terjadi kebutaan akibat katarak. Tidak seperti efek deterministik pada umumnya, katarak tidak akan terjadi beberapa saat setelah paparan, tetapi setelah masa laten berkisar dari 6 bulan sampai 35 tahun, dengan rata-rata sekitar 3 tahun (Kusdiyantini, 2012). c. Tiroid Tiroid atau kelenjar gondok berfungsi mengatur proses metabolisme tubuh melalui hormon tiroksin yang dihasilkannya. Kelenjar ini berisiko kerusakan baik akibat paparan radiasi eksterna maupun radiasi interna. Tiroid tidak terlalu peka terhadap radiasi. Meskipun demikian bila terjadi inhalasi radioaktif yodium maka akan segera terakumulasi dalam kelenjar tersebut dan mengakibatkan kerusakan. Paparan
radiasi
dapat
menyebabkan
tiroiditis
akut
dan
hipotiroidism. Dosis ambang untuk tiroiditis akut sekitar 200 Gy (Kusdiyantini, 2012).
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
29
d. Paru Paru dapat terkena paparan radiasi eksterna dan interna. Efek deterministik berupa pneumonitis biasanya mulai timbul setelah beberapa minggu atau bulan. Efek utama adalah pneumonitis interstisial yang dapat diikuti dengan terjadinya fibrosis sebagai akibat dari rusaknya sel sistim vaskularisasi kapiler dan jaringan ikat yang dapat berakhir dengan kematian. Kerusakan sel yang mengakibatkan terjadinya peradangan akut paru ini biasanya terjadi pada dosis 5 – 15 Gy. Perkembangan tingkat kerusakan sangat bergantung pada volume paru yang terkena radiasi dan laju dosis. Hal ini juga dapat terjadi setelah inhalasi partikel radioaktif dengan aktivitas tinggi dan waktu paruh pendek. Setelah inhalasi, distribusi dosis dapat terjadi dalam periode waktu yang lebih singkat atau lebih lama, antara lain bergantung pada ukuran partikel dan bentuk kimiawinya. Efek stokastik berupa kanker paru. Keadaan ini banyak dijumpai pada para penambang uranium. Selama melakukan aktivitasnya, para pekerja
menginhalasi gas Radon-222 sebagai hasil luruh dari uranium
(Kusdiyantini, 2012). e. Organ Reproduksi Efek deterministik pada organ reproduksi atau gonad adalah sterilitas atau kemandulan. Paparan
radiasi
pada
testis
akan
mengganggu
proses
pembentukan sel sperma yang akhirnya akan mempengaruhi jumlah sel
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
30
sperma yang akan dihasilkan. Proses pembentukan sel sperma diawali dengan pembelahan sel stem dalam testis. Sel stem akan membelah dan berdiferensiasi sambil bermigrasi sehingga sel yang terbentuk siap untuk dikeluarkan. Terdapat sejumlah sel sperma dengan tingkat kematangan yang berbeda, yang berarti mempunyai tingkat radiosensitivitas yang berbeda pula. Dosis radiasi 0,15 Gy merupakan dosis ambang sterilitas sementara karena sudah
mengakibatkan terjadinya
penurunan
jumlah
sel
sperma
selama
beberapa minggu. Dosis radiasi sampai 1 Gy menyebabkan kemandulan selama beberapa bulan dan dosis 1 – 3 Gy kondisi steril berlangsung selama 1 – 2 tahun, menurut ICRP , dosis ambang sterilitas permanen adalah 3,5 – 6 Gy (Kusdiyantini, 2012). Pengaruh radiasi pada sel telur sangat bergantung pada usia. Semakin tua usia, semakin sensitif terhadap radiasi. Selain sterilitas, radiasi dapat menyebabkan menopouse dini sebagai akibat dari gangguan hormonal sistem reproduksi. Dosis terendah yang diketahui dapat menyebabkan sterilitas sementara adalah 0,65 Gy. Dosis ambang sterilitas menurut ICRP adalah 2,5 – 6 Gy. Pada usia yang lebih muda (20-an), sterilitas permanen terjadi pada dosis yang lebih tinggi yaitu 12 – 15 Gy, tetapi pada usia 40-an dibutuhkan dosis 5 – 7 Gy (Kusdiyantini, 2012). Efek stokastik pada sel germinal lebih dikenal dengan efek pewarisan yang terjadi karena mutasi pada gen atau kromosom sel pembawa keturunan (sel sperma dan sel telur). Perubahan kode genetik yang terjadi akibat paparan radiasi
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
31
akan diwariskan pada keturunan individu terpajan. Penelitian pada hewan dan tumbuhan menunjukkan bahwa efek yang terjadi bervariasi dari ringan hingga kehilangan fungsi atau kelainan anatomik yang parah bahkan kematian premature (Kusdiyantini, 2012). f.
Sistem Pembentukan Darah Sumsum tulang sebagai tempat pembentukan sel darah adalah organ
sasaran paparan radiasi dengan dosis tinggi akan mengakibatkan kematian dalam waktu beberapa
minggu. Hal
ini
disebabkan karena terjadinya
penurunan secara tajam sel stem pada sumsum tulang. Dosis radiasi seluruh tubuh sekitar 0,5 Gy sudah dapat menyebabkan penekanan proses pembentukan sel darah sehingga jumlah sel darah akan menurun (Lusiyanti, 2007). Komponen sel darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan sel keping darah (trombosit). Sel leukosit dapat dibedakan atas sel limfosit dan netrofil. Radiosensitivitas dari berbagai jenis sel darah ini bervariasi, sel yang paling sensitif adalah sel limfosit dan sel yang paling resisten adalah sel eritrosit (Price, 1994). Jumlah sel limfosit menurun dalam waktu beberapa jam pasca paparan radiasi, sedangkan jumlah granulosit dan trombosit juga menurun tetapi dalam waktu yang lebih lama, beberapa hari atau minggu. Sementara penurunan jumlah eritrosit terjadi lebih lambat, beberapa minggu kemudian. Penurunan jumlah sel limfosit absolut dapat digunakan untuk memperkirakan
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
32
tingkat keparahan yang mungkin diderita seseorang akibat paparan radiasi akut. Pada dosis yang lebih tinggi, individu terpapar umumnya mengalami kematian sebagai akibat dari infeksi karena terjadinya penurunan jumlah sel luekosit (limfosit dan granulosit) atau dari pendarahan yang tidak dapat dihentikan karena menurunnya jumlah trombosit dalam darah (Lusiyanti, 2007). Efek stokastik pada sumsum tulang adalah leukemia dan kanker sel darah merah. Berdasarkan pengamatan pada para korban bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, leukemia merupakan efek stokastik tertunda pertama yang terjadi setelah paparan radiasi seluruh tubuh dengan masa laten sekitar 2 tahun dan puncaknya setalah setelah 6 – 7 tahun (Rachman, 2005). g. Sistem Pencernaan Bagian dari sistim ini yang paling sensitif terhadap radiasi adalah usus halus. Kerusakan pada saluran pencernaan makanan memberikan gejala mual, muntah, diare, gangguan sistem pencernaan dan penyerapan makanan. Dosis radiasi yang tinggi dapat mengakibatkan kematian karena dehidrasi akibat muntah dan diare yang parah. Efek stokastik yang timbul berupa kanker pada epitel saluran pencernaan (Gabriel, 1996). h. Janin Efek paparan radiasi pada janin dalam kandungan sangat bergantung pada kehamilan
pada
saat
terpapar
radiasi.
Dosis
ambang
yang
dapat
menimbulkan efek pada janin adalah 0,05 Gy. Perkembangan janin dalam
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
33
kandungan dapat dibagi atas 3 tahap. Tahap pertama yaitu preimplantasi dan implantasi yang dimulai dari proses pembuahan sampai menempelnya zigot pada dinding rahim yang terjadi sampai umur kehamilan 2 minggu. Pengaruh radiasi pada tahap ini menyebabkan kematian janin. Tahap kedua adalah organogenesis pada masa kehamilan 2 – 7 minggu. Efek yang mungkin timbul berupa malformasi tubuh dan kematian neonatal. Tahap ketiga adalah tahap fetus pada usia kehamilan 8 – 40 minggu dengan pengaruh radiasi berupa retardasi pertumbuhan dan retardasi mental. Janin juga berisiko terhadap efek stokastik dan yang paling besar adalah risiko terjadinya leukemia pada masa anak-anak (Kusdiyantini, 2012). Kemunduran mental diduga terjadi karena salah sambung sel syaraf di
otak yang menyebabkan penurunan nilai IQ. Dosis ambang diperkirakan
sekitar 0,1 Gy untuk usia kehamilan 8 - 15 minggu dan sekitar 0,4 - 0,6 Gy untuk usia kehamilan 16 - 25 minggu. Pekerja wanita yang hamil tetap dapat bekerja
selama
dosis radiasi
yang
mungkin
diterimanya
harus
selalu
dikontrol secara ketat. Komisi merekomendasikan pembatasan dosis radiasi yang
diterima
permukaan
perut wanita hamil tidak lebih dari 1 mSv
(Kusdiyantini, 2012). Efek stokastik berupa kanker tiroid. Hal ini banyak terjadi sebagai akibat paparanradiasi tindakan radioterapi (sampai 5 Gy) pada kelenjar timus bayi yang menderita pembesaran kelenjar timus akibat infeksi. Paparan radiasi pada kelenjar timus yang berada tepat di bawah kelenjar tiroid ini menyebabkan
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
34
kelenjar tiroid juga terirradiasi walaupun dengan dosis yang lebih rendah. Hal ini mengakibatkan individu tersebut menderita kanker tiroid setelah dewasa (Batan, 2012). 2.7 Sinar-X Sinar-X adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan gelombang radio, panas, cahaya dan sinar ultraviolet, tetapi dengan panjang gelombang yang sangat pendek yaitu hanya 10-8 – 10-12 m. Sifat sinar X antar lain (Batan, 2011): a.
Tidak dapat dilihat.
b.
Tidak dapat dibelokkan oleh medan magnet.
c.
Tidak dapat difokuskan oleh lensa apapun.
d.
Dapat diserap oleh timah hitam.
e.
Dapat dibelokkan setelah menembus logam atau benda padat sehingga menimbulkan radiasi sekunder (hambur) pada benda yang dilaluinya.
f.
Daya Tembus Sinar X dapat menembus bahan dengan daya tembus yang sangat besar dan digunakan dalam radiografi. Makin tinggi tegangan tabung yang digunakan maka semakin besar daya tembusnya. Makin rendah berat atom atau kepadatan suatu benda, makin besar daya tembus sinarnya.
g.
Efek Fotografik Sinar X dapat menghitamkan emulsi film (emulsi perak bromide) setelah diproses secara kimiawi di kamar gelap.
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
h.
35
Fluorosensi Sinar X menyebabkan bahan tertentu seperti kalsium-tungstat atau zinksulfid memendarkan cahaya.
i.
Ionisasi Efek primer sinar-X apabila mengenai suatu bahan atau zat akan menimbulkan ionisasi partikel bahan atau zat tersebut.
j.
Dapat menimbulkan efek biologik sebagai akibat paparan radiasi.
2.7.1 Manfaat Sinar-X dalam Bidang Kesehatan Sinar-X memiliki peran yang penting dalam dunia kesehatan.Manfaat utama sinar-X adalah untuk memberikan gambaran visual organ dalam tubuh manusia. Sinar-X pemanfaatannya di dunia medis dibedakan menjadi beberapa jenis pesawat sinar-X yang digunakan adalah (Batan, 2011) : a. Pesawat Sinar X Konvensional Pesawat sinar X harus memiliki sistem diafragma pengatur berkas radiasi, sehingga apabila diafragma tertutup rapat maka laju kebocoran radiasinya tidak melebihi batas yang diijinkan. Nilai filter permanen harus dinyatakan secara tertulis pada wadah tabung sinar X. Ukuran titik fokus (focal spot), tempat terjadinya sinar X, biasanya antara 0,22 mm s/d 2 mm. b. Flouroskopi Flouroskopi adalah aplikasi khusus dalam radiologi diagnostik maupun intervensional untuk menghasilkan pencitraan sinar X dimana layar
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
36
fluorescent dan intensifier gambar dihubungkan ke sistem televisi sirkuit tertutup. Fluoroskopi menghasilkan pencitraan real time dari struktur dalam gerakan. Keselamatan radiasi pada pesawat fluoroskopi untuk pekerja radiasi, pesawat harus dilapisi kaca Pb dengan ketebalan setara dengan (Batan, 2011): 1)
1,5 mm Pb untuk tegangan s/d 70 kV
2)
2,0 mm Pb untuk tegangan 70-100 kV
3)
Tambahan 0,1 mm Pb / kV untuk tegangan di atas 100 kV
c. Mamografi Sistem pesawat sinar X yang didesain hanya untuk mamografi, transmisi dari radiasi primer melalui alat penyangga penerima bayangan harus dibatasi sedemikian rupa sehingga penyinaran pada jarak 5 cm dari permukaan yang dapat dicapai setelah melalui alat penyangga penerima bayangan tidak lebih besar dari 0,1 Gy untuk tiap kali tabung diaktifkan. Pengukuran penyinaran dilaksanakan dengan mengoperasikan sistim pada jarak sumber bayangan (SID) minimum sesuai desain. Kepatuhan terhadap peraturan ditentukan dengan memasang beda tegangan pada tabung dan perkalian antara arus tabung dan waktu pada nilai maksimum dan merupakan hasil pengukuran rata-rata pada daerah seluas 100 cm persegi dengan dimensi linier yang tidak lebih besar dari 20 cm. Pesawat untuk mamografi yang beroperasi pada tegangan di bawah 50 kV harus memiliki filter permanen minimal 0,5 mm Al (Batan, 2011).
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
37
d. Pesawat Sinar-X untuk Gigi Pesawat sinar-X untuk pemeriksaan mulut, gigi dan rahang, berlaku semua ketentuan yang berhubungan dengan pesawat sinar X diagnostik, meskipun tegangan tabung lebih rendah. Jarak fokus kulit yang lebih pendek, dosis yang diterima pada kulit akan lebih tinggi. Apron pelindung harus tersedia untuk menutupi pasien dari bagian leher ke bawah selama penyinaran berlangung. Peralatan ini harus mempunyai kerucut pengaman yang baik. e. Pesawat Sinar-X Intervensional Peralatan sinar-X yang biasa digunakan dalam intervensional adalah peralatan fluoroskopi dan CT-Scan. Hasil foto sinar X digunakan untuk pedoman dalam penempatan kateter, stents dan lain sebagainya. Pembuluh darah dan organ tubuh untuk tujuan perbaikan atau pengobatan pada kondisi tertentu. Cara untuk melihat pembuluh darah digunakan media yang kontras, teknik yang digunakan adalah digital subtraction angiography (DSA). Fluoroskopi pada interventional radiology biasanya membutuhkan waktu lebih lama dengan daerah paparan radiasi yang lebih luas. Dosis radiasi yang diterima pasien cukup tinggi maka peralatan fluoroskopi yang digunakan perlu ditambahkan alat yang dapat mengukur dosis yang diterima pasien secara terus menerus, alat tersebut harus menunjukkan waktu selama fluoroskopi dilakukan dan dilengkapi dengan alarm peringatan untuk dokter pada interval waktu tertentu, lebih baik jika lama penyinaran tidak lebih dari 5 menit (Batan, 2011).
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
38
f. CT-Scan (Computed Tomography) CT-Scan (computed tomography) pertama digunakan untuk diagnosa kedokteran pada awal tahun 1970-an. Teknik diagnosa ini dilakukan dengan melewatkan seberkas sinar X terkolimasi (lebar 2 mm) pada tubuh pasien dan berkas radiasi yang diteruskan ditangkap oleh suatu sistem detektor. Sumber sinar X berikut detektor bergerak di suatu bidang mengitari tubuh pasien. Berdasarkan perbedaan respon detektor pada berbagai posisi penyinaran kemudian dibuat suatu rekonstruksi ulang untuk mendapatkan gambar bidang tomografi dari objek (pasien) yang disinari (Batan, 2011). Pemeriksaan yang dilakukan pada seorang bisa menerima dosis radiasi sampai dengan 10 mSv (1 rem) pada bagian tubuh yang sangat sempit. Karena dapat memberikan dosis cukup tinggi, maka pesawat CT-scan harus ditempatkan pada ruang khusus yang berpenahan radiasi cukup. Selama pengambilan data, operator atau radiografer tidak diperbolehkan berada di dalam ruang pemeriksaan. Ruangan perlu diberikan tanda ketika pemeriksaan sedang berlangsung. Desain dinding penahan radiasi adalah seperti halnya pada pesawat sinar-X konvensional. Radioterapi merupakan salah satu cara pengobatan penyakit dengan menggunakan radiasi. Berdasarkan metode, radioterapi dapat digolongkan menjadi (Batan, 2011):
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
39
1) Brachyterapi Brachyterapi merupakan radioterapi dimana sumber radiasi secara langsung dikontakkan dengan tumor, baik secara internal maupun eksternal. 2) Teleterapi Teleterapi merupakan terapi menggunakan radiasi dimana sumber radiasi tidak dikontakkan dengan obyek terapi secara langsung atau berjauhan dengan obyek terapi. 2.7.2
Alat Ukur Radiasi Alat pendeteksi radiasi disebut detektor. Alat ini berfungsi untuk mengetahui
besaran dari radiasi diatas, detektor dirangkaikan dengan peralatan elektronik sehingga keseluruhan peralatan dapat juga disebut alat ukur. Satuan yang diukur adalah laju dosis, dosis total, radioaktivitas. Berdasarkan fungsinya alat ukur radiasi dibedakan menjadi dua yaitu (Batan, 2011) : a. Monitor Perorangan Pemonitor perorangan adalah suatu alat yang digunakan untuk mendeteksi radiasi yang diterima oleh tubuh manusia. Alat yang digunakan disini dapat berupa alat ukur pasif dan juga alat ukur aktif. Pada prinsipnya jumlah radiasi yang diterima oleh alat tersebut identik dengan jumlah radiasi yang diterima oleh tubuh manusia. Contoh monitoring perorangan yaitu :
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
40
1) Dosimeter Saku Suatu alat yang dipergunakan untuk mengukur dosis radiasi yang berdasarkan atas prinsip respon dari instrument sebanding dengan energi radiasi yang diserap oleh instrumen tersebut. Biasanya menggunakan satuan mRem atau mSv. 2) Film Badge Suatu alat yang lazim dipergunakan sebagai personal monitoring yang terdiri dari sebuah paket yang berisi dua lempeng film dental (untuk sinar X atau gamma) atau tiga buah lempeng film dental (untuk sinar X, gamma dan neutron) yang dibungkus dalam suatu kertas kedap sinar dan dikenakan dalam suatu wadah plastik atau logam yang sesuai. Kedua film yang digunakan masing-masing terdiri dari emulsi yang sensitif dan yang satu lagi emulsi yang kurang sensitif. Pada umumnya minimum perhitungan hanya dapat dicapai pada dosis 0,1 mSv hal ini diakibatkan pada kemampuan alat baca alat hitung yang dipergunakan pada laboratorium proses film badge. 3) Efek Fotografis pada Film Pengaruh radiasi pengion pada film fotografis adalah sama dengan pengaruh cahaya tampak pada film fotografi. Film fotografi terdiri dari reaksi kristal AgBr. Penyerapan energi pada butir AgBr menghasilkan gumpalan kecil logam perak yang dikatakan sebagai bayangan laten.
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
41
Setelah melalui suatu pencucian maka akan tampak adanya perubahan kehitam-hitaman pada film yang kemudian dinyatakan sebagai perbedaan kerapatan. Setelah dilakukan pembacaan kerapatan dengan alat pembacanya, maka hasil pembacaan tersebut diplot pada grafik standar sehingga bisa ditentukan besarnya dosis yang diterima film. Pada umumnya, sebelum sejumlah film dikirim kepada pemakai satu atau dua film diambil dipergunakan untuk membuat grafik dengan cara menyinari film tersebut dan membaca kerapatan kemudian tergambarlah suatu grafik standar. 4) TLD Badge (Thermoluminen Scence Dosimeter) Pengukuran keluaran cahaya bersamaan dengan meningkatnya suhu. Suhu dimana keluaran cahaya maksimum terjadi merupakan suatu ukuran energi pengikat elektron pada lubang di dalam tangkapan tersebut. Jumlah cahaya yang diukur sebanding dengan jumlah elektron yang ditangkap atau dengan kata lain sebanding dengan energi yang diserap dari radiasi pengion. Jadi intensitas cahaya yang dipancarkan pada saat pemanasan kristal pendar panas secara langsung sebanding dengan dosisi radiasi yang diserap oleh kristal tersebut (Batan, 2011).
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
42
b. Pemantauan Lingkungan Prinsip dasar kerja alat ukur lingkungan ini adalah adanya proses ionisasi dan eksistansi di detektor dan hasil proses tersebut dirubah menjadi pulsa listrik yang diteruskan ke alat baca. Reaksi yang terjadi apabila seberkas sinar berinteraksi dengan medium didalam detektor. Berkas radiasi bila melalui suatu medium ia akan kehilangan sebagian atau seluruhnya energinya melalui proses ionisasi dan eksistansi. Penyerapan energi tersebut di atas mempunyai hubungan linier dengan banyaknya partikel yang datang dan prinsip inilah yang digunakan dalam sebuah instrumentasi nuklir. Instrumentasi didalam fisika kesehatan harus dapat melayani berbagai macam kegunaan, misalnya mengukur partikel, mengukur dosis akumulasi, mengukur laju dosis, energi rendah, energi tinggi, pengukuran tanpa adanya pengaruh energi. Prinsip kerja dari alat ukur adalah radiasi berinteraksi dengan detektor dan respon yang ditimbulkan sebanding dengan efek radiasi yang datang (Batan, 2011). 2.8
Perlindungan Radiasi Berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 33 tahun 2007
tentang keselamatan radiasi pengion dan keamanan sumber radioaktif, proteksi radiasi didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh radiasi yang merusak akibat paparan radiasi. Peraturan pemerintah ini mengatur tentang keselamatan radiasi terhadap pekerja, masyarakat, dan lingkungan hidup, keamanan sumber radioaktif, dan inspeksi dalam pemanfaatan radiasi (Batan, 2011).
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
43
Salah satu usaha yang dilakukan oleh International Committee on Radiologic Protection (ICRP) untuk menghindarkan bahaya radiasi maka ditentukan suatu dosis maksimum yang dapat diperkenankan sebagai pedoman dalam proteksi radiasi yaitu Maximum Permissible dose (MPD). Nilai Maximum Permissible Dose telah beberapa kali mengalami perubahan. Oleh karena perlindungan radiasi tidak saja ditinjau dari sudut somatik akan tetapi dari sudut genetik pula. Penilaian terakhir mengenai dosis maksimum yang diperkenankan dilakukan pada tahun 1965 dan hasilnya dimuat dalam ICRP Publication tahun 1996 (Batan, 2011). Dosis maksimum yang diperkenankan bagi pekerja radiasi berbeda dengan masyarakat umum. Bagi masyarakat umum tidak lagi memakai MPD akan tetapi diganti dengan batas dosis. Maksud dari pemakaian dosis limit ini untuk memperoleh standarisasi dalam pelaksanaan proteksi pada pemakaian sumber radiasi, sehingga masyarakat tidak mungkin mendapatkan radiasi yang membahayakan (Rachman, 2005). Nilai batas yang diizinkan untuk perorangan adalah dosis yang terakumulasi selama jangka waktu panjang atau hasil dari penyinaran tunggal, yang menurut pengetahuan dewasa ini mengandung kemungkinan kerusakan somatik atau genetik yang dapat diabaikan. Selain itu, besar dosis adalah setiap efek yang sering terjadi terbatas pada akibat yang ringan sehingga tidak akan dianggap tidak dapat diterima oleh seseorang yang tersinari dan oleh instansi yang berwenang dalam bidang medis (Rachman, 2005).
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
44
National Council on Radiation Protection (NCRP) menentukan MPD untuk ocupationaly exposed workers yang bekerja dalam radiasi di dalam daerah yang terkena radiasi. MPD ini adalah batas prospektif, ocupationaly exposed workers dapat menerima sampai di atas batas dosis radiasi di bawah kondisi normal. MPD untuk ocupationaly exposed workers yang bekerja dalam radiasi adalah seluruh badan, gonad, lensa mata, tulang belakang : 5 rem/tahun, Kulit : 15 rem/tahun, telapak tangan : 75 rem/tahun sedangkan untuk organ lain : 15 rem/tahun. MPD untuk seseorang dibawah umur 18 adalah 0,1 rem/tahun dan untuk wanita subur 0,5 rem selama periode gestation. Petunjuk umum mengijnkan untuk maksimum akumulasi lama dari dosis seluruh badan selama setahun setelah usia 18 berdasar 5 rem/tahun. Jadi maksimum dosis kumulatif dihitung dan individu dari usia N (dalam tahun) dihitung sebagai berikut :
MPD = 5 (N - 18) rem Keterangan: MPD
: (Maximum Possible Dosage) Maksimum dosis yang diijinkan
N
: Usia dalam tahun
Rem
: Satuan dosis memperhitungkan pengaruh radiasi (radiation equivalent for man )
Rumus di atas dapat digunakan sebagai rekomendasi bagi rumah sakit untuk memperkirakan besar dosis maksimum yang dierima oleh radiografer berdasarkan umur.
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
45
Jadi dapat disimpulkan bahwa dosis radiasi berpengaruh terhadap tubuh manusia dan limfosit merupakan sel yang paling sensitif diantara bio indikator lainnya. Pengendalian tingkatan pemaparan radiasi ada 3 yaitu (Batan, 2011) : a. Jarak, cara ini efektif karena radiasi dipengaruhi oleh hukum kuadrat terbalik. b. Waktu, pemaparan dapat diatur dengan waktu melalui berbagai jalan yaitu membatasi waktu generator dihidupkan, pembatasan waktu berkas diarahkan ke ruang tertentu, pembatasan waktu ruang pakai. c. Bila kedua cara diatas tidak mencukupi, maka dapat menggunakan perisai. Perisai ini ada 2 macam yaitu : Perisai Primer, member proteksi terhadap radiasi primer (berkas radiasi sekunder ganda). Tempat tabung sinar X dan kaca timbal pada tabir fluoroskopi merupakan perisai primer. Perisai Sekunder, memberi proteksi terhadap (sinar bocor dan hambur). Tabir serat timbal pada tabir fluoroscopi, pakaian proteksi, kursi fluoroskopi dan perisai yang dapat dipindahkan merupakan perisai sekunder. Proteksi terhadap pasien (Batan, 2011): a. Pemeriksaan sinar X hanya atas permintaan seorang dokter b. Pemakaian Filtrasi Maksimum pada sinar primer c. Pemakaian voltage yang lebih tinggi (bila mungkin) sehingga daya tembusnya lebih dalam.
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
46
d. Jarak fokus pasien jangan terlalu pendek, sehubungan dengan ini berlaku hukum kuadrat terbalik yaitu intensitas sinar X berbanding terbalik dengan jarak pangkat 2. Jarak fokus kulit pada sinar tembus tidak boleh kurang dari 45 cm, radiografi tidak boleh kurang 90 cm. e. Daerah
yang
disinar
harus
sekecil
mungkin,
misalnya
dengan
menggunakan konus (untuk radiografi) atau diafragma (untuk sinar tembus). f. Waktu penyinaran sesingkat mungkin. Contohnya pada pemeriksaan sinar tembus pada salah satu bagian tubuh tidak boleh lebih dari 5 menit. g. Alat kelamin dilindungi sebisanya h. Pasien hamil terutama trimester awal tidak boleh diperiksa radiologi Proteksi terhadap dokter pemeriksaan dan petugas radiologi lainnya (Batan, 2011): a. Hindari penyinaran bagian tubuh yang terlindungi b. Pemakaian sarung tangan, apron yang berlapis Pb dengan tebal maksimum 0,5 mm Pb c. Hindari melakukan sinar tembus, usahakan melakukan radiografi d. Hindari pemeriksaan sinar tembus tulang kepala e. Akomodasi mata sebelum melakukan pemeriksaan sinar tembus paling sedikit 20 menit f. Pemeriksaan pesawat sebelum dipakai, misalnya perlindungan terhadap bahaya elektris, voltage yang aman dan lamanya, adanya kebocoran pada tabung pesawat
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
47
g. Gunakan alat pengukur radiasi h. Pemeriksaan rutin terhadap kemungkinan bocor atau rusaknya perengkapan pelindung berlapis Pb. 2.8.1
Alat Pelindung Radiasi Peralatan proteksi radiasi berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas
Tenaga Nuklir No. 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Pesawat sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional meliputi : a.
Apron Apron yang setara dengan 0,2 mm Pb, atau 0,25 mm Pb untuk penggunaan pesawat sinar X radiologi diagnostik, dan 0,35 mm Pb, atau 0,5 mm Pb untuk pesawat sinar X radiologi intervensional.Tebal kesetaraan timah hitam harus diberi tanda secara permanen dan jelas pada apron tersebut.
b.
Pelindung Gonad Pelindung Gonad yang setara dengan 0,2 mmPb, atau 0,25 mm Pb untuk penggunaan pesawat sinar X radiologi diagnostic, dan 0,35 mm Pb, atau 0,5 mm Pb untuk pesawat sinar X radiologi intervensional.Tebal kesetaraan Pb harus diberi tanda secara permanen dan jelas pada apron tersebut.Proteksi ini harus dengan ukuran dan bentuk yang sesuai untuk mencegah gonad secara keseluruhan dari paparan berkas utama.
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
c.
48
Pelindung Tiroid Tiroid yang terbuat dari bahan yang setara dengan 1 mm Pb.
d.
Sarung Tangan Sarung Tangan proteksi yng digunakan untuk fluoroskopi harus memberikan kesetaran atenuasi paling kurang 0,25 mm Pb pada 150 kVp. Proteksi ini harus dapat melindungi secara keseluruhan, mencakup jari dan pergelangan tangan.
e.
Kaca Mata Kaca Mata yang terbuat dari bahan yang setara dengan 1 mm Pb.
f.
Tabir Tabir yang digunakan oleh radiografer harus dilapisi dengan bahan yang setara dengan 1 mm Pb. Ukuran tabir adalah sebagai berikut: tinggi 2 m, dan lebar 1 m, yang dilengkapi dengan kaca intip Pb yang setara dengan 1 mm Pb. Peralatan pemantau dosis perorangan (Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir No, 8 Tahun 2011): 1)
Film Badge Film Badge yang disediakan oleh balai pengamanan fasilitas kesehatan (BPFK) – Departemen Kesehatan atau Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR) – Badan tenaga Nuklir Nasional.
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2)
49
Termoluminisensi Dosimeter (TLD) TLD yang disediakan oleh Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Departemen Kesehatan atau Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR) – Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN).
3)
Peralatan Dosimeter perorangan pembacaan langsung secara analog atau digital. Alat yang digunakan untuk mencatat dosis personil yaitu film
badge dan dosimeter saku. Fungsi film badge berfungsi untuk mencatat dosis radiasi pengion yang diterima oleh personil yang terkena berbagai jenis radiasi. Oleh sebab itu, film badge yang dipakai harus cukup mampu untuk mencatat dosis radiasi yang berasal dari sumber radiasi yang berlainan kualitasnya (Rachman, 2005). Dosimeter saku adalah pengukuran dosis yang mempunyai respon terhadap radiasi sebanding dengan jumlah pasangan ion yang dihasilkan selama perjalanan melalui elemen pendeteksian. Pada dasarnya dosimeter saku lebih teliti daripada film badge. Selama ini yang sering digunakan secara umum adalah proteksi radiasi secara fisik, dosimeter biologi jarang digunakan padahal dosimeter biologi juga tidak kalah penting dan banyak memberikan manfaat pada beberapa kasus kecelakaan radiasi.
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.8.2
50
Dosimeter Biologi Prinsip dosimeter biologi adalah memperkirakan dosis radiasi dengan
mengukur perubahan yang terjadi akibat radiasi pada tubuh manusia.Dosimeter ini memiliki sejumlah aplikasi. Salah satu yang paling menonjol adalah dalam kasus kecelakaan radiasi yang tidak disertai atau didukung oleh uji biologi, sebagai contoh terjadinya pajanan sebagian tubuh dengan dosimeter fisik diluar area radiasi. Cek silang dosis yang diukur secara fisik memang diperlukan pada kondisi tertentu. Akan tetapi, jika dosis ditentukan secara biologik, variabilitas biologik akan mempengaruhinya, karena diyakini untuk individu yang radiosensitif akan memiliki efek yang lebih besar pada materi biologiknya dari pada ukuran rata rata. Metode fisik sama sekali tidak sesuai untuk maksud ini (Lusiyanti, 2007). Dosis serap merupakan besaran fisik paling penting untuk mengevaluasi potensi respon biologi sebagai akibat pajanan terhadap radiasi pengion. Dosimetri fisik pada umumnya dilakukan dengan menggunakan peralatan yang sensitif terhadap efek fisik dari radiasi pengion. Banyak kasus yang melibatkan pajanan akibat kecelakaan secara nyata atau terduga, seseorang tersebut tidak menggunakan dosimeter, dan karena itu dosimetri fisik tidak dapat mewakili. Situasi demikian maka studi efek biologik ini yang diinduksi oleh radiasi pengion telah diusulkan baik sebagai pelengkap maupun metode alternatif unutuk penentuan dosis (Barbosa, 2005).
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
51
Dosimeter biologi yang dapat di gunakan meliputi (Alatas, 2003): a.
Indikator Biologi pada Tahap Molekular 1)
Resonansi spin elektron Radiasi menginduksi pembentukan radikal bebas yaitu suatu molekul tidak bermuatan dan mempunyai elektron yang tidak berpasangan pada orbit terluarnya. Kondisi ini menyebabkan radikal bebas menjadi sangat reaktif dan tidak stabil, secara normal setiap molekul/atom mempunyai elektron berpasangan yang setiap beradaptasi dengan arah yang berlawanan pada orbit terluarnya sehingga terjadi kondisi stabil. Jumlah radikal bebas yang terbentuk dapat dideteksi dengan electron spin resonance (ESR)(Alatas, 2003).
2)
Indikator Biokimia Perubahan komposisi cairan tubuh seperti saliva, serum darah dan urin dapat digunakan untuk memperkirakan dosis radiasi, akibat adanya pelepasan enzim atau degradasi protein dan asam nukleat, pasca pajanan akan terjadi perubahan konsentrasi sejumlah komponen terutama amilase dan glikoprotein dalam serum, keratin, deoksisitidin dan lainnya dalam urin. Masalah umum pada semua metode biokimia, selain masalah yang spesifik berhubungan dengan metodenya,
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
52
adalah variabilitas yang tinggi dalam hal konsentrasi molekul yang diuji.Selain itu, nutrisi, penyakit, medikasi, stres dan lainnya juga sangat mempengaruhi komposisi biokimia carian tubuh. Oleh karena itu tidak ada indikator biokimia yang diketahui cukup memuaskan untuk dapat digunakan sebagai dosimeter
biologik.
Perubahan
konsentrasi
biokimia
umumnya terjadi segera pasca pajanan dan kembali normal dalam waktu beberapa hari, sehingga tidak ada perubahan tetap yang bisa diharapkan. Amilase serum mengalami peningkatan sampai 10 kali pada pasien radioterapi bila kalenjar parotid termasuk dalam lapangan radiasi. Dosis fraksinasi dalam radioterapi sekitar 1-2 Gy/hari menyebabkan kerusakan kalenjar parotid dan penurunan konsentrasi amilase. Diamine oksidase (DAO) adalah enzim serum yang juga berpotensi sebagai dosimeter biologi. DAO diproduksi oleh vili usus halus selama pembelahan sel dan differensiasi. Konsentrasi DAO telah digunakan untuk memantau pengaruh kemoterapi pada sistem pencernaan tetapi respon pasca radiasi pada manusia masih belum konklusif. Pasca irradiasi, kandungan keratin, histamin, taurin, amilase dan prostagladin urin (Alatas, 2003).
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
b.
53
Indikator Biologik pada Tingkat Sitogenik Penukuran tingkat paparan radiasi sinar-X dapat dilihat dari sel tubuh manusia seperti jaringan sel leukosit. Sel leukosit memiliki beberapa sel yang kemudian limfosit dapat dijadikan sebagai indikotor pajanan radiasi sinar-X. Adapun beberapa indikator biologi yang dapat digunakan (Alatas, 2003): 1)
Aberasi Kromosom Radiasi dapat menyebabkan perubahan, baik pada jumlah maupun pada struktur kromosom, yang dikenal dengan istilah aberasi kromosom. Kerusakan struktur berupa patahnya lengan kromosom terjadi secara acak dengan peluang yang makin besar sesuai dengan meningkatnya dosis radiasi (Alatas, 2003). Menghitung sel disentrik masih merupakan metode yang paling dapat diandalkan dalam dosimetri biologi. Sebagian besar sel limfosit darah tidak membelah tetapi mereka berada dalam fase G0 dari siklus sel. Pajanan radiasi akan menginduksi aberasi tipe kromosom dan bukan tipe kromatid, karena kerusakan kromosom terjadi sebelum replikasi DNA. Setelah sampling darah, proliferasi limfosit yang istirahat distimulasi dengan penambahan phyto hemagglutinin ke dalam medium kultur.
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
54
Disentrik memberikan informasi sangat berguna untuk dosis radiasi. Banyak studi menunjukkan bahwa setiap laboratorium yang terlibat dalam dosimetri biologi yang menggunakan disentrik harus menetapkan sendiri kurva dosis respon untuk berbagai macam kualitas radiasi dan berbagai pajanan yang berbeda (Alatas, 2003). Kelebihan
dari
disentrik
ini
adalah
merupakan
dosimeter yang paling banyak dikembangkan. Dengan sensitivitas yang tinggi (0,05-0,1 Gy untuk akut, radiasi LET rendah) dan diketahui ketergantungannya pada dosis hingga 4 Gy. Kekurangan dari analisis disentrik adalah bahwa diperlukan keahlian tinggi yang diperlukan untuk analisis aberasi kromosom. Memperkirakan dosis radiasi dengan metode ini cenderung memerlukan waktu lama karena memerlukan waktu dua hari waktu kultur limfosit dan antara 1 dan beberapa hari untuk mencegah metaphase (Alatas, 2003). 2)
Mikronuklei Mikroneklui
adalah
partikel
dalam
sitoplasma
yang
mengandung bahan yang sama dengan inti utama selama mitosis karena kehilangan sentromer, atau lebih dari satu sentromer, ataupun kekurangan kinetochore (centromer) atau fiber gulungan yang terluka. Setelah pajanan radiasi,
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
55
mikronuklei dapat terlihat dalam semua jenis sel. Di masa lalu, kendala besar dalam menentukan mikronuklei dalam sel limfosit adalah tidak dapat membedakan antara sel limfosit yang membelah lebih dari sekali. Hal ini ditemukan terutama pada fraksi limfosit yang tidak terstimulasi
yang
menyebabkan
ketidak
pastian
dalam
memperkirakan dosis, karena tidak akan mikronuklei yang diharapkan terbentuk dalam limfosit tersebut. Masalah serius ini kemudian dapat diatasi dengan memberikan cytochalasin-B ke dalam medium kultur (Lusiyanti, 2007). c.
Indikator Biologik pada Sistem Lain Sejumlah sistem lain yang diharapkan dapat dipergunakan untuk
memperkirakan pajanan radiasi yang diterima seseorang sepertu elektro ensefalografi, mutasi
pada lokus
glycophorin
A
yang menyebabkan
terbentuknya eritrosit abnormal, mobilitas elektrophorik sel, ikatan lektin pada membran sel, sel progenitor hematopoetik dan indikator imunologik (Lusiyanti, 2007). Perubahan fisik dapat pula digunakan sebagai indikator yaitu timbulnya gejala pada tahap prodromal pasca pajanan radiasi akut (>1 Gy) yang terjadi dalam waktu menit – hari. Gejala tersebut adalah nausea, muntah, anoreksia, dan diare.vTingkat keparahan, lamanya dan waktu timbulnya bergantung pada dosis dan jenis radiasi yang diterima (Lusiyanti, 2007).
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
56
Radiasi gamma diperkirakan dosis rata-rata sekitr 0,97 Gy untuk anoreksia, 1,4 Gy untuk nausea, 1,5 Gy untuk fatigue, 1,8 Gy untuk muntah dan 2,3 Gy unutk menimbulkan diarrhea. Selain itu eritema dan epilasi merupakan indikator fisik lainnya yang secara nyata berhubungan dengan radiasi. Dosis ambang terjadinya eritema sekitar 2-3 Gy bergantung pada lokasi kulit yang terpajan.Eritema akibat pajanan radiasi terjadi dalam 2 tahap, awal dan akhir sebagai eritema sesungguhnya (Lusiyanti, 2007). Eritema awal terjadi dalam waktu sampai 24 jam dan kemudian hilang dalam waktu 2-3 minggu kemudian timbul kembali eritema sesungguhnya yang berlangsung beberapa minggu. Tingkat keparahan dan waktu timbulnya sangat bergantung pada dosis dan jenis radiasi serta kondisi kulit, sedangkan epilasi terjadi sekitar 2 minggu pasca pajanan radiasi dengan dosis lebih besar dari 2-3 Gy. Epilasi dapat bersifat permanen bila dosis yang diterima sampai 7 Gy (Lusiyanti, 2007). Semua metode yang diuraikan di atas berdasarkan pada pengalaman yang relatif terbatas pada manusia dengan pengecualian pada analisis kromosom disentrik pada sel limfosit manusia. Sampai saat ini dosis dan pajanan radiasi eksternal, akut, seluruh tubuh ataupun lokal dapat diperkirakan secara relatif tepat dengan menggunakan indikator biologi. Sedangkan bila pajanan terjadi secara internal, akut, pada pajanan fraksinasi dan pajanan local pada posisi yang spesifik atau erlokalisir, maka penggunaan indikator biologi menjadi agak sulit dan terbatas. Masalah ini dapat diselesaikan dengan menggunakan atau
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
57
mengkombinasikan beberapa indikator biologi yang sesuai untuk saling melengkapi.Teknik sitogenetik masih merupakan sistem dosimetri biologi yang paling penting (Lusiyanti, 2007). 2.9
Darah Darah adalah suspense dari partikel dalam larutan koloid cair yang mengandung
elektrolit. Peranannya sebagai medium pertukaran antara sel yang terfiksasi dalam tubuh dan lingkungan luar serta memiliki sifat protektif terhadap organisme sebagai suatu keseluruhan dan khususnya terhadap darah (Price, 1994). Unsur seluler darah meliputi sel darah merah, sel darah putih dan trombosit yang tersuspensi di dalam plasma. Volume darah total yang beredar pada keadaan normal sekitar 8% dari berat badan (500 mL pada pria 70kg). Sekitar 55% dari volume tersebut adalah plasma (Ganong, 2002). Darah merupakan cairan yang kental dan berwarna merah. Berikut sifat fisikokimia darah (Sadikin, 2001) : a.
Kental Kekentalan disebabkan oleh banyaknya senyawa dengan berbagai macam
berat molekul, dari yang kecil sampai yang besar seperti protein yang larut di dalam darah. b.
Berwarna Merah Warna merah memberikan sifat yang khas bagi darah.Warna merah
disebabkan oleh adanya senyawa yang berwarna merah dalam sel darah merah (SDM) yang tersuspensi dalam darah.
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
c.
58
Massa jenis dan Viskositas lebih besar dari air Senyawa dengan berbagai macam ukuran molekul yang terlarut ditambah
dengan suspense sel, baik SDM maupun sel darah yang lain menyebabkan darah menjadi cairan dengan jenis dan viskositas yang lebih besar dari air. Viskositas darah sekitar 4,5 kali viskositas air. Viskositas darah tergantung pada suhu cairan dan konsentrasi bahan yang terkandung di dalamnya. d.
Massa jenis rendah 1,054 – 1, 060 Cairan darah yang sudah terpisah dari sel darah yaitu serum atau plasma
mempunyai massa jenis antara 1,024 – 1,028. e.
pH darah pH darah sedikit lebih tinggi dari pH air yaitu tepatnya 7,4 dan tidak mudah
berubah. Hal ini disebabkan, pertama karena adanya berbagai senyawa terlarut yang sebagian diantaranya bersifat dapar atau buffer dengan pH yang sedikit lebih besar dari 7. Kedua karena didalam darah terkandung aneka macam senyawa dan metabolit yang dalam keadaan sehat secara keseluruhan menghasilkan pH sebesar 7 lebih sedikit. Hasil kerja sama kedua senyawa tersebut menghasilkan pH darah sebesar 7,35 dan tidak mudah diubah oleh perubahan komposisi senyawa yang ada ataupun adanya tambahan senyawa lain yang biasanya tidak ada (Sadikin, 2001).
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
59
2.10. Limfosit Limfosit berperan penting dalam respons imun sebagai limfosit T dan limfosit B. Jumlah limfosit dalam keadaan normal 25-40 % atau 1,7-355x 103/µL. Limfosit yang bersikulasi terutama berasal dari timus dan organ limfoid perifer, limpa, limfonodus, tonsil dan sebagainya. Semua sel pregenitor limfosit berasal dari sumsum tulang, beberapa diantara limfositnya yang secara relatif tidak mengalami diferensiasi ini bermigrasi ke timus, lalu memperbanyak diri, disini sel limfosit ini memperoleh sifat limfosit T, kemudian dapat masuk kembali kedalam aliran darah, kembali kedalam sum-sum tulang atau ke organ limfoid perifer dan dapat hidup beberapa bulan atau tahun. Sel T bertanggung jawab terhadap reaksi immune seluler dan mempunyai reseptor permukaan yang spesifik untuk mengenal antigen asing. Limfosit lain tetap diam disum-sum tulang berdiferensiasi menjadi limfosit B berdiam dan berkembang didalam kompertemenya sendiri (Effendi, 2003). Sel B bertugas untuk memproduksi antibody humoral antibody response yang beredar dalam peredaran darah dan mengikat secara khusus dengan antigen asing yang menyebabkan antigen asing tersalut antibody, kompleks ini mempertinggi fagositosis, lisis sel dan sel pembunuh (killer sel atau sel K) dari organisme yang menyerang. Sel T dan sel B secara marfologis hanya dapat dibedakan ketika diaktifkan oleh antigen.Tahap akhir dari diferensiasi sel-sel B yang diaktifkan berwujud sebagai sel plasma. Sel plasma mempunyai retikulum endoplasma kasar yang luas yang penuh dengan molekul-molekul antibody, sel T yang diaktifkan
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
60
mempunyai sedikit endoplasma yang kasar tapi penuh dengan ribosom bebas (Effendi, 2003). Lekosit mononukleus dengan perbandingan sitoplasma dengan intinya kecil limfosit merupakan unsur kunci pada proses kekebalan. Pasca kelahiran, beberapa limfosit dibentuk di sumsum tulang, tetapi bagian terbesar di bentuk di dalam kalenjar limfe, timus dan limpa dari sel prekursor yang berasal dari sumsum tulang. Setelah mengalami pemprosesan di dalam timus atau bursa ekuivalen menjadi precursor sel T atau sel B (Ganong, 2002). Limfosit adalah lekosit mononuclear dalam darah perifer. Mereka memiliki inti bulat atau oval yang di kelilingi oleh pinggiran sitoplasma sempit berwarna biru yang mengandung sedikit granula. Bentuk kromatin
inti sarat dengan jala yang
berhubungan di dalam. Limfosit bervariasi dalam ukuran dari kecil (7-10m) sampai besar, seukuran granulosit (Ganong, 2002). Limfosit terletak secara tersebar dalam nodus limfe, namun dapat juga dijumpai dalam jaringan limfoid (limpa, tonsil,apendik,bercak payer pada usus halus, sumsum tulang dan timus). Limfosit dalam tubuh berperan dalam sistem imun,melalui pembentukan antibodi (imunitas hormonal) dan limfosit teraktivasi (imunitas sel T) melalui jaringan lmifoid. Pada jaringan limfoid terdapat dua kelompok sel besar, satu kelompok yaitu limfosit T yang bertanggung jawab dalam pembentukan limfosit teraktivasi dan kelompok lain yaitu limfosit B bertanggung jawab dalam pembentukan antibodi yang memberikan imunitas hormonal. Meskipun sel limfosit tubuh berhasal dari sel batang primitif dalam sumsum tulang yang
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
61
membentuk limfosit diembrio, sel tersebut tidak mampu membentuk limfosit T dan antibodi. Sebelum dapat melakukan hal itu, mereka harus berdifrensiasi lebih lanjut atau diolah lebih dulu Kelejar timus melakukan pengolahan terhadap limfosit T (Effendi, 2003). Limfosit T setelah pembentukanya di sumsum tulang, mula-mula bermigrasi ke kelenjar timus. Limfosit T membelah secara cepat dan dalam waktu yang bersamaan membentuk keanekaragaman yang ekstrim untuk bereaksi melawan berbagai antigen yang spesifik. Artinya tiap satu limfosit membentuk reaktivitas yang spesifik untuk melawan antigen. Kemudian limfosit berikutnya membentuk spesifitas melawan antigen yang lain. Hal ini terus berlangsung sampai terdapat bermacam-macam limfosit timus dengan reaktivitas spesifik untuk melawan jutaan antigen yang berbeda-beda. Berbagai tipe limfosit T yang diproses ini sekarang meninggalkan timus dan menyebar keseluruh tubuh untuk memenuhi jaringan limfoid disetiap tempat. Proses ini berlangsung beberapa waktu sebelum bayi lahir dan selama beberapa bulan setelah bayi lahir (Effendi, 2003). Hati dan sumsum tulang melakukan pengolahan terhadap limfosit B. Rincian pengolahan limfosit B sedikit diketahui dari pada yang diketahui mengenai limfosit T. Pada manusia, limfosit B diketahui diolah lebih dahulu dihati selama pertengahan kehidupan janin dan disumsum tulang selama masa akhir janin dan setelah lahir. Limfosit B ditemukan pada bursa fabrikus dari burung,sehingga dinamakan limfosit B. Setelah diolah terlebih dulu,limfosit B seperti juga limfosit T, bermigrasi ke jaringan limfoid diseluruh tubuh dimana mereka menempati daerah yang sedikit lebih
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
62
kecil dari pada limfosit T. Bila antigen spesifik datang berkontak dengan limfosit T dan B di dalam jaringan limfoid, maka limfosit T menjadi teraktivasi membentuk sel T teraktifasi dan limfosit B membentuk antibodi. Sel T teraktifasi dan antibodi ini kemudian bereaksi dengan sangat spesifik terhadap antigen tertentu yang telah mulai perkembangannya (Effendi, 2003). Sebelum terpajan dengan antigen yang spesifik, kelompok limfosit B tetap dalam keadaan dormant ( tidur ) di dalam jaringan limfoid. Bila ada antigen asing yang masuk, makrofag dalam jaringan limfoid akan memfagositosis antigen dan kemudian membawanya ke limfosit B didekatnya. Antigen dapat juga dibawanya ke limfosit T pada saat yang bersamaan. Limfosit B yang spesifik terhadap antigen segera
membesar
tampak
seperti
gambar
limfoblas,
limfoblas
kemudian
berdiferensiasi lebih lanjut untuk membentuk plasmablas ( prekursor dari sel plasma ) (Effendi, 2003). Sel plasma yang matur kemudian menghasilkan antibodi. Antibodi yang disekresi ini kemudian masuk kedalam cairan limfe dan diangkut ke darah sirkulasi. Proses ini berlanjut terus selama beberapa hari atau beberapa minggu sampai sel plasma kelelahan dan mati. Beberapa limfoblas yang terbentuk oleh pengaktifan kelompok limfosit B,tidak berlanjut membentuk sel plasma, melainkan membentuk sel limfosit baru. Sel limfosit baru ini ditambahkan ke limfosit asal. Limfosit B baru ini juga bersirkulasi keseluruh tubuh untuk mendiami jaringan limfoid ( tetap dalam keadaan dormant ) limfosit ini disebut sel memori. Pajanan berikutnya oleh antigen yang sama akan menimbulkan respon antibodi yang jauh lebih cepat dan jauh lebih
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
63
kuat. Antibodi merupakan gamma globulin yang disebut imunoglobulin (Ig). Imunoglobulin merupakan sekitar 20% dari seluruh protein plasma yang digolongkan menjadi IgM, IgG, IgA, IgD, dan IgE . Antibodi bersifat apesifik untuk antigen tertentu (Effendi, 2003). 2.11. Jenis Limfosit Limfosit dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu limfosit T dan limfosit B. Perbedaan antara limfosit T dan limfosit B disebabkan oleh perbedaan tempat sel ini di matangkan setelah melalui tahap perkembangan tertentu di sumsum tulang. Perbedaan limfosit T dan B dapat diuriakan sebagai berikut (Sadikin, 2001): (a)
Limfosit T Limfosit T mengalami pematangan lebih lanjut di kalenjar timus sebelum
masuk ke pembuluh darah. Limfosit T bermigrasi dari kalenjar timus ke jaringan limfoid lain. Sel ini secara khas ditemukan pada parakorteks kalenjar limfe dan lembaran limfoid periartiola dari pulpa putih limfa.Limfosit T betanggung jawab atas respon kekebalan seluler melalui pembentukan sel yang reaktif antigen. Pada waktu terpapar dengan antigen yang sesuai, makrofag dalam jaringan limfoid akan memfagositosis antigen dan membawa ke kelompok sel limfosit T. Sel limfosit T akan membelah (berfroliferasi) dan melepaskan banyak sel T teraktifasi, kemudian dilepaskan kedalam cairan limfe dan selanjutnya sel T ini akan dilewatkan ke dalam sirkulasi dan disebarkan keseluruh tubuh melewati dinding kapiler masuk kedalam ruang jaringan,
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
64
sekali lagi kembali masuk kedalam cairan limfe dan darah. Proses ini terus berlangsung bolak balik sepanjang bulan atau bahkan bertahun-tahun. Sel memori limfosit T juga dibentuk sama seperti sel memori limfosit B. Molekul antigen berikat dengan molekul reseptor pada permukaan sel T dengan cara yang sama seperti mereka berikatan dengan antibodi. Pada satu sel T tunggal terdapat sebanyak 100.000 tempat-tempat reseptor. Telah ditemukan beberapa jenis sel T, sel ini digolongkan dalam tiga kelompok utama (Sadikin, 2001): 1) Sel T pembantu, merupakan sel T yang paling banyak, sel ini membantu dan mengatur fungsi sistem imun. Sel-sel ini melakukan hal tersebut dengan membentuk sel rangkian mediator protein yang disebut limfokin yang bekerja lain dari sistem imun pada sel sumsum tulang. Bila tidak terdapat sel limfokin maka sistem imun akan menjadi lumpuh. Limfokin memiliki perangsang yang sangat kuat dalam menyebabkan proliferasi sel T sitotosik, sel T supresor dan sel plasma dalam pembentukan antibodi. Limfokin juga mempengaruhi makrofag untuk menimbulkan fagositosis. 2) Sel T sitotosik (sel T pembiunuh) mengenali dan menghancurkan sel yang memperlihatkan antigen asing pada permukaannya, seperti sel kanker, sel jaringan tranplatasi, dan virus serta beberapa jenis bakteri yang bereproduksi dalam sel hospes. Sel T sitotosik meninggalkan
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
65
jaringan limfoid dan bermigrasi menuju lokasi sel targetnya, disini sel ini mengikat sel target dan menghancurkannya. 3) Sel T supresor dibandingkan dengan sel-sel yang lain, perihal sel T supresor ini masih sedikit yang diketahui, namun sel ini mempunyai kemampuan untuk menekan fungsi sel T sitotosik dan sel T pembantu, menjaga agar tidak terjadi reaksi imun yang berlebihan yang mungkin saja dapat merusak tubuh itu sendiri. (b)
Limfosit B Limfosit B tidak bergantung timus. Limfosit B tersebar dalam folikel
kalenjar limfe, limpa dan pita medulla pada kalenjar limfe. Limfosit B bila dirangsang dengan semestinya berdiferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan immunoglobin, sel ini bertanggung jawab atas respon kekebalan humoral (Price, 1994). 2.12. Interaksi Radiasi dengan Limfosit Pemanfaatan berbagai sumber radiasi harus dilakukan secara cermat dan mematuhi ketentuan keselamatan kerja dengan sumber radiasi untuk menghindari terjadinya pajanan radiasi yang tidak diinginkan. Setiap individu yang bekerja dengan menggunakan radiasi baik pengion maupun non-pengion harus selalu sadar bahwa aktivitas yang sedang dilakukannya dapat menimbulkan efek yang merugikan, baik bagi
dirinya
maupun
lingkungannya
bila
terjadi
kecelakaan
akibat
kesalahan/keteledoran yang dilakukan (Alatas, 2003).
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
66
Berdasarkan panjang gelombang, energi dan juga frekuensinya, radiasi elektromagnetik dapat dibedakan atas radiasi pengion dan non-pengion, seperti yang ditunjukkan pada spektrum elektromagnetik . Radiasi pengion mempunyai panjang gelombang lebih kecil dari 100 nm dengan energi di atas 10 eV sehingga mempunyai kemampuan untuk melakukan proses ionisasi pada molekul yang dilaluinya, sedangkan radiasi non-pengion yang mempunyai panjang gelombang lebih besar, frekuensi lebih kecil dan mempunyai energi lebih rendah, tidak mampu untuk menghasilkan ion-ion ketika berinteraksi dengan materi biologic (Alatas, 2003). Interaksi radiasi pengion dengan materi biologik dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung bila penyerapan energi langsung terjadi pada molekul organik dalam sel yang mempunyai arti biologik penting, seperti DNA, sedangkan interaksi secara tidak langsung bila terlebih dahulu terjadi interaksi radiasi dengan molekul air (Nikjoo, 1997). Penyerapan energi radiasi oleh molekul air dalam proses radiolisis air menghasilkan radikal bebas yang tidak stabil, sangat reaktif dan toksik terhadap molekul organik vital tubuh. Radikal bebas yang terbentuk dapat saling bereaksi menghasilkan suatu molekul hidrogen peroksida yang lebih stabil. Sedangkan radiasi non-pengion merupakan pancaran energi yang tidak mampu menyebabkan terjadinya proses ionisasi pada materi biologik (Alatas, 2003). Radiasi non pengion yang mengacu pada kelompok radiasi elektromagnetik dengan energi < 10 eV, meliputi radiasi optik dan medan radiofrekuensi. Interaksi radiasi non-pengion, khususnya pada rentang radiasi optik, dengan materi biologik
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
67
umumnya menimbulkan reaksi panas dan reaksi fotokimia. Mekanisme kerusakan akibat suhu membutuhkan energi yang cukup yang diserap oleh jaringan dalam waktu singkat menimbulkan peningkatan suhu yang berpengaruh pada jaringan normal. Reaksi fotokimia terjadi ketika sebuah foton mempunyai energi kuantum yang cukup untuk mengionisiasi terjadinya eksitasi yang merubah suatu molekul menjadi satu atau lebih molekul kimia yang berbeda (Gabriel, 1996). Kerusakan sel akan mempengaruhi fungsi jaringan atau organ bila jumlah sel yang mati atau rusak dalam jaringan atau organ tersebut cukup banyak. Semakin banyak sel yang rusak atau mati, semakin parah perubahan fungsi yang terjadi sampai akhirnya organ tersebut akan kehilangan kemampuannya untuk menjalankan fungsinya dengan baik sehingga menimbulkan kerusakan yang dapat diamati secara klinik. Gangguan pada fungsi jaringan atau organ tubuh ini menimbulkan efek deterministik. Banyaknya sel yang mengalami kematian akan meningkat dengan meningkatnya dosis radiasi (Alatas, 2003). Radiasi dapat pula tidak membunuh sel, tetapi merubah fungsi sel yang akan menimbulkan efek stokastik. Sel yang mengalami modifikasi atau sel terubah ini mempunyai peluang untuk lolos dari sistim pertahanan tubuh yang berusaha untuk menghilangkan sel seperti ini. Bila sel yang mengalami perubahan ini adalah sel genetik maka sifat sel yang baru tersebut akan diwariskan kepada turunannya sehingga timbul efek genetik atau efek pewarisan. Apabila sel terubah ini adalah sel somatik maka sel tersebut dalam jangka waktu yang relatif lama, ditambah dengan
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
68
pengaruh dari bahan yang bersifat toksik lainnya, akan tumbuh dan berkembang menjadi jaringan ganas atau kanker (Archhambeau, 1987). Sum-sum tulang adalah organ sasaran dari sistem pembentukan darah karena pajanan radiasi dosis tinggi akan mengakibatkan kematian dalam waktu beberapa minggu. Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan sel stem pada sumsum secara tajam. Dosis sekitar 0,5 Gy dapat menyebabkan penekanan proses pembentukan sel darah sehingga jumlah sel darah akan menurun. Jumlah sel limfosit menurun dalam waktu beberapa jam pasca pajanan radiasi, sedangkan jumlah granulosit dan trombosit (platelet) juga menurun tetapi dalam waktu yang lebih lama, beberapa hari atau minggu. Sementara penurunan jumlah eritrosit (sel darah merah) baru terjadi dalam waktu beberapa minggu kemudian. Penurunan jumlah sel limfosit absolut/total dapat digunakan untuk memperkirakan tingkat keparahan yang mungkin diderita seseorang akibat pajanan radiasi akut, pada dosis yang lebih tinggi, individu terpajan umumnya mengalami kematian sebagai akibat dari infeksi karena terjadinya penurunan jumlah sel leukosit (limfosit dan granulosit) atau dari pendarahan yang tidak dapat dihentikan karena menurunnya jumlah trombosit dalam darah (Alatas, 2003). 2.12. Gangguan pada Limfosit Jumlah limfosit yang meningkat melebihi batas normal (25-40 %) disebut limfositosis dan jumlah limfosit yang berkurang sehingga dibawah nilai normal limfosit disebut limfositopenia. Limfositosis yang berat terjadinya pada umumnya disebabkan karena leukemia limfosit kronik. Peningkatan jumlah limfosit dijumpai
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
69
pada leukemia limfositik dan inveksi virus. Penurunan jumlah limfosit dijumpai pada kanker, leukemia, hiperfungsi adrenokortikal, anemia plastik, gagal ginjal dan sindrom nefrotik (Kee, 2007). Efek biologik utama yang terjadi pada berbagai mamalia, termasuk manusia, sebagai akibat radiasi pengion adalah kerusakan sistem hemopoitik dan limfatik. Telah diketahui pula irradiasi seluruh tubuh pada mamalia akan menyebabkan gangguan pada sel darah, yaitu dengan menurunnya produksi sel darah yang disebabkan karena terhambatnya mitosis pada sel induk dalam sum-sum tulang dan sistem limfotik. Derajat penurunan jumlah sel darah perifer mamalia akibat sinar-X maupun sinar gamma ternyata bergantung pada besar dosis yang diterima dan jenis mamalia. Dosis 100 rad pada kelinci mengakibatkan penurunan leukosit, limfosit sampai 50%, dan dosis 300 rad menurun sampai 90% (Rahardjo, 2006). Jaringan hemopoitik merupakan jaringan yang paling sensitif terhadap pajanan radiasi pengion dan limfosit mamalia diketahui sebagai sel darah yang paling sensitif terhadap radiasi. Sindroma hemopoitik umumnya ditandai dengan terjadinya trombositopenia, granulositopenia dan limfositopenia. Kematian mamalia akibat pajanan radiasi pengion umumnya disebabkan seperti pada sindroma hemopoitik, sindrom gastrointestinal, sindroma syaraf pusat dan berkurangnya daya tahan tubuh akibat infeksi. Kematian akibat sindrom hemopoitik terjadi kurang lebih tiga kali lebih lambat daripada kematian gastrointestinal, sedangkan kematian gastrointestinal terjadi tiga kali lebihlambat dari pada kematian syaraf pusat. Kematian mencit akibat
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
70
sindroma hemopoitik terjadi dalam 9-30 hari, syaraf pusat dalam orde jam, kematian gastrointestinal terjadi dalam 4 hari (Rahardjo, 2006). Mengacu dari hasil penelitian efek hemopoitik dapat dijadikan suatu metode pengkajian efek radiasi pengion terhadap manusia, yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai metode penentuan kriteria dan jenis penanganan pada pekerja radiasi. Checkup kesehatan pada pekerja radiasi yang umum diamati dalam laboratorium adalah pemeriksaan pada sistem hemopoitik yang terdiri dari pemeriksaan hemoglobin (Hb), hitung lekosit, limfosit, trombosit, hematokrit, eritrosit.
tesis
efek paparan radiasi sinar .....
M.Alfian Alaydrus