BAB 2 PENINGKATAN RASA PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT Pada tahun 2009 ini, kita boleh bangga mengatakan bahwa keharmonisan dan kepercayaan antarkelompok di Indonesia berada pada titik yang baik. Pemilu legislatif dan pilpres yang berjalan secara damai merupakan indikasi yang sangat jelas bahwa Indonesia sedang bergerak ke arah masyarakat pluralistik yang lebih maju dan kukuh. Namun demikian, sangat disayangkan terjadinya peledakan bom di Hotel J.W. Marriott dan Hotel Ritz Carlton oleh teroris di ibukota negara pada bulan Juli 2009 yang lalu. Peristiwa tersebut, selain menimbulkan rasa takut di tengah masyarakat, citra positif Indonesia juga agak menurun karena timbul persepsi di masyarakat internasional bahwa Indonesia adalah negara yang kurang aman serta belum terbebas dari kelompok-kelompok fundamentalis agama yang tidak toleran. Selama empat tahun terakhir, sejak awal 2005, Indonesia mengalami pasang surut yang cukup dinamis dalam kehidupan dan harmonisasi hubungan antarkelompok. Pada umumnya, stabilitas sosial dan politik dalam kehidupan masyarakat dapat terjaga dengan baik. Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Poso, Maluku, dan Papua terus memperlihatkan kemajuan yang signifikan dalam proses pemulihan kehidupan masyarakatnya. Pada sisi lain, beberapa kasus penyerangan terhadap orang sipil dan aparat keamanan di Papua menjadi catatan yang perlu menjadi perhatian seluruh bangsa.
I.
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI
Hal yang kurang menggembirakan diakui masih dirasakan dan terlihat dalam hubungan antarkelompok masyarakat. Walaupun secara keseluruhan pemenuhan hak-hak warga negara dan kebebasan sipil (civil liberties) oleh negara menunjukkan kecenderungan yang meningkat secara nasional, dalam kehidupan sosial politik masyarakat masih ada konflik komunal dan tindakan kekerasan, insiden-insiden kekerasan antarkelompok masyarakat yang bernuansa SARA, ide-ide pemisahan diri, dan munculnya praktikpraktik yang mengatasnamakan kebebasan dengan mengabaikan tanggung jawab dalam tata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masih ada tindakan kekerasan yang terjadi dalam sengketa kepemilikan lahan dan persoalan ganti rugi lahan untuk proyek pembangunan. Permasalahan tersebut apabila tidak diselesaikan secara tuntas dapat berpotensi meningkatkan eskalasi ketidaharmonisan dalam masyarakat di tahun-tahun mendatang. Pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden 2009, secara umum harmonisasi dalam kelompok masyarakat terjaga dengan baik yang ditandai dengan suasana aman dan damai menjelang dan pasca pelaksanaan pemilu. Namun demikian, menjelang pelaksanaan pemilu, suasana politik sempat diwarnai oleh persaingan kelompok tertentu dalam kampanye yang menyentuh persoalan SARA dengan tujuan mempengaruhi preferensi politik masyarakat dalam pemilu. Begitu pula pada situasi pasca pemilu legislatif dan saat penyelenggaraan pemilu presiden, rasa ketidakpuasaan muncul sebagai respon terhadap penyelenggaraan pemilu. Ketidakpuasan yang diungkapkan oleh masyarakat dan peserta pemilu merupakan masukan positif untuk perbaikan penyelenggaraan pemilu pada masa yang akan datang. Persoalan lain berkaitan dengan peledakan bom di Hotel JW Marriott dan Hotel Ritz Carlton di Kompleks Mega Kuningan Jakarta telah menjadi keprihatinan Pemerintah karena peristiwa tersebut berpotensi mengganggu stabilitas sosial politik, ekonomi dan dapat menimbulkan perasaan takut dan saling curiga di dalam masyarakat luas. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua untuk memulihkannya. Ekses lain dari pengeboman di kedua lokasi tersebut adalah munculnya kembali persepsi bahwa Indonesia adalah 02 - 2
negara yang kurang toleran dan rawan serangan terorisme. Padahal, selama beberapa tahun terakhir, Pemerintah, melalui upaya keras penegakan hukum dan pemeliharaan keamanan di dalam negeri telah berhasil membangun citra yang baik mengenai stabilitas politik, ekonomi, dan kemajuan pembangunan demokrasi di Indonesia. Di sisi lain, peran Pemerintah sebagai fasilitator dan mediator dalam penyelesaian konflik horizontal di beberapa daerah masih perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan koordinasi dan kapasitas dalam merespon konflik, serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyelesaian masalah yang ada di masyarakat perlu terus dilakukan. Sejumlah anggota masyarakat ternyata belum mampu secara tulus untuk bersikap toleran atas perbedaan pendapat di ruang publik yang terbuka, bahkan masih ada yang menggunakan kekerasan, ancaman, intimidasi dan aksi teror untuk menyampaikan pesan dan aspirasi sekelompok masyarakat pada masyarakat lainnya yang dianggap berbeda. Selain peledakan bom di Jakarta yang menyebarkan perasaan takut dan teror, secara sporadis keprihatinan juga masih ada dengan terjadinya serangan bersenjata dan teror terhadap masyarakat dan aparat keamanan di Provinsi Papua belum lama berselang. Namun demikian, Pemerintah secara tegas akan menghadapi pelaku kekerasan dan teror melalui penegakan hukum karena negara kita adalah negara demokratis yang berdasarkan hukum. Pemerintah optimistis, demokrasi yang makin mantap dan rakyat yang makin matang akan menjadikan konflik yang bernuansa SARA semakin tidak berpeluang untuk terjadi di Indonesia dan melalui penerapan nilai-nilai demokrasi, perbedaan pendapat antarkelompok masyarakat tidak akan mengarah kepada tindakan kekerasan. Pemerintah memercayai bahwa persatuan nasional yang dicapai dengan demokrasi akan jauh lebih kukuh dan berkelanjutan, daripada dengan kekerasan. II.
LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN HASIL YANG DICAPAI
DAN
HASIL-
Pada umumnya, Pemerintah memfokuskan pelaksanaan kebijakan untuk meningkatkan rasa percaya dan harmonisasi 02 - 3
antarkelompok masyarakat melalui: pertama, memelihara dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap langkah-langkah kebijakan Pemerintah, fasilitasi dan mediasi, komunikasi dan dialog yang terbuka, serta penegakan hukum secara tegas; kedua, terus mendorong pemberdayaan masyarakat sipil serta meningkatkan pendidikan nilai-nilai luhur kebangsaan dan demokrasi kepada masyarakat luas; ketiga meningkatkan koordinasi terutama dengan pemerintah daerah karena persoalan tersebut sebagian besar berada di daerah; dan keempat menjamin akses masyarakat terhadap informasi publik. Dalam mengatasi peristiwa peledakan bom di Hotel Ritz Carlton dan Hotel JW Marriott, Pemerintah menegaskan kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa saat ini para penegak hukum dan aparat keamanan terus bekerja keras untuk mengejar dan menangkap serta menindak tegas pelaku kejahatan teror tersebut melalui jalur hukum. Oleh karena itu, Pemerintah mengharapkan masyarakat memercayai aparat yang berwenang dalam menyelesaikan persoalan terorisme ini dengan sebaik-baiknya. Pada sisi lain, setelah beberapa minggu ternyata dampak peledakan bom di Jakarta tidak separah yang diperkirakan oleh sejumlah kalangan, khususnya persepsi terhadap stabilitas politik dan ekonomi di kalangan investor dan wisatawan mancanegara. Hal ini membuktikan bahwa respon Pemerintah sudah cukup tepat dan terkoordinasi dengan baik. Untuk menyikapi persoalan-persoalan SARA, upaya yang telah dilakukan Pemerintah adalah melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah untuk mengatasi dan mencegah timbulnya persoalan SARA, serta menerbitkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 8 dan 9 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah. Dalam rangka mencegah kerawanan sosial, sejak tahun 2006 Pemerintah terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk meningkatkan kewaspadaan secara dini masyarakat terhadap kemungkinan terjadinya benturan dalam masyarakat itu sendiri. Koordinasi ini didukung dengan penerbitan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 12 tahun 2006 tentang Kewaspadaan Dini Masyarakat di 02 - 4
Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 11 Tahun 2006 tentang Komunitas Intelijen Daerah. Di samping itu, sebagai upaya untuk mendukung pembauran dalam masyarakat, koordinasi dengan pemerintah daerah didukung dengan penerbitan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 34 tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pembauran Kebangsaan di Daerah. Upaya lain yang dilakukan adalah memantapkan peran Pemerintah sebagai fasilitator dan mediator dalam mengatasi berbagai persoalan untuk menjaga dan memelihara persatuan dan kesatuan serta perdamaian dan harmoni dalam masyarakat. Untuk menindaklanjuti berbagai kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan oleh tersebut, Pemerintah telah melakukan fasilitasi pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di 33 provinsi, 234 kabupaten, dan 63 kota. Pemerintah juga telah memfasilitasi pembentukan Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) di 23 provinsi dan 57 kabupaten/kota, pembentukan Komunitas Intelijen Daerah (KOMINDA) di 33 provinsi dan 425 kabupaten/kota, serta Forum Pembaruan Kebangsaan (FPK) di 11 provinsi dan 16 kabupaten/kota. Dalam konteks persatuan dan kesatuan bangsa, Pemerintah menerbitkan PP No. 77 Tahun 2007 tentang Lambang Daerah sebagai tanda identitas NKRI yang menggambarkan potensi daerah, harapan masyarakat daerah, dan semboyan yang melukiskan harapan tersebut. Pemerintah juga melakukan upaya mendorong penerapan nilai-nilai ideologi Pancasila termasuk di dalamnya nilai persatuan dan kesatuan serta cinta tanah air melalui program wawasan kebangsaan dan cinta tanah air. Program tersebut merupakan kerja sama Pemerintah dengan ratusan organisasi masyarakat sipil yang ada di Indonesia. Pemerintah menyadari bahwa peran organisasi masyarakat sangatlah penting yaitu sebagai garda terdepan dalam mewujudkan konsensus penyelesaian masalah dalam masyarakat itu sendiri. Dalam menghadapi pelaksanaan Pemilu 2009, Pemerintah melakukan fasilitasi dukungan terhadap KPU melalui sosialisasi pemilu yang tidak hanya menyangkut tata cara pemilu dan hak kewajiban politik untuk memberikan suara dalam pemilu itu, tetapi juga imbauan dan ajakan untuk melaksanakan pemilu secara damai. 02 - 5
Hasilnya dapat dilihat bahwa penyelenggaraan Pemilu 2009 dapat berjalan dengan aman dan damai. Suasana yang tercipta tersebut sesungguhnya disumbang secara signifikan oleh masyarakat yang menghendaki suasana sosial politik yang aman dan damai walaupun situasi politik menjelang pemilu diwarnai dengan kompetisi yang menghangat. Catatan yang penting adalah bahwa Pemilu tahun 2009 memberikan harapan bagi terwujudnya Indonesia yang lebih harmonis dan bersatu. Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden 2009 telah bercerita banyak tentang Indonesia yang sedang memasuki sebuah era baru berdemokrasi yang lebih baik, dengan batas-batas etnis dan agama tidak lagi menjadi penghambat yang memberatkan bagi demokrasi dan persatuan nasional Indonesia. Politik menjadi hal yang lebih individual melampaui batas-batas tradisional, keyakinan agama, dan etnisitas. Masyarakat Indonesia sedang memasuki fajar baru konsolidasi demokrasi, sebuah era baru politik non-sektarian (post-sectarian politics), menuju masyarakat sipil yang berpolitik secara lebih rasional dan berorientasi pada program serta kebijakan. Khusus di NAD, stabilitas sosial politik yang terjadi tidak terlepas dari keberhasilan program reintegrasi yang telah dilaksanakan melalui kerja sama Pemerintah dan Pemerintah Provinsi NAD, serta peran forum komunikasi dan koordinasi yang menjadi wadah bagi penyelesaian masalah berkaitan dengan agenda perdamaian yang telah disepakati. Situasi yang semakin kondusif merupakan hasil dari upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat Aceh seluruhnya. Fondasi perdamaian yang dimulai dengan perjanjian perdamaian Helsinki, dan berlanjut dengan pemberlakuan UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh menjadi kunci penting bagi terciptanya suasana damai dalam masyarakat NAD dan berjalannya proses pembangunan yang semakin mantap di NAD. Sebagai penjabaran dari UU Pemerintahan Aceh (UU PA), Pemerintah telah memfasilitasi penetapan PP No. 20 Tahun 2007 tentang Partai Politik Lokal di Aceh. Bahkan lebih jauh dari itu, suasana sosial politik yang kondusif di NAD telah menghasilkan kepemimpinan politik harapan rakyat Aceh melalui Pilkada Gubernur dan Kabupaten/Kota yang 02 - 6
berlangsung dengan aman dan damai serta dinilai jujur dan demokratis. Semua yang telah dicapai tersebut sangat penting bagi keberlanjutan proses pembangunan di segala bidang dan menjadi barometer bagi upaya meningkatkan harmonis kehidupan sosial politik di NAD. Di tengah berbagai capaian positif, tantangan ke depan di NAD adalah penyelesaian peraturan pelaksanaan UU No. 11 Tahun 2006 yaitu penyelesaian 10 PP, 1 Perpres, dan pembentukan pengadilan HAM serta Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Tantangan lain adalah munculnya berbagai persoalan pascaprogram Reintegrasi Damai Aceh termasuk keberadaan warga negara asing dan LSM/NGO asing yang sedang dan masih akan melakukan aktivitasnya di NAD. Pemerintah telah dan sedang melakukan fasilitasi untuk menyelesaikan persoalan keberadaan warga asing tersebut. Di Papua, situasi yang relatif kondusif merupakan sumbangan dari penguatan implementasi Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua sesuai dengan UU No. 21 Tahun 2001 dan penerapan Inpres No. 5 Tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat yang sering disebut dengan New Deal Policy for Papua. Pada tahun 2008, telah ditetapkan PP No. 64 Tahun 2008 tentang Perubahan PP No. 54 Tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua (MRP), khususnya yang menyangkut keuangan MRP. Pemerintah terus berupaya untuk mendorong efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan di daerah berdasarkan otonomi daerah dan otonomi khusus, mendorong kehidupan politik yang sehat yang mengacu pada 4 konsensus dasar, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Pada umumnya, situasi sosial politik di Poso, Sulawesi Tengah semakin kondusif yang ditandai dengan tumbuh dan terciptanya rasa aman dan damai, serta semakin baiknya kondisi yang harmonis di dalam masyarakat. Tantangan ke depan yang perlu diselesaikan secara tuntas adalah penanganan masalah pengungsi terutama terkait dengan hak keperdataan sosial yang semakin baik. Pemerintah telah mendorong dan mendukung pemerintah daerah untuk terus mengupayakan pengembalian hak keperdataan para pengungsi secara bertahap dan berlanjut. Kondisi yang kondusif tercipta juga di 02 - 7
Maluku dan Maluku Utara. Pemerintah daerah saat ini sedang dan terus melanjutkan hasil yang telah dicapai selama empat tahun pelaksanaan Inpres No. 6 Tahun 2003 tentang Percepatan Pemulihan Pembangunan Provinsi Maluku dan Maluku Utara pascakonflik. Melalui dukungan dan dorongan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas Pemerintahan di daerah, pelaksanaan rehabilitasi serta upaya dialog dan komunikasi efektif serta pendampingan terhadap masyarakat, Inpres tersebut telah menjadi pilar penting bagi pemulihan perdamaian yang berkelanjutan di Maluku dan Maluku Utara. Berkenaan dengan bidang komunikasi dan informasi, upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah adalah terus-menerus melakukan perbaikan pelayanan, penyebaran dan perluasan akses terhadap informasi publik bidang politik, hukum dan keamanan, serta kesejahteraan rakyat. Di samping itu, Pemerintah mengembangkan dan dan memanfaatkan jalur kelembagaan komunikasi sosial Pemerintah dan pemerintah daerah serta jalur kemitraan media. Lebih lanjut, Pemerintah telah memberikan bantuan sarana komunikasi kepada kabupaten di daerah perbatasan dan daerah tertinggal, dan bantuan dana kegiatan operasional penyebarluasan informasi publik kepada seluruh dinas/badan/bagian infokom/humas di tingkat provinsi dan 75 kabupaten/kota. Pemerintah juga telah dan terus memperkuat media centre di daerah dengan tujuan untuk menyampaikan dan menyediakan informasi yang akurat, berimbang, dan benar kepada masyarakat luas yang membutuhkannya. Media centre tidak ditujukan untuk alat propaganda Pemerintah yang menyajikan keadaan atau perkembangan yang baik saja, tetapi diharapkan dapat menjadi sarana alternatif penyedia informasi dari isu, rumor, bahkan provokasi yang tidak bertanggung jawab dari kelompok-kelompok tertentu yang bertujuan menciptakan kekacauan, dan konflik berdimensi kekerasan yang berkepanjangan. Sampai dengan tahun 2009 ini telah dibangun dan dikembangkan media center di 30 provinsi dan 75 kabupaten/kota.
02 - 8
III.
TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
Pada masa mendatang, secara umum Pemerintah memfokuskan pelaksanaan kebijakan untuk meningkatkan rasa percaya dan harmonisasi antarkelompok masyarakat melalui beberapa hal berikut ini; pertama, melanjutkan peran Pemerintah sebagai fasilitator dan mediator penyelesaian konflik dengan terus membuka dan menyempurnakan ruang komunikasi dan dialog atau pelembagaan ruang publik yang seluas-luasnya bagi masyarakat di seluruh wilayah NKRI, serta pada saat yang sama memperkuat dan mempertegas penegakan hukum; kedua, mengambil pelajaran dari berbagai kasus yang terjadi selama beberapa tahun terakhir ini di seluruh tanah air untuk menyempurnakan proses dan wacana pendidikan nilai-nilai luhur demokrasi dan memperkuat serta merevitalisasi paham kebangsaan Indonesia sesuai dengan dinamika kehidupan sosial politik nasional; ketiga, terus memperkuat koordinasi kelembagaan antara Pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta antar-pemerintah daerah dalam memperbaiki kepekaan Pemerintah terhadap persoalan-persoalan sensitif yang perlu mendapatkan perhatian semua pihak; keempat; terus memperluas dan menjamin hak masyarakat untuk mendapatkan akses penuh terhadap informasi publik yang menjadi hak konstitusional mereka sebagai warga negara; kelima, mempertinggi ketahanan masyarakat dalam menyikapi, merespons, dan mengantisipasi kemungkinankemungkinan terburuk yang akan dilakukan dengan menggunakan cara-cara terorisme untuk mencapai tujuan politik tertentu; keenam, menanamkan kesadaran pentingnya supremasi hukum pada masyarakat dalam menyelesaikan masalah-masalah perbedaan sosial politik apapun yang muncul di tengah masyarakat Indonesia yang demokratis. Garis kebijakan Pemerintah tahun 2010 tidak berubah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yakni menempatkan 4 (empat) pilar penting konsensus bangsa yakni, Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai pedoman tertinggi kehidupan sosial politik seluruh bangsa. Semua anggota masyarakat dan organisasi masyarakat sipil hendaknya menghindarkan diri dari sikap-sikap dan perilaku ingin menang sendiri dan tidak mudah tergoda untuk melakukan tindakan main hakim sendiri dalam 02 - 9
menyelesaikan persoalan. Esensi dari keempat pilar penting yang cukup relevan untuk menyikapi berbagai kendala sosial politik Indonesia dewasa ini antara lain, pertama, sikap solidaritas dan perilaku toleran antar-sesama saudara sebangsa tanpa memandang asal usul, suku, ras, bahasa, dan agama; kedua, sikap taat pada hukum bagi setiap komponen bangsa dalam menyikapi setiap tindakan yang melawan hukum tanpa memandang asal usul, golongan, dan keyakinan politik. Pemerintah meyakini, hanya dengan menghayati dan mengamalkan nilai-nilai luhur yang tercakup di dalam keempat pilar kebangsaan di atas maka kita akan dapat terus memelihara arah yang benar yaitu arah yang telah disepakati oleh para pendahulu, para bapak pendiri bangsa (founding fathers) Indonesia. Semua unsur bangsa Indonesia perlu memperbarui komitmen bersama untuk mengembangkan identitas dan karakter bangsa dengan merevitalisasi kembali nilai-nilai luhur Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
02 - 10