BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sumber Daya Manusia (SDM) yang potensial menjadi kebutuhan organisasi atau perusahaan. Setiap organisasi atau perusahaan cenderung berusaha menemukan dan memperoleh SDM berkualitas dan kompetitif untuk mengisi struktur organisasi yang telah ditetapkan, sehingga akan diperoleh hasil kerja yang diharapkan. Ironisnya, untuk mendapatkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas dan kompetitif bukan hal yang mudah. Bahkan, menurut data dari UNDP (United Nation Development Program), Indonesia berada di peringkat 111 dari 182 negara di dunia dalam Human Development Index pada tahun 2009. Dalam hal ini Indonesia diklasifikasikan dalam negara dengan pembangunan SDM menengah (Medium Human Development). HDI Indonesia tahun 2009 turun peringkat dari tahun 2008, yaitu peringkat 107, dan sebelumnya pada tahun 2007 Indonesia sempat menduduki peringkat 108. Fakta ini merupakan keterpurukan SDM Indonesia, maka sepatutnyalah Indonesia bekerja keras dalam melakukan pengembangan SDM. Namun, setiap perusahaan bukan saja memerlukan SDM yang berkualitas. Tetapi perusahaan juga membutuhkan orang-orang yang mau melakukan hal-hal di luar tugas formal mereka bagi organisasi tanpa mendapatkan imbalan lebih untuk mendukung perusahaan bertahan dalam kompetisi dan mencapai keberhasilan. Perilaku karyawan yang seperti ini dinamakan Organizational Citizenship Behaviour (OCB). OCB merupakan perilaku extra role yang sangat dihargai ketika dilakukan oleh karyawan walau tidak terdeskripsi secara formal karena meningkatkan efektivitas dan kelangsungan hidup organisasi. Perilaku karyawan merupakan kunci dalam mencapai
1
2 efektivitas (Ivancevich dkk, 2007, p27). Sloat mengatakan bahwa OCB merupakan istilah yang digunakan untuk mengidentifikasi perilaku karyawan sehingga dia dapat disebut sebagai ‘anggota yang baik’ (Wijaya, 2002, p1). Organisasi tidak akan berhasil dengan baik atau tidak dapat bertahan tanpa ada anggota-anggotanya yang bertindak sebagai “good
citizens” (Markoczy dan Xin, 2001: p1). Organisasi membutuhkan karyawan yang bergabung dalam perilaku-perilaku “kewarganegaraan yang baik” seperti membuat pernyataan-pernyataan yang konstruktif tentang kelompok kerja dan organisasi mereka, membantu yang lain dalam tim mereka, sukarela melakukan kegiatan-kegiatan tambahan, menghindari konflik-konfik yang tidak perlu, menunjukkan perhatian pada properti organisasi, menghargai semangat dan juga kaidah dan aturan tersurat, dan bersedia mentolerir gangguan dan kerugian-kerugian yang berkaitan dengan pekerjaan yang tidak tetap (Robbins, 2003, p30). Efektivitas organisasi adalah tingkat sejauh mana organisasi berhasil memanfaatkan sumber daya yang ada seoptimal mungkin dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasarannya dengan tetap menghindari ketegangan seminimal mungkin di antara para anggotanya. Setiap perusahaan pasti berusaha sedemikian rupa untuk dapat mencapai efektivitas organisasi. Salah satu cara untuk mencapai efektivitas organisasi tersebut adalah dengan mempekerjakan karyawan-karyawan yang memiliki perilaku OCB. Berdasarkan Organ dalam Yen dan Niehoff (tahun tidak diketahui, p3), fungsi efektif dari sebuah organisasi tergantung dari usaha karyawan yang melebihi persyaratan peran formal pekerjaannya, yang disebut dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB). Selain itu, Organ juga menyatakan bahwa tingkat OCB yang lebih tinggi akan menghasilkan tingkat keefektifan yang lebih pula bagi organisasi dan membantu membawa sumber-sumber daya baru ke dalam organisasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Williams dan Anderson bahwa
Organizational Citizenship Behavior (OCB) meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi dengan memberikan kontribusi terhadap transformasi sumber daya, inovasi, dan kemampuan
3 beradaptasi. Luthans (2006, p251) juga mendukung pernyataan ini, “OCB berhubungan dengan kinerja dan keefektifan kelompok dan organisasi”. Dalam meneliti penyebab perilaku individu, dalam hal ini perilaku OCB, sebaiknya dipertimbangkan faktor internal dan eksternal individu tersebut. Faktor internal tersebut di antaranya adalah variabel kepribadian yang ditinjau dari big five factors (big five
personality), sedangkan faktor eksternal di antaranya sikap kerja, yang terdiri dari kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Hal ini juga didasarkan pada dasar teori OCB memang dikembangkan dari disposisi/kepribadian dan sikap kerja (Luthans, 2006, p251). Sedangkan, menurut Robbins (2003, p91), kepuasan kerja dan komitmen organisasi merupakan sikap kerja yang diperhatikan dalam kebanyakan riset perilaku organisasi. Perilaku OCB dipengaruhi oleh faktor internal dari karyawan itu sendiri, salah satunya yaitu kepribadian. Dalam penelitian ini, digunakan penilaian kepribadian karyawan menurut
Big Five Factor, di mana teori ini didasarkan pada model lima faktor kepribadian sebagai representasi struktur trait yang merupakan dimensi utama dari kepribadian. Orang-orang yang ekstravert, mampu untuk bersepakat, andal, memiliki stabilitas emosi, dan terbuka pada pengalaman cenderung akan menunjukkan perilaku OCB terhadap organisasi tempatnya bekerja. Begitu juga dengan kepuasan kerja karyawan yang dipengaruhi faktor eksternal di luar diri karyawan. Sifat pekerjaannya, gaji yang diberikan perusahaan, kesempatan promosi yang adil, atasan yang menyenangkan, rekan kerja yang kooperatif, dan kondisi kerja yang mendukung, akan menghasilkan kepuasan pada diri karyawan terhadap pekerjaan yang dilakoninya. Kepuasan terhadap pekerjaan akan membawa karyawan pada tingkat OCB yang lebih tinggi, karena seseorang akan merasa lebih rela untuk berbuat lebih bagi organisasinya ketika ia merasa puas akan apa yang ia dapatkan dari organisasi. Karyawan yang puas akan lebih mungkin berbicara positif tentang organisasi, membantu orang lain, dan jauh melebihi harapan yang normal dalam pekerjaan mereka.
4 Selain kepuasan kerja, komitmen organisasi juga menjadi faktor eksternal perilaku OCB. Dimensi komitmen organisasi secara jelas berhubungan dengan OCB (Luthans, 2006, p251). Sehingga, karyawan dengan tingkat komitmen organisasi yang tinggi cenderung akan menampilkan perilaku sebagai “warga negara yang baik” (good citizen). PT Harapan Surya Lestari (HSL) adalah salah satu produsen yang menjual minuman ringan dengan berbagai varian rasa. Perusahaan yang baru beroperasi pada tahun 2001 dan secara resmi menjadi bentuk Perseroan Terbatas (PT) pada tahun 2007 ini, saat ini mempekerjakan 113 orang staf karyawan tetap dan 400 orang buruh lepas. Sebagai perusahaan yang belum lama berdiri, PT HSL membutuhkan staf karyawan yang berkualitas untuk membawa perusahaan kepada kesukesan dalam menghadapi pesaing-pesaing dan kondisi pasar yang tidak menentu. Karena, tanpa SDM yang mampu menjalankan aktivitas bisnis dan memberikan kontribusi nyata terhadap perusahaan, maka modal yang besar dan teknologi yang canggih pun tidak akan bisa membawa keberhasilan bagi perusahaan. Apalagi, di tengah kondisi pasar sekarang ini yang tidak begitu menguntungkan bagi PT HSL, yang ditandai dengan menurunnya tingkat penjualan sebesar 50% dari tahun 2008, terutama dikarenakan menjamurnya pesaing-pesaing baru dalam industri minuman ringan yang menyasar target pasar yang sama dengan PT HSL sehingga mengurangi pangsa pasar PT HSL. Kondisi tersebut menyebabkan PT HSL memerlukan SDM dengan tingkat OCB tinggi agar dapat tetap mencapai efektivitas organisasi, dan terlebih lagi mampu mempertahankan kelangsungan organisasinya. Pada kenyataannya, sulit untuk menumbuhkembangkan perilaku OCB dalam diri karyawan. Tindakan-tindakan indisipliner yang masih sering terjadi merupakan sebagian bukti rendahnya kualitas kerja karyawan, terutama masalah kepribadian dan mentalitas karyawan. Pada umumnya karyawan tidak memiliki inisiatif sendiri untuk bekerja dengan baik, harus ada tekanan dari atasan, baru kemudian mereka bekerja lebih baik. Dari
5 pengamatan didapatkan banyak karyawan yang datang terlambat dan pulang lebih awal. Seringkali target-target tugas yang ditetapkan untuk dikerjakan oleh karyawan pun tidak tercapai atau tidak selesai tepat waktu. Di samping itu, pada jam kerja melakukan aktivitas di luar pekerjaan (main game, main facebook, merokok, mengobrol topik lain di luar pekerjaan, dan lain-lain), tidak ikut bertanggung jawab terhadap fasilitas kantor, dan masih terdapat konflik-konflik yang terjadi antar-karyawan. Selain itu, pernah terjadi beberapa kali kecurangan-kecurangan yang dilakukan karyawan yang merugikan perusahaan secara material, seperti tidak menyetorkan uang dari distributor tertagih yang seharusnya diserahkan pada perusahaan, dan memalsukan bon-bon pembayaran. Menurut manajer HRD (Human Resource Develoment) PT HSL, hanya 50% karyawan yang mempunyai kinerja yang memuaskan bagi organisasi, 25% karyawan berkinerja kurang memuaskan, dan sisanya tidak memuaskan. Karyawan dinilai lebih aktif dan bersedia berkorban bagi perusahaan di saat kondisi perusahaan sedang bagus, di mana tingkat penjualan tinggi. Sedangkan ketika kondisi perusahaan menurun, karyawan menampilkan sikap yang kurang mendukung keberhasilan manajemen. Masalah yang timbul akhir-akhir ini yaitu sikap kerja karyawan yang kurang maksimal. Hal ini terutama diakibatkan oleh menurunnya tingkat penjualan, sehingga perusahaan pun harus melakukan penghematan dan pemangkasan biaya-biaya yang tidak perlu, seperti biaya untuk rekreasi kantor, pengurangan penggunaan listrik di kantor, biaya BBM (Bahan Bakar Minyak) untuk kendaraan kantor, serta bonus-bonus untuk karyawan. Hal ini mempengaruhi sikap karyawan dalam bekerja, di mana semangat kerja mereka menurun dan tidak mengeluarkan usaha yang optimal lagi bagi organisasi. Banyak karyawan bermalas-malasan, bahkan mulai muncul protes terhadap pihak manajemen karena karyawan merasa tidak menerima imbalan dan fasilitas sebaik yang mereka terima dulu. Selain itu, kondisi perusahaan yang tidak begitu baik juga membuat para manajer dan
6 supervisor stres sehingga berdampak pada sikap yang kurang menyenangkan terhadap para karyawan, hingga akhirnya juga berdampak pada menurunnya kepuasan kerja karyawan. Walaupun begitu, karyawan PT HSL diharapkan tetap memiliki sikap berkomitmen terhadap organisasinya. Sampai sekarang ini, tingkat loyalitas karyawan terhadap PT HSL cukup tinggi, dilihat dari tingkat turnover yang sangat rendah. Hal ini membuktikan bahwa tingkat komitmen organisasi karyawan PT HSL masih cukup baik, mungkin salah satunya dikarenakan adanya ikatan emosional antara karyawan dengan perusahaan karena mayoritas karyawan sudah bekerja sejak PT HSL berdiri. Namun tetap saja ada sejumlah kecil karyawan yang keluar, yaitu sekitar 6% dari keseluruhan karyawan, padahal mereka yang keluar tersebut sedang berada di posisi yang bagus di PT HSL, dan tentu saja hal ini cukup membuat perusahaan kehilangan SDM yang sebenarnya berkontribusi cukup signifikan bagi perusahaan. Maka dari itu, PT HSL sebagai perusahaan yang baru berkembang dan ingin terus memantapkan posisinya di industri food and beverage, khususnya minuman ringan, sangat memerlukan staf karyawan yang mampu mendukung kemajuan perusahaan di tengah kondisi pasar yang tidak begitu baik, melalui perilaku OCB yang ditampilkan para karyawannya, yang pada akhirnya akan membuat aktivitas organisasi PT HSL berjalan secara lebih lancar dan membawa pada tingkat efektivitas organisasi yang lebih tinggi. Dari uraian di atas, maka diputuskan untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Big Five Personality, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasi terhadap
Organizational Citizenship Behavior serta Dampaknya terhadap Efektivitas Organisasi pada PT Harapan Surya Lestari”
1.2 Identifikasi Masalah Beberapa masalah yang timbul dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
7 1. Seberapa besar pengaruh Big Five Personality, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasi karyawan terhadap Organizational Citizenship Behavior pada PT HSL secara individual maupun simultan? 2. Seberapa besar pengaruh Big Five Personality, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasi karyawan, serta Organizational Citizenship Behavior terhadap Efektivitas Organisasi pada PT HSL secara individual maupun simultan?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu: 1. Untuk mengetahui dan menganalisa seberapa besar pengaruh Big Five Personality, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasi karyawan terhadap Organizational
Citizenship Behavior pada PT HSL secara individual dan simultan 2. Untuk mengetahui dan menganalisa seberapa besar pengaruh Big Five Personality, Kepuasan
Kerja,
dan
Komitmen
Organisasi
karyawan,
serta
Organizational
Citizenship Behavior terhadap efektivitas organisasi pada PT HSL secara individual dan simultan
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut Bagi PT HSL: ‐
Mengetahui bagaimana kepribadian karyawan, tingkat kepuasan kerja karyawan, dan sejauh mana karyawan mempunyai komitmen terhadap organisasinya, serta tingkat efektivitas organisasi PT HSL dari sudut pandang karyawan
‐
Sebagai bahan pertimbangan untuk pembuatan kebijakan dan perencanaan SDM selanjutnya dalam rangka pengembangan perusahaan secara keseluruhan
8 ‐
Mengetahui langkah-langkah yang dapat diambil untuk mendorong efektivitas organisasi melalui peningkatan Organizational Citizenship Behaviour pada karyawan
Bagi pembaca: ‐
Sebagai sumber informasi mengenai kepribadian Big Five dan implikasinya pada dunia kerja
‐
Sebagai sumber informasi mengenai kepuasan kerja karyawan
‐
Sebagai sumber informasi mengenai komitmen kerja karyawan
‐
Mengetahui pentingnya Organizational Citizenship Behaviour yang dimiliki karyawan bagi efektivitas organisasi
Bagi dunia pendidikan: ‐
Sebagai referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut di masa mendatang mengenai Big Five Personality
‐
Sebagai referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut di masa mendatang mengenai Kepuasan Kerja
‐
Sebagai referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut di masa mendatang mengenai Komitmen Organisasi
‐
Sebagai referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut di masa mendatang mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB)
‐
Sebagai referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut di masa mendatang mengenai Efektivitas Organisasi