BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi adalah sebuah kebiasaan yang masih dijalankan di masyarakat secara turun temurun. Setiap negara memiliki tradisi masing-masing yang khas. Seperti tradisi makan yang khas menurut penulis, yakni masyarakat China memiliki kebiasaan makan dengan sumpit, orang India terbiasa makan nasi dengan tangan, dan masyarakat Indonesia pada umumnya makan dengan sendok dan garpu. Dari contoh di atas, dapat dilihat bahwa cara makan pada negara-negara Asia memiliki tradisi atau kebiasaan yang berbeda dengan lain yang sudah dilestarikan dari dulu sampai sekarang. Jepang sebagai salah satu negara di Asia juga memiliki beberapa tradisi khas, yaitu tradisi membungkuk ala Jepang atau disebut dengan ojiki (お辞儀), tradisi memberi salam atau disebut dengan aisatsu (挨拶), tradisi melihat bunga atau disebut dengan hanami (花見), tradisi o-matsuri (お祭り) serta tradisi pemberian yang disebut dengan zoutou bunka (贈答文化). Selain memiliki tradisi yang dilestarikan dan dilakukan secara turun-temurun, masyarakat Jepang juga memiliki konsep hidup yang sudah meluas dalam masyarakat, yaitu on dan giri. On berarti hutang budi. Dalam konsep On mengandung arti suatu beban, hutang, sesuatu yang harus ditanggung dan dilaksanakan dengan sebaik mungkin. On berlaku di antara dua pihak yang memiliki hubungan bertingkat dan dalam pengembaliannya tidak mengenal batas. On bergantung erat dengan konsep giri yaitu kewajiban sosial dan ninjou yang berarti perasaan kemanusiaan. Seperti yang dikatakan oleh Minami (1989)
義理とか義というのは、社会生活の中で自分がタジンに対して、どのような関係 に立っており、したがってどのようにふるまうべきであるかについての約束である。 Terjemahan : Giri dan gi merupakan kesepakatan masyarakat untuk bersikap dengan tata karma yang pantas seperti dimana seseorang berdiri dalam hubungan dengan orang lain dalam struktur sosial masyarakat. 1
2
Karena masyarakat Jepang yang dilatarbelakangi konsep on-giri itulah sehingga interaksi sesama masyarakat Jepang diharuskan untuk melakukan pembalasan atas bantuan atau pun hadiah yang telah diterima. Tingkah laku melakukan pembalasan atas pemberian bantuan atau hadiah yang telah diterima disebut dengan zoutou bunka (贈答文化)。 Zoutou bunka ( 贈 答 文 化 ) adalah sebuah tradisi di mana masyarakat saling bertukar pemberian yang telah menjadi alat interaksi sosial dalam masyarakat. Seperti pengertian tentang zoutou bunka yang telah dikatakan oleh organisasi adat istiadat ajaran Buddha atau di bahasa Jepang disebut dengan bukkyou minsoku gakkai (仏教民俗学会) dalam kamus ajaran Buddha (仏教民俗辞典; 230-231), yaitu : 個人と個人、集団と集団との間で物品を贈ったり、返礼をしたりすること。 平素、交際している間でする場合と、あまり交際していない間で行う場合と がある。 Terjemahan: Zoutou bunka adalah kegiatan melakukan pemberian dan pembalasan hadiah yang dilakukan secara individu ke individu maupun kelompok ke kelompok. Kegiatan ini telah dilakukan secara terus menerus pada keadaan bergaul maupun kurang bergaulnya dengan orang lain. Dengan dilatarbelakangi konsep on-giri, sehingga masyarakat Jepang memiliki kesempatan dalam memberikan hadiah dan membalas atas bantuan atau hadiah yang telah diberikan menjadi sangat banyak, selain itu kegiatan tersebut dapat terjadi di manapun dan kapanpun. Berikut ini terdapat beberapa kesempatan untuk melakukan pemberian atau disebut dengan orei (お礼) yang terjadi di masyarakat Jepang, yaitu : otoshidama (お年玉) yaitu pemberian hadiah berupa uang yang diberikan orang tua dan kaum keluarga pada anak-anak pada hari tahun baru; nyuugaku iwai (入 学祝い) yaitu pemberian hadiah berupa uang, alat tulis, kepada orang yang baru masuk sekolah; sotsugyou iwai (卒業祝い) yaitu pemberian hadiah yang diberikan untuk orang-orang yang tamat sekolah; kekkon iwai (結婚祝い) yaitu pemberian hadiah yang berupa uang atau alat-alat rumah kepada orang yang melangsungkan perkawinan;
shussan iwai (出産祝い) yaitu pemberian hadiah kepada orang yang
3
melahirkan; ochuugen (お中元) dan oseibo (お歳暮) yaitu pemberian hadiah kepada orang yang telah memberi bantuan; okouden ( お 香 典 ) yaitu pemberian hadiah kepada keluarga yang berduka cita; serta omimai (お見舞い) yaitu pemberian hadiah kepada orang yang sedang sakit. Pemberian hadiah pada tradisi zoutou bunka dapat berupa pemberian uang maupun barang. Pemberian hadiah berupa uang pada umumnya terjadi pada upacara pernikahan, kelahiran dan pemakaman, yang telah dibungkus dengan shuugi bukuro. Shuugi bukuro adalah sebuah kebiasaan memberi hadiah berupa uang yang telah dibungkusi dengan amplop tertentu yang bernama noshibukuro (熨斗袋) dan telah diikat dengan benang hiasan yang disebut dengan mizuhiki (水引). Berdasarkan pada suasana upacara, shuugi bukuro dibagi menjadi dua macam, yaitu shuugi bukuro ( 祝 儀袋) dan fu-shuugi bukuro(不祝儀袋)。
Gambar 1.1 Shuugi bukuro (kiri dan tengah) dan fu-shuugi bukuro (kanan) Sumber : http://www.tanaka-p.co.jp/option/hikkou-service/ Berikut ini akan dijelaskan tentang jenis-jenis shuugi bukuro. 1.1.1
Shuugi bukuro
Shuugi bukuro adalah pemberian hadiah berupa uang yang diberikan pada saat perayaan upacara-upacara yang memiliki rasa ingin mengucapkan selamat atau di bahasa Jepang disebut dengan yorokobigoto (喜びごと). Contoh upacara-upacara yang memiliki rasa ingin mengucapkan selamat atau yorokobigoto adalah seperti
4
perayaan upacara pernikahan (kekkonshiki, 結婚式), perayaan panjang umur (chouju iwai, 長寿祝い) dan perayaan upacara lahirnya bayi (shussan no keiji, 出産の慶事).
Gambar 1.2 Penjelasan Shuugi Bukuro Sumber: http://letter.sincerite-shop.com/nosibukuro_omotegaki.html
Shuugi bukuro terdiri dari kertas putih atau chuutsutsumi (中包み) yang berfungsi untuk membungkus uang, noshi (熨斗), benang hiasan yang disebut dengan mizuhiki (水引), serta fukusa (袱紗) yang berfungsi untuk membungkus shuugi bukuro pada saat memberikan ke penerima. 1.1.2
Fu-Shuugi bukuro
Fu-shuugi bukuro adalah pemberian hadiah berupa uang yang diberikan pada saat perayaan upacar-upacara yang bersuasana turut berduka cita atau dalam bahasa Jepang disebut dengan okuyamigoto (お悔やみごと). Contoh upacara okuyamigoto adalah seperti upacara pemakaman atau bahasa Jepangnya disebut dengan soushiki (葬式)。
5
Gambar 1.3 Penjelasan Fu-shuugi bukuro Sumber : http://letter.sincerite-shop.com/kouden_kinpu__omotegaki.html Fu-shuugi bukuro terdiri dari kertas putih atau chuutsutsumi ( 中 包 み ) yang berfungsi untuk membungkus uang, benang hiasan yang disebut dengan mizuhiki (水引), serta fukusa (袱紗) yang berfungsi untuk membungkus shuugi bukuro pada saat memberikan ke penerima. Berikut ini adalah penjelasan terhadap tata cara serta cara menulis nama dalam shuugi bukuro dan fu-shuugi bukuro. 1. Chuutsutsumi (中包み) Chuutsutsumi adalah kertas digunakan untuk membungkus uang. Dalam shuugi bukuro maupun fushuugi bukuro terdapat chuutsutsumi ini, berikut ini adalah tata cara melipat dan membungkus uang dalam shuugi bukuro dan fu-shuugi bukuro.
6
1. Meletakkan lembaran uang secara
2. Melipat dari sudut kiri bawah ke
miring di atas chuutsutsumi.
sisi atas, melipat sesuai dengan pinggiran lembaran uang.
3. Melipat dari sisi kiri ke kanan.
4. Melipat bagian kanan ke arah kiri.
5. Melipat dari bawah ke atas, harus 6. Sisa lipatan, dilipat ke sisi dalam. melipat sesuai ukuran lembaran uang. Tabel 1.1 Tata Cara melipat Chuutsutsumi Sumber : http://shuugi.com/how.to.pack.html Dalam pemberian hadiah berupa shuugi bukuro dan fu-shuugi bukuro kepada orang lain, harus memerhatikan arah lipatan chuutsutsumi, yaitu lipatan chuutsutsumi pada upacara bersuasana ingin mengucapkan selamat atau keiji ( 慶 事 ) adalah menghadap ke atas, sedangkan lipatan chuutsutsumi pada upacara bersuasana turut berduka cita atau chouji (弔事)adalah menghadap ke bawah.
熨斗 熨斗
2. Noshi ( ) Noshi ( ) hanya ditempel pada shuugi bukuro. Dengan kata lain, noshi hanya dipakai
慶事).
pada upacara-upacara yorokobigoto atau keiji (
7
3. Mizuhiki (水引) Mizuhiki adalah tali hiasan yang mengikat amplop yang berisi uang. Dari penjelasan pada Gambar 1.1 di atas, dapt dilihat bahwa shuugi bukuro dan fu shuugi bukuro terdapat perbedaan warna mizuhiki, yaitu : Warna (色) Shuugi bukuro (祝儀袋)
Merah-Putih (赤・白)
Fu-shuugi bukuro (不祝儀袋)
Hitam-Putih (黒・白)
Tabel 1.2 perbedaan warna mizuhiki pada shuugi bukuro dan fu-shuugi bukuro 4. Fukusa (袱紗) Fukusa adalah kain yang digunakan untuk membungkus shuugi bukuro atau fushuugi bukuro ketika memberikannya kepada penerima. Ini dikarenakan memberikan shuugi bukuro atau fu-shuugi bukuro secara langsung merupakan sebuah hal yang shitsurei (失礼) atau hal yang tidak sopan. Sesuai dengan upacara penggunaannya (yorokobigoto dan okuyamigoto), warna fukusa dibagi menjadi beberapa warna, yakni : a. Yorokobigoto : warna merah, shuiro (朱色) dan merah tua. b. Okuyamigoto : warna hijau, biru dan abu-abu. c. Yorokobigoto dan okuyamigoto : warna ungu. Selain ada perbedaan warna fukusa dalam shuugi bukuro dan fu-shuugi bukuro, ada juga perbedaan cara membungkus fukusa dalam shuugi bukuro dan fu-shuugi bukuro, yakni cara membungkus fukusa pada shuugi bukuro dimulai dari bagian kiri, sedangkan cara membungkus fukusa pada fu-shuugi bukuro dimulai dari bagian kanan.
8
Gambar 1.4 Perbedaan arah membungkus fukusa dalam shuugi bukuro dan fu-shuugi bukuro Sumber : http://www.zoto.jp/mame/fukusa.html Komponen shuugi bukuro dan fu-shuugi bukuro memiliki berbagai macam perbedaan, yaitu arah chuutsutsumi;ada tidak adanya noshi, perbedaan warna mizuhiki serta arah melipat fukusa. Dari sekian banyak perbedaan yang terdapat dalam shuugi bukuro dan fu-shuugi bukuro, penulis berminat untuk meneliti warna mizuhiki terutama akan fokus dalam penelitian warna mizuhiki pada fu-shuugi bukuro, yaitu warna hitam. Berikut ini adalah gambar fu-shuugi bukuro.
Gambar 1.5 Fu-shuugi bukuro pada agama Buddha (kiri), Shinto (tengah) dan Kristen (kanan) Sumber : http://www.kekkonlabo.com/point/sense.html
9
Di Jepang terdapat tiga jenis fu-shuugi bukuro, yaitu fu shuugi bukuro ajaran Buddha, Shinto dan Katolik. Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti makna konotasi warna hitam dalam fu-shuugi bukuro ajaran agama Buddha, dengan alasan bahwa upacara pemakaman atau soushiki (葬式) orang Jepang mayoritas adalah upacara pemakaman ajaran agama Buddha. Makna konotasi adalah makna yang mengalami perkembangan menjadi makna baru akibat budaya, situasi dan perasaan (emotif) dari pengguna tanda. Dalam penelitian ini, penulis akan mengungkapkan makna warna hitam dalam mizuhiki yang terdapat dalam pikiran masyarakat Jepang. 1.2 Masalah Pokok Masalah pokok yang akan penulis teliti adalah makna konotasi warna hitam yang terkandung dalam shuugi bukuro pada
upacara pemakaman (soushiki, 葬 式 )
masyarakat Jepang. 1.3 Formulasi Masalah Formulasi masalah dalam penelitian ini adalah penulis akan menganalisis makna konotasi warna hitam pada shuugi bukuro melalui analisis terhadap benda-benda yang berkaitan dengan ajaran Budhisme seperti daruma dan mofuku. Kemudian dengan menggunakan konsep denotasi konotasi dari R.Bathes serta konsep goshiki (五色) untuk mengkaitkan makna konotasi hitam yang terkandung dalam shuugi bukuro pada acara upacara pemakaman atau soushiki (葬式) masyarakat Jepang. 1.4 Ruang Lingkup Permasalahan Dalam penelitian ini, penulis akan menganalisis makna konotasi warna hitam dalam shuugi bukuro pada upacara pemakaman (soushiki, 葬式). Warna memiliki makna yang dapat dirasakan oleh pengguna warna. Seperti yang dikatakan dalam buku Aura Soma (オーラソーマ) dengan judul iro to hikari no messeji (色と光のメッセージ,10) “色は、それぞれにメッセージとエネルギーを持っています。そして色は、 あなたの精神面や感情面と密接な関わりがあります”
10
Terjemahan : “Warna memiliki berbagai macam pesan dan energi yang menyambung dengan spiritual dan perasaan pengguna warna” Warna bukan hanya sekedar warna di mata masyarakat, tetapi dapat menyampaikan pesan dari pemberi hadiah kepada penerima hadiah juga. Oleh karena itu, penulis akan menganalisis makna warna hitam yang tersembunyi di mata masyarakat (makna konotasi). 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui makna konotasi warna hitam dalam shuugi bukuro yang terdapat dalam upacara pemakaman (soushiki, 葬式). 1.6 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dilakukan melalui buku-buku dari perpustakaan umum baik buku berbahasa Indonesia maupun buku berbahasa Jepang. Lalu didukung dengan jurnal dan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis lain. Pada penelitian ini penulis akan membahas makna konotasi. Penelitian mengenai makna warna sudah pernah dilakukan oleh Ranny Rastati dengan judul “Penggunaan Warna Maskulin dan Feminin pada Hadiah Ulang Tahun Anak-Anak Jepang” yang meneliti tentang pilihan warna dalam hadiah ulang tahun yang dilakukan berdasarkan golongan maskulin
dan
feminin.
Dalam
penelitian
tersebut,
Ranny
Rastaty
telah
menyimpulkan bahwa : a. Pilihan warna pada pemberian hadiah ulang tahun anak-anak Jepang telah dikelompokan menjadi 2 jenis berdasarkan warna yang mendominasi, yaitu : a. Warna maskulin, yaitu warna hijau dan biru digunakan sebagai warna dominasi atau warna utama pada hadiah ulang tahun anak laki-laki. b. Warna feminim, yaitu warna merah, kuning, pink dan ungu digunakan sebagai warna utama pada hadiah ulang tahun anak perempuan.
b. Selain warna maskulin dan feminim, pemilihan warna pada hadiah ulang tahun juga dapat dipilih berdasarkan makna yang dikandung agar rasa yang
11
ingin disampaikan pemberi kepada penerima, makna warna dikelompokan menjadi 2, yaitu : a. Makna simbolis , yaitu makna warna berdasarkan kemiripan warna dengan alam. b. Makna psikologis, yaitu makna warna berdasarkan asosiasi psikologis yang ditentukan oleh kesepakatan masyarakat. Jadi penerima dapat menggunakan makna yang dikandung dalam warna-warna dalam hadiah ulang tahun sebagai komunikasi nonverbal untuk menyampaikan kepada penerima.