BAB 1. PENDAHULUAN
Pengadilan Agama bertugas dan berwenang mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat pertama. Sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006, tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yakni menyangkut perkara-perkara : perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq dan ekonomi syari’ah (M. Yahya, 2009:147). Selain kewenangan tersebut, pasal 52A Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 menyebutkan bahwa “pengadilan agama memberikan istbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun Hijriyah”. Penjelasan lengkap pasal 52A ini berbunyi: “Selama ini pengadilan agama diminta oleh Menteri Agama untuk memberikan penetapan (istbat) terhadap kesaksian orang yang telah melihat atau menyaksikan hilal bulan pada setiap memasuki bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal tahun Hijriyah dalam rangka Menteri Agama mengeluarkan penetapan secaa nasional untuk penetapan 1 (satu) Ramadhan dan 1 (satu) Syawal. Pengadilan Agama dapat memberikan keterangan atau nasihat mengenai perbedaan penentuan arah kiblat dan penentuan waktu shalat. Di samping itu, dalam penjelasan UU nomor 3 tahun 2006 diberikan pula kewenangan kepada PA untuk Pengangkatan Anak menurut ketentuan hukum Islam. Dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya sebagai perpanjangan tangan Mahkamah Agung, Pengadilan Agama memerlukan perangkat komponen, yaitu hakim. Sejak tahun 2008 keberadaan hakim di Pengadilan Agama bukan lagi didominasi oleh lakilaki,melainkan sudah berpatokan kepada kesetaraan gender. Sudah sangat jelas tujuan Mahkamah Agung adalah memberikan kepastian kepada wanitu untuk memperoleh keadilan negeri ini. Keputusan ini sudah pasti berpatokan kepada analisa gender yang berarti suatu
proses yang dibangun secara sistematis untuk mengindetifikasi dan memahami pembagian kerja/peran laki-laki dan perempuan, akses dan control terhadap sumber-sumber daya pembagunan, partisipasi dalam proses pembangunan dan manfaat yang mereka nikamti, pola hubungan antara laki-laki dan perempuan yang timpang, yang didalam pelaksanaannya memperhatikan faktor-faktor lainnya seperti kelas sosial, ras dan suku bangsa (Megawangi, 1999:44). Fenomena ini merebak, tentu disebabkan peran wanita dalam ranah publik selalu mendapat perhatian yang serius. Pasalnya di posisi pemerintah porsi wanita belum terakomodir. Masalah inilah yang menyebabkan pegiat kesetaraan gender merasa gerah, dan menyuarakan 30% adalah harga mati bagi kedudukan perempuan di pemerintahan dan publik. Namun entah karena keterpaksaan, kebijakan itu akhirnya diambil juga oleh pemerintah dan lembaga-lembaga yang terkait dengan pemerintah. Tetapi dalam aplikasinya masih banyak kita temui keragu-raguan yang mempertanyakan kompetensi wanita dalam mengemban tugasnya. Memang bukan kompetensi akademik yang diragukan, tapi sisi lain yaitu masalah kestabilan emosinya yang kadang fluktuatif. Emosi kadang menggiring perempuan mengambilan keputusan yang salah dalam hidupnya. Hal ini tentu sangat membahayakan jika bersangkut paut dengan kemaslahatan orang banyak. Berangkat dari keraguan diatas, kita dapat mengutip pendapat para ulama tentang laki-laki lebih memenuhi syarat sebagai hakim dari pada wanita. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibn Hajar dalam Fathul Bari (19/146-147) bahwa para ulama sepakat dengan syarat lakilaki untuk menjadi hakim. Tetapi tidak demikian Hanafiyah mereka membolehkan wanita menjadi hakim, kecuali dalam masalah hudud (hukuman-hukuman fisik). Kelihatan timbul pro dan kontra tentang syah nya wanita untuk menjadi hakim. Memang kita sama-sama tahu, sebagai makhluk, antara laki-laki dan wanita tentu berbeda, baik dari segi fisik, daya nalar, perasaan, peran bahkan kedudukan dalam banyak
hal. Tetapi perbedaan tersebut bukan berarti kehinaan atau kerendahan bagi salah satu pihak, namun untuk saling bersinergi. Hal ini dikuatkan oleh Abbas Kararah “Wanita cenderung lebih unggul dalam rasa kasih saying dan perasaan. Kelembutan, kehalusan watak dan kelebihan perasaan, ketajaman, intuisi lebih dominan terdapat pada wanita, sedangkan kekerasan, pendirian teguh, kecerdikan menguasai hawa nafsu merupakan ciri-ciri watak lakilaki” (Ashari, 2013). Menilik kelebihan – kelebihan yang dipunyai wanita, seharusnya keberadaan wanita sebagai hakim di Pengadilan mendapat respon yang positif. Sekarang yang menjadi tugas kita bagaimana hakim wanita itu mampu menjalankan tugas mereka secara professional. Pola penataan seperti apa yang bisa kita berikan kepada hakim wanita agar kelebihan dari sisi kepribadian menjadi nilai tambah bagi mereka dalam bertugas. Mereka harus bisa memilah antara tugas dna keseharian. Jangan mengedapankan emosi dalam pekerjaan. Tapi kita tidak boleh lupa bahwa apapun keadaannya, mereka para hakim wanita itu memiliki kadar emosi yang fluktuatif. Ini bisa dibuktikan dari pra survey peneliti di pengadilan tinggi agama Medan. Dari beberapa narasi yang penetili tangkap, di berbagai pemahaman dan wawancara pada beberapa hakim di Pengadilan Agama Medan : hakim wanita, dapat diindikasi mereka lebih melankolis menangani kasus perceraian, apalagi menyangkut dampak perceraian, dibandingkan pada kasus-kasus lain dalam kewenangan Pengadilan Agama (wawancara 3 April 2013). Sekalipun dalam eceran Mahkamah Agung semua hakim mendapat porsi yang sama dalam menangani perkara, dan perkara harus selesai maksimal 6 bulan (SOP PTA, 2013). Berangkat dari keragu-raguan dan pertanyaan-pertanyaan, tentang sanggupkah wanita mengemban tugas sebagai hakim serta menjujung tinggi kebenaran dan keadilan. Menurut pemikiran peneliti, itu bukan persoalan yang penting untuk dikaji, karena hakim wanita itu sudah ada dan keberadaannya sudah dilegalkan dalam UU. Pertanyaan yang urgen untuk
dijawab 1) apakah stabilitas emosional hakim wanita berpengaruh positif pada percepatan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Medan, 2) Faktor apakah yang menyebabkan berpengaruhnya stabilitas emosional hakim wanita pada percepatan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Medan, 3) Langkah apakah yang harus dilakukan untuk penataan stabilitas emosional hakim wanita bagi percepatan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Medan? 4) Program penataan stabilitas emosional yang bagaimanakah yang sesuai untuk hakim wanita di lingkungan Pengadilan Agama Medan? 5) Manfaat apakah yang dapat diambil dengan lahirnya program penataan stabilitas emosional hakim wanita dalam upaya percepatan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Medan? Tugas kita selanjutnya bagaimana dengan segala kekurangan dan kelebihan mereka, hakim wanita itu kita buat jadi professional dalam aktivitas tugasnya sebagai hakim, Sebagai target khusus peneliti menawarkan suatu solusi alternatif penataan stabilitas emosional hakim wanita di Pengadilan Agama Medan, dengan barometer akhir ditemukan strategi jitu pada pola penataan, jika emosi hakim wanita berada pada posisi yang fluktuatif.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
A.
Peradilan Agama dan Pengadilan Agama dalam Tugas, Fungsi dan Wewenang Peradilan Agama adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung bagi rakyat
pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-Undang. Lingkungan Peradilan Agama meliputi : Pengadilan Tinggi Agama, Pengadilan Agama, Pengadilan Khusus (Pengadilan Arbitrase Syariah). Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Agama memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: perkawinan, warisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, wakaf dan shadaqah, ekonomi syari’ah, Pengadilan Agama dibentuk melalui Undang-Undang dengan daerah hukum meliputi wilayah Kota atau Kabupaten. Susunan Pengadilan Agama terdiri dari Pimpinan (ketua PA dan Wakil Ketua PA), Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris dan Juru Sita. Adapun tugas-tugas pokok tersebut Pengadilan Agama mempunyai fungsi sebagai berikut : a.
Fungsi Mengadili (judicial review) yaitu memeriksa dan mengadili perkara-perkara yang menjadi kewenangan pengadilan agama di wilayah hukum masing-masing;
b.
Fungsi Pengawasan, yaitu mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera / Sekretaris, dan seluruh jajarannya. Serta terhadap pelaksanaan administrasi umum. Pengawasan tersebut dilakukan secara berkala oleh Hakim Pengawas Bidang;
c.
Fungsi pembinaan, yaitu memberikan pengarahan, bimbingan dan petunjuk kepada jajarannya, baik yang menyangkut tugas teknis yustisial, administrasi peradilan maupun administrasi umum;
d.
Fungsi Administrasi, yaitu memberikan pelayanan administrasi kepaniteraan bagi perkara tingkat pertama serta penyitaan dan eksekusi, perkara banding, kasasi dan peninjauan kembali serta administrasi peradilan lainnya;
e.
Fungsi Nasehat, yaitu memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum Islam pada instansi pemerintah di wilayah hukumnya, apabila diminta sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;
f.
Fungsi lainnya, yaitu pelayanan terhadap penyuluhan hukum, riset dan penelitian serta lain sebagainya. Seperti diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : KMA/004/SK/II/1991.
B. Penyelesaian dan Persidangan Perkara. Majelis hakim melaksanakan sidang Pengadilan Agama pada pukul 09.00 waktu setempat. 1. Dalam hal tertentu Majelis hakim dapat melaksanakan sidang yang dimulai beberapa saat kemudian pada hari yang sama setelah diumumkan terlebih dahulu. 2. Petugas memanggil para pihak agar masuk ke ruang sidang untuk pemeriksaan perkara berdasarkan sistem antrian (Queuing System). 3. Majelis hakim harus memeriksa dan memutus perkara selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak perkara didaftarkan. 4. Ketua Majelis harus melaporkan keterlambatan tersebut kepada ketua MA melalui Ketua PA, jika dalam waktu 6 (enam) bulan tersebut belum putus (SOP PTA, 2013). C. Pengertian Stabilitas Emosional
Menurut Wirawan (Yusuf, 2005 : 115) emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah maupun pada tingkat yang luas. Adapun warna afektif adalah perasaan-perasaan tertentu, contoh : gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci dll. Pada pernyataan lain (Yusuf, 2005 : 128) mengungkapkan stabilitas emosional, yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkunga, seperti : mudah tidaknya tersinggung, marah, sedih atau putus asa. Hurlock (1980) berpendapat bahwa kestabilan emosi memiliki beberapa kriteria-kriteria. Pertama, yaitu emosi yang secara sosial dapat diterima oleh lingkungan sosial. Individu yang emosinya stabil dapat mengontrol ekspresi emosi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial atau dapat melepaskan dirinya dari belenggu energy mental maupun fisik yang selama ini terpendam dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungan sosialnya. Kedua, pemahaman diri. Individu yang punya emosi stabil mampu belajar mengetahui besarnya control yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya, serta menyesuaikna diri dengan harapan-harapan sosial, bersikap empati yang tinggi terhadap orang lain. Ketiga, penggunaan kecermatan mental. Individu yang stabil emosinya mampu menilai situasi secara cermat sebelum memberikan responnya secara emosional. Kemudian individu tersebut mengetahui cara yang tepat untuk bereaksi terhadap situasi tersebut. Goleman (2000) berpendapat bahwa emosi dapat dikatakan menuju ketingkat stabil apabila ditandai dengan hal-hal sebagai berikut : a.
Munculnya organisasi dan integrasi dari semua aspek emosi. Individu mampu secara penuh mengekspresikan segala bentuk emosi baik yang positif maupun yang negatif.
b.
Emosi menjadi bagian integral dari keseluruhan kepribadian.
Individu memliki sistem emosi yang professional dalam keseluruhan struktur pribadinya c.
Individu dapat menyatakan emosinya secara tepat dan wajar.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kestabilan emosi adalah keadaan emosi seseorang yang diperlihatkan dengan sikap yang sesuai dengan harapan sosial,
tidak
berlebih-lebihan dalam
mengekspresikan emosi
serta
bisa
menyeimbangkan antara kebutuhan fisik dan psikis, serta mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Afiatin dkk (1998) berpendapat bahwa faktor yang mempengaruhi kestabilan emosi adalah faktor lingkungan dan individu. Faktor lingkungan berkaitan dengan pengaruh lingkungan tempat individu tinggal, baik lingkungan keluarga mauun lingkungan sosial masyarakat. Faktor individu berkaitan dengan masalah pertumbuhan fisik biologis. Beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kestabilan emosi dipengaruhi oleh faktor pribadi dan faktor lingkungan. Faktor pribadi meliputi hal-hal yang berkaitan secara langsung dengan individu itu sendiri seperti : pengalaman, kondisi psikis, keyakinan terhadap hal-hal yang diyakini itu benar, dan pemahaman terhadap sesuatu hal. Jelas bahwa jika seseorang terganggu stabilitas emosinya akan berdampak kepada melemahnya semangat, menghambat atau mengganggu konsentrasi, terganggu penyesuaian sosial, merasa berada dalam situasi yang tidak nyaman. Penelitian ini berangkat dari hipotesis bahwa stabilitas emosional hakim wanita berpengaruh positif pada percepatan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Medan, kenapa hakim wanita yang menjadi target sampel peneliti? Hal itu dikarenakan menurut prediksi penliti, wanita lebih mempunyai kecenderungan besar untuk berada pada posisi emosi yang labil. Jika kondisi psikis mereka dihadapkan pada beban psikis yang berat, maka ketidak stabilan emosi yang sering terjadi. Anggapan sementara ini juga diperkuat dari
beberapa tulisan tentang kondisi emosi wanita. Beberapa hari sebelum kedatangan haid dan lazimnya tanda-tanda ini akan kekal beberapa hari saja ketika lagi haid, kemudian ia akan hilang dan orang yang berkaitan boleh berinteraksi secara biasa seperti semula. Tanda-tanda gangguan yang mungkin dialami termasuk hiba hati,sedih dan pilu, menjadi resah gelisah yang mana perasaan tertekan, emosi mudah berubah-ubah yaitu wanita bisa gelak ketawa pada satu ketika dan menjadi sedih hingga menangis pada ketika yang lain pula. Mereka tidak berminat dengan apa yang berlaku di sekeliling dan suka menyendiri. Mereka amat sensitive pada masa ini, mudah melenting,cepat marah dan terjebak dalam pelbagai konflik dengan orang lain (Bharian.com.my,2013). Ketertarikan peneliti pada topic ini, untuk menindaklanjuti penelitian tahun 2011 dengan judul pengembangan pola penataan stabilitas emosional anak wanita akibat dampak kekerasan orangtua. Pada penelitian deskriptif tersebut terbukti bahwa kekerasan orang tua berpengaruh positif kepada tingkah laku anak wanita. Dengan berbekal hasil tersebut peneliti tertarik untuk mengkaji kadar stabilitas pada wanita pada ruang lingkup yang lebih luas. Apakah semua wanita emosinya sering tidak stabil tanpa memperhatikan usia? Apakah harus ada tekanan dari luar yang menjadikan mereka labil atau kondisi? Dampak apa yang ditimbulkan jika wanita berada di posisi emosi yang tidak stabil. Keingintahuan tersebut dapat peneliti petakan dalam Tabel 2.1 Roadmap penelitian berikut:
Tabel 2.1. Roadmap Penelitian NO 1.
Tahun 2011
Tahun 2013
Kadar reaksi emosional pada anak Apakah stabilitas emosional hakim wanita wanita cenderung labil dibandingkan berpengaruh laki-laki seusianya.
2
positif
pada
percepatan
penyelesaian perkara
Kadar reaksi emosional wanita menjai Faktor
apakah
yang
menyebabkan
labil jika ada rangsangan negatif dari berpenagruhnya stabilitas emosional hakim luar dirinya
wanita
pada
percepatan
penyelesaian
perkara di Pengadilan Agama Medan. 3
Wanita akan memberikan reaksi yang Langkah apakah yang harus dilakukan lamban jika berada pada posisi emosi untuk penataan stabilitas emosional hakim yang tidak stabil.
wanita
bagi
percepatan
penyelesaian
perkara di Pengadilan Agama Medan Bagaimana program penataan stabilias emosional yangs sesuai untuk hakim wanita di lingkungan Pengadilan Agama Medan. Manfaat
yang dapat
lahirnya
program
diambil dengan
penataan
stabilitas
emosional hakim wanita dalam upaya percepatan
penyelesaian
Pengadilan Agama Medan.
perkara
di
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan Penelitian 1.
Untuk mengetahui pengaruh stabilitas emosioanl hakim wanita pada percepatan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Medan.
2.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan berpengaruhnya stabilitas emosional hakim wanita pada percepatan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Medan.
3.
Untuk menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam penataan stabilitas emosional hakim wanita bagi percepatan penyelesaian perkar adi Pengadilan Agama Medan.
4.
Menentukan program penataan stabilitas emosional yang sesuai untuk hakim wanita di lingkungan Pengadilan Agama Medan..
5.
Untuk mengetahui manfaat yang dapat diambil dengan lahirnya program penataan stabilitas emosional hakim wanita dalam upaya percepatan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Medan..
Manfaat Penelitian 1.
Mengetahui pengaruh stabilitas emosional hakim wanita pada percepatan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Medan.
2.
Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan berpengaruhnya stabilitas emosional hakim wanita pada percepatan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Medan.
3.
Menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam penataan stabilitas emosional hakim wanita bagi percepatan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Medan.
4.
Menentukan program penataan stabilitas emosional yang sesuai untuk hakim wanita di lingkungan Pengadilan Agama Medan.
5.
Mengetahui manfaat yang dapat diambil dengan lahirnya programpenataan stabilitas emosional hakim wanita dalam upaya percepatan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Medan.
BAB 4. METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian Metode yang penulis gunakan adalah deskriptif kuantitatif untuk tahun 1 dan tahun 2 metode pengembangan. Tahun 1 melakukan studi deskriptif berupa pengumpulan data awal lalu dilakukan uji regresi dan uji hipotesis, kemudian dikaji faktor serta langkah penataan stabilitas emosional. Tahun II ditemukan program pengembangan awal,
prosedur
pengembangan dan uji coba produk. Tahun 1 B. Variabel Penelitian 1. Variabel X yaitu stabilitas emosional hakim wanita. 2. Variabel Y yaitu percepatan penyelesaian perkara.
C. Hipotesis Penelitian Stabilitas emosional hakim wanita berpengaruh positif terhadap percepatan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Medan. D. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh hakim wanita dalam wilayah Pengadilan Tinggi Agam Medan yang berjumlah 40 orang. 2. Sampel Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah sampel jenuh, karena semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2010 :68). Jadi sampel disini sebanyak 40 orang.
Total sampel : seluruh hakim wanita yang ada di Pengadilan Tinggi Agama dijadikan sampel untuk melihat pengaruh stabilitas emosional terhadap penyelesaian perkara.
Proposif sampel, dimana seluruh hakim wanita yang ada di Pengadilan Agama Medan dijadikan sampel untuk melihat pengaruh ciri-ciri stabilitas nasional terhadap hakim wanita di Pengadilan Agama Medan.
E. Teknik Pengumpulan Data 1.
Kuesioner yang diberikan kepada seluruh hakim wanita di Pengadilan Agama Medan.
2.
Wawancara dilakukan kepada Ketua Pengadilan Agama Medan dan Ketua Pengadilan Tinggi Agama Medan.
3.
Studi dokumentasi / arsip : dengan mengumpulkan dan mempelajari dokumen tentang rekruitmen, tugas dan fungsi, wewenang hakim wanita di Pengadilan Agama Medan.
4.
Studi literature : berkenaan tentang tugas dan fungsi hakim, bahan stabilitas emosional dan buku-buku penelitian (segala sesuatu yang berkenaan dengan variabel).
F. Variabel Penelitian a. Variabel X dengan indikator : sedih, resah dan gelisah, tertekan, emosi mudah berubah, mudah marah, tersinggung dan putus asa. b. Variabel Y dengan indikator : cepat, mudah, memenuhi kaedah UU, menjunjung asas kebenaran, memenuhi asas keadilan dan biaya ringan. G. Uji Variabel Digunakan untuk pengujian validasi instrument dan menunjukkan tingkat kepercayaan alat ukur, yaitu menggunakn korelasi product moment dengan menggunakan rumus :
rxy =
𝑛∑𝑋𝑌−(∑𝑋)(∑𝑌) √{𝑛∑𝑋²− ∑𝑋 ²}{𝑛∑𝑌²− ∑𝑌 ²}
Keterangan : rxy = koefisien korelasi XY X = variabel stabilitas emosional hakim wanita
Y = variabel percepatan penyelesaian perkara n = jumlah simple H. Teknik Analisa Data Tahun 1 1. Adapun teknik yang digunakan dalam menganalisa data penelitian ini adalah teknik analisa data deskriptif kuantitatif yaitu : a. Untuk mengetahui tingkat perubahan antara variabel X terhadap variabel Y digunakan regresi linier sederhana dengan rumus : Ý = a + bx Dimana :
𝑎=
∑𝑋 ∑𝑋 2 − ∑𝑋 (∑𝑋𝑌) 𝑛
∑𝑋 2
−(∑𝑋)²
dan
𝑏=
𝑛∑𝑋𝑌− ∑𝑋 (∑𝑌) 𝑛 ∑𝑋 2 −(∑𝑋)²
Keterangan : Y = variabel terikat a = nilai konstanta, di dapat dari rumus di atas b = nilai pembeda, di dapat dari rumus di atas X = nilai variabel bebas n = jumlah sample b. Selanjutnya untuk menganalisis hipotesis dalam penelitian ini digunakan rumus distribusi uji “t” yaitu :
𝑡=
𝑟 √𝑛−2 1−𝑟²
(Sugiyono, 2007)
Dimana apabila t hitung lebih besar atau sama dengan t tble pada taraf kepercayaan 0.005 atau 95 % maka hipotesis diterima. 2. Adapun analisis data tahun 2 menggunakan analisis kualitatif.
Tahun 2 Metode Pengembangan Metode Penelitian pengembangan memuat 3 komponen utama yaitu : (1) Program (model) pengembangan, (2) Prosedur pengembangan, dan (3) Uji coba produk. Deskripsi dari masing-masing komponen adalah sebagai berikut : 1) Program (model) pengembangan Program pengembangan merupakan dasar untuk mengembangkan produk yang akan dihasilkan. Model pengembangan model procedural adalah model yang bersifat deskriptif, menunjukkan langkah-langkah yang harus diikuti untuk menghasilkan produk. Dalam model pengembangan, peneliti melakukan : pemaparan mengenai komponen-komponen dan kaitan antar komponen yang terlibat dalam pengembangan (Tim Puslitjaknov, 2008). 2) Prosedur pengembangan, dilakukan setelah dilakukan uji validitas, dan pemeriksaan pakar. 3) Uji coba produk, dilakukan dalam bentuk sosialisasi di Pengadilan Agama Medan.
Adapun Diagram Fishbone penelitian dapat dilihat pada gambar 1 berikut: gender dipertanyakan
Keraguan terhadap kemampuan wanita Wanita makhluk lemah
Kurang profesional
Jumlah hakim wanita masih kurang
Menafikan azas kebenaran dan keadilan
Perkara tersendat
Kurang lancar
Melankolis Biaya tak standar
Resah dan gelisah Tidak ada pembekalan bimbingan psikologis
tertekan
sedih Penataan hakim wanita kurang merata
Emosi mudah berubah
Mudah marah Tersinggung
Putus asa
Pembinaan calon hakim setelah rekrutmen
Emosi yang fluktuatif
Gambar 3.1. Fishbone Penelitian
Kuantitas dan kualitas penyelesaian perkara di PA oleh hakim wanita menurun
Adapun indikator capaian penelitian yang diharapkan sebagai berikut : Tabel 3.1 Indikator Capaian No.
Permasalahan
1.
Apakah stabilitas emosional hakim wanita berpengaruh positif pada percepatan penyelesaian perkara di PA Medan. Faktor apakah yang menyebabkan berpengaruhnya stabilitas emosional hakim wanita pada percepatan penyelesaian prakara di PA Medan Langkah apakah yang harus dilakukan untuk penataan stabilitas emosional bagi percepatan penyelesaian perkara di PA Medan
2.
3.
4.
5.
Program penataan stabilitas emosional yang bagaimanakah yang sesuai untuk hak wanita di PA Medan Manfaat apakah yang dapat diambil dengan lahirnya program penataan stabilitas emosional hakim wanita dalam upaya percepatan penyelesaian perkara di PA Medan
Metode Tahun I Deskriptif
Analisis Kuantitatif dengan uji regresi dan uji hipotesis
Capaian 1. 2.
3.
Tahun II Metode pengembangan
kualitatif
1. 2. 3.
Uji hipotesis Faktor yang mempengaruhi stabilitas emosional Langkah penataan stabilitas emosional
Program pengembangan Prosedur pengembangan Uji coba produk
Output Program penataan stabilitas emosional hakim wanita
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Profil Pengadilan Agama Medan a. Visi Visi dari Pengadilan Agama Medan yaitu “terwujudnya Pengadilan Agama Medan yang bersih dan bermanfaat menuju Badan Peradilan yang Agung” dengan motto “Melayani dengan hati dan hati-hati”.
b. Misi Misi dari Pengadilan Agama Medan terdiri dari : 1.
Meningkatkan Profesionalisme Aparatur Pengadilan Agama Medan.
2.
Meningkatkan Pelayanan Prima Yang Berkeadilan.
3.
Meningkatkan Manajemen Pengadilan Agama Medan Yang Modern.
4.
Meningkatkan Kredibilitas, Transparansi dan Akuntabilitas.
c. Sejarah Pengadilan Agama Medan Bertitik tolak dari peratura Pemerintah No. 45 tahun 1957, maka setiap ada Pengadilan Negeri ada sebuah Pengadilan Agama / Mahkamah Syari’ah yang daerah hukumnya sama dengan daerah hukum Pengadilan Negeri tersebut. Sebagai pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah ini keluarlah penetapan Menteri Agama No. 58 Tahun 1957 yang isinya antarar lain pembentukan 11 Pengadilan Agama / Mahkamah Syari’ah di Sumatera Utara dan satu Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syari’ah Provinsi di Medan. Namun pada awal-awalnya Pengadilan Agama Meda belum memiliki kantor sendiri, barulah pada tanggal 10 Juli 1978 Pengadilan Agama Kelas IA Medan dibentuk berdasarkan Surat
Penatapan Menteri Agama Nomor : 58 tahun 1957. Gedung Pengadilan Agama Kelas IA Medan yang lama terletak dijalan Turi No. 18-A Medan, lebih dari 28 tahun dibangun berdasarkan DIPA Departemen Agama Tahun Anggaran 1977/1978, dan diresmikan pemakaiannya pada tanggal 10 juli 1978 oleh bapak H. Ichtijanto, S.A., S.H. Direktur Pembinaan Badan Peradilan Agama RI, mengingat tanah yang dikelilingi rumah/pemukiman penduduk, maka lama tidak dapat dikembangkan sesuai standart Pengadilan Agama Kelas IA yang ada di Sumatera Utara. Sejalan dengan perkembangan Kota Medan disegala bidang keadaan gedung kantor Pengadilan Agama Medan tidak kondusif lagi, maka melalui DIPA tahun 2005 dibangun gedung Kantor Pengadilan Agama Medan berlantai II dijalan Protokol Sisingamangaraja Km. 8.8 No.198, Telp (061) 7851712, Kelurahan Timbang Deli, Kecamatan Medan Amplas, Kota Medan. Dibangun diatas tanah seluas 2.350 M2 dengan sumber dana yang berasal dari APBN tahun 2004, sedangkan luas Bangunan saat ini seluas 870 M2, diperoleh melalui DIPA Pengadilan Tinggi Agama Medan Tahun 2005 dan diresmikan penggunaannya pada hari senin, tanggal 10 Juli 2006, oleh ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Bapak Prof. Dr. H. Bagir Manan, S.H.,M.CL. (www.pa-medan.net) Pada tahun 2007 Pengadilan Agama Kelas IA Medan mendpat perluasan gedung kantor seluas 60 M2 dengan pelaksanaan pekerjaannya dilakukan 2 tahap, Tahap pekerjaan I volume pekerjaan telah dilaksanakan 100% pada tahun 2007, melalui DIPA Pengadilan Agama Kelas IA Medan tahun 2007, dan pekerjaan tahap ke II dilaksanakan pada tahun 2008 melalui DIPA Pengadilan Agama Kelas IA Medan tahun 2008. Adapun nama-nama Ketua yang pernah menjadi Pimpinan di Pengadilan Agama Medan, yaitu : 1. Hamzah nasution (1972-1974) 2. Drs. Matardi E, SH. (1974-1975)
3. Amiruddin Ibrahim, BA (1975-1979) 4. Drs. A. Ri’fat Yusuf (1979-1992) 5. Drs. H. Amran Suadi, SH., M.Hum (1992-1997) 6. Drs. H. Syahron Nasution, SH., MH (1997-2002) 7. Drs. H. Habibuddin, SH., MH (2002-2006) 8. Drs. H. Jamilus, SH.,MH (2006) 9. Drs. H. Pahlawan Harahap, SH., MA. (2006-2008) 10. Drs. H. Muh. Arief Musi, SH (2008-2011) 11. Drs. H. Mohd. Nor Huldrien, SH., MH (2011- sekarang)
Dari tahun ke tahun keadaan perkara di Pengadilan Agama Medan terus mengalami pengingkatan dengan berbagai jenis perkara. Namun yang paling mendominasi adalah tetap kasus perceraian kenaikan tersebut tergambar sebagai berikut :
Tahun 2007 = 1214 Perkara.
Tahun 2008 = 1492 Perkara.
Tahun 2009 = 1772 Perkara
Tahun 2010 = 2061 Perkara
Tahun 2011 = 2101 Perkara.
Pengadilan Agama Kelas IA Medan adalah satu-satunya Pengadilan Agama Kelas IA di Wilayah hukum Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara, dengan luas wilayah 300.288 M 2 terdiri dari 21 Kecamatan dengan jumlah penduduk + 1.904.273 jiwa dengan rincian : Muslim + 1.291.751 jiwa, Non Muslim + 612.522 jiwa, sperti terlihat pada table 5.1 berikut :
Tabel 5.1. wilayah kerja Pengadilan Agama MEDAN TUNTUNGAN
MEDAN JOHOR
MEDAN AMPLAS
Kelurahan :
Kelurahan :
Kelurahan :
No. Nama Kelurahan
No
Nama Kelurahan
No
Nama Kelurahan
1.
NAMO GAJAH
1.
GEDUNG JOHOR
1.
AMPLAS
2.
SIMPANG SELAYANG 2.
2.
SITI REJO II
3.
MANGGA
3.
PANGKALAN MASYHUR KWALA BEKALA
3.
SITI REJO II
4.
SIDOMULYO
4.
TITI KUNING
4.
TIMBANG DELI
5.
LAU CIH
5.
SUKA MAJU
5.
HARJOSARI I
6.
TANJUNG SELAMAT
6.
KEDAI DURIAN
6.
HARJOSARI II
7.
LADANG BAMBU
7.
BANGUN MULIA
8.
KEMENANGAN TANI
9.
SIMALINGKAR B MEDAN DENAI
MEDAN AREA
MEDAN KOTA
Kelurahan :
Kelurahan :
Kelurahan :
No. Nama Kelurahan
No
Nama Kelurahan
No
Nama Kelurahan
1.
1.
KOTA MATSUM I
1.
PASAR BARU
2.
KOTA MATSUM II
2.
PUSAT PASAR
3.
KOTA MATSUM IV
3.
SEI RENGAS I
4.
TEGAL SARI MANDALA I TEGAL SARI MANDALA II TEGAL SARI MANDALA III DENAI
4.
TEGAL SARI I
4.
MESJID
5.
BINJAI
5.
TEGAL SARI II
5.
PANDAU HULU I
6.
MEDAN TENGGARA
6.
TEGAL SARI III
6.
KOTA MATSUM II
7.
PANDAU HULU II
7.
8
SEI RENGAS II
8.
PASAR MERAH BARAT TELADAN TIMUR
2. 3.
9
9.
TELADAN BARAT
10.
SITI REJO I
11.
SEI RENGAS PERMATA PASAR MERAH TIMUR SUKARAMAI I
11.
SUDI REJO I
12
SUKARAMAI II
12.
SUDI REJO II
10.
MEDAN MAIMUN
MEDAN POLONIA
MEDAN BARU
Kelurahan :
Kelurahan :
Kelurahan :
No. Nama Kelurahan
No
Nama Kelurahan
No
Nama Kelurahan
1.
SUKA RAJA
1.
ANGGRUNG
1.
PETISAH BARU
2.
AUR
2.
MADRAS HULU
2.
BABURA
3.
JATI
3.
SUKA DAMAI
3.
MERDEKA
4.
HAMDAN
4.
POLONIA
4.
DARAT
5.
SEI MATI
5.
SARI REJO
6.
KAMPUNG BARU MEDAN SELAYANG
MEDAN SUNGGAL
MEDAN HELVETIA
Kelurahan :
Kelurahan :
Kelurahan :
No. Nama Kelurahan
No
Nama Kelurahan
No
Nama Kelurahan
1.
BERINGIN
1.
KAMPUNG LALANG
1.
CINTA DAMAI
2.
ASAM KUMBANG
2.
TANJUNG REJO
2.
DWIKORA
3.
TANJUNG SARI
3.
SEI SIKAMBING B
3.
HELVETIA
4.
P.BULAN SELAYANG 4. I P.BULAN SELAYANG 5. II SEMPAKATA 6.
SIMPANG TANJUNG
4.
SEI SIKAMBING C
SUNGGAL
5.
HELVETIA TIMUR
BABURA SUNGGAL
6.
HELVETIA TENGAH
7.
TANJUNG GUSTA
5. 6.
MEDAN PETISAH
MEDAN BARAT
MEDAN TIMUR
Kelurahan :
Kelurahan :
Kelurahan :
No. Nama Kelurahan
No
Nama Kelurahan
No
Nama Kelurahan
1.
SEKIP
1.
GLUGUR KOTA
1.
GANG BUNTU
2.
PETISAH TENGAH
2.
2.
PERINTIS
3.
SEI SIKAMBING D
3.
3.
4.
SEI PUTIH BARAT
4.
KARANG BEROMBAK PULO BRAYAN KOTA SEI AGUL
4.
P.BRAYAN BENGKEL P.BRAYAN DARAT I
5.
SEI PUTIH TENGAH
5.
SILALAS
5.
P.BRAYAN DARAT II
6.
SEI PUTIH TIMUR I
6.
KESAWAN
6.
GLUGUR DARAT I
7.
SEI PUTIH TIMUR II
7.
GLUGUR DARAT II
8.
SIDODADI
9.
P.B.BENGKEL BARU
10.
DURIAN
11.
GAHARU
MEDANPERJUANGAN
MEDAN TEMBUNG
MEDAN DELI
Kelurahan :
Kelurahan :
Kelurahan :
No. Nama Kelurahan
No
Nama Kelurahan
No
Nama Kelurahan
1.
TEGAL REJO
1.
TEMBUNG
1.
MABAR
2.
SIDORAME BARAT I
2.
BANDAR SELAMAT
2.
MABAR HILIR
3.
SIDORAME BARAT II
3.
INDRA KASIH
3.
TITI PAPAN
4.
SIDORAME TIMUR
4.
SIDOREJO
4.
TANJUNG MULIA
5.
SEI KERA HILIR I
5.
SIDOREJO HILIR
5.
TJ. MULIA HILIR
6.
SEI KERA HILIR II
6.
BANTAN
6.
KOTA BANGUN
7.
SEI KERA HULU
7.
BANTAN TIMUR
8.
PAHLAWAN
9.
PANDAU HILIR MEDAN LABUHAN
MEDAN MARELAN
MEDAN BELAWAN
Kelurahan :
Kelurahan :
Kelurahan :
No. Nama Kelurahan
No
Nama Kelurahan
No
Nama Kelurahan
1.
1.
LABUHAN DELI
1.
BAGAN DELI
2.
PEKAN LABUHAN DELI SEI MATI
2.
RENGAS PULAU
2.
BELAWAN I
3.
BESAR
3.
TERJUN
3.
BELAWAN II
4.
MARTUBUNG
4.
TANAH ENAM RATUS
4.
BELAWAN BAHARI
5.
LABUHAN DELI
5.
BELAWAN BAHAGIA BELAWAN SICANANG
6.
2. Perumusan Model Ciri-ciri stabilitas emosional yang ada pada seorang hakim wanita adalah : 1. Rileks. 2. Santai. 3. Tidak menunjukkan kemarahan 4. Mengatasi masalah dengan baik 5. Pendiam 6. Selalu menyenangkan 7. Dapat mengatasi stress 8. Mengelola orang menjadi lebih baik 3. Hasil Angket Hasil angket yang didistribusikan kepada hakim Pengadilan Tinggi Agama Medan dapat dilihat pada table 5.2 di bawah ini :
Tabel 5.2. Persentase hasil angket No.
1 (-) 2 (-) 3 (-) 4 (+)
DESKRIPSI
Saya suka stress menghadapi kerja yang baru Saya sangat sulit menata perasaan yang galau Saya akan menunjukkan ketidak sukaan pada pribadi orang lain Saya sangat ambisius untuk
PERSENTASE SMD
MD
KMD
TMD
75
20
5
0
70
10
20
0
40
15
15
30
10
20
20
50
menyelesaikan pekerjaan 5 (-)
Saya bekerja untuk dipuji pimpinan
40
25
30
5
6 (+)
Saya mempunyai target dalam bekerja
65
5
25
5
Saya selalu menginginkan kepuasan klien 8 (+) Saya tidak mencampur adukkan kerja dengan situasi hati 9 (+) Saya tidak membawa persoalan rumah tangga ke dalam pekerjaan 10 (+) Saya berusaha agar orang lain tidak tahu masalah saya 11 (+) Saya bersifat intrapersonal yang baik
65
20
10
5
70
15
15
0
75
10
10
5
65
20
10
5
70
15
15
0
12 (-)
75
10
10
5
65
20
10
5
60
15
20
5
40
20
25
15
60
15
20
5
70
20
5
5
80
0
20
0
70
15
15
0
7 (+)
Saya tidak mau menyelesaikan pekerjaan jika hati saya mengatakan tidak 13 (-) Saya tidak akan mengkomunikasikan seberat apapun masalah ke orang lain 14 (+) Saya lebih memilih diam daripada protes pada atasan 15 (-) Saya berusaha menyenangkan orang lain dibandingkan menegakkan keadilan 16 (-) Saya lebih condong melakukan pekerjaan yang disukai 17 (+) Saya selalu tersenyum dalam keadaan tertekan sekalipun 18 (-) Saya suka mengulur-ngulur waktu dalam bekerja 19 (-) Saya kesulitan untuk tidak memakai orang yang tidak menyenangkan
20 (-)
Saya ingin dikenal sebagai hakim yang baik 21 (+) Saya sangat ingin dikenal sebagai hakim yang adil 22 (-) Saya menginginkan waktu istirahat ketika mood tidak bagus 23 (-) Saya suka memilih-milih pekerjaan
75
15
10
0
60
30
10
0
50
25
20
5
75
20
5
0
24 (+) Saya tidak akan terbebani dengan sikap negative orang lain kepada saya 25 (+) Saya selalu mencairkan setiap ada konflik 26 (+) Saya akan menyadarkan pimpinan yang arogan 27 (+) Saya hanaya akan bekerja sama dengan orag yang satu pemikiran 28 (-) Saya membutuhkan orang lain untuk curahan hati 29 (+) Saya selalu mengajak orang untuk bertanggung jawab
50
25
20
5
60
25
15
0
75
15
10
0
60
25
10
5
70
5
20
5
75
20
5
0
4. Pengaruh stabilitas emosional hakim wanita pada percepatan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Medan a.
Pengaruh Rilek terhadap stabilitas emosional
Pengaruh rileks terhadap stabilitas emosional dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut ini : Tabel 5.3 pengaruh rileks terhadap stabilitas emosional Persentase Pertanyaan SMD
MD
KMD
TMD
1
75
20
5
0
2
70
10
20
0
8
70
15
15
0
17
70
20
5
5
25
60
25
15
0
Jumlah
345
90
60
5
Rata-rata
69
18
12
1
Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan terhadap angket yang diberikan kepada hakim wanita di Pengadilan Agama Medan maka sekitar diperoleh 69% dan 18% memilih adanya pengaruh yang kuat antara rileks dan stabilitas emosionalyang ditunjukkan dengan Sangat Menggambarkan Diri (SMD) dan Menggambarkan Diri (MD). b.
Pengaruh Santai terhadap stabilitas Emosional
Pengaruh santai terhadap stabilitas emosional dapat dilihat pada Tabel 5.4 berikut ini : Tabel 5.4 Hubungan santai terhadap stabilitas emosional Persentase Pertanyaan SMD
MD
KMD
TMD
1
75
20
5
0
2
70
10
20
0
17
70
20
5
5
25
60
25
15
0
Jumlah
275
75
45
5
Rata-rata
68.75
18.75
11.25
1.25
Berdasarkan table di atas dapat digambarkan bahwa lebih dari 68% dan 18% responden memilih SMD dan MD. Hal ini menunjukkan bahwa santai berpengaruh erat dengan stabilitas emosional. c.
Pengaruh tidak menunjukkan kemarahan terhadap stabilitas emosional
Pengaruh tidak menunjukkan kemarahan terhadap stabilitas emosional dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut ini : Tabel 5.5 penagruh tidak menunjukkan kemarahan terhadap stabilitas emosional
Persentase Pertanyaan SMD
MD
KMD
TMD
3
40
15
15
30
8
70
15
15
0
10
65
20
10
5
13
65
20
10
5
Jumlah
240
70
50
40
Rata-rata
60
17.5
12.5
10
Berdasarkan dari tabel 5.5 di atas diketahui nilai rata-rata “pengaruh tidak menunjukkan kemarahan terhadap stabilitas emosional” menunjukkan bahwa sekitar 60 % responden memilih SMD, lebih 17 % memilih MD dan sisanya memilih KMD dan TMD sebanyak 12.5% dan 10%. d.
Pengaruh Mengatasi masalah dengan baik terhadap stabilitas emosional
Pengaruh mengatasi masalah dnegan baik terhadap stabilitas emosional dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut ini : Tabel 5.6 Pengaruh mengatasi masalah dengan baik terhadap stablitas emosional Persentase Pertanyaan SMD
MD
KMD
TMD
2
70
10
20
0
3
40
15
15
30
4
10
20
20
50
9
75
10
10
5
12
75
10
10
5
13
65
20
10
5
Jumlah
335
85
85
95
Rata-rata
55.8
14.2
14.2
15.8
Berdasarkan dari tabel di atas tentang penagruh Mengatasi Masalah terhadap stabilitas Emosional menunjukkan bahwa lebih dari 55% responden memilih SMD, 14% responden lebih memilih MD dan sisanya memlih KMD dan TMD sebanyak 14.2% dan 15.8%. e.
Pengaruh pendiam terhadap stabilitas emosional
Pengaruh pendiam terhadap stabilitas emosional dapat dilihat pada tabel 5.7 di bawah ini : Tabel 5.7 Pengaruh pendiam terhadap stabilitas emosional Persentase Pertanyaan SMD
MD
KMD
TMD
5
40
25
30
5
7
65
20
10
5
14
60
15
20
5
23
70
25
5
0
Jumlah
235
85
65
15
Rata-rata
58.75
21.25
16.25
3.75
Berdasarkan tabel diatas dapat digambarkan bahwa lebih dari 68% dan 21% responden memilih SMD dan MD. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh erat antara pendiam dengan stabilitas emosional. f.
Pengaruh selalu menyenangkan terhadap stabilitas emosional
Pengaruh selalu menyenangkan terhadap stabilitas emosional dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut ini :
Tabel 5.8 pengaruh selalu menyenangkan terhadap stabilitas emosional Persentase Pertanyaan SMD
MD
KMD
TMD
5
40
25
30
5
7
65
20
10
5
10
65
20
10
5
11
70
15
15
0
15
40
20
25
15
Jumlah
280
100
90
30
Rata-rata
56
29
18
6
Berdasarkan dari tabel di atas digambarkan bahwa nilai rata-rata “pengaruh selalu menyenangkan terhadap stabilitas emosional” menunjukkan bahwa sekitar 56 % responden memilih SMD, 20% memilih MD dan sisanya memilih KMD dan TMD sebanyak 18 % dan 6%. g.
Pengaruh dapat mengatasi stress terhadap stabilitas emosional
Pengaruh dapat mengatsi stress terhadap stabilitas emosional dapat dilihat pada tabel 5.9 berikut ini: Tabel 5.9 pengaruh dapat mengatasi stress terhadap stabilitas emosional Persentase Pertanyaan SMD
MD
KMD
TMD
2
70
10
20
0
6
65
5
25
5
8
70
15
15
0
h.
18
80
0
20
0
22
50
25
20
5
Jumlah
335
55
100
10
Rata-rata
67
11
20
2
Pengaruh mengelola orang menjadi lebih baik terhadap stabilitas emosional
Pengaruh mengelola orang menjadi lebih baik terhadap stabilitas emosional dapat dilihat pada tabel 5.10 berikut ini : Tabel 5.10 pengaruh mengelola orang menjadi lebih baik terhadap stabilitas emosional Persentase Pertanyaan SMD
MD
KMD
TMD
19
70
15
15
20
75
15
10
21
60
30
10
24
50
25
20
26
75
15
10
27
60
25
10
29
75
20
Jumlah
465
145
75
15
Rata-rata
66.43
20.71
10.71
2.15
5
5 5
Berdasarkan tabel pengaruh mengelola orang menjadi lebih baik terhadap stabilitas emosional di atas dapat digambarkan bahwa lebih dari 66% dan 20% responden memilih SMD dan MD dan sisanya memilih KMD dan TMD sebanyak lebh dari 10% dan 2%.
5. Nama Hakim Pengadilan Tinggi Agama Medan Tabel 5.11 Nama Hakim PT Agama Medan No
Nama Hakim
Jabatan
1.
Drs. H. Soufyan M. Saleh, S.H.,M.M
Ketua mejelis Ketua PT A
2.
Drs. H. Syahron Nasution
Ketua Majelis
3.
Drs. H.M. Syazili Makhir, M.H
Ketua Majelis
4.
Drs. H. Lumban Hutabarat, S.H., M.H
Ketua Majelis
5.
Drs. H. Sudirman Cik Ani, S.H
Ketua Majelis
6.
Drs. H. Syamsuddin Harahap
Ketua Majelis
7.
H. Yazid Bustami Dalimunte, S.H
Ketua Majelis
8.
Drs. H. Pahlawan Harahap, S.H.,M.A
Ketua Majelis
9.
Drs. H. Muzammil Ali, S.H
Ketua Majelis
10.
Drs. Tariman, S.H
Ketua Majelis
11.
Drs. H. Irsan Mukhtar Nasution
Hakim Anggota
12.
Drs. H. Armia Jalil, S.H., M.H
Hakim Anggota
13.
Hj. Enita F, S.H
Hakim Anggota
14.
Drs. Busra, S.H., M.H
Hakim Anggota
15.
Drs. H. Yusuf Buchori, S.H., M.Si
Hakim Anggota
16.
Drs. Jasiruddin, S.H., M.Si
Hakim Anggota
17.
Drs. H. Aridi, S.H., M.Si
Hakim Anggota
18.
Drs. H. Zulkifli Yus, M.H
Hakim Anggota
19.
Drs. Idham Khalid, S.H
Hakim Anggota
BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
1. Menganalisis angket 2. Merancang desain model penataan stabilitas emosional hakim wanita bagi percepatan penyelesaian perkara 3. Melakukan wawancara dengan hakim wanita di Pengadilan Agama Medan bagi penguatan hasil angket 4. Membuat draft jurnal yang ber-ISSN.
BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan 1. Hasil angket menggambarkan bahwa sebagian besar responden menggambarkan diri dari beberapa pertanyaan yang diberikan. 2. Perlu adanya model penataan stabilitas emosional hakim wanita.
B.
Saran
Perlu koordinasi intensif antara Pengadilan Tinggi Agama dan Pengadilan Agama Kota Medan.
DAFTAR PUSTAKA Afiatin, T dan Martaniah, S. M. 1998. Peningkatan Kepercayaan Diri Remaja Melalui Konseling Kelompok, Laporan Penelitian. Tidak Diterbitkan Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Ashari (2013). Apakah Wanita Boleh Menjadi Hakim ? http://thisisgender.com/apakahwanita-boleh-menjadi-hakim diakses pada tanggal 15 Maret 2013, pukul 13.40. Bharian.com.my.
(2013),
Ganguan
Prahaid
Jejas
Emosi
Wanita
http://www.ehomakers.net/article.php?id=436. Hurlock, Elizabeth (1980). Psikologi Perkembangan, Jakarta : Erlangga. Goleman, Daniel (2000). Emotional Intelligence, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Muhammad, Abdulkadir. (2004). Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung : PT Citra Aditya Bakti. Megawangi, Ratna (1999). Membiarkan Berbeda : Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender, Bandung : Mirzan. Mustafa, Hasan, (2000), Teknik Sampling,_unpar.ac.id/hasan/SAMPLING diakses pada tanggal 16 Agustus 2012, pkl. 10.15 Yahya, M (2009). Kedudukan kewenangan dan acara Peradilan Agama, UU No. 7 Tahun 198. Jakarta : Sinar Grafika. SOP
Penyelesaian
Perkara
(2013),
http://pa-
kedirikab.go.id/utama/index.php?option=com_conten&view=category&id=157&Ite mid=147 diakses pada tanggal 24 Maret 2013. Sugiyono (2010). Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta. _______ (2010). Statistik untuk Penelitian, Bandung : Alfabeta. Yusuf Syamsu (2005). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Tim Puslitjaknov. (2008) http://www.infokursus.net/download/0604091354Metode_Penel_Pengembangan_Pe mbelajaran_n.pdf, diakses pada tanggal 10 Maret 2013.