1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan masyarakat modern, kebutuhan akan informasi
yang aktual membuat komunikasi massa menjadi aspek terpenting dan kompleks yang memiliki peranan besar bagi kehidupan manusia serta berperan besar dalam kemunculan Global Village atau desa global. Mengutip Jay Black dan Frederick C.Whitney (1998) dalam buku Pengantar Komunikasi Massa, Nurudin (2009) disebutkan, “Mass communication is a process whereby mas-produced are transmitted to large, anonymous, and heterogeneous masses of receivers” yang berarti komunikasi massa adalah sebuah proses di mana pesan-pesan yang diproduksi secara masal/tidak sedikit itu disebarkan kepada massa penerima pesan yang luas, anonym, dan heterogen. Maka komunikasi massa berpusat pada proses penyebaran pesan melalui media massa, baik cetak, elektronik, maupun online. Joseph R. Dominick dalam bukunya The Dynamic of Mass Communication yang dikutip oleh Ade Armando dalam buku Media dan Intergrasi Sosia-Jembatan Antar Umat Beragama (2011: ), mengatakan media massa memiliki peran yang semakin penting dalam kehidupan masyarakat kontemporer. Para pengkaji sosiologi media menunjukkan
2
bagaimana masyarakat sebenarnya memiliki ketergantungan pada media untuk memperoleh informasi tentang apa yang terjadi di dunia. Salah satu fungsi utama media adalah pengamat lingkungan yang secara rutin menyajikan informasi mengenai apa yang terjadi di dunia sana kepada pembacanya. Implikasi dari proses tersebut adalah peristiwa yang tersaji di media akan dianggap sebagai peristiwa penting atau dianggap ada. Sesuatu yang tidak hadir di media massa, tidak akan masuk dalam agenda publik (Ade Armando, 2011:3). Salah satu produk komunikasi massa adalah televisi. Televisi dikatakan oleh George Gerber sebagai “The Electronic Storytaller” karena televisi menampilkan cerita tentang kehidupan manusia, realitas yang terjadi di sekitar manusia dan cerita tentang nilai dan pilihan-pilihan hidup. Sebagai media komunikasi massa, televisi memiliki beberapa keunggulan dibanding media massa lain. Selain daya jangkauan yang luas dan kemampuan menyampaikan informasi dengan cepat, televisi juga dilengkapi dengan audio visual cinematographic (pandang, dengar, dan gambar bergerak). Dominick (1996: 350) memaparkan kelebihan lain dari televisi, yakni bahwa televisi memiliki keefektifan dalam membentuk pengalaman dan kesan (image) atas realitas sosial yang dipersepsikan penonton. Kelebihan ini karena televisi lebih banyak mengandalkan dimensi visual
3
atau gambar yang dipercaya lebih kuat membentuk kesan dibandingkan kata-kata. Kemampuan
audio
visual
dan
cinematographic
televisi
menghasilkan dampak identifikasi optik yang tajam bagi penontonya. Penonton seolah-olah mengalami sendiri kejadian yang ditayangkan televisi. Proses identifikasi optik melalui penglihatan akan berdampak pada identifikasi psikologis oleh pemirsa. Akibatnya, penonton akan mudah terbawa pikiran dan perasaannya oleh tayangan yang disiarkan televisi. Dengan aspek dramatikal, seluruh panca indra khalayak pemirsa bekerja secara optimal. Para pakar komunikasi kerap megatakan, televisi memiliki daya hipnotis luar biasa, sehingga emosi dan prilaku khalayak dapat dengan mudah dimainkan atau diciptakan dalam seketika. Televisi, secara psikologis dan visual dapat dengan mudah memindahkan setiap peristiwa yang terjadi di dunia, ke ruang tidur atau ruang tamu pemirsa pada saat bersamaan. Semua lengkap dengan emosi dan aspek-aspek psikologis lainnya (Sumadiria, 2008: 6). Shapiro dan Lang juga menyatakan bahwa televisi dapat mempengaruhi pemahaman khalayak akan realitias karena mudahnya khalayak untuk melupakan bahwa apa yang mereka lihat di televisi adalah sebuah realitas yang tidak nyata melainkan hanya realitas semu atau simbolik (Bryant & Zillman, 2002: 57).
4
Televisi sebagai media yang merupakan gabungan dari segi verbal, visual, teknologikal, dan dimensi dramatikal telah menjadi salah satu produk media massa yang paling digemari oleh masyarakat. Data BPS tahun 2012 menyebutkan, 91,68 persen penduduk Indonesia yang berusia diatas 10 tahun merupakan penonton televisi (www.bps.go.id). Dengan jumlah presentase tersebut, berarti penonton televisi di Indonesia dapat mencapai kurang lebih 200 juta jiwa. Maka, dengan jumlah penonton yang sangat besar, tayangan yang dihasilkan televisi memiliki dampak yang besar dan luas pula. Tidak melihat usia, jenis kelamin atau kebangsaan seseorang, televisi mampu menyihir setiap orang untuk terus duduk di depannya selama berjamjam. Sebagai alat komunikasi massa yang memiliki daya jangkauan paling luas, menjadikan televisi sebagai media yang paling banyak kontribusinya
dalam
mendefinisikan
realitas
sehari-hari
kepada
masyarakat. Karena itu Kuswandi, dalam buku Komunikasi Massa; sebuah analisis media televisi (1996: 32) mengatakan televisi juga disebut sebagai “jendela dunia besar”, karena realitas sosial yang berhasil ditayangkannya. Posisinya sebagai “jendela dunia besar” ini dimanfaatkan oleh para tokoh media untuk mengembangkan berbagai isi media yang dituangkan dalam berbagai program televisi yang menarik. Jenis program televisi dapat dikelompokan menjadi dua bagian besar berdasarkan jenisnya,
5
yaitu:
1)
program
informasi
(berita)
dan;
2)
program
hiburan
(entertainment). Menjawab fungsi sebagai media informasi, hampir semua stasiun televisi menayangkan program berita sebagi program informasi utama. Paul De Massenner dalam buku Here’s The News: Unesco Associate menyatakan berita adalah sebuah informasi yang penting dan menarik perhatian serta minat khalayak pendengar (Sumadiria, 2008: 64). Menurut Sumadiria dalam buku Jurnalistik Indonesia: Menulis berita dan feature (2008: 65) mendefinisikan berita sebagai laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar, menarik dan atau penting bagi sebagain besar khalayak, melalui media berkala seperti surat kabar, radio, televisi, atau media online internet. Definisi lain dikemukakan oleh Doug Newsom dan James A. Wollert dalam Media Writing: News for the mass media mengemukakan. Dalam definisi sederhana, berita adalah apa saja yang ingin dan perlu diketahui orang atau lebih luas lagi oleh masyarakat. Dengan melaporkan berita, media massa memberikan infromasi kepada masyarakat mengenai apa yang mereka butuhkan (Sumadiria, 2008: 64). Program berita telah menjadi kebutuhan dasar masyarakat modern saat ini. Survei kepemirsaan TV Nielsen Audiance Measurement tahun 2010 yang dilakukan di 10 kota besar di Indonesia (Jakarta dan sekitarnya, Surabaya dan sekitarnya, Medan, Semarang, Bandung, Makassar, Yogyakarta,
Palembang,
Denpasar, dan
Banjarmasin)
6
mengungkapkan bahwa sekitar 2 juta individu merupakan penonton berita. Maka melihat hasil survei tersebut tak heran jika kini banyak stasiun televisi yang berlomba-lomba menyajikan tayangan berita demi menarik
audien.
Hasilnya,
survei
TV
Nielsen
tahun
2010
mengungkapkan sebesar 21 persen dari total durasi tayangan televisi yang mencapai 23.760 jam merupakan program berita. Jumlah prsentase tersebut merupakan jumlah paling besar dibandingkan program-program lainnya, seperti hiburan (19%), film (16%), informasi (14%), atau serial (12%) (http://www.agbnielsen.com). Grafik 1.1 Grafik jumlah penonton program berita periode Januari- Maret 2010 di 10 kota besar Indonesia
Sumber: Perss Release Nielsen Audience Measurement, http://www.agbnielsen.com
Salah satu daya tarik paket berita televisi swasta di Indonesia adalah dunia kriminalitas, dan justru dunia kriminal inilah yang kemudian
7
memenuhi berita demi berita dalam program berita televisi (Wardhana, 2000: 206). Program berita kriminal ini, ramai muncul khusunya pada stasiun TV non-berita. Survei Nielsen tahun 2010 mengatakan bahwa sebanyak 21 ribu orang menonton berita kriminal di stasiun TV nonberita, dan tidak ada sama sekali yang menonton berita kriminal di stasiun TV berita (http://www.agbnielsen.com). Ketertarikan khalayak terhadap tayangan kekerasan di televisi didasari adanya motif-motif khalayak menonton televisi. Umumnya khalayak menggunakan media massa karena didorong oleh motif-motif tertentu (Rakhmat, 2005: 207). Menurut McGuire (Rakhmat, 2005: 208) mengelompokan motif dalam dua kelompok besar yakni motif kognitif (berhubungan dengan pengetahuan) dan motif afektif (berhubungan dengan perasaan). Motif kognitif merupakan motif yang timbul untuk memenuhi kebutuhan pengetahuannya atau bersifat informatif. Motif khalayak menonton tayangan kekerasan di televisi sebatas ingin memuaskan kebutuhannya akan informasi kekerasan. Menurut Nathanson dalam Budhiarty (2004) seseorang menyaksikan tayangan kekerasan guna memuaskan keingintahuan tentang hal-hal yang mengerikan. Hal ini diperkuat oleh Romer (2003) yang menyatakan bahwa keterdedahan (bagaimana khalayak mengkonsumsi berbagai program acara yang disuguhkan televisi untuk memenuhi kebutuhan yang belum terpuaskan) menonton
tayangan
televisi
berhubungan
dengan
keterdedahan
8
informasi yang mereka terima dari berita televisi setempat serta tergantung dari karakteristik penonton. Dimana penonton mempercayai apapun isi yang disampaikan media dan pengaruhnya langsung pada personal. Khalayak yang didasari motif kognitif memiliki keterdedahan informasi yang lebih tinggi. Menjawab motif kognitif khalayak dalam menonton berita kekerasan atau kriminal, selain merangkul nilai berita informasi (information), berita kriminal juga merangkul nilai berita akibat (Impact), aktual (timeliness), kedekatan (proximity), Kertarikan manusiawi (Human interest) dan konflik (conflict). Berita kriminal tentunya memiliki dampak (impact) emosional pada pemirsanya yang dapat memicu tindakan tertentu. Telah banyak penelitian yang meneliti mengenai pengaruh berita kriminal terhadap masyarakat. Baik itu pengaruhnya pada tindakan agresifitas maupun dalam ranah psikologis yaitu ketakutan khalayak akan tindak kejahatan. Berita kriminal tentu saja menjadi berita actual (timeliness) karena tayangan berita kriminal umumnya disajikan dalam format hard news atau berita berat yang menunjuk pada peristiwa yang mengguncangkan dan menyita perhatian sehingga publikasinya harus dilakukan sesegera mungkin. Berita merupakan program yang berisi informasi baik hard news maupun soft news, maka berita kriminalpun tentu saja memiliki nilai berita informasi (information). Berita kriminal mengandung nilai berita kedekatan (proximity) baik kedekatan geografis maupun kedekatan psikologis bagi penontonya tergantung pada berita kriminal yang ditayangkan. Jika
9
program berita menayangkan berita-berita kriminalitas di Jakarta dan sekitarnya,
maka
masyarakat
Jakarta
akan
lebih
tertarik
untuk
menyimaknya. Sedangkan kedekatan psikologis lebih banyak ditentukan oleh pikiran, perasaan, atau kejiwaan seseorang dengan suatu objek peristiwa atau berita. Misalnya kesamaan umur atau jenis kelamin atau profesi dengan korban atau dengan pelaku kriminal yang diangkat dalam berita. Berita kriminal mengandung nilai ketertarikan manusia (human interest) misalnya menumbuhkan rasa empati pada korban kriminal yang diangkat dalam dalam berita. Konflik menjadi nilai berita yang penting dalam berita kriminal. Karena kriminalitas merupakan tindakan yang dipicu oleh benturan kebutuhan, pendapat, atau keinginan antara satu individu /kelompok dengan individu/kelompok lain. Maraknya berita kriminal di program berita televisi di stasiun televisi tidak dapat terlepas dari nilai-nilai ketertarikan berita. Dalam buku ABC Paket Berita TV yang dikeluarkan oleh FISIP Universitas Indonesia (2001) dikemukakan beberapa nilai dalam program berita yang dapat menarik pemirsa TV, yakni; Keamanan, uang, gangguan, pilihan, dan ketertarikan. Kriminalitas termasuk dalam nilai keamanan dimana nilai keamanan merupakan nilai berita yang memiliki dampak paling kuat yaitu ketika pemirsa merasa nyawanya terancam atau merasa tidak aman karena realitas yang disajikan dalam berita. Seperti berita mengenai terror
bom,
penembakan
gila
pembunuhan, dan lain sebagianya.
dalam
kerusuhan,
perampokan,
10
Selain itu gambar yang disajikan dalam berita kriminal menjadi nilai tambah ketertarikan berita kriminal bagi masyarakat. Gambar yang disajikan pelaku media dalam berita kriminal seringkali menonjolkan efek tragis dan dramatik terutama tayangan dalam format indepth reporting. Mengutip perkataan Dominick (1998:350), “murder and violent event that have occurred half a world a way, show up on American television not because of their intrinsic news value but because the picture are dramatic” yang berarti “pembunuhan dan peristiwa kekerasan yang terjadi di berbagai belahan dunia, muncul di televisi Amerika bukan karena nilai intrinsik dari berita itu sendiri, tetapi karena gambar yang dramatis ". Laporan yang mengangkat topik kejahatan memang merupakan “mesin penggerak” yang sempurna untuk program berita apalagi dihadapkan dengan tekanan kompetisi persaingan untuk menarik pengiklan. Hal ini dikarenakan topik kejahatan mudah untuk ditemukan, murah untuk diproduksi, serta lengkap karena memenuhi aspek visualitas yang menarik dan cerita yang dramatis. Itulah sebabnya peliputan kejahatan mendominasi berita-berita lokal (Gilliam Jr., Valentino. & Beckmann, 2002: 758). Program berita kriminal pada umumnya dikemas dalam format hard news. Dalam format ini informasi kriminal disajikan secara ringkas dan jelas, memenuhi unsur-unsur berita 5W+1H, yakni What, Who, Where, When, Why, dan How. Informasi tidak digali jauh lebih dalam untuk menemukan konflik-konflik lain di balik peristiwa. Namun selain dikemas
11
dalam format hard news, berita kriminal juga ada yang dikemas dalam bentuk Indepth reporting. Dalam format indepth ini, informasi yang disajikan jauh lebih mendalam dengan pembahasan materi dan liputan reportase di lapangan (field reporting). Karena itu, format indepth reporting memberikan gambaran yang lebih jelas kepada khalayak mengenai suatu peristiwa yang sedang diangkat. Indepth news biasanya dilengkapi dengan rekonstruksi kejadian serta wawancara mendalam dengan pihakpihak yang terlibat dalam peristiwa, seperti pihak pelaku, pihak korban, pihak saksi-saksi, maupun pihak kepolisian. Di Indonesia sampai saat ini telah berkembang sebelas stasiun televisi swasta yang mengudara secara nasional, yakni Antv, Global Tv, Indosiar, Metro TV, MNCTV, RCTI, SCTV, Trans TV, Trans 7, tvOne, Kompas TV dan TVRI sebagai stasiun tv pemerintahan. Delapan diantara sebelas stasiun televisi swasta tersebut memiliki program berita kriminal. Baik yang dikemas dalam format daily news maupun format indepth news.
12
Tabel 1.1 Tayangan Berita Kriminal (Daily News dan Indepth News)
Tayangan Stasiun
Tayangan
Televisi
Kriminal
Berita
Berita
N
Kriminal
o
(Format Swasta
Indepth
(Format Daily News) News)
1
Indosiar
Patroli
-
2
SCTV
Buser
-
3
Sidik MNCTV
Sidik Kasus Kribo
4
RCTI
-
5
Delik Reportase
Trans Tv
Investigasi
6
Trans 7
-
Redaksi Kontroversi
7
Kompas TV
-
Berkas Kompas
8
ANTV
-
Telisik
9
TV One
-
Menyingkap Tabir
Stasiun televisi turut berkembang sesuai dengan perkembangan pertelevisian Indonesia. Selain stasiun-stasiun televisi nasional, kini marak bermunculan televisi daerah, televisi komunitas, maupun televisi online.
13
Berita-berita kriminal yang disajikan oleh stasiun televisi swasta, daerah, komunitas, maupun televisi online di Indonesia sebagaimana tayangan lainnya tentu saja memiliki dampak bagi penontonnya. Menurut Rakhmat (2005: 223) salah satu efek dari siaran televisi adalah efek kognitif yang lebih menekankan pada citra. Citra adalah dunia menurut persepsi khalayak. Menurut Robert dalam Rakhmat (2005: 224), komunikasi tidak secara langsung menimbulkan perilaku tertentu tetapi cenderung mempengaruhi cara kita mengorganisasikan citra kita tentang lingkungan, dan citra inilah yang mempengaruhi cara kita berprilaku. Efek kognitif mengenai tayangan kekerasan berupa citra dan persepsi yang dibangun khalayak saat dan sesudah menonton tayangan kekerasan di televisi, yakni meliputi pengetahuan teknis khalyak akan tindak kekerasan. Khalayak yang menonton tayangan kekerasan akan mengetahui bagaimana gaya berkelahi, penggunaan senjata, bahkan pelajaran tentang modus operansi kejahatan. Efek kognitif tayangan kekerasan berhubungan dengan penilaian khalayak mengenai realitas yang ditampilkan televisi dengan realitas sebenarnya. Media massa mengubah citra khalayaknya tentang lingkungan mereka (Rakhmat, 2005 : 228). Pemaparan suatu kasus kejahatan melalui rekonstruksi kronologis peristiwa maupun pemaparan singkat disertai gambar dramatikal akan cendrung membuat khalayak berita mempercayai apa yang mereka saksikan, yaitu bahwa peristiwa kriminal yang disajikan oleh program
14
berita yang sifatnya faktual merupakan kejadian atau realitas yang sebenarnya. Seperti dijelaskan Richard West dan Lynn H.Turner (2008: 82) mengutip Gorge Gebrner bahwa televisi, mengkultivasi keyakinan tertentu mengenai kenyataan yang dianggap sebagai sesuatu yang umum oleh konsumen komunikasi massa. Gerbner mencetuskan teori kultivasi yang bekerja untuk
memprediksikan dan menjelaskan
formasi dan
pembentukan jangka panjang dari persepsi, pemahaman dan keyakinan mengenai dunia sebagai akibat dari konsumsi akan pesan-pesan media Gerbner mengatakan kegiatan menonton televisi kelas berat (heavy viewers) mengkultivasi suatu anggapan bahwa dunia adalah tempat yang penuh dengan kekerasan, dan para penonton televisi kelas berat (heavy viewers) merasa bahwa terdapat lebih banyak kekerasan di dunia dibanding dengan kenyataan atau dari pada yang dirasakan penonton kelas ringan (light viewers). (West & Turner, 2008: 84). Charles Wright (1985: 8) menyatakan bahwa fungsi dan disfungsi media massa bisa terlihat secara nyata, namun bisa juga secara laten. Sebagai
fungsi,
media
massa
memberikan
peringatan
kepada
masyarakat, misalnya tentang lokasi yang rawan kejahatan. Namun disfungsinya, dapat menimbulkan kepanikan, terutama kepada mereka yang memiliki faktor-faktor ketakutan akan kejahatan yang tinggi seperti wanita atau usia tua. George Garbner melakukan penelitian kutivasi terhadap rasa takut perempuan. Hasilnya lebih banyak wanita merasa takut untuk berjalan
15
sendirian dimalam hari dibandingkan laki-laki sebagai efek dari menonton televisi. Senada dengan uraian di atas, Rina Astuti dalam Jurnal kriminologi Indonesia, vol 7 no II (Oktober 2011 :193-211) menguraikan temuan dari Roy Morgan Research Center (1997) bahwa 79 % dari perempuan merasa tidak aman berada di tempat umum pada malam hari. Sedangkan pada tahun 1996, Women’s Safety Survey menemukan bahwa 52% perempuan merasa tidak aman ketika menunggu kendaraan umum seorang diri pada malam hari. Kaum perempuan dipandang rentan mengalami kekerasan seksual. Laporan Komnas Perempuan menunjukan selama tahun 2010 di seluruh Indonesia sebanyak 91.311 perempuan mengalami kekerasan seksual. Sedangkan catatan Komnas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan tahun 2011 menunjukan bahwa terdapat 119.107 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). sebanyak 113.878 kasus kekerasan seksual, 289 kasus kejahatan trafiking, 105 kasus kekerasan yang dialami oleh pekerja migran, dan 43 kasus kekerasan di tempat kerja yang ditangani oleh lembaga pengadaan layanan sepanjang tahun 2011. Perempuan dalam usia antara 25 hingga 40 tahun adalah yang paling rentan kekerasan, meskipun data yang dihimpun KOMNAS Perempuan menunjukan korban berusia 13 hingga 40 tahun. Indonesian Police Watch (IPW) mencatat, mulai 25 Januari 2013 telah terjadi 29 kasus perkosaan, sebanyak 23 korban berusia antara 1-
16
16 tahun dan enam orang korban berusia antara 17-30 tahun. Catatan Polda Mettro Jaya mengungkapkan kasus perkosaan mengalami peningkatan hingga 13,33 % dari tahun 2010 sebanyak 60 kasus menjadi 68 kasus pada tahun 2011. Di tahun 2012, KOMNAS Perempuan mencatat sebanyak 216.156 kasus kekerasan pada perempuan,
diantaranya
840
kasus perkosaan
dan
780 kasus
pencabulan (Sinar Harapan, 22 April 2013). Dalam penelitian ini, peneliti hendak membuktikan dampak dari tayangan berita kriminal berdasarkan teori kultivasi dari Goerge Gerbner. Dampak dari paparan berita kriminal yang ingin diteliti adalah rasa aman pada khalayak mahasiswi. Mahasiswi dalam rentang umur 18-23 tahun berada pada rentang usia yang rentan menjadi korban kriminal. Selain itu mahasiswa dan remaja dianggap sebagai individu-individu yang secara psikologis dikatakan rentan untuk menerima semua muatan ideologis yang terkandung dalam pesan media. Dalam kajian komunikasi pemasaran, remaja dan mahasiswa merupakan sebuah pasar potensial bagi beragam produk termasuk produk media massa Mahasiswi
sebagai
individu
memiliki
(Sarwono, 2001: 10-15).
beberapa
karakteristik
yang
mempengaruhi pola dan pengaruh menonton televisi, yaitu usia dan pendidikan (Testiandini, 2006). Semakin rendah usia seseorang maka semakin rendah pula motivasi menonton televisi sedangkan semakin tua usia ternyata individu semakin lebih banyak mencurahkan waktu
17
melakukan kontak dengan media massa. Begitu pula dengan pendidikan, semakin tinggi pendidikan, semakin besar kebutuhan untuk memperoleh informasi dari televisi. Dengan menggunakan desain penelitian eksperimen, peneliti hendak membuktikan bahwa rasa aman pada kalayak mahasiswi yang terpapar berita kriminal lebih rendah dibanding khalayak mahasiswi yang tidak terpapar berita kriminal. Penelitian eksperimen memungkinkan peneliti untuk mengontrol situasi penelitian dan sengaja mengabungkan variabel-variabel yang secara teoritis relevan sewaktu mengesampingkan variabel tanpa kepentingan kausal untuk suatu hipotesis. Manfaat terbesar dari penelitian eksperimen berada pada kenyataan bahwa eksperimen bersifat artifisial. Yakn, eksperimen memungkinkan observasi dalam situasi yang telah dirancang dan diciptakan oleh peneliti, bukan dari situasi yang terjadi di alam. Artifisial juga berarti mempertajam fokus dan mempersempit target pengaruh yang tidak dapat dengan mudah kita temui di dunia nyata. Dengan kata lain, eksperimen hendak memfokuskan pada satu atau dua variabel dan meng-0-kan variabel-variabel lain yang memungkinkan alternatif jawaban lain untuk hubungan kausal (Neuman, 2006: 308-309). Sehingga ketika pada akhirnya hasil penelitian ini didapatkan, yaitu skor rasa aman pada khalayak yang menonton berita dan kahalayak yang tidak menonton berita, diharapkan berasal dari treatment yaitu berita kriminal yang diberikan oleh peneliti. Dan bukan berasal dari variabel-variabel lain.
18
Maka, bedasarkan pemaparan di atas, peneliti menetapkan judul penelitian, “Pengaruh Menonton Berita Kriminal Terhadap Rasa Aman Pada Khalayak Perempuan (Studi Eksperimental Pada Mahasiswi Di Jakarta)”
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan di bagian latar belakang dapat terlihat kemungkinan pengaruh tayangan berita kriminal, dalam hal ini pengaruh terhadap persepsi rasa aman pada mahasiswi sebagai hasil paparan berita kriminal selama 4 jam. Banyaknya tayangan berita kriminalitas yang menyajikan adegan-adegan kekerasan dalam program beritanya dapat memberikan peluang bagi individu untuk menerjemahakan tayangantayangan tersebut sebagai realitas yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan memicu tingkat rasa aman yang ada dalam dirinya. Sejalan dengan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah; “Apakah paparan berita kriminal menyebabkan tingkat rasa aman penonton mahasiswi menjadi lebih rendah?”
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh dari terpaan tayangan berita kriminal terhadap tingkat rasa aman khalayak mahasiswi.
pada
19
1.4 Signifikansi Penelitian 1.4.1 Signifikansi Akademis Dari segi akademis, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kajian teori kultivasi, khususnya mengenai cara kerja kultivasi berita kriminal di media televisi ditinjau dari aspek persepsi rasa aman pada mahasiswi. Kiranya penelitian ini juga bermanfaat untuk penelitian komunikasi selanjutnya, khususnya bidang studi jurnalistik mengenai teori kultivasi.
1.4.2 Signifikansi Praktis a. Dilihat dari segi praktiknya, melalui penelitian ini dapat diketahui hasil-hasil yang akan memberikan masukan atau sumbangan pemikiran bagi para praktisi media massa, khususnya televisi dalam mengefektifkan fungsi media televisi di masyarakat. b. Sebagai bahan pertimbangan kepada program-program berita
kriminal
dalam
menentukan
kebijakan
program
tayangan mengingat efek kultivasi yang ditimbulkan televisi. c. Secara subjektif hasil penelitian ini dapat menambah wawasan penulis untuk memahami bagaimana program berita kriminal di televisi mengkultivasi khalayak dalam kaitannya dengan persepsi rasa aman mahasiswi.
20
1.4.3 Signifikansi Sosial Dilihat
dari
segi
sosial,
penelitian
ini
dapat
menjadi
pengetahuan bagi masyarakat agar lebih berhati-hati dan selektif dalam mengkonsusmsi sebuah tayangan. Dengan adanya penelitian ini
diharapkan
dapat
meningkatkan
terhadap efek dari tontonan televisi.
kewaspadaan
masyarakat