BAB 2 PRAGMATIK DAN PROGRAM TV BERSAMA ROSSY
2.1 Pragmatik Para pakar pragmatik mendefinisikan istilah ini secara berbeda-beda. Yule (1996)
dalam
Makyun
Subuki
(http://tulisanmakyun.blogspot.com/2007/07/linguistik-
pragmatik.html) misalnya, menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu (1) bidang
yang mengkaji makna pembicara; (2) bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya; (3) bidang yang melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau terkomunikasikan oleh pembicara; dan (4) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu. Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana kesatuan kebahasaan itu digunakan dalam berkomunikasi. Ilmu pragmatik sesungguhnya mengkaji penutur di dalam konteks dan lingkungan sosial tertentu, makna yang dikaji pun bersifat terikat konteks. Pragmatik mengkaji bahasa untuk memahami maksud penutur (Wijana, 1996:1). Sementara itu Morris (1938) (dalam Tarigan 2009:30) mengemukakan pendapatnya bahwa pragmatik adalah telaah mengenai hubungan tanda-tanda dengan para penafsir. Teori pragmatik menjelaskan alasan atau pemikiran para pembicara dalam menyusun korelasi dalam suatu konteks sebuah tanda kalimat dengan suatu proposisi (rencana atau masalah). Dalam hal ini teori pragmatik merupakan bagian dari 10
11
performansi. Thomas (1995: 2) menyebutkan dua kecenderungan dalam pragmatik terbagi menjadi dua bagian, pertama, dengan menggunakan sudut pandang sosial, menghubungkan pragmatik dengan makna pembicara (speaker meaning); dan kedua, dengan menggunakan sudut pandang kognitif, menghubungkan pragmatik dengan interpretasi ujaran (utterance interpretation). Selanjutnya Thomas (1995: 22), dengan mengandaikan bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan negosiasi antara pembicara dan pendengar serta antara konteks ujaran (fisik, sosial, dan linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran, mendefinisikan pragmatik sebagai bidang yang mengkaji makna dalam interaksi (meaning in interaction). Leech 1983 (dalam Gunarwan 2004: 2) melihat pragmatik sebagai bidang kajian dalam linguistik yang mempunyai kaitan dengan semantik. Keterkaitan ini ia sebut semantisisme, yaitu melihat pragmatik sebagai bagian dari semantik; pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari pragmatik; dan komplementarisme, atau melihat semantik dan pragmatik sebagai dua bidang yang saling melengkapi.
2.2 Tindak Tutur (Speech Act) Searle dalam bukunya Speech Acts: An Essay in The Philosophy of Language (1969: 23-24) sebagaimana dikutip oleh Wijana (2009: 20-24) mengemukakan bahwa secara pragmatis ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur,
12
yakni tindak lokusi (locutionary act), tindak ilokusi (illocutionary act), dan tindak perlokusi (perlocutionary act). 1). Tindak Lokusi (locutionary act) adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu.Tindak tutur itu disebut The Act of Saying Something. Sebagai contoh dalam kalimat berikut: 02) Sapi adalah bintang menyusui. 03) Motor termasuk kendaraan beroda dua. Kalimat
(02)
dan
menginformasikan
(03)
sesuatu
diutarakan tanpa
penuturnya
melakukan
semata-mata
sesuatu,
apalagi
untuk untuk
mempengaruhi lawan tuturnya. Informasi yang dituturkan adalah termasuk jenis binatang apa sapi itu, dan motor termasuk jenis kendaraan beroda berapa. Bila diamati secara seksama konsep lokusi itu adalah konsep yang berkaitan dengan proposisi kalimat. Kalimat atau tuturan dalam hal ini dipandang sebagai suatu satuan yang terdiri dari dua unsure yaitu subjek/objek dan predikat (Nababan, 1987:4) 2). Tindak Ilokusi (illocutionary act) adalah sebuah tuturan selain berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu, dapat juga dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Tindak ilokusi disebut sebagai The Act of Doing Something. Terlihat pada kalimat berikut: 04) Saya tidak dapat datang 05) Ada anjing gila.
13
Kalimat (04) bila diutarkan seorang kepada temannya yang baru saja merayakan ulang tahun, tidak hanya berfungsi untuk menyatakan sesuatu, tetapi untuk melakukan sesuatu yakni meminta maaf. Informasi ketidakhadiran penutur dalam hal ini kurang penting karena besar kemungkinan lawan tutur sudah mengetahui hal itu. kalimat (05) yang biasa ditemui di depan rumah pemilik anjing tidak hanya berfungsi untuk membawa informasi tetapi untuk member peringatan. Akan tetapi, bila diajukan kepada pencuri, tuturan itu mungkin pula diutarakan untuk menakut-nakuti. 3). Tindak Perlokusi (perlocutionary act) adalah sebuah tuturan yang diutarakan oleh seseorang seringkali mempunyai daya pengaruh atau efek bagi yang mendengarkannya. efek atau daya pengaruh itu dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya. Tindak perlokusi disebut The Act of Affecting Someone. Perhatikan kalimat di bawah ini: (06) Rumahnya jauh (07) Kemarin saya sangat sibuk. Bila kalimat (06) diutarakan oleh seorang kepada ketua perkumpulan, maka ilokusinya secara tidak langsung menginformasikan bahwa orang yang dibicarakan tidak dapat terlalu aktif di dalam organisasinya. Adapun efek perlokusi yang mungkin diharapkan agar ketua tidak terlalu banyak memberikan tugas kepadanya. Bila kalimat (07) diutarakan seseorang yang tidak dapat menghadiri undangan rapat kepada orang yang mengundangnya, kalimat ini
14
merupakan tindak ilokusi untuk memohon maaf, dan perlokusi (efek) yang diharapkan adalah orang yang menguundang dapat memakluminya. Dalam perkembangannya,
Searle
1979
(dalam
Tarigan
2009:42)
mengklasifikasikan tindak tutur ilokusi berdasarkan berbagai kriteria. Secara garis besar pembagian Searle adalah sebagai berikut. 1) Asertif (assertive): bentuk tutur yang mengikat penutur pada kebenaran proposisi yang diekspresikan, misalnya menyatakan, menyarankan, memberitahukan, membanggakan, mengeluh, menuntut dan melaporkan; 2) Direktif (directives): dimaksudkan untuk menimbulkan beberapa efek melalui tindakan sang penyimak ; misalnya, memesan, memerintahkan, memohon, meminta, menyarankan, menganjurkan, dan memberi nasihat. 3) Komisif (Commissives): melibatkan pembicara pada beberapa tindakan yang akan datang misalnya, menjanjikan, menawarkan, bersumpah, memanjatkan (doa). Jenis ilokusi ini cenderung berfungsi menyenangkan daripada kompetitif, dilaksanakan justru lebih memenuhi minat seseorang daripada sang pembicara; 4) Ekspresif (Expressive): fungsi ilokusi ini ialah mengungkap atau mengutarakan sikap psikologis sang pembicara menuju suatu pernyataan yang diperkirakan oleh ilokusi, misalnya:
mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat,
memberi maaf, mengecam, memuji, mengucapkan belasungkawa, memaafkan, mengampuni, menyalahkan; 5) Deklarasi (Declaration): ilokusi yang “bila” performansinya berhasil akan menyebabkan korespondensi yang baik antara isi proposisional dengan realitas,
15
misalnya:
memecat,
membebaskan,
membaptis, mengangkat, menunjuk,
memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan/ membuang, menentukan, menvonis; Jenis tindak tutur ilokusi di atas terkait dengan pertanyaan yang digunakan Rossi. Sack dalam Rofi’uddin (1994:1) menyatakan bahwa pertanyaan merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mengelola percakapan dalam interaksi sosial, yakni untuk menjaga, mengalokasikan/ membuka/ menutup topik dalam keseluruhan percakapan. Pertanyaan juga digunakan untuk memperbaiki percakapan, memodifikasi ujaran dalam rangka mengekspresikan maksud atau kepentingan pemakaian pertanyaan dipandang sebagai subsistem dari sistem pemakaian bahasa. Penggunaan pertanyaan melibatkan beberapa komponen, diantaranya komponen respons, komponen penanya, komponen perespons, dan komponen konteks. Hubungan antar komponen pemakaian ini bersifat integral, dalam arti saling terkait antara satu komponen lainnya. Pertanyaan dipandang sebagai salah satu unit terkecil kegiatan interaksi yang memiliki ciri-ciri sintaksis seperti: berdistribusi tanya, berstruktur tanya. Secara sistematis pertanyaan merupakan ujaran yang proposisinya berupa permintaan informasi atau permintaan konfirmasi dan secara pragmatis, pertanyaan merupakan salah satu bentuk ujaran yang digunakan untuk meminta informasi, menyampaikan informasi, memerintah, membuka percakapan.
16
2.3 Fungsi Pertanyaan Menurut Maggio dalam bukunya Sukses Berbicara dengan sapa saja (2006:55) hal pokok dalam melakukan wawancara/ percakapan adalah pertanyaan karena dari pertanyaan memungkinkan pembicara mencari tahu mengenai orang lain, mempertahankan akar pembicaraan, dan menunjukkan ketertarikan terhadap apa yang dikatakan oleh lawan bicara. Pertanyaan juga bisa menambah suatu pembicaraan, mengklasifikasi apa yang tidak anda pahami, dan menunjukkan keterbukan serta rasa ingin tahu anda.
2.3.1 Jenis-Jenis Pertanyaan Menurut Semi (1995) sebagaimana dikutip oleh Sumadiria (2006: 112-115). Pertanyaan yang diajukan wawancara terdiri atas berbagai bentuk yaitu (1) pertanyaan terbuka, (2) pertanyaan hipotekik terbuka, (3) pertanyaan langsung, (4) pertanyaan tertutup, (5) pertanyaan beban, (6) pertanyaan terpimpin, dan (7) pertanyaan orang ketiga. Untuk lebih jelasnya akn dipaparkan sebagai berikut: 1) Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang menghendaki jawaban yang luas dan bebas. Luas dan bebas artinya penjawab dapat menentukan sendiri bagaimana bentuk jawaban dan sepanjang apa jawaban itu hendak diberikan. Biasanya dengan pertanyaan terbuka ini penjawab lebih santai tetapi kadang-kadang juga dapat membuat penjawab kelabakan hendak memulai jawaban dari mana. Contoh : Bagaimana rencana saudara setelah ditunjuk menjadi Dirjen Pendidikan Tinggi.
17
2) Pertanyaan hipotekik terbuka adalah penanya dapat membuat pertanyaan lebih luas dengan memberikan beberapa keterangan untuk menyesuaikan dengan situasi wawancara. Contoh : Tadi Saudara jelaskan bahwa Saudara tidak tahu menahu tentang penyelewengan yang dilakukan oleh bawahan Saudara ini sudah ada. Apakah ada hambatan dalam pelaksanaannya ? 3) Pertanyaan langsung adalah pertanyaan yang menghendaki jawaban singkat dan terkadang dapat dijawab dengan “ya” atau “tidak”. Pertanyaan langsung ini berharga karena dapat langsung mengendalikan penjawab untuk memberikan jawaban singkat. Contoh : Apakah Saudara ikut dalam rombongan presiden ke Cina yang baru lalu ? 4) Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang membatasi ruang gerak penjawab, bahkan kemungkinan jawaban telah tersedia. Penjawab tinggal menentukan salah satu pilihan jawaban itu. Kekuatan pertanyaan semacam ini, jawaban mudah dipahami, dapat menghemat waktu. Contoh : Bagaimana ukuran perusahaan yang sedang Saudara pimpin sekarang, perusahaan besar, menengah, atau kecil ? 5) Pertanyaan beban adalah pertanyaan yang menimbulkan beban berat bagi penjawab disebabkan tidak ada jawaban yang benar, tetapi menuntut jawaban emosional. Contoh : Kalau bendungan raksasa yang direncanakan gagal, apakah Anda akan mengundurkan diri dari Dirjen Pengairan ? 6) Pertanyaan terpimpin adalah pertanyaan yang diikuti dengan arahan jawaban. Contoh : Saya melihat di daerah ini banyak sekali industry kecil yang
18
mempunyai semangat kerja yang tinggi. Bagaimana dan dalam bentuk apa Anda dapat memberikan bantuan kepada mereka ? 7) Pertanyaan orang ketiga adalah isi pertanyaan yang diajukan seolah-olah merupakan pertanyaan yang datang dari orang ketiga dan jawabannya pun sepertinya untuk orang ketiga. Contoh : Beberapa pemimpin mahasiswa menginginkan adanya kebebasan berbicara di kampus ini. Menurut mereka, selama Anda menjadi Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan, kebebasan berbicara itu banyak dikekang. Tanggapan Anda ?
2.3.2 Teknik Wawancara Berita Newsom dan Wollert dalam Media Writing, News for The Mass Media (1985) sebagaimana dikutip oleh Sumadiria (2006: 103-104) yang menyatakan bahwa wawancara berita (news interview) adalah kegiatan tanya jawab yang dilakukan reporter atau wartawan dengan narasumber untuk memperoleh informasi menarik dan penting itu, kemudian diolah untuk dijadikan berita. Dengan wawancara, reporter atau wartawan akan menggali informasi sebanyak dan sedalam mungkin dari narasumber. Untuk memberikan kesan yang baik dalam mewawancarai seseorang, diperlukan adanya teknik mewawancarai yaitu diperlukan pengetahuan serta kemampuan dasar dari reporter atau wartawan dalam proses wawancara, memahami maksud dan tujuan wawancara, menguasai topik dan materi serta dapat menata dengan baik organisasi wawancara (kapan, dimana, dan dalam situasi apa sebaiknya wawancara dilakukan). Wawancara yang baik, menurut Jonathan (dalam Mirza,
19
2000:86-88) harus memenuhi delapan persyaratan: (a) mempunyai tujuan yang jelas, (b) efisien, (c) menyenangkan, (d) mengandalkan persiapan dan riset awal, (e) melibatkan kepentingan khalayak, (f) menimbulkan spontanitas, (g) pewawancara berfungsi sebagai pengendali, (h) mampu mengembangkan logika.
2.4 Aspek-Aspek Situasi Tutur Leech (1983) sebagaimana dikutip oleh Tarigan (2009: 32-34) membagi aspek situasi tutur atas lima bagian yaitu: (1) penulis dan penyimak (2) konteks ujaran, (3) tujuan tuturan, (4) tindak ilokusi (5) ucapan sebagai produk tindak verbal. Aspekaspek tersebut antara lain:
2.4.1 Penulis dan Penyimak Dalam setiap situasi ujaran harus ada pihak pembicara (penulis) dan pihak penyimak (pembaca). Keterangan ini mengandung implikasi bahwa pragmatik tidak hanya terbatas pada bahasa lisan, tetapi mencakup bahasa tulis. Untuk memudahkan pembicara selanjutnya pembicara (penulis) kita singkat menjadi Pa dan penyimak (pembicara) menjadi Pk.
2.4.2 Konteks Ujaran Kata konteks dapat diartikan dengan berbagai cara misalnya kita memasukkan aspek-aspek yang sesuai atau relevan mengenai latar fisik dan sosial suatu ucapan. Konteks diartikan sebagai latar belakang pengetahuan yang diperkirakan dimiliki dan
20
disetujui bersama oleh pembicara (Pa) dan penyimak (Pk) terhadap apa yang dimaksud pembicara dengan ucapan.
2.4.3 Tujuan Ujaran Setiap situasi ujaran atau ucapan tentu mengandung maksud dan tujuan tertentu. Dengan kata lain, kedua belah pihak yaitu Pa dan Pk terlibat dalam suatu kegiatan yang berorientasi pada tujuan tertentu.
2.4.4 Tindak Ilokusi Bila tata bahasa menggarap kesatuan-kesatuan statis yang abstrak seperti kalimat-kalimat (sintaksis) dan proposisi-proposisi (semantik), maka pragmatik menggarap tindak-tindak verbal atau performansi-performansi yang berlangsung di dalam situasi-situasi khusus dalam waktu tertentu. Dalam hal ini, pragmatik menggarap bahasa dalam tingkatan yang lebih konkret daripada tata bahasa. Singkatnya ucapan dianggap sebagai suatu bentuk kegiatan atau suatu tindak ujar. Dengan demikian suatu ucapan merupakan suatu contoh kalimat.
2.4.5 Ucapan sebagai produk tindak verbal Ada pengertian lain dari kata ucapan yang dapat dipakai dalam pragmatik, yaitu mengacu pada produk tindak verbal, bukan hanya pada tindak verbal itu sendiri. Sebagai contoh “Dapatkah anda tenang sedikit” diucapkan dengan intonasi yang
21
sopan dan hormat, dapat diartikan sebagi suatu kalimat atau sebagai suatu pernyataan, ataupun sebagai suatu permintaan. Dengan demikian suatu ucapan contoh kalimat atau suatu bukti kalimat. Dalam pengertian yang kedua ini, ucapan merupakan unsur yang maknanya di telaah dalam pragmatik. hasil suatu tindakan. Sesungguhnya secara tepat pragmatik adalah ilmu yang menelaah ilmu ucapan, dan semantik yang menelaah makna kalimat.
2.5 Tindak Tutur Langsung dan Tindak Tutur Tidak langsung Wijana (2009:28-30) menyatakan secara formal berdasarkan modusnya, kalimat dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interogatif), dan kalimat perintah (imperatif). Secara konvensional kalimat berita digunakan untuk memberikan suatu informasi, kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu, dan kalimat perintah untuk menyatakan perintah, ajakan, permintaan atau permohonan. bila kalimat berita difungsikan secara konvensional untuk mengatakan sesuatu, kalimat Tanya untuk bertanya, dan kalimat perintah untuk menyuruh, mengajak, dan memohon. Tindak tutur yang terbentuk adalah tindak tutur langsung (direct speech act). Seperti dalam tuturan berikut. (12) Roni membeli gitar listrik baru (13) Bersihkan lemari ini! Di samping itu untuk berbicara secara sopan, perintah dapat diutarakan dengan kalimat berita atau kalimat tanya agar orang yang diperintah tidak merasa diperintah. Bila hal ini terjadi, maka akan terbentuk tindak tutur tidak langsung
22
(indirect speech act). Tuturan yang diutarakan secara langsung biasanya tidak dapat dijawab secara langsung, tetapi harus segera dilaksankan maksud yang terimpliksi di dalamnya. Terlihat dari kalimat berikut. (14) Di mana bukunya? (15) Dompetku ketinggalan. Kalimat (14) bila diucapkan seorang kakak kepada adik yang sedang mencari buku yang akan dipinjam kepadanya, dimaksudkan untuk menanyakan di mana letak buku tersebut, tetapi secara tidak langsung memerintah sang adik untuk mengambil buku tersebut.
2.6 Respons Narasumber Teori mengenai respons narasumber terkait pada pemahaman bahwa di dalam komunikasi seorang penutur mengartikulasikan ujaran dengan maksud untuk mengkomunikasikan sesuatu kepada lawan bicara, dan berusaha untuk membuat lawan bicaranya dapat memahami apa yang hendak dikomunikasikan itu. Maka penutur selalu berusaha agar tuturannya selalu relevan dengan konteks, jelas, mudah dipahami dan selalu pada persoalan. Jadi dapat diasumsikan ada prinsip kerja sama yang harus dilakukan pembicara dan lawan bicara agar proses komunikasi itu berjalan lancar. Dalam prinsip kerja sama ada empat kategori maksim yang berbeda yaitu : 1)
Maksim Kuantitas: berilah jumlah informasi yang tepat, yakni: a) Buatlah sumbangan anda seinformatif mungkin.
23
b) Jangan membuat sumbangan anda lebih informatif daripada yang diinginkan. 2)
Maksim kualitas : cobalah membuat sumbangan atau kontribusi anda merupakan suatu yang benar, seperti: a) Jangan katakan apa yang anda yakini salah. b) Jangan katakan apa yang anda tidak tahu persis..
3)
Maksim Relasi : jagalah kerelevansian.
4)
Maksim cara : tajamkanlah pikiran; yakni : a) Hindarilah ketidakjelasan ekpresi. b) Hindarilah ketaksaan (ambiguitas). c) Berilah laporan singkat (hindarilah laporan yang bertele-tele). d) Tertib dan rapilah selalu. Sack dalam Rofi’uddin (1994:3) memandang respons sebagai tindak (verbal/
non verbal) yang mengikuti pertanyaan. Respons dalam Bahasa Indonesia dibedakan menjadi 2 macam yaitu respons verbal dan respons non verbal. Respons verbal dapat berupa kalimat atau rangkaian kalimat. Respons non verbal dapat berupa sikap diam, tindakan, tawa atau senyum dan isyarat. Kedua jenis respons ini pada dasarnya dapat mengikuti semua jenis pertanyaan.
2.7 Prinsip Kerja Sama Grice (1975) sebagaimana dikutip oleh Wijana (2009: 42-49) mengemukakan bahwa dalam rangka melaksankan prinsip kerja sama, setiap penutur harus mematuhi
24
4 maksim percakapan (conversational maxim), yakni maksim kuantitas (maxim of quantity), maksim kualitas (maxim of quality), maksim relevansi (maxim of relevance), dan maksim pelaksanaan (maksim of manner).
2.7.1 Maksim Kuantitas Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya. Seperti ujaran pada kalimat (100) dan (101) berikut ini. (100) – Coba ceritakan siapa kamu! + Nama saya Ani. (101) + Coba ceritakan siapa kamu. - Nama saya Ani, rumah saya di Klaten, tepatnya di Pedan. Saya belum
bekerja, sekarang saya masih mencari pekerjaan. Saya
anak bungsu dari lima bersaudara. Saya pernah kuliah di UGM, tetapi karena tidak ada biaya saya berhenti kuliah. Bila (100) dan (101) dibandingkan, terlihat (-) dalam (100) bersifat kooperatif, sedangkan (-) dalam (101) memberikan kontribusi yang secara kuantitas memadai, atau mencukupi pada setiap tahapan komunikasi. Sementara itu, peserta pertuturan (-) dalam (101) tidak kooperatif karena memberikan kontribusi yang berlebih-lebihan.
25
2.7.2 Maksim kualitas Maksim Kualitas ini mewajibkan setiap peserta percakapan hendaknya didasarkan pada bukti-bukti yang memadai. Untuk itu dapat diperhatikan wacana (103) di bawah ini. Guru : Coba kamu Andi, apa itu kota Bali? Andi : Surabaya, pak guru. Guru : Bagus, kalau begitu ibu kota Jawa Timur, Denpasar ya? Dalam wacana (103) di atas tampak guru memberikan kontribusi yang melanggar maksim kualitas. Guru mengatakan ibu kota Jawa Timur adalah Denpasar bukannya Surabaya. Jawaban yang tidak mengindahkan maksim kualitas ini diutarakan sebagai reaksi terhadap jawaban Andi yang salah atau dengan jawaban ini sang murid (Andi) sebagai individu yang memiliki kompetensi komunikatif.
2.7.3 Maksim Relevansi Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta percakapan memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan. Perhatikan tuturan (104) dan (105) berikut ini. (104) + Ani, ada telepon untuk kamu. - Saya lagi di belakang, Bu. (105) + Pukul berapa sekarang, Bu. - Tukang Koran baru lewat.
26
Jawaban (-) pada (104) dan (105) di atas sepintas tidak berhubungan, tetapi bila dicermati, hubungan implikasinya dapat diterangkan. Jawaban (-) pada (104) mengimplikasikan bahwa saat itu ia tidak dapat menerima telepon itu secara langsung. Ia secara tidak langsung menyuruh atau meminta tolong agar ibunya menerima telepon itu. demikian pula kontribusi (-) pada (104) memang tidak secara eksplisit menjawab pertanyaan (+) , akan tetapi denan memperhatikan kebiasaan tukang Koran mengantarkan surat kabar kepada mereka, tokoh (+) dalam (104) dapat membuat inferensi pukul berapa ketika itu. Fenomena (103) dan (104) mengisyaratkan bahwa kontribusi peserta tindak ucap relevansinya tidak selalu terletak pada makna ujarannya, tetapi memungkinkan pula pada apa yang di implikasikan ujaran itu.
2.7.4 Maksim pelaksanaan Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa, dan tidak berlebih-lebihan serta runtut. Dalam maksim ini seorang penutur juga diharuskan menafsirkan kata-kata yang digunakan oleh lawan bicaranya secara taksa berdasarkan konteks-konteks pemakainnya. Dalam maksim ini seorang penutur juga diharuskan menafsirkan kata-kata yang digunakan oleh lawan bicaranya secara taksa berdasarkan kata-kata yang digunakan oleh lawan bicaranya secara taksa berdasarkan konteks-konteks pemakaiannya. Hal ini didasari prinsip bahwa ketaksaan tidak akan muncul bila kerja
27
sama antara peserta tindak tutur selalu dilandasi oleh pengamatan yang seksama terhadap kriteria pragmatik yang digariskan oleh Leech dengan konsep situasi tuturnya. Situasi pertuturan yang wajar akan terlihat, berbeda dengan wacana (119) dan (120) berikut ini tidak akan ditemui: (106) + Masak Peru ibu kotanya Lima… banyak amat. - Bukan jumlahnya, tetapi namanya.
(107) + Saya ini pemain gitar solo - Kebetulan saya orang Solo. Coba hibur saya dengan lagu-lagu daerah Solo. Bila konteks pemakaian dicermati kata Lima yang diucapkan pada kalimat (106) tidak mungkin ditafsirkan atau diberi makna nama bilangan, dan Solo yang bermakna tunggal ditafsirkan nama kota Jawa Tengah, karena di dalam pragmatic konsep ketaksaan (Ambiguity) tidak dikenal.