BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1. Pasar Modal 2.1.1. Pengertian Pasar Modal Pada dasarnya, pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang, ekuitas (saham), instrumen derivatif, maupun instrumen lainnya. Menurut Tandelilin, Eduardus (2010:26), pasar modal dapat didefinisikan sebagai “Pasar untuk memperjualbelikan sekuritas yang umumnya memiliki umur lebih dari satu tahun, seperti saham dan obligasi.” Undang-undang Pasar Modal No.8 Tahun 1995 memberikan pengertian pasar modal yang lebih spesifik, yaitu “Kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.” Dengan demikian, pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang dapat diperjualbelikan seperti, surat utang (obligasi), ekuitas (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Pasar modal juga sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan tambahan dana dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi oleh masyarakat yang dalam hal ini disebut investor. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya. 2.1.2. Manfaat Pasar Modal
11
Pasar modal bermanfaat meningkatkan dan menghubungkan aliran dana bagi pelaku usaha secara efisien yang akan menunjang pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2011:2) pasar modal memberikan banyak manfaat, di antaranya: 1. Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal. 2. Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya diversifikasi. 3. Menyediakan indikator utama (leading indicator) bagi tren ekonomi negara. 4. Memungkinkan penyebaran kepemilikan perusahaan hingga lapisan masyarakat menengah. 5. Memungkinkan
penyebaran
kepemilikan,
keterbukaan,
dan
profesionalisme, serta penciptaan iklim berusaha yang sehat 6. Menciptakan lapangan kerja/profesi yang menarik. 7. Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dan mempunyai prospek 8. Menjadi alternatif investasi yang memberikan potensi keuntungan dengan risiko yang bisa diperhitungkan melalui keterbukaan, likuiditas, dan diversifikasi investasi. 9. Membina iklim keterbukaan bagi dunia usaha dan memberikan akses kontrol sosial. 10. Mendorong pengelolaan perusahaan dengan iklim terbuka, pemanfaatan manajemen profesional, dan penciptaan iklim berusaha yang sehat. 2.2. Bursa Efek 12
Bursa
efek
merupakan
wadah
bagi
para
pelaku
saham
untuk
memperdagangkan atau memperjualbelikan setiap efek yang mereka miliki dan ingin beli. Menurut UU Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, bursa efek dapat didefinisikan sebagai “Pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli Efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan Efek di antara mereka.” 2.3.
Saham
2.3.1. Pengertian Saham Saham merupakan surat berharga yang paling populer dan dikenal luas di masyarakat. Suatu perusahaan melakukan penerbitan saham agar dapat memperoleh tambahan modal untuk digunakan dalam kegiatan usahanya. Pengertian saham menurut Darmadji dan Fakhruddin (2011:5) adalah “Saham (stock atau share) dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas.” Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut. Akan tetapi, sekarang ini sistem tanpa warkat sudah mulai dilakukan di pasar modal Jakarta dimana bentuk kepemilikan tidak lagi berupa lembaran saham yang diberi nama pemiliknya tapi sudah berupa account atas nama pemilik atau saham tanpa warkat. Jadi penyelesaian transaksi akan semakin cepat dan mudah. 2.3.2. Jenis-jenis Saham
13
Secara umum, terdapat beberapa jenis saham. Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2011:6), ada beberapa sudut pandang untuk membedakan saham, yaitu: a.
Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim, maka saham terbagi atas: 1. Saham biasa (common stock), yaitu saham yang menempatkan pemiliknya pada posisi paling junior dalam pembagian dividen dan hak atas harta kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi. 2. Saham preferen (preferred stock), yaitu saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi juga bisa tidak mendatangkan hasil seperti yang dikehendaki investor. Saham preferen serupa dengan saham biasa karena dua hal, yaitu: mewakili kepemilikan ekuitas dan diterbitkan tanpa tanggal jatuh tempo yang tertulis di atas lembaran saham tersebut; dan membayar dividen
b.
Dilihat dari cara peralihannya, saham dapat dibedakan atas: 1. Saham atas unjuk (bearer stock), artinya pada saham tersebut tidak tertulis nama pemiliknya, agar mudah dipindahtangankan dari satu investor ke investor lain. Secara hukum, siapa yang memegang saham tersebut, maka dialah yang diakui sebagai pemiliknya dan berhak ikut hadir dalam RUPS. 2. Saham atas nama (registered stock), merupakan dengan nama pemilik yang ditulis secara jelas dan cara peralihannya harus melalui prosedur tertentu.
c.
Ditinjau dari kinerja perdagangan, maka saham dapat dikategorikan atas: 1. Saham unggulan (blue-chip stock), yaitu saham biasa dari suatu perusahaan yang memiliki reputasi tinggi, sebagai pemimpin (leader) di industri sejenis, memiliki pendapatan yang stabil, dan konsisten dalam membayar dividen. 14
2. Saham pendapatan (income stock), yaitu saham dari suatu emiten yang memiliki kemampuan membayar dividen lebih tinggi dari rata-rata dividen yang dibayarkan pada tahun sebelumnya. Emiten seperti ini biasanya mampu menciptakan pendapatan yang lebih tinggi dan secara teratur membagikan dividen tunai. Emiten ini tidak suka menekan laba dan tidak mementingkan potensi pertumbuhan harga saham (P/E ratio). 3. Saham pertumbuhan (growth stock – well known), yaitu saham-saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang tinggi, sebagai pemimpin di industri sejenis yang mempunyai reputasi tinggi. Selain itu, terdapat juga growth stock (lesser-known), yaitu saham dari emiten yang tidak berperan sebagai leader dalam industri, namun memiliki ciri growth stock. Umumnya, saham ini berasal dari daerah dan kurang populer di kalangan emiten. 4. Saham spekulatif (speculative stock), yaitu saham suatu perusahaan yang tidak bisa secara konsisten memperoleh penghasilan dari tahun ke tahun, akan tetapi memiliki kemungkinan penghasilan yang tinggi di masa mendatang, meskipun belum pasti. 5. Saham siklikal (cyclical stock), yaitu saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum. Pada saat resesi ekonomi, harga saham ini tetap tinggi, di mana emitennya mampu memberikan dividen yang tinggi sebagai akibat dari kemampuan emiten dalam memperoleh penghasilan yang tinggi pada masa resesi. Emiten seperti ini biasanya bergerak dalam produk yang sangat dan selalu dibutuhkan masyarakat, seperti rokok dan barang-barang kebutuhan seharihari (consumer goods). 15
2.4. Preemptive Right Ada prinsip yang dianut banyak negara termasuk Indonesia soal penerbitan saham baru oleh emiten, yakni preemptive rights. Menurut Gitman (2009:332), preemptive right merupakan, “Hak yang dimiliki pemegang saham biasa untuk menjaga proporsi kepemilikannya di perusahaan apabila perusahaan menerbitkan saham baru.” Tujuan dari penerbitan preemptive right ada dua, yaitu: a.
Untuk menjaga proporsi kepemilikan saham dalam pengendalian perusahaan.
b.
Hak untuk memiliki lebih dahulu (preemptive right) akan melindungi penurunan nilai (value dilusion) saham yang dimiliki para pemegang saham lama.
2.5. Right Issue 2.5.1. Pengertian Right Issue Istilah right issue di Indonesia dikenal pula dengan istilah HMETD atau Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu. Right issue merupakan hak bagi pemodal untuk membeli saham baru yang dikeluarkan oleh emiten. Karena merupakan hak, maka investor tidak terikat untuk membelinya. (Sri, 2009). Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2011:20), right issue dapat didefinisikan sebagai berikut “Right atau Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) merupakan surat berharga yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menukarkannya (exercise) menjadi saham biasa. HMETD diberikan kepada para pemegang saham sehubungan dengan proses pengeluaran saham baru atau yang dikenal dengan istilah right issue. Ketika terjadi right issue, maka pemegang saham lama (existing shareholder) memiliki hak lebih utama (preemptive right) atas saham baru yang dikeluarkan perusahaan.” 16
Dengan demikian, right issue merupakan hak eksklusif berupa surat berharga yang diberikan kepada pemegangnya untuk menukarkan menjadi saham biasa. Adapun tujuan perusahaan menerbitkan right issue menurut Jaka (2000:243) yaitu: a.
Menghimpun dana segar yang akan digunakan untuk ekspansi usaha, memperkuat struktur permodalan (membayar utang) sehingga beban utang berkurang.
b.
Cara yang lebih baik bagi para emiten dalam mencari dana segar daripada menjual aset perusahaan. Dengan dana right issue, emiten dapat melempangkan kinerja keuangannya tanpa kehilangan aset berharganya.
c.
Sarana untuk meningkatkan porsi kepemilikan oleh pemegang saham utama. Jadi pada intinya tujuan perusahaan menerbitkan right issue yaitu untuk
menghimpun dana segar yang akan digunakan untuk kelangsungan perusahaan serta sarana untuk meningkatkan porsi kepemilikan pemegang saham. 2.5.2. Ciri-ciri Right Issue Ciri-ciri dari right issue yaitu: a.
Hak tersebut dapat diperjual-belikan apabila pemegang saham tidak ingin menggunakan haknya.
b.
Harga penawaran lebih rendah dari harga pasar saham.
c.
Pembayaran dilakukan secara tunai.
d.
Jangka waktu pendek. Adapun beberapa hal penting yang harus diperhatikan berkaitan dengan right
issue antara lain: a.
Cum-date : tanggal terakhir seorang investor dapat meregistrasikan sahamnya untuk mendapatkan hak corporate action. 17
b.
Ex-date : tanggal dimana investor sudah tidak mempunyai hak lagi akan suatu corporate action.
c.
DPS date : tanggal dimana daftar pemegang saham yang berhak atas suatu corporate action diumumkan.
d.
Tanggal pelaksanaan dan akhir rights :
tanggal periode rights tersebut
dicatatkan di bursa dan kapan berakhirnya. e.
Allotment date : tanggal menentukan jatah investor yang mendapatkan rights dan berapa besar tambahan saham baru akibat right issue.
f.
Listing date : tanggal di mana penambahan saham akibat rights tersebut didaftarkan di Bursa Efek.
g.
Harga Pelaksanaan : merupakan harga pelaksanaan yang harus dibayar investor untuk mengkonversi haknya ke dalam bentuk saham.
2.5.3. Tahapan Perkembangan Right Issue Dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal beserta tata cara penerbitan hak yang ditetapkan oleh Bapepam untuk emiten yang melaksanakan right issue, terdapat empat tahapan perkembangan, yaitu: a.
Tahap right-on. Tahap ini adalah tahap perdagangan saham yang memperoleh bukti right bagi investor.
b.
Tahap ex-right. Tahap ini merupakan tahap perdagangan saham yang sudah tidak mempunyai bukti right. Pada tahap ini akan terjadi penyesuaian harga saham, yaitu keuntungan perusahaan harus dibagi dengan total saham lama ditambah dengan saham baru.
18
c.
Tahap right-off. Dimana tahap dimulainya perdagangan bukti right. Pada tahap ini harga bukti right akan disesuaikan dengan harga saham di bursa dan juga harga penebusan saham baru.
d.
Tahap right out. Pada tahap ini bukti right sudah tidak mempunyai nilai lagi, dan saham baru sudah diserahkan kepada investor yang telah menebusnya (pemegang saham lama). Setelah melewati tahap right-out, perdagangan saham sudah berjalan normal
dan akan terjadi penyesuaian pada harga saham yang berdasarkan pada kinerja dan kebijakan perusahaan dalam penggunaan dana dari right issue. 2.6. Laporan Keuangan 2.6.1. Pengertian Laporan Keuangan Menurut PSAK No. 1 Paragraf ke 7 (Revisi 2009), “Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas.” Sugiono & Untung (2008:3) mengemukakan pengertian laporan keuangan sebagai berikut “Laporan keuangan merupakan hasil tindakan pembuatan ringkasan data keuangan perusahaan.” Laporan keuangan tidak hanya sebagai alat penguji saja tetapi juga sebagai dasar untuk menentukan atau menilai posisi keuangan perusahaan tersebut, dimana dengan hasil analisa tersebut pihak-pihak yang berkepentingan mengambil suatu keputusan. Jadi untuk mengetahui posisi keuangan suatu perusahaan serta hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan tersebut perlu adanya laporan keuangan dari perusahaan yang bersangkutan. Perusahaan menyediakan informasi akuntansi karena memiliki stakeholders yang bervariasi seperti pemegang saham, pemegang obligasi, bankir, kreditur, suplier, karyawan, dan manajemen. Para stakeholders perlu mengetahui bagaimana kinerja keuangan perusahaan. 19
Sehingga dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan merupakan catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja, prestasi dan kondisi ekonomi perusahaan, yang digunakan oleh pihak intern untuk kepentingan manajemen perusahaan, maupun pihak ekstern perusahaan untuk pengambilan keputusan ekonomi. 2.6.2. Jenis-jenis Laporan Keuangan Hasil akhir dari proses akuntansi adalah laporan keuangan. Laporan keuangan ini digunakan oleh berbagai pihak untuk kepentingan masing-masing pihak tersebut. Berdasarkan Yadiati (2007:51), jenis-jenis laporan keuangan terdiri dari: a.
Neraca. Neraca menggambarkan posisi keuangan dari satu kesatuan usaha yang merupakan keseimbangan antara aktiva, utang dan modal pada suatu periode tertentu.
b.
Laporan laba-rugi. Laporan ini merupakan ikhtisar dari seluruh pendapatan dan beban dari satu kesatuan usaha untuk periode tertentu.
c.
Laporan perubahan ekuitas Adalah laporan perubahan modal dari satu kesatuan usaha selama periode tertentu yang meliputi laba komprehensif, investasi dan distribusi dari dan kepada pemilik.
d.
Laporan arus kas Laporan ini berisi rincian seluruh penerimaan dan pengeluaran kas baik yang berasal dari aktivitas operasional, investasi dan pendanaan dari satu kesatuan usaha selama periode tertentu.
e.
Catatan atas laporan keuangan 20
Laporan ini berisi informasi yang tidak dapat diungkapkan dalam keempat laporan keuangan diatas, yang mengungkapkan seluruh prinsip, prosedur, metode dan teknik yang diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan tersebut. 2.6.3. Tujuan Laporan Keuangan Laporan keuangan perusahaan dibuat dengan tujuan tertentu agar dapat bermanfaat, baik bagi pemilik dan manajemen perusahaan serta pengguna laporan keuangan. Secara umum tujuan dari laporan keuangan perusahaan adalah untuk memberikan informasi keuangan perusahaan pada periode tertentu. Menurut PSAK No. 1 Paragraf 7 (Revisi 2009) “Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi.” Sedangkan tujuan laporan keuangan menurut APB Statement No. 4 adalah sebagai berikut: a.
Tujuan khusus dari laporan keuangan adalah menyajikan secara wajar akuntansi yang diterima umum, posisi keuangan, hasil-hasil operasi, dan perubahanperubahan lain dalam posisi keuangan
b.
Tujuan umum dari laporan keuangan adalah: 1. Untuk
menyediakan
informasi
yang
terandal
tentang
sumberdaya-
sumberdaya dan kewajiban-kewajiban ekonomik perusahaan bisnis untuk a. Mengevaluasi kekuatan dan kelemahannya; b. Memperlihatkan pembiayaan dan investasinya; c. Mengevaluasi kemampuannya untuk memenuhi komitmen-komitmennya d. Menunjukkan dasar sumberdaya bagi pertumbuhannya. 21
2. Untuk menyediakan informasi yang terandal tentang perubahan-perubahan dalam sumberdaya netto yang berasal dari kegiatan-kegiatan untuk mencari laba dari suatu perusahaan bisnis untuk: a. Menunjukkan hasil dividen yang diharapkan bagi para investor; b. Memperlihatkan kemampuan operasi untuk membayar kreditor dan pemasok, memberi pekerjaan bagi karyawan, membayar pajak, dan menyediakan dana bagi perluasan; c. Untuk menyediakan informasi keuangan yang dapat digunakan untuk menaksir potensi laba perusahaan tersebut; d. Untuk menyediakan informasi lain yang dibutuhkan tentang perubahanperubahan dan sumberdaya dan kewajiban ekonomik; e. Untuk mengungkapkan informasi lain yang relevan bagi kebutuhan pemakai laporan. 3. Tujuan kualitatif dari akuntansi keuangan adalah: a. Relevansi, yang berarti memilih informasi yang paling mungkin bisa membantu pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomik mereka. b. Dapat dimengerti, yang menyiratkan bahwa informasi yang terpilih bukan hanya harus jelas tetapi juga harus dapat dipahami para pemakai. c. Dapat diperiksa, yang menyiratkan bahwa hasil-hasil akuntansi bisa dikuatkan oleh pengukur-pengukur independen dengan menggunakan metode pengukuran yang sama. d. Netral, yang mengandung pengertian bahwa informasi akuntansi ditujukan pada kebutuhan-kebutuhan umum dari para pemakai dan bukan pada kebutuhan khusus dari pemakai tertentu.
22
e. Tepat waktu, yang mengandung pengertian komunikasi informasi secara dini untuk mencegah penangguhan dalam pengambilan keputusan ekonomik. f. Dapat diperbandingkan, yang menyiratkan bahwa perbedaan-perbedaan bukanlah akibat perlakuan akuntansi keuangan yang berbeda. g. Lengkap, yang menyiratkan bahwa semua informasi yang “secara layak” memenuhi kebutuhan-kebutuhan tujuan kualitatif lain harus dilaporkan. Jadi dengan mendapatkan laporan keuangan perusahaan, maka pemakai dapat mengetahui seluruh kondisi keuangan perusahaan. Para pemakai tidak dapat hanya membaca laporan keuangan tetapi juga harus mengerti dan memahami posisi keuangan perusahaan saat ini, caranya yaitu dapat dengan melakukan analisis terhadap laporan keuangan perusahaan. 2.7. Rasio Keuangan 2.7.1. Pengertian Rasio Keuangan Pengertian rasio keuangan menurut Harahap (2013:297) adalah sebagai berikut: “Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari suatu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan (berarti).” Jadi,
rasio
keuangan
ini
hanya
menyederhanakan
informasi
yang
menggambarkan hubungan antara pos tertentu dengan pos lainnya. Dengan penyederhanaan ini dapat dinilai secara tepat hubungan antara pos tersebut dan dapat dibandingkannya dengan rasio lain, sehingga dapat diperoleh hasil dan memberikan penilaian.
23
2.7.2. Jenis-jenis Rasio Keuangan 2.7.2.1. Rasio Likuiditas Rasio likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya. Beberapa jenis rasio likuiditas menurut Harahap (2013:301) adalah sebagai berikut: 1. Rasio Lancar (Current Ratio) Current ratio =
Current Assets Current Liabilities
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar hutang lancarnya yang harus segera dipenuhi dengan menggunakan aktiva lancar yang dimilikinya. Semakin besar perbandingan aktiva lancar dengan hutang lancar, semakin tinggi kemampuan perusahaan menutupi kewajiban jangka pendeknya. 2. Rasio Cepat (Quick Ratio) Quick ratio =
Cash + MarketableSecurities + Receivable Current Liabilities
Rasio ini disebut juga Acid Test Ratio. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar hutang lancar yang harus segera dipenuhi dengan menggunakan aktiva lancar yang lebih likuid, seperti kas yang tersedia pada perusahaan, efek atau surat berharga yang dapat diuangkan dengan segera, dan piutang. Semakin besar rasio ini maka semakin baik. Apabila rasio ini kurang dari 1 atau 100%, maka posisi likuiditas dianggap kurang baik. 24
3. Rasio Kas (Cash Ratio) Cash Ratio =
Cash + MarketableSecurities Current Liabilities
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar hutang lancarnya yang harus segera dipenuhi dengan menggunakan aktiva lancar yang paling likuid yang dimilikinya, yaitu kas yang dimiliki oleh perusahaan dan surat berharga yang dapat diuangkan dengan segera. 2.7.2.2. Rasio Leverage Rasio
ini
menggambarkan
kapasitas
perusahaan
dalam
memenuhi
kewajibannya bila suatu saat perusahaan dilikuidasi atau dibubarkan. Rasio leverage antara lain: 1. Rasio Hutang atas Modal (Debt to Equity Ratio) Debt to Equity Ratio =
Total Liabilities Total Equity
Rasio ini menggambarkan sampai sejauh mana modal pemilik dapat menutupi hutang-hutang kepada pihak luar. Semakin kecil rasio ini, semakin baik. 2. Rasio Hutang atas Aktiva (Debt to Asset Ratio) Debt to Asset Ratio =
Total Liabilities Total Asset
Rasio ini menunjukkan bagian dari aktiva yang digunakan untuk menjamin hutang. Semakin tinggi rasio ini maka semakin banyak kreditur yang digunakan dalam usaha untuk menghasilkan laba. 25
3. Long Term Debt to Total Equity Ratio LTD/TE Ratio =
Long Term Liabilities Total Equity
Rasio ini menunjukkan bagian dari modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk hutang jangka panjang kepada kreditur. Semakin besar rasio ini berarti semakin besar dana yang berasal dari pihak luar. 2.7.2.3. Rasio Profitabilitas Rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan memperoleh laba, baik dalam hubungannya dengan penjualan, aset maupun laba bagi modal sendiri. Ada beberapa pengukuran terhadap profitabilitas, yaitu: 1. Margin Laba Bersih (Net Profit Margin) Net Profit Margin =
Net Income Total Sales
Rasio ini menunjukkan besarnya keuntungan bersih yang dihasilkan oleh perusahaan untuk setiap Rupiah penjualan. Semakin besar rasio ini maka semakin baik karena semakin besar keuntungan yang diperoleh perusahaan. 2. Return on Equity ROE =
Net Income Equity
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin besar kemampuan modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan. 3. Return on Investment ROI = Net Income Total Asset
26
Rasio ini menunjukkan seberapa besar kemampuan perusahaan memperoleh laba dari aktiva yang dipergunakan. Semakin tinggi rasio ini maka semakin baik karena semakin efisien penggunaan modal perusahaan yang ditanamkan dalam aktiva. 2.7.2.4. Rasio Aktivitas Rasio ini menggambarkan sejauh mana efisiensi perusahaan dalam menggunakan aset untuk memperoleh penjualan. Jadi, rasio aktivitas merupakan rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur seberapa efisien perusahaan dalam memanfaatkan investasi dan sumber daya ekonomis untuk menghasilkan penjualan yang menguntungkan. Rasio aktivitas meliputi: 1. Perputaran Piutang (Receivable Turn Over) RTO =
Sales Average Receivable
Rasio ini menunjukkan perputaran dana yang tertanam dalam piutang pada satu periode tertentu. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan semakin cepat pengembalian modal dalam bentuk kas. 2. Perputaran Total Aset (Total Asset Turn Over) TTO =
Sales Average Total Asset
Rasio ini menunjukkan bagaimana efektivitas perusahaan menggunakan keseluruhan aktivanya untuk menciptakan penjualan dan mendapatkan laba.
27
Semakin tinggi rasio ini berarti semakin baik efisiensi penggunaan aktiva perusahaan. 3. Periode Penagihan (Collection Period) CP = Average Receivable Sales/360
Rasio ini menunjukkan periode rata-rata yang dibutuhkan perusahaan untuk mencairkan piutangnya. Dengan demikian, makin sedikit waktu yang dibutuhkan semakin menguntungkan bagi perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan harus sangat memperhatikan kemampuan pihak ketiga untuk melakukan pembayaran. 2.7.2.5. Rasio Pasar Modal Rasio ini menyangkut tingkat penghasilan atau return yang diperoleh atas nilai buku saham biasa. Pihak yang berkepentingan dengan rasio ini adalah pemegang saham biasa, karena hal ini akan menggambarkan keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bagi pemilik perusahaan yang dalam hal ini adalah pemegang saham biasa. Menurut L. Thian (2008) rasio pasar modal terdiri atas: 1. Price to Book Value Nilai Buku =
Total Equity Jumlah saham beredar
PBV =
Harga Saham Nilai Buku Ekuitas
Pendekatan ini menghitung nilai buku suatu saham yang menggunakan nilai klaim atas nilai fisik perusahaan. Semakin rendah rasio ini berarti harga 28
saham perusahaan semakin murah dan menarik minat investor untuk membelinya. 2. Price to Earning Ratio PER =
Harga Saham Earnings Per Share
Rasio ini menunjukkan seberapa tinggi suatu saham dibeli oleh investor dibandingkan dengan laba bersih per saham yang dihasilkan. 2.7.3. Keunggulan Analisa Rasio Analisa rasio memiliki keunggulan dibanding teknik analisa lainnya. Keunggulan mengacu pada Harahap (2013:298) adalah: a.
Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan ditafsirkan.
b.
Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit.
c.
Mengetahui posisi perusahaan di tengah industri lain.
d.
Sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model pengambilan keputusan dan model prediksi (Z-score).
e.
Menstandarisir size perusahaan.
f.
Lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan perusahaan lain atau melihat perkembangan perusahaan secara periodik atau “time series”.
g.
Lebih mudah melihat tren perusahaan serta melakukan prediksi di masa yang akan datang.
29
Jadi kesimpulannya, analisa rasio mampu meringkas kondisi perusahaan secara keseluruhan serta mengetahui bagaimana posisi perusahaan. 2.7.4. Keterbatasan Analisa Rasio Disamping keunggulan analisa rasio, teknik ini juga memiliki beberapa keterbatasan yang harus disadari agar tidak salah dalam penggunaannya. Adapun keterbatasan analisa rasio menurut Harahap (2013:298) adalah sebagai berikut: a.
Kesulitan dalam memilih rasio yang tepat yang dapat digunakan untuk kepentingan pemakainya.
b.
Keterbatasan yang dimiliki akuntansi atau laporan keuangan juga menjadi keterbatasan teknik ini.
c.
Jika data untuk menghitung rasio tidak tersedia maka akan menimbulkan kesulitan menghitung rasio.
d.
Sulit jika data yang tersedia tidak sinkron.
e.
Jika dua perusahaan dibandingkan bisa saja teknik dan standar akuntansi yang dipakai tidak sama. Oleh karenanya jika dilakukan perbandingan bisa menimbulkan kesalahan. Jadi kesimpulanya, keterbatasan analisa rasio keuangan yaitu sulitnya
menentukan rasio yang tepat yang harus digunakan, terdapat resiko kesalahan perhitungan, serta apabila data yang diperlukan tidak tersedia, analisa rasio akan sulit dilakukan. 2.8. Analisis Financial Distress Perusahaan Menurut Darsono & Ashari (2008), Analisis Diskriminan yaitu Prediksi mengenai perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan (financial distress) yang kemudian mengalami kebangkrutan merupakan suatu analisis kesehatan perusahaan 30
yang penting bagi pihak-pihak yang berkepentingan seperti kreditur, investor, pemerintah, auditor, maupun manajemen. Bagi kreditur analisis ini menjadi bahan pertimbangan utama dalam memutuskan untuk menarik piutangnya, menambah piutang untuk mengatasi kesulitan tersebut, atau mengambil kebijakan lain. Sementara dari sisi investor hasil analisisnya akan digunakan untuk menentukan sikap terhadap sekuritas yang dimiliki pada perusahaan dimana ia berinvestasi, karena semakin ketatnya persaingan mengakibatkan perusahaan yang kalah bersaing akan mengalami kebangkrutan. Sebagai pihak yang berada di luar perusahaan, investor dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang kebangkrutan sehingga keputusan yang diambil tidak akan salah. Salah satu indikator yang bisa dipakai untuk mengetahui tingkat kebangkrutan perusahaan adalah indikator keuangan. Kebangkrutan itu biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba. Kegagalan menurut pengertian ekonomi dapat diartikan bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan tidak menutupi biayanya. Secara garis besar penyebab kebangkrutan bisa dibagi menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari bagian internal manajemen perusahaaan, sedangkan faktor eksternal bisa berasal dari faktor luar yang berhubungan langsung dengan perusahaan (Darsono & Ashari, 2008:101). Faktor internal penyebab kebangkrutan antara lain: 1. Manajemen yang tidak efisien 2. Ketidakseimbangan dalam modal yang dimiliki dengan jumlah hutangpiutang yang dimiliki 31
3. Adanya kecurangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan Sedangkan faktor eksternal penyebab kebangkrutan antara lain: 1. Perubahan dalam kegiatan pelanggan yang tidak diantisipasi oleh perusahaan yang mengakibatkan pelanggan lari sehingga terjadi penurunan dalam pendapatan. 2. Kesulitan bahan baku karena supplier tidak dapat memasok lagi kebutuhan bahan baku yang digunakan untuk memproduksi. 3. Hubungan yang tidak harmonis dengan kreditur juga bisa berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup perusahaan. 4. Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki diri sehingga bisa bersaing dengan perusahaan lain dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. 5. Kondisi perekonomian yang global juga harus selalu diantisipasi oleh perusahaan. Analisis yang digunakan untuk mengklasifikasikan apakah suatu perusahaan bangkrut atau tidak bangkrut yaitu analisis diskriminan. Di dalam penerapannya kemudian penilaian aspek keuangan berkembang sesuai dengan kebutuhan pihak manajemen dan tuntutan perkembangan. Mengacu pada Toto Prihadi (2011:336), Z-score yang telah dikembangkan oleh Edward I Altman di New York University pada pertengahan tahun 1960 menggunakan
analisis diskriminan dengan menyusun
suatu model untuk
32
memprediksi kebangkrutan perusahaan. Rumus Z-score yang telah dikembangkan oleh Altman adalah: Z= 1,2(X1) + 1,4(X2) + 3,3(X3) + 0,6(X4) + 0.999(X5) Dimana: X1- Working Capital /Total Assets =Modal kerja/ Total Aktiva Rasio ini mengukur total aktiva perusahaan secara relatif terhadap kapitalisasi total perusahaan X2- Retained Earning/Total Assets = Laba Ditahan/Total Aktiva Retained Earning adalah rekening yang menunjukkan akumulasi jumlah laba yang diivestasikan kembali selama hidup perusahaan. Dalam hal ini perusahaan yang relatif muda kemungkinan besar akan menunjukkan RE/TA yang rendah dibanding perusahaan yang sudah lama berdiri. Bila ditinjau lebih lanjut, hal ini justru menggambarkan kegagalan perusahaan biasanya terjadi pada masa awal berdirinya perusahaan. X3- Earning before Interest and Tax / Total Assets Rasio ini mengukur produktivitas sebenarnya dari penggunaan aset perusahaan. Kemampuan perusahaan untuk tetap bertahan sangat tergantung pada Empowering Power dari asetnya. Oleh sebab itu rasio ini sangat sesuai untuk dipergunakan dalam menganalisa kemampuan kinerja keuangan. X4- Market Value of Equity / Book Value of Debt (Nilai Pasar Modal Sendiri/Nilai Buku Hutang)
33
Rasio ini dapat dipergunakan untuk mengukur seberapa besar penurunan aset perusahaan yang dapat diterima sebelum kewajiban melebihi aset perusahaan. Semakin besar toleransi penurunan aset yang diterima maka akan semakin kecil kemungkinan terjadinya kebangkrutan. X5- Sales/Total Assets Rasio ini mengindikasikan kemampuan penggunaan aset perusahaan untuk menghasilkan penjualan. Kriteria
penilaian
yang
digunakan
untuk
memprediksi
kebangkrutan
perusahaan dengan model ini yaitu: a) Z > 2,99 menunjukkan indikasi kesehatan keuangan perusahaan dalam kondisi yang aman artinya tidak ada potensi kebangkrutan. b) 1.81 ≤ Z ≤ 2.99 diklasifikasikan sebagai perusahaan pada grey area atau daerah kelabu menunjukkan indikasi bahwa manajemen harus bekerja keras untuk memepertahankan keberadaan perusahaan karena masih terdapat kemungkinan terjadinya kebangkrutan. Jadi manajemen harus mengambil dan memutuskan kebijakan yang tepat untuk perusahaan agar tidak bangkrut (grey area). c) Z ˂ 1.81 menunjukkan indikasi bahwa kesehatan keuangan perusahaan berada dalam kondisi yang sangat parah dan sangat berpotensi untuk mengalami kebangkrutan.
34
2.9. Kerangka Teoritis
Perusahaan yang Right Issue di Tahun 2009
Sebelum right issue
Kinerja Keuangan
Financial Distress
Rasio Keuangan
Analisis Z-score
Sesudah right issue Kinerja Keuangan
Rasio Keuangan
Financial Distress Analisis Z-score
Gambar 2.1 Kerangka Teoritis Penelitian
35